1, 2010: 42–46
ABSTRACT
The stem-galling fly, Cecidochares connexa is one of the natural enemies introduced into Indonesia for the control
Siam weed (Chromolaena odorata). The research investigated to know the spread and establisment of C. connexa in
Central Java and East Java. Survey was done in six districts started from Gunung Kidul until Madiun for sampling of
Siam weed stems and calculate the parasitations of C. connexa. The results showed that C. connexa as natural enemies
of Siam weed has established in Central Java and East Java with parasitation of stem reached 54.33%. C. connexa have
spread more than 200 km from first site-released location in Wanagama I, Yogyakarta.
Key words: Cecidochares connexa, natural enemies, Siam weed, spread
INTISARI
Cecidochares connexa merupakan salah satu jenis serangga musuh alami yang pernah diintroduksikan ke Indonesia
untuk mengendalikan gulma siam (Chromolaena odorata). Penelitian bertujuan untuk mengetahui jangkauan penye-
baran C. connexa di sekitar Yogyakarta ke arah timur dan utara dari lokasi penyebaran awal di hutan Wanagama I
Yogyakarta. Survei dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada enam kabupaten di sebelah timur lokasi pelepasan
lalat C. connexa, yaitu Kabupaten Gunung Kidul, Wonogiri, Ponorogo, Madiun, Ngawi, dan Pacitan. Tingkat kemapan-
an lalat C. connexa dihitung berdasarkan persentase parasitasinya dengan mengamati keberadaan puru. Hasil
menunjukan bahwa lalat C. connexa telah mapan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan tingkat parasitasi mencapai
54,33%. Lalat tersebut telah berhasil menyebar pada radius lebih dari 200 km dari lokasi pelepasan awal di hutan
Wanagama I.
Kata kunci: Cecidochares connexa, gulma siam, musuh alami, penyebaran
dilepas tahun 1995 di Jawa Barat (Tjitrosemito, galar). Sejumlah 20 pucuk gulma Siam diambil
1996). Musuh alami tersebut mengendalikan gulma pada tiap lokasi pengambilan sampel untuk diamati
Siam bekerja spesifik pembuat puru (gall), dengan keberadaan populasi lalat Argentina dengan cara
masa pembentukan puru sampai maksimal dapat memetik pucuk dan dimasukkan dalam kantong
mencapai 50 hari. plastik volume 5,0 liter. Tiap kantong diberi label
Pada kurun waktu 1996–1997, lalat C. connexa dan dibawa ke Laboratorium Pengendalian Hayati
pernah dilepas di kawasan hutan Wanagama I, di Fakultas Pertanian UGM untuk diamati tingkat
tepatnya di Kecamatan Playen, Kabupaten serangan pucuk dan populasi lalat Argentina. Ke-
Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta beradaan populasi lalat Argentina pada pucuk di-
(Mangoendihardjo, 1997). Hasil evaluasi yang lakukan dengan cara mengamati morfologi gejala
dilakukan Jayadi (2001) menyebutkan bahwa puru yang ada pada tiap pucuk, kemudian puru
musuh alami tersebut telah menyebar pada radius dibuka untuk dilihat keberadaan stadia lalat dan jika
11 km dari lokasi pelepasan. Sampai dengan tahun mungkin untuk diamati parasitoidnya sebagai faktor
2009 belum dievaluasi kembali sejauh mana mortalitas lalat di alam. Tingkat kemapanan diukur
penyebaran C. connexa. Penelitian bertujuan untuk berdasarkan persentase pucuk gulma Siam yang ter-
mengetahui sebaran lalat Argentina ke arah timur serang oleh lalat C. connexa.
laut dan tenggara dari lokasi pelepasan awal, yaitu
ke arah perbatasan Yogyakarta dengan Jawa Tengah HASIL DAN PEMBAHASAN
sampai Jawa Timur.
Hasil evaluasi tahun 2009 atau lebih dari 10
tahun sejak pelepasan diketahui bahwa lalat Argen-
BAHAN DAN METODE
tina telah menyebar pada radius lebih dari 200 km
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus– ke arah timur laut sejak Yogyakarta ke Jawa Timur.
September 2009 di wilayah sekitar pelepasan ke Penyebaran lalat tersebut ditunjukan dengan adanya
arah timur pada radius kurang 250 km, yaitu dari gejala puru pada pucuk gulma Siam (Gambar 1).
Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Lalat C. connexa berhasil mapan di Jawa Tengah
Istimewa Yogyakarta sampai Kabupaten Madiun dan di Jawa Timur yaitu sejak dari kabupaten Gu-
Provinsi Jawa Timur. Wilayah tersebut meliputi nung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Ponorogo, Madiun
enam kabupaten dari tiga propinsi yaitu Daerah dan Ngawi. Hal itu ditunjukan dengan kejadian puru
Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul), pada pucuk gulma Siam akibat terparasit oleh lalat
Jawa Tengah (Kabupaten Wonogiri), dan Jawa C. connexa (Gambar 2). Informasi sebelumnya juga
Timur (Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Madiun, dan menyebutkan bahwa lalat tersebut telah mapan di
Ngawi). Penelitian dilakukan dengan cara survei Jawa Tengah dengan berbagai tingkat serangan,
pada lokasi sesuai arah jalan sejauh 230 km dari yaitu di sekitar kabupaten Magelang, Kendal, Se-
Kabupaten Gunung Kidul menuju Kabupaten marang, Demak, Pati, Salatiga, Sragen dan Solo
Ngawi melalui Kabupaten Wonogiri, Pacitan, (Mangoendihardjo, 2009 komunikasi pribadi).
Ponorogo, dan Madiun. Tingkat serangan lalat C. connexa pada gulma
Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi habi- Siam di sepanjang jalur pengamatan sejauh lebih
tat gulma Siam di setiap radius 15 km. Pada tahun dari 230 km dapat mencapai 54,33% (kisaran 35–
1996 dinformasikan bahwa pelepasan dilakukan di 100%). Serangan tertinggi mencapai 100% terjadi
Hutan Wanagama I, Kecamatan Playen, Kabupaten di wilayah Kecamatan Nguntoronadi (Kabupaten
Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogya- Wonogiri) di tepi Waduk Gajah Mungkur yang ber-
karta, Indonesia. Berdasarkan radius 15 km sejak jarak 74 km dari titik pelepasan awal. Tingkat se-
lokasi pelepasan tersebut maka lokasi pengambilan rangan yang tinggi juga terjadi di Kecamatan
sampel yang pertama dilakukan masih di Kabupaten Pracimantoro (Kabupaten Wonogiri) yang berjarak
Gunung Kidul (Kecamatan Ponjong), kemudian 30 km dan Kecamatan Baturetno (Kabupaten Wo-
Kabupaten Wonogiri (Kecamatan Pracimantoro, nogiri) yang berjarak 58 km dari titik pelepasan.
Giriwoyo, Baturetno, Nguntoronadi, Ngadirojo, Lalat tersebut mampu menyebabkan kerusakan
Jatisrono, Purwantoro), Kabupaten Pacitan (Keca- pucuk gulma Siam mencapai lebih dari 40% sampai
matan Pringkuku), Kabupaten Ponorogo (Keca- pada radius 230 km dari lokasi pelepasan awal
matan Badegan dan Ponorogo), Kabupaten Madiun (Gambar 3).
(Kecamamatan Dolopo), Kabupaten Magetan (Ke- Jumlah puru yang ditemukan pada setiap pucuk
camatan Maospati), dan selanjutnya terakhir di gulma Siam bervariasi dari kisaran 3–62 puru tiap
Kabupaten Ngawi (Kecamatan Ngawi dan Kedung- 20 pucuk atau mencapai rata-rata 0,96 puru/pucuk
44 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 16 No. 1
Gambar 1. Gulma Siam bergejala puru akibat terserang oleh lalat Cecidochares connexa
Gambar 2. Lalat Cecidochares connexa pada pucuk gulma Siam bergejala puru
(Gambar 4). Tingkat parasitasi lalat C. connexa dapat dihuni oleh 2–10 pupa lalat C. connexa. Ting-
mencapai 100% bisa mengakibatkan semua pucuk kat serangan C. connexa sejak kota Ponorogo sam-
mati dan kering terutama pada musim kemarau. pai dengan Ngawi mencapai rerata 51% dan jumlah
Dalam satu pucuk dapat terjadi 1–8 puru tergantung puru mencapai 0,67 puru/pucuk. Dari semua pucuk
jumlah cabang, dan dalam satu puru dapat dihuni yang teramati tidak menunjukan adanya serangga
oleh lebih dari lima lalat (Gambar 2). Hasil peneli- lain yang menjadi pemangsa ataupun parasitoid lalat
tian Orapa & Bofeng (2003) menyebutkan bahwa C. connexa.
dalam satu batang gulma Siam dapat ditemukan 357 Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan
puru, dan dalam satu puru dapat muncul rata-rata bahwa C. connexa yang dilepas di beberapa
1,7 ekor lalat C. connexa sehingga dapat menye- provinsi di Indonesia untuk mengendalikan C.
babkan penghambatan produksi bunga gulma Siam. odorata telah mapan. Berdasarkan catatan De
Alterrado & Bachiller (2002) juga pernah meneliti Chenon et al. (2002) bahwa lalat C. connexa telah
bahwa dalam satu tanaman gulma Siam di Phillipina mapan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Su-
dapat terjadi 107 puru dan masing-masing puru matera Barat, dan Lampung setelah lima tahun sejak
Harjaka & Mangoendihardjo:Evaluasi Lanjut Penyebaran Lalat Argentina Sebagai Pengendali Gulma Siam 45
120
100
80
% Parasitasi
60
40
20
0
g
iri o
Pr oyo
Ba ku
nt no
ga i
Ja jo
rw o
Ba ro
Po gan
D o
M po
i
ar
N nad
at
ed gaw
ac jon
G or
Pu ron
g
ro
al
to
u
gu et
ro
sp
t
de
w
gk
ol
gg
an
di
an
n
N tur
tis
no
ao
N
Po
or
un
in
im
K
Pr
Gambar 3. Tingkat parasitasi lalat Cecidochares connexa pada gulma Siam di 15 kecamatan dari Daerah
Istimewa Yogyakarta sampai Jawa Timur
70
60
Jumlah puru/20 pucuk
50
40
30
20
10
0
g
iri o
Pr oyo
Ba ku
nt no
N adi
Ja jo
rw o
Ba ro
Po an
go
M po
i
ar
at
w
ac jon
Pu ron
ro
al
to
to
g
u
gu et
ro
sp
ga
on
de
gg
w
gk
ol
an
di
an
n
N tur
tis
no
ao
N
Po
or
D
ga
un
in
im
ed
Gambar 4. Jumlah puru pada pucuk gulma Siam terserang lalat Cecidochares connexa di 15 kecamatan dari
Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Jawa Timur
pelepasan. Hasil kajian yang dilakukan di Indonesia mencapai 5% (120 puru dari 2140 ruas). Hasil
bagian timur (Nusa Tenggara Timur) disebutkan evaluasi di arah timur Yogyakarta membuktikan
bahwa setelah tujuh tahun sejak pelepasan C. bahwa kemapanan C. connexa tahun 2009 lebih
connexa mampu menyebar lebih dari 40 km, tinggi dari evaluasi sebelumnya yang dilakukan
sedangkan di Sulawesi dapat menyebar sejauh 13 oleh Jayadi (2001) yang menyebutkan bahwa
km setelah dua tahun (Wilson & Widayanto, 2003). penyebaran lalat C. connexa baru mencapai radius
Lalat C. connexa merupakan jenis musuh alami 11 km.
gulma Siam yang juga disebutkan berhasil mapan
di Papua New Guinea dan Mikronesia dengan ra- KESIMPULAN
dius penyebaran mencapai 7 km selama 18 bulan
(Boteng et al., 2003; Day & McFadyen, 2003). Lalat Argentina (C. connexa) sebagai salah satu
musuh alami gulma Siam yang dilepas di hutan
Berdasarkan evaluasi lanjut yang dilakukan
Wanagama I, Yogyakarta berhasil mapan dan
tahun 2009 membuktikan bahwa lalat C. connexa
menyebar dengan radius lebih dari 230 km. Lalat
bisa berkembang dan mapan di Pulau Jawa. Evalu-
tersebut dapat menghambat pertumbuhan gulma
asi Tjitrosemito (1996) menyebutkan bahwa C.
Siam melalui mekanisme perusakan pucuk dengan
connexa telah berhasil mapan di Jawa Barat dengan
gejala puru mencapai 54,33% dengan populasi 0,96
tingkat serangan mencapai 5% (128 puru dari 2333
puru/pucuk.
ruas) di Parung Panjang, dan di Sukabumi juga
46 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 16 No. 1