Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN STUDI KASUS

MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

PADA PENERIMA MANFAAT “FN”

DI BBRSBG KARTINI TEMANGGUNG

DI SUSUN

OLEH:

USWATUN HASANAH

P1337420715023

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kegiatan Studi Kasus Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang


Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Magelang pada PM “FN” (22th) dengan
masalah utama desifit perawatan diri di BBRSBG “Kartini” Temanggung ini telah
disahkan oleh pembimbing lahan.

Temanggung, 13 April 2018

Mengetahui

Pembimbing Lahan Praktek,


BAB I LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
DISABILITAS INTELEKTUAL

A. DEFINISI
Disabilitas Intelektual terdiri dari kata Intelektual dan Disabilitas.
Intelektual atau inteligensi merupakan padanan kata dari kecerdasan kognitif
seseorang, yaitu kemampuan verbal dan nonverbal yang mencakup ingatan,
abstraksi, logika, persepsi, wawasan, perbendaharaan kata, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, dan keterampilan motorik visual (Puar,
1998). Disabilitas merupakan kondisi yang menggambarkan adanya disfungsi
atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur atau dilihat,
karena adanya kehilangan atau kelainan dari bagian tubuh atau organ
seseorang (Mangunsong, 2009).

Pengertian disabilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


orang yang menyandang (menderita) sesuatu, sedangkan disabilitas
merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa
Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan.
Anak dengan disabilitas atau sering disebut dengan anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (Triutari, 2014).
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa disabilitas
intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan baik secara intelektual
maupun perilaku adaptif yang dapat diukur atau dilihat yang menimbulkan
berkurangnya kapasitas untuk beraksi dalam cara tertentu.
Anak dengan disabilitas dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu anak
dengan penurunan fungsi tubuh, keterbatasan dalam beraktivitas dan
pembatasan dalam berprestasi. Anak-anak disabilitas termasuk orang-orang
dengan kondisi kesehatan seperti cerebral palsy, spina bifida, distrofi
otot,cedera tulang belakang traumatik, down sindrom, dan anak-anak dengan
gangguan pendengaran, visual, fisik,komunikasi dan gangguan intelektual
(WHO, 2012).
Menurut Mangunsong (2009), adapun prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan sebagai upaya pendampingan pada anak berkebutuhan khusus
antara lain :

a. Tipe Kecacatan dan Tingkat Keparahan Anak

Kadar atau tingkat keparahan suatu kecacatan sama pentingnya


dengan jenis kebutuhan khusus untuk dipertimbangkan dalam perencanaan
strategi pendampingan dan pengajaran pada anak berkebutuhan khusus.
Semakin parah atau semakin serius cacatnya, semakin pasti si anak akan
dididik dengan setting pendidikan khusus.

b. Tingkat Usia Anak

Sudah seharusnya dalam pemilihan strategi pendampingan


diperhatikan tingkat perkembangan anak baik fisik maupun psikis
termasuk dalam hal ini tingkatan usia anak. Hal ini perlu diperhatikan agar
metode, alat, bahan dan strategi benar-benar sesuai dengan kondisi anak.
Jadi prinsip pendampingan pada anak berkebutuhan khusus sebaiknya
memperhatikan dua hal. Pertama adalah tipe kecacatan dan tingkat keparahan,
semakin serius cacat yang dialami anak maka semakin pasti anak akan dididik
dengan setting pendidikan khusus. Kedua adalah tingkat usia anak, suatu
metode, alat, bahan dan strategi benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak.
B. ETIOLOGI
Penyebab disabilitas intelektual dibagi menjadi dua yakni secara primer
dan sekunder. Disabilitas intelektual primer disebabkan karena faktor
keturunan (genetik). Sedangkan penyebab sekunder disebabkan karena faktor
dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak, baik pada
waktu pranatal ataupun postnatal dan dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
yang lainnya.
1. Penyebab Primer
Akibat dari faktor keturunan, bisa disebabkan oleh
ketidaknormalan kromosom dan gen. Beberapa kelainan genetik yang
menyebabkan disabilitas intelektual adalah Sindrom down dan kerusakan
kromosom X. Sindrom down adalah penyebab paling umum terjadinya
disabilitas intelektual. Kerusakan kromosom X ( Fragile X syndrome )
adalah penyebab paling umum terjadinya disabilitas intelektual yang
diwariskan.
2. Penyebab Sekunder
Akibat penyakit atau pengaruh postnatal yang keadaan ini sudah
diketahui sejak sebelum lahir tapi tidak diketahui etiologinya. Selain itu
dapat juga disebabkan oleh penyakit otak yang nyata ( postnatal ).
a. Faktor Prenatal
Faktor prenatal adalah faktor yang terjadi sebelum masa
kelahiran.Faktor-faktor ini bberpengaruh pada perkembangan janin
yang sedang dikandung ibu, sehingga ketika anak dilahirkan
memungkinkan anak menjadi disabilitas intelektual.Sebenarnya, tidak
ada jawaban universal untuk faktor prenatal, kecuali untuk beberapa
kasus seperti infeksi bakteri Rubella dan rhesus kedua orang tua.
1) Infeksi Rubella (Cacar)
Sejak 1940-an sejumlah penelitian menemukan bahwa Rubella
yang mengenai ibu hamil sela tiga bulan pertama masa kehamilan
mungkin menyebabkan kerusakan konginental dan kemungkinan
menyebabkan disabilitas intelektual pada janin.
2) Faktor Rhesus
Hasil penelitian Yannet dan Lieberman seperti dikutip oleh
Kirk dan Gallagher (1979:119) menunjukkan adanya hubungan
antara keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada anak
disabilitas intelektual.Para peneliti menyebutkan bahwa indikasi
tersebut dapat dilihat ketika janin memiliki Rh yang tidak
kompatibel dengan darah ibunya. Anak dalam kasus ini dapat
menjadi disabilitas intelektual kecuali jika dilakukan tindakan
medis di usia yang sangat dini.
b. Faktor Natal
Faktor natal adalah faktor yang terjadi saat proses melahirkan.
Biasanya, faktor pada masa ini berupa luka-luka saat melahirkan, sesak
napas pada bayi (asphyxia), dan prematuritas.

Selain hal di atas, kesulitan saat melahirkan, lamanya proses


melahirkan, penggunaan alat kedokteran, dan lahir sungsang juga
menjadi penyebab kerusakan pada otak dan menyebabkan disabilitas
intelektual seorang anak.

Kekurangan oksigen pada bayi saat baru lahir (anoxia) juga


dipercaya menjadi salah satu penyebab anak disabilitas
intelektual.Prematuritas juga dipercayai menjadi penyebab anak
disabilitas intelektual.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
banyak anak yang lahir prematur menjadi anak yang epilepsy, serebral
palsi, dan disabilitas intelektual daripada anak yang lahir tidak
premature.
Akan tetapi, penelitian lainnya menunjukkan bahwa anak yang lahir
premature sebagian besarnya tumbuh dan berkembang seperti anak
yang lahir tidak premature.
c. Faktor Postnatal
Faktor postnatal adalah faktor yang terjadi pada masa setelah
kelahiran atau pada masa perkembangan awal anak.Infeksi dan
problem nutrisi kerap menjadi penyebab disabilitas intelektual pada
masa ini.
Enchepalitis (peradangan pada sistem saraf pusat), meningitis
(peradangan pada selaput otak), dan malnutrisi kronik yang terjadi
pada masa anak-anak dan perkembangan awal juga dipercaya menjadi
penyebab disabilitas intelektual.
3. Penyebab Lainnya.
a. Akibat infeksi, dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi
mentalkarena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial,
karena serum, obat atau zat toxid lainnya.
b. Akibat rudapaksa atau penyebab fisik, rudapaksa atau penyebab
fisiksebelum lahir serta juga karena trauma yang lain, seperti sinar X,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus, dapat melibatkan
kelainan dengan retardasi mental.
c. Akibat gangguan metabolisme baik pertumbuhan maupun gizi,
semuaretardasi mental yang berlangsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme seperti gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat
dan protein. Termasuk pula gangguan pertumbuhan dan gizi.
Gangguan gizi yang berat dan berlangsung sebelum usia 4 tahun
sangat mempengaruhi perkembangan otak. Meskipun telah ada
perbaikan gizi, akan tetapi tingkat intelegensinya sukar untuk
ditingkatkan.
d. Akibat kelainan kromosom, kelainan ini terdapat pada jumlah
kromosomdan bentuk yang berbeda, kelainan pada jumlah kromosom
ini disebut juga sindroma down.
e. Akibat premeturitas, termasuk dalam retardasi mental yang
berhubungandengan keadaan bayi yang pada saat lahir berat badannya
kurang dari 2500 gram atau karena masa hamil kurang dari 38
minggu.
f. Akibat gangguan jiwa berat, retardasi mental juga mungkin
disebabkankarena suatu gangguan jiwa berat dalam masa kanak-
kanak. Dalam gangguan jiwa tersebut tidak terdapat tanda-tanda
patologi otak.

C. KLASIFIKASI
The American Phsychological Association ( APA ) membuat klasifikasi
anak disabilitas intelektual, yaitu mild, moderate, severe, dan profound.
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat kecerdasan atau skor IQ, yaitu

Tabel 2. Klasifikasi Disabilitas Intelektual

KLASIFIKASI RENTANG IQ
Mild 55-70
Moderate 40-55
Severe 25-40
Profound Dibawah 25

Karakteristik anak disabilitas intelektual mild (ringan) adalah, mereka


termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun
tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan
fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Tinggi dan berat badan
mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Biasanya rentang perhatian
mereka juga pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang
lama.Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam.Namun
hal ini dapat berubah bila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan
anak lainnya.
Di luar pendidikan, beberapa keterampilan dapat mereka lakukan tanpa
harus mendapat pengawasan, seperti keterampilan mengurus diri sendiri,
seperti makan, mandi, dan berpakaian.
Karakteristik anak disabilitas intelektual moderate (menengah) adalah,
mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih, di mana mereka dapat
dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering berespon lama
terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan
yang sesuai, mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang
membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.Mereka dapat dilatih untuk
mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis
sederhana.Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala
bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami anak-anak
pada kategori severe dan profound.Mereka juga menampakkan adanya
gangguan pada fungsi bicaranya.
Karakteristik anak disabilitas intelektual severe, adalah mereka tidak
mampu mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun pada
tugas-tugas sederhana. Mereka membutuhkan perlindungan hidup dan
pengawasan yang teliti.Mereka juga mengalami gangguan bicara. Tanda-tanda
kelainan fisiknya antara lain lidah seringkali menjulur keluar, bersamaan
dengan keluarnya air liur. Kepalanya sedikit lebih besar dari biasanya.Kondisi
fisik mereka lemah.Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama
kondisi fisiknya memungkinkan.
Karakteristik anak disabilitas intelektual profound, adalah memiliki
masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta program
pendidikan yang tepat bagi mereka.Umumnya mereka memperlihatkan
kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti hydrocephalus,
mongolism, dan sebagainya.Mereka dapat berjalan dan makan sendiri.Namun,
kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah.Kelainan fisik
lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar dan sering bergoyang-
goyang.
Penyesuaian dirinya sangat kurang dan bahkan sering kali tanpa bantuan
orang lain mereka tidak dapat berdiri sendiri. Mereka nampaknya
membutuhkan pelayanan medis yang baik dan intensif.

Klasifikasi Menurut Page:

a) Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)

b) Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)

c) Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)

D. KELAINAN GENETIK YANG MENYEBABKAN DISABILITAS


INTELEKTUAL

1. Sindrom Down
Sindroma Down adalah penyebab paling umum masalah
kromosom pada retardasi mental. Sindroma Down umumnya terjadi
karena kromosom 21 dari ibu gagal terpisah selama proses meiosis
(pembelahan sel yang terjadi selama pembentukan sel reproduksi). Ketika
sepasang kromosom yang tidak terpisah ini bersatu dengan kormosom 21
dari ayah, anak tersebut menerima tiga salinan koromosom 21 satu (label
trisomi 21 juga digunakan untuk mendeskripsikan Sindroma Down).
Kasus langka ketika Sindroma Down disebabkan oleh translokasi bagian
kromosom 21 ke kromosom 14.
Sindrom Down adalah suatu kondisi dimana terdapat tambahan
kromosom pada kromosom 21 atau dikenal juga dengan istilah trisomi 21
yang menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan
belajar, penyakit jantung, tanda awal alzeimer, dan leukemia. Bayi yang
lahir dengan sindrom Down berkisar 1 dari 800 kelahiran hidup.
Beberapa individu memiliki sebagian besar gambaran klinis
dibawah ini, sementara lainnya hanya menunjukkan beberapa gambaran
klinis saja. Gambaran klinis penderita sindrom Down, yaitu mata sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), mulut
yang mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol keluar
(macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan orang normal (microchephaly), rajah telapak tangan yang
melintang lurus/horizontal (simian crease), penurunan tonus otot
(hypotonia), jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), bertubuh
pendek, gangguan pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), dan
gigi lebih kecil dari normal (microdontia).

Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom 21


melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada
kromosom yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel
dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari
seluruh penderita sindrom Down. Dibeberapa kasus, translokasi
sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan
gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
Gambar 1. Translokasi kromosom 21
b. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, dimana
hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21
(trisomi 21). Bayi yang lahir dengan sindrom Down mosaik akan
memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan
dibandingkan bayi yang lahir dengan sindrom Down trisomi 21
klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar
2-4% dari penderita sindrom Down.
c. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi
pada penderita sindrom Down, dimana terdapat tambahan
kromosom pada kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik
ini sekitar 94% dari semua penderita sindrom Down.

Gambar 2. Kromosom pada sindrom down

2. Sindrom Fragile X
Sindrom Fragile X adalah penyebab utama disabilitas intelektual
yang dapat diturunkan setelah sindroma down. Nama sindrom Fragile X
didasarkan pada adanya patahan pada ujung lengan panjang kromosom X
yang ditemukan pertama kali oleh Martin dan Bell tahun 1943. Mutasi ini
berada pada gen yang saat ini disebut Fragile X Mental Retardation Gene
(FMR1).
Perempuan lebih sedikit terkena sindrom ini dibandingkan laki-laki
karena hanya satu kromosom X yang aktif dalam setiap sel. Karena
perempuan mempunyai dua kromosom, sebuah kromosom X dengan
sebuah gen FMR1 normal mungkin menjadi aktif dalam banyak sel yang
juga terdapat sebuah kromosom X dengan sebuah gen FMR1 termutasi,
sehingga sel mereka lebih sedikit rusak. Dibandingkan laki-laki yang
hanya mempunyai satu kromosom X, semua sel dengan kromosom X
dengan gen FRM1 yang termutasi akan menjadi rusak. Gambaran klinik
mencakup disabilitas intelektual ringan sampai berat, dengan gambaran
wajah yang kasar, muka panjang dan lonjong, perbesaran testis, telinga
panjang dan menonjol, rahang menonjol, dahi tinggi, nada suara tinggi dan
bicara jenaka.

Gambar3. Kromosom Fragile X

Dalam kaitan konsultasi genetik, diketahui bahwa pola pewarisan sindrom


Fragile X adalah unik, yaitu dengan cara :

a. Diwariskan secara X-linked namun tidak dapat digolongkan


sebagai dominan atau resesif, karena wanita karier dapat
menderita maupun tidak menderita disabilitas intelektual dan
dapat dengan atau tanpa menunjukkan kelainan kromosom.
b. Hanya kurang lebih 30 % wanita karier yang menderita sindrom
Fragile X, sedangkan pada laki-laki 100 %. Namun pada laki-laki
pembawa sifat, kurang lebih 20 % biasanya tidak menunjukkan
gejala, yang disebut dengan NTM ( Normal Transmitting Males ).
c. Ibu dari penderita sindrom Fragile X laki-laki adalah wanita
karier.
E. KARAKTERISTIK PADA ANAK DENGAN DISABILITAS
INTELEKTUAL
Menurut Hallahan & Kauffman (dalam Mangunsong, 2009) defisit yang
dialami anak tuna grahita atau disabilitas intelektual mencakup beberapa area
utama, yaitu :

a. Atensi atau perhatian.

Anak tuna grahita sering memusatkan perhatian pada benda yang salah
serta sulit mengalokasikan perhatian dengan tepat. Penelitian yang
dilakukan oleh Mulyadiprana dan Simanjuntak (2014), mengemukakan
bahwa intervensi atau perlakukan dengan media permainan kolase
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kemampuan konsentrasi
siswa tunagrahita, hal ini menunjukkan bahwa media permainan kolase
efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang baik.

b. Daya ingat.

Pada umumnya anak dengan disabilitas intelektual mengalami


kesulitan dalam mengingat suatu informasi. Seringkali masalah ingatan
yang dialami adalah yang berkaitan dengan working memory, yaitu
kemampuan menyimpan informasi tertentu dalam pikiran sementara
melakukan tugas kognitif lain. Menurut Abbeduto (2003), working
memory merupakan system kognitif yang bertanggung jawab untuk
penyimpanan sementara dan manipulasi informasi secara simultan.
Anak dengan disabilitas intelektual umumnya dicirikan oleh kapasitas
working memory yang berada di bawah rata-rata dan dapat membatasi
kemampuan anak. Hal ini menunjukkan bahwa anak dengan disabilitas
intelektual memiliki hubungan antara mekanismememori dan
pemahaman.

c. Perkembangan bahasa.

Secara umum anak tunagrahita mengikuti tahap-tahap perkembangan


bahasa yang sama dengan anak normal, tetapi perkembangan bahasa pada
umumnya terlambat muncul, lambat mengalami kemajuan dan berakhir
pada tingkat perkembangan yang lebih rendah. Anak mengalami masalah
dalam memahami danmenghasilkan bahasa. Penelitian yang dilakukan
oleh Febrisma (2013), menyatakanbahwa metode bermain peran dapat
meningkatkan kemampuan kosakata pada anaktunagrahita ringan kelas
DV di SLB Kartini Batam. Penggunaan metode bermain memiliki peran
penting dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak serta dapat
menarik perhatian anak pada pelajaran.

d. Regulasi Diri.

Anak-anak dengan disabilitas intelektual mengalami kesulitan


dalam regulasi diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur
tingkah lakunya sendiri. Selain itu mengalami kesulitan dalam
menentukan strategi regulasi diri, seperti mengulang suatu materi serta
mengalami kesulitan dalam metakognisi yang berhubungan erat dengan
kemampuan regulasi diri. Metakognisi berarti kesadaran seseorang akan
strategi apa yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah tugas kemampuan
merencanakan bagaimana menggunakan strategi tersebut, serta
mengevaluasi seberapa baik strategi tersebut bekerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Ramawati, Allenidekania dan Besral (2012), menyatakan
bahwa kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas intelektual
tergolong rendah dan masih membutuhkan bantuan di sebagian besar area.
Kemampuan perawatan diri dan regulasi diri membutuhkan adanya
bimbingan dan pelatihan yang berkesinambungan baik dari orang tua, guru
atau tenaga kesehatan. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kemampuan
regulasi diri adalah factor pendidikan orangtua, semakin tinggi latar
belakang pendidikan orang tua maka semakin baik keterampilan regulasi
diri anak. Faktor usia, dalam hal ini usia dapat membantu memprediksi
waktu yang tepat untuk mengajarkan dan melatih anak terkait k eterampilan
regulasi diri. Faktor kelemahan motorik juga berpengaruh dalam
keterampilan regulasi diri pada anak dengan disabilitas intelektual karena
berkaitan dengan koordinasi gerakan, kontrol gerakan serta kesesuaian
gerak.

e. Perkembangan sosial.

Anak tuna grahita cenderung sulit mendapat teman dan


mempertahankan pertemanan karena dua hal. Pertama, mulai usia pra
sekolah anak tersebut tidak tahu bagaimana memulai interaksi sosial
dengan orang lain. Kedua, bahkan ketika anak tidak sedang berusaha
untuk berinteraksi dengan orang lain, anak menampilkan tingkah laku
yang membuat teman-temannya menjauh seperti perhatian yang tidak
fokus dan mengganggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sofinar (2012),
menyatakan bahwa anak disabilitas intelektual menunjukkan perilaku
kurang baik dalam pergaulan terutama dengan teman sekelas. Perilaku
yang ditampilkan anak lebih banyak dipengaruhi dari dalam diri anak
akibat keterbatasan yang berkaitan dengan tingkat inteligensi di bawah
rata-rata.
f. Motivasi.

Anak seringkali memunculkan perasaan bahwa seberapapun besar


usaha yang dilakukan, pasti akan menunjukkan kegagalan. Akhirnya, anak
akan cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang
menantang. Penelitian yang dikemukakan oleh Santoso (2008),
menyatakan bahwa buku bergambar dapat meningkatkan minat baca pada
anak usia dini. Buku bergambar lebih memotivasi anak untuk belajar.
Buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi
dan kecintaan terhadap buku, dapat melalui cerita secara verbal yang
menarik.

g. Prestasi akademis.

Karena ada hubungan yang erat antara inteligensi dengan prestasi


seseorang, maka akan menghambat semua prestasi akademis dibandingkan
dengan anak-anak normal. Performa anak-anak dengan disabilitas
intelektual pada semua area kemampuan akademis berada di bawah rata-
rata yang seusia dengannya. Anak juga cenderung menjadi underachiever
atau pencapaian rendah yang berkaitan dengan harapan-harapan yang
didasarkan pada tingkat kecerdasan. Terdapat penelitian yang dilakukan
oleh Selvarajan & Vasanthagumar (2012), tentang pengaruh remedial
teaching untuk meningkatkan kompetensi anak yang mengalami
pencapaian rendah di sekolah. Program remedial tepat digunakan untuk
mengatasi kelemahan anak yang menunjukkan pencapaian rendah di
sekolah.

Menurut Brown, Wolery dan Haring (1991), anak dengan disabilitas


intelektual memilliki beberapa karakteristik, antara lain :

a. Suka meniru perilaku orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan yang
anak lakukan.
b. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
c. Mempunyai masalah yang berkaitan dengan perilaku sosial serta kurang
mampu untuk berkomunikasi.
d. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
e. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
f. Mempunyai masalah pada kesehatan fisik serta adanya kelainan pada
sensori dan gerak.
Jadi terdapat beberapa karakteristik pada anak dengan disabilitas
intelektual meliputi perhatian, yaitu anak sulit mengalokasikan perhatian dengan
tepat. Daya ingat anak yang masih kurang, perkembangan bahasa yang lebih
rendah dibandingkan anak normal yang sebaya. Regulasi diri yang kurang, sulit
untuk mengatur tingkah laku anak sendiri. Perkembangan sosial yang kurang,
anak sulit mendapat teman dan mempertahankan pertemanan. Motivasi cenderung
menurun karena anak mudah putus asa saat dihadapkan pada tugas yang
menantang serta prestasi akademis yang berada di bawah rata-rata dengan anak
seusianya.

F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu
(Swaiman, 1989):

a. Kelainan pada mata


b. Kejang
c. Kelainan kulit
d. Kelainan rambut
e. Kepala
f. Perawakan pendek
g. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai
berikut:

1) Retradasi Mental Ringan

Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-


tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit koognitif
tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik
mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.

2) Retradasi Mental Sedang

Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya


mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika
dibandingkan retradasi mental ringan.

3) Retradasi Mental Berat

Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia


prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin
kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk,
bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.

4) Retradasi Mental Sangat Berat

Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa


dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri
secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang
lain.Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian
dari gangguan retradasi mental, yaitu hiperakifitas, toleransi frustasi yang
rendah, agresi, ketidakstabilan efektif, perilaku otoric stereotipik berulang,
dan perilaku melukai diri sendiri.
G. PATOFISIOLOGI

Disabilitas intelektual merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup


sehari-hari. Disabilitas intelektual ini termasuk kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum
usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ
70 sampai 75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada
sedikitnya dua area fungsi adaftif: berbicara dan berbahasa,
kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial,
penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab Disabilitas
intelektual bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal.
Diagnosis Disabilitas intelektual ditetapkan secara dini pada masa kanak-
kanak.
H. Clinical Pathway

Prenatal

Retardasi Mental Perinatal

Pasca natal

Ketidakmampuan kognitif

(IQ <70-75)

Berbicara berbahasa ketrampilan merawat

Gangguan pertumbuhan Gangguan komunikasi Kurang perawatan diri

dan perkembangan

I. Penatalaksanaan Medis

Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.

a. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan


atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut
termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional bidang kesehatan
untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat,
aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang
optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan system
saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu.
b. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan
penyakit.

c. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang


terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakukan
bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak: terapi perilaku, kognitif
dan psikodinamika; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi.
Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan
mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal
yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan
kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic.

Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan
naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik
seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat
diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun
untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.

J. Komplikasi

1. Serebral palcy
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
5. Defisit komunikasi
6. Konstipasi
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005) Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan
Wartonah 2000 ).
Defisit keperawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa merupakan
defisit perawatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
( Keliat dan Akemat, 2007)
B. Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
3. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
4. Kurang perawatan diri : Makan
5. Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
6. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
(Nurjannah : 2004, 79 )
C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri
adalah :
1 Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2 Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain –
lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat
diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan
fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt
3. Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
4. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak
dapat merawat diri sendiri adalah :
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
E. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

isolasi social

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.


F. Diganosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000:32) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu :
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi social
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PM “FN ” DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI

DI BBRSBG KARTINI TEMANGGUNG

Nama : Uswatun Hasanah

Tanggal pengkajian : 09 April 2018

Tempat pengkajian : BBRSBG Kartini Temanggung

A. Identitas

1. Penerima Manfaat

a. N a m a : FN

b. N I R : 1011117

c. Klasifikasi : Embisil

d. Tempat tanggal lahir : Wonosobo, 06 Mei 1995/22 tahun

e. Agama : Islam

f. Pendidikan : SD kelas 1

g. Alamat : Andongsili RT 05 RW 02, Mojotengah,


Wonosobo

h. Tanggal Masuk : 4 Desember 2017


2. Penanggung Jawab

a. Nama : Tn. M

b. Umur : 69 tahun

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Pendidikan : SD

d. Pekerjaan : Petani

i. Alamat : Andongsili RT 05 RW 02, Mojotengah,


Wonosobo

e. Hubungan : Ayah PM

B. Genogram

(tidak 3 generasi karena tidak teridentifikasi )

Keterangan :

: Perempuan : Meninggal
: Laki-laki : Klien (Penerima Manfaat)

: Tinggal 1 rumah : Garis Keturunan

: Garis Perkawinan

C. Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

PM mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan bila PM merasa


tidak enak badan PM menyampaikan kepada pembimbing asrama

2. Pola Nutrisi

PM makan 3x sehari, makan habis. Kebutuhan cairan PM


terpenuhi dan PM tidak ada pantangan makanan. PM selalu makan dengan
teman-temannya, dan setelah makan PM selalu mencuci piringnya dan
menata kembali ditempat semula.

3. Pola Eliminasi

PM mengatakan sehari BAB 1x dan BAK 4x, tidak memerlukan bantuan,


membersihkan genetaliannya sendiri dan mengontrol BAB/BAK.
4. Pola Aktivitas dan Latihan

ADL 0 1 2 3 4
Mandi 
Makan/minum 
Toileting 
Berpakaian 
Bergerak/berpindah 
Turun dari bed 
Berjalan 

Keterangan :

0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : dibantu total

5. Pola Istirahat dan Tidur

Istirahat PM dalam sehari cukup, dan bila setelah pulang sekolah biasanya
PM tidur siang

6. Pola kognitif dan persepsi

PM berespon bila diajak berkomunikasi, PM sangat kooperatif, PM sering


menyapa, PM baik dalam bersosialisasi.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

PM mampu melaksanakan tugas sederhana dalam bidang kerumah


tanggaan, PM selalu semangat, ceria dan aktif.
8. Pola peran dan hubungan

Hubungan PM dengan keluarga, pekerja sosial dan teman-temannya baik.


PM sudah memiliki pacar di BBRSBG.

9. Pola seksualitas

PM berjenis kelamin perempuan. PM menarche umur 14 tahun.


Menstruasi 2 kali dalam sebulan 4-5 hari

10. Pola koping dan toleransi stress

PM jarang terlihat marah. Tingkah laku dan emosi masih dalam batas
wajar.

11. Pola nilai dan keyakinan

PM beragama islam. Pengetahuan PM tentang agama kurang, apabila


dibimbing untuk berdoa PM ikut berdoa

D. Pengumpulan Data

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : cukup baik,

b. Kepala : bentuk kepala mesocepal, tidak terdapat lesi

c. Rambut : bersih, pendek, berwarna hitam dan lurus,

d. Mata : asimetris, besar sebelah (kiri), konjungtiva tidak


anemis, sclera tidak ikterik, tidak memakai kacamata, terdapat
kotoran mata (belek),

e. Hidung : pesek, terdapat kotoran pada hidung, fungsi


penciuman normal,

f. Mulut : mukosa bibir kering, terdapat gigi berlubang dan


karies gigi, kotor bagian gigi tertentu, lidah bersih.
g. Telinga : bersih, pendengaran baik, simetris dengan wajah.

h. Leher : tidak ada pembesaran tonsil, kelenjar tyroid

i. Dada : bentuk dada kanan dan kiri tidak simetris, tidak


ada suara tambahan

j. Abdomen : warna kulit merata, tidak ada luka, turgor kulit


baik, kulit kering.

k. Genitalia : PM berjenis kelamin perempuan, sudah


menstruasi, terdapat lesi di area genitalia karena garukan sebab
gatal-gatal.

l. Ekstermitas : kuku panjang agak kotor, jari-jari lengkap,


kemampuan memegang benda baik

m. Kulit : turgor kulit baik, kulit kering, warna kulit sawo


matang tidak terdapat sianosis,

E. Kondisi Penerima Manfaat

1. Aspek Fisik dan Kesehatan

a. Umur : 22 tahun, Berat badan 44 kg,


Tinggi badan 138 cm

b. Keadaan anggota badan : normal, tidak ada kelainan

c. Fungsi pendengaran : normal, dapat membedakan


suara keras/lembut

d. Fungsi penglihatan : normal, belum konsisten


dalam membedakan warna

e. Fungsi bicara : normal, artikulasi jelas

f. Koordinasi motorik : normal, tidak ada kelainan


g. Mobilitas fisik :baik (tidak ada kelainan)

h. Tipologi fisik : peyandang down syndrom

i. Penyakit yang pernah Diderita : batuk pilek, gatal-gatal

j. Penyakit sering diderita : batuk pilek, gatal gatal

k. Tidak ada pantangan makan

l. PM di beri salep betametason setelah mandi.

2. Aspek Mental

a. Kemampuan baca tulis hitung : PM dalam hal baca tulis hitung


masih kurang, pengetahuan umum kurang.

b. Hitungan fungsional : kurang, mampu mengenal uang 1.000,


2.000, 10.000, namun penggunaannya masih minimum.

c. Pengetahuan umum : cukup, mengetahui sebagian kecil


pekerjaan yang sering di kerjaaan. Mengetahui sarana transportasi
umum,

d. Pengenalan sopan santun : baik, bersikap sopan dengan orang


lain meskipun baru dikenalnya.

e. Pengetahuan keagamaan : cukup, mengenal dan menyebut


agama yang dianutnya. Pengetahuan PM tentang agama kurang,
apabila dibimbing untuk berdoa PM ikut berdoa

f. Ketaatan dalam beribadah : kurang. Klien tidak tahu mengenai


sholat. Klien pernah menjalankan puasa.

g. Penyimpangan perilaku : tidak ada

h. Kadar emosi : relatif stabil

i. Hobby : menyanyi dan menari


3. Aspek Sosial

a. Pengenalan diri :Cukup mampu mengenal keluarga segaris maupun


sepupu dan dapat menyebutkan nama panggilan dalam keluarganya.

b. Pemenuhan kebutuhan sendiri : cukup, makan minum, ke WC dan


berpakaian bisa dilakukan sendiri, mengerti terhadap hak miliknya.

c. Pemenuhan kebutuhan umum/bersama : Baik, anak sering membantu


kegiatan rumah tangga seperti menyapu, cuci piring dan dilakukan
secara mandiri

d. Kemampuan menerima/menyampaikan pesan/perintah : cukup sering


disuruh membantu pekerjaan di rumah.

e. Kemampuan penyesuaian diri dan bergaul: baik, mengikuti kegiatan


bersama teman-temannya

4. Aspek Vokasional

a. Kemampuan melakukan pekerjaan : cukup

b. Kemauan menerima instruksi : cukup, dan sering dikerjakan sesuai


dengan intruksi meskipun agak terlambat.

c. Kecekatan dalam melaksanakan pekerjaan: cukup

d. Tanggung jawab terhadap Pekerjaan :cukup

e. Wawasan terhadap pekerjaan: belum begitu mengetahui jenis


pekerjaan yang ada di lingkungannya.

f. Jenis-jenis pekerjaan yang disenangi: Kerumah tanggaan

g. Jenis-jenis pekerjaan yang dikuasi: Kerumah tanggaan

h. Jenis pelatihan yang di harapkan: keterampilan


F. Latar Belakang Masalah

Menurut informasi dari ibunya, PM lahir usia kandungan 10 bulan 10 hari.


PM merupakan anak terakhir dari 7 bersaudara. Perkembangan motorik
berjalan dan berbicara usia 4 tahun dan PM tidak melalui fase merangkak
tetapi ngesot. PM pernah sekolah di TK satu tahun dan SD satu tahun,
setelah itu tidak sekolah lagi. PM saat ini berusia 22 tahun. Selama di rumah
PM rajin membantu membersihkan rumah.

G. Pengelompokan Data

DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF

1. kulit turgor kulit elastis, kulit 1. PM mengatakan sering gatal


kering, warna kulit sawo matang gatal. Pengawas PM mengatakan
tidak terdapat sianosis, terdapat PM susah untuk berganti pakaian
bercak bercak, dan lesi bekas terutama pakaian dalam. dengan
garukan tertib. Apabila sedang menstruasi
PM belum mau ganti pembalut jika
2. PM terlihat sering menggaruk
tidak tembus.
anggota badan, PM susah untuk
mandi harus disuruh untuk mandi, 2. PM mengatakan mandi dua kali
PM belum bisa mentaati waktu sehari dan PM mandinya lama.
mandi.
3. Pengawas PM mengatakan PM
3. PM tampak terlihat bingung saat masuk dalam katagori embisil
ditanya perihal kesehatan
4. PM mengatakan tidak tahu
4. PM masuk pada klasifikasi mengenai hal yang di tanyakan
embisil
H. ANALISA DATA

Tanggal Data Fokus Problem Etiologi

09 DO: . Defisit perawatan Gangguan fungsi


April diri : Mandi kognitif
1. turgor kulit baik, kulit kering,
2018
warna kulit sawo matang tidak
terdapat sianosis, terdapat bercak
bercak, dan lesi bekas garukan di
selangkangan dan genitalia.

2. PM terlihat sering menggaruk


anggota badan.

3. PM jika mandi harus disuruh,


belum bisa mentaati waktu mandi.

DS:

1. PM mengatakan sering gatal gatal

2. PM mengatakan mandi dua kali


sehari dan mandinya lama

3. Pengawas PM mengatakan PM
masih susah untuk berganti pakaian
dengan tertib dan teratur.

DO:
09
Defisiensi Gangguan fungsi
April 1. . PM tampak terlihat bingung
pengetahuan kognitif
2018 saat ditanya perihal
kesehatan
2. PM masuk pada klasifikasi
embisil

DS:

1. Pengawas PM mengatakan
PM masuk dalam katagori
embisil

2. PM mengatakan tidak tahu


mengenai hal yang di
tanyakan

I. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan gangguan fungsi


kognitif.

2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif.


J. Perencanaan

Tgl/ jam Diagnosa Tujuan umum NOC NIC

09 April 00108 Setelah dilakukan Perawatan diri: mandi 0301 Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan 1801
2018 tindakan
Defisit keperawatan Indikator : Aktivitas :
perawatan diri selama 2 x 12 jam
(mandi) ...01 masuk dan keluar dari kamar 1. Monitor integritas kulit
diharapkan skala mandi
targer outcome 2. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat
dipertahankan pada ...02 mengambil alat/bahan mandi
3 ditingkatkan ke 4 3. Fasilitas pasien untuk mandi sendiri,dengan tepat
...09 mandi dengan bersiram
4. Monitor kebersihan kuku,sesuai dengan kemampuan
…13 Mencuci wajah merawat diri pasein

…14 Mencuci badan bagian atas 5. Jaga ritual kebersihan

…15 Mencuci badan bagian 6. Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu
bawah merawat diri secara mandiri

…16 Membersihkan area 7. Tentukan jumlah dan tipe terkait dengan bantuan yang
perineum diperlukan

…11 Mengeringkan badan Memandikan 1610

1. Monitor kondisi kulitsaat mandi

Perawatan diri:kebersihan0305 2. Moitor fungsi kemampuan saat mandi

…01 mencuci tangan 3. Tawarkan mencuci tangan setelah eliminasi dan


…04 membersihkan telinga sebelum makan

…06 mempertahankan kebersihan


mulut

…08 mengeramas rambut

…12 memperhatikan kuku jari


tangan

…16 mempertahankan kuku kaki

…17 mempertahakan kebersihan


tubuh

Skala :

1 : sangat terganggu

2 : banyak terganggu

3 : cukup terganggu

4 : sedikit terganggu

5 : tidak terganggu

Tgl/ jam Diagnosa Tujuan umum NOC NIC


09 April 00126 Setelah dilakukan Pengetahuan:perilaku kesehatan Pengajaran: individu 5606
2018 tindakan 1805
Defisiensi keperawatan Aktivitas:
pengetahuan. selama 2 x 12 jam indikator
1. Bina hubungan baik
diharapkan skala …14 strategi untuk mencegah
targer outcome penyebaran penyakit menular 2. Pertimbangkan kebutuhan pembelajaran pasien
dipertahankan
pada 3 …18 layanan peningkatan 3. Nilai tingkat pegetahuan dan pemahaman pasein saat
ditingkatkan ke 4. kesehatan ini

…19 layanan pelindungan 4. Tentukan kemampuan pasien untuk memperlajari


kesehatan informasi tertentu

Skala : 5. Pilih material pendidikan yang sesuai

1 : tidak ada pengentahuan

2 : pengetahuan terbatas

3 : pengetahuan sedang

4 : pengetahuan banyak

5 : pengetahuan sangat banyak

K. IMPLEMENTASI
Tanggal/Jam No Implementasi Evaluasi Ttd
DX

09 April 2018 1 1. Memonitor integritas kulit S:

2. memfasilitasi pasien untuk menggosok  PM mengatakan akan menggosok gigi dengan baik, mandi
gigi dengan tepat seperti yang di ajarkan

3. memfasilitas pasien unuk mandi  PM mengatakan belum memotong kuku


sendiri dengan tepat
 PM mengatakan akan mandi sendiri dengan tidak disuruh
4. memonitor kebersihan kuku,sesuai
dengan kemampuan merawat diri  PM mengatakan tidak pernah membaca doa sebelum
pasein masuk ke kamar mandi.

5. menjaga ritual kebersihan O:

6. membantu memberikan obat salep  kulit turgor kulit baik,kulit kering, warna kulit sawo
matang, tidak terdapat sianosis, terdapat bercak bercak,dan
lesi bekas garukan diselangkangan dan genitalia.

 kuku panjang dan kotor

 PM diberikan olesan obat salep betametason di


selangkangan dan genitalia.

A: masalah belum teratasi

P; lanjutkan intervensi
09 April 2018 2 1. membina hubungan baik S:

2. mempertimbangkan kebutuhan  PM mengatakan senang di ajak ngobrol


pembelajaran pasien.
 PM selalu mengatakan “enggak” jika tidak tahu terkait hal
3. menilai tingkat pengetahuan dan yang ditanyakan.
pemahaman pasein saat ini
O:
4. menentukan kemampuan pasien untuk
memperlajari informasi tertentu  respon PM baik,sangat kooperatif, ramah dan mudah
bergaul yang baik dan benar
5. memilih material pendidikan yang
sesuai  PM bersekolah di BBRSBG di kelas C II.

 PM sangat aktif di kelas

 PM kurang dalam berkonsentrasi

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
11 April 2018 1. 1. Memonitor integritas kulit S:

2. memfasilitasi pasien untuk menggosok  PM mengatakan mandi dengan benar (gosok gigi,
gigi dengan tepat memakai sabun)

3. memfasilitas pasien unuk mandi  PM mengatakan bersedia untuk dipotong kukunya


sendiri dengan tepat
 PM mengatakan lupa untuk berdoa.
4. membantu memotong kuku

5. membimbing ritual kebersihan


O:

 kulit turgor kulit baik,kulit kering, warna kulit sawo


matang, tidak terdapat sianosis,terdapat bercak bercak,dan
lesi bekas garukan diselangkangan dan genitalia.

 kuku sudah dipotong dan bersih

A: masalah belum teratasi

P ;lanjutkan intervensi
11 April 2018 2 1. membina hubungan baik

2. menilai tingkat pengetahuan dan S:


pemahaman pasein saat ini
 PM mengatakan senang di ajak ngobrol
3. memilih material pendidikan yang
sesuai O:

 respon PM baik, kooperatif, ramah dan mudah bergaul


yang baik dan benar

 PM bisa mengulang beberapa hal yang telah diajarkan

 PM masuk kelas C II, PM belajar menulis angka 1,2,4. PM


belajar menebak warna.

 PM kurang dalam berkonsentrasi.

A: masalah belum teratasi

P :lanjutkan intervensi
BAB III

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian terhadap PM FN usia 22 tahun diperoleh


data bahwa PM FN masuk dalam kategori imbisil. Berdasarkan klasifikasi
menurut Page, imbisil merupakan IQ antara 20-50. Di BBRSBG ini PM FN
bersekolah di kelas C II dan belum memperoleh ketrampilan. Daya konsentrasi
PM FN masih kurang. Menurut teori Triuatari tahun 2014, anak dengan disabilitas
atau sering disebut dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam
proses pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan
atau penyimpangan dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Pengetahuan
umum PM FN masih kurang. PM FN belum bisa membaca berhitung dan menulis
dengan benar. PM FN baru belajar menulis angka 1, 2, dan 4. PM FN belum
mengenal huruf. PM FN belum bisa membedakan warna dengan konsisten. PM
FN mengetahui beberapa mata uang seperti 1000, 2000 dan 10.000, namun dalam
menggunakannya masih minimum.
Berdasarkan data di atas maka perlu dilakukan intervensi terkait dengan
masalah kesehatan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan gangguan kognitif
seperti bina hubungan baik, pertimbangkan kebutuhan pembelajaran pasien, nilai
tingkat pengetahuan dan pemahaman pasein saat ini, tentukan kemampuan pasien
untuk memperlajari informasi tertentu, pilih material pendidikan yang sesuai,
serta lakukan observasi secara rutin. Meskipun penderita disabilitas tidak dapat
disembuhkan, jika dilalukan intervensi secara rutin terhadap PM FN akan
memperoleh perubahan yang lebih baik terutama pada aktivitas sosialnya.
Menurut teori Depkes tahun 2000, perawatan diri adalah salah satu
kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri.
Dalam menjaga kebersihan diri PM FN juga dianggap kurang, karena menurut
data yang diperoleh PM FN menderita penyakit gatal-gatal di selangkangan dan
genitalia. Pada saat pengkajian, kuku PM FN sangat panjang dan kotor, kaos kaki
yang digunakan sangat bau, karena jarang ganti. PM FN belum bisa mentaati
waktu untuk mandi, PM masih susah jika disuruh mandi. Terkait dengan pakaian,
PM FN juga masih susah untuk berganti pakaian bersih dengan yang kotor.
Terkadang PM FN melipat kembali pakaian kotornya dan dimasukan ke dalam
lemari lagi. Menurut pembimbing kesehatan PM FN, apabila sedang menstruasi
PM FN susah untuk ganti pembalut dengan tertib. PM FN masih kurang teratur
untuk berganti pakaian dalam.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu dilakukan intervensi terkait
dengan masalah kesehatan tentang defisit perawatan diri mandi berhubungan
dengan gangguan kognitif seperti monitor integritas kulit, fasilitasi pasien untuk
menggosok gigi dengan tepat, fasilitas pasien unuk mandi sendiri dengan tepat,
monitor kebersihan kuku, jaga ritual kebersihan, bantu memberikan obat salep.
Setelah dilakukan beberapa intervensi dan dilakukan evaluasi akhir terlihat bahwa
PM FN kukunya sudah tidak panjang dan kotor lagi. PM FN mengatakan bahwa
sudah mau mandi sendiri tanpa disuruh, meskipun mandinya lama. Gatalnya
berkurang (PM jarang menggaruk). Jika dilalukan intervensi secara rutin terhadap
PM FN akan memperoleh perubahan yang lebih baik.
BAB IV
PENUTUP

Dalam merawat dan mengobservasi penderita disabilitas intelektual


memang harus sabar dan telaten. Melakukan pendekatan dan pengkajian secara
mendalam kepada penerima manfaat dalam waktu singkat memang tidak mudah
dan dirasa kurang. Namun penyusun laporan sangat bersyukur bisa melakukan
kajian dan mendapatkan data di atas meskipun hanya sekilas dalam melakukan
intervensi karena keterbatasan waktu. Penyusun laporan menyarankan kepada PM
dan pembimbing/pengawas PM untuk tetap memantau PM. Terkait dengan
masalah keperawatan yang diambil yaitu defisit keperawatan diri untuk mengatasi
kulit yang kering pada PM bisa dianjurkan untuk meminum air putih yang banyak
dan bisa memakai lotion setelah mandi. Pemakain obat salep secara rutin akan
mengurangi gatal-gatal pada PM. Selain itu perlu diajarkan ritual doa sebelum
masuk dan keluar kamar mandi.

Anda mungkin juga menyukai