Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DOSEN PEMBIMBING

H. RIFANTO BIN RIDWAN, Ph.D

DISUSUN OLEH

AINALMARDHIATURRAHMAN

SUDIRMAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

PRODI AHWAL SYAKHSIYYAH

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tertulis dalam UUD 1945
pasal 1 ayat 3 “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Berkaitan dengan pasal
tersebut, maka segala roda pemerintahan baik yang bersifat formil atau materil harus
berdasar pada hukum yang berdasar pada UUD 1945. Maka keberadaan peradilan di
Indonesia mutlak diperlukan sebagai lembaga pengawas demi menjaga jalannya
aturan hukum di Indonesia. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang
komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan prinsip “the rule of
law and not of man”1.
Hukum dan peradilan merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisah dan
saling berkesinambungan. Hukum adalah aturan yang harus dipatuhi, sedangkan
peradilan merupakan lembaga penyelesaian sengketa hukum2. Muhammad Salam
Madkur menulis bahwa pemerintahan di dunia ini dalam segala bentuknya tidak dapat
ditegakkan tanpa hukum dan peradilan. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak dapat
terhindar dari persengketaan. Maka peradilan dianggap suci bagi semua bangsa3.
Dalam menyelesaikan sengketa hukum yang terkait dengan masalah agama,
pemerintah mendirikan institusi peradilan sendiri yang bernama peradilan agama.
Peradilan agama merupakan salah satu institusi pemerintah yang berada di bawah
kekuasaan Mahkamah Agung. Dalam hal asas pengadilan agama berbeda dengan
peradilan yang lainnya dalam pemerintahan dikarenakan mempunyai asas khusus
yaitu personalitas keislaman4. Tetapi pada umumnya, posisi pengadilan agama sama
dengan pengadilan umum, pengadilan tata usaha negara dan pengadilan militer5.

1
Ni,matul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007,
hlm. 62.
2
Hadi Daeng Mapuna, Hukum dan Peradilan dalam Masyarakat Muslim Periode Awal,( Jurnal
Alqadau Vol. 02 No 1, 2015)
3
Muhammad Salam Madkur, Al-Qadhau fi al-Islam, diterjemahkan oleh Imran.A.M dengan judul
Peradilan dalam Islam, (cet. IV, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1988) hlm. 31
4
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia Sejarah, Konsep dan Praktek di Pengadilan Agama,
Setara Press Malang cet. 1, Malang, 2016, hlm. 1
5
Edi Gunawan, Pengaruh Teori Berlakunya Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peradilan Agama di
Indonesia, (Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah Vol. 15 No. 02 Tahun 2017 IAIN Manado), hlm. 76
Pada hakikatnya, peradilan agama merupakan mata rantai yang
berkesinambungan dari sejak masa Rasulullah SAW hingga sekarang ini. Dalam
perjalannya yang panjang, peradilan agama mengalami perkembangan dan
penyusutan sesuai dengan situasi dan kondisi di negara ini karena peradilan agama di
Indonesia tidak bisa lepas dari aspek aspek yuridis yang mengikat. Maka dalam
makalah ini, penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan dasar hukum
pengadilan serta prinsipnya dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari peradilan?
2. Bagaimana kedudukan Lembaga Peradilan di Indonesia?
3. Apakah dasar hukum peradilan?
4. Apakah prinsip dasar peradilan dalam agama islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan
Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di
Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili
perkara dengan menerapkan hukum atau menemukan hukum “in concreto”
(hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan
kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin
ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan
oleh hukum formal.
Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni
“adil” yang memiliki pengertian:
a. Proses mengadili.
b. Upaya untuk mencari keadilan.
c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan.
d. Berdasar hukum yang berlaku
Adapun terjadinya peradilan harus memenuhi unsur unsur yang tercantum
dalam penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 sebelum perubahan dan
diimplementasikan dalam UU no. 14 Tahun 1970 sebagai berikut 6:
a. Adanya peradilan/tribunal yang ditetapkan oleh suatu perundang undangan
b. Peradilan harus independen, tidak impartial dan competent
c. Peradilan diselenggarakan secara jujur dan pemeriksaan secara terbuka
B. Kedudukan Lembaga Peradilan di Indonesia
Lembaga peradilan di Indonesia memiliki kedudukan yang independen
dan tidak memihak. Kedudukan badan peradilan tertinggi di Indonesia adalah
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi7.
1. Mahkamah Agung
Dalam menjalankan tugasnya, Mahkamah Agung merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman yang terlepas dari kekuasaan pemerintah.
Adapun kewajiban dan wewenang MA terdapat dalam UUD 1945

6
Artikel ke-10 dalam Universal Declaration of Human Rights dan Artikel ke-14 dalam International
Covenant on Civil and Political Rights
7
Agung Sohendra, Lembaga Peradilan di Indonesia, hlm. 4
Secara yuridis formil dalam Undang – Undang no. 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dinyatakan bahwa
ada 4 lingkungan peradilan di Indonesia, yaitu8 :
a. Peradilan Umum
adalah badan peradilan yang mengadili perkara pidana dan perdata
rakyat Indonesia pada umumnya atau rakyat sipil
b. Peradilan Agama
adalah peradilan agama islam. Tugas dan wewenangnya adalah
memeriksa dan memutus sengketa antara orang-orang yang beragama
islam mengenai bidang hokum perdata tertentu yang diputus berdasar
syariat islam. Adapun bidang perkara wilayah peradilan agama adalah
perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, shadaqah dan ekonomi
syariah
c. Peradilan Militer
Adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana militer. Peradilan militer terbagi menjadi
3 pengadilan, yaitu :
1. Pengadilan militer mengadili kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan TNI berpangkat kapten ke bawah.
2. Pengadilan Militer Tinggi mengadili kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan TNI berpangkat Mayor ke atas.
3. Pengadilan Milioter Utama yang bertugas memeriksa dan memutus
pada tingkat banding perkara pidana dan sengeta tata usaha Angkatan
Bersenjata yang telah diputuskan pada pengadilan di wilayahnya.
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Adalah peradilan yang berwenang mengadili perkara perkara yang
berhubungan dengan administrasi pemerintahan. Masalah yang menjadi
jangkauan PTUN adalah :
1. Bidang sosial seperti gugatan tentang penolakan permohonan surat izin
2. Bidang Ekonomi seperti gugatan yang berkaitan dengan pajak, merk,
agrarian, dll.

8
Mukti Aro, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
hlm. 14
3. Bidang Function Publique
Keempat lembaga peradilan di atas berpuncak di Mahkamah Agung baik
dalam hal teknis yudisialnya maupun non teknis yudisial. Adapun strata keempat
lembaga peradilan tersebut adalah 9:
a. Lingkungan peradilan umum terdiri dari Pengadilan Negeri sebagai
pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat
banding dan berpuncak di MA-RI
b. Lingkungan peradilan agama terdiri dari Pengadilan Agama sebagai
pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai
pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI. Adapun Pengadilan
Agama yang berada di provinsi Nangroe Aceh Darussalam berdasap pada
Keputusan Presiden no. 11 Tahun 2003 diubah menjadi Mahkamah
Syar’iyah, sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Darussalam
diubah menjadi Mahkamah Syar’iyyah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
c. Lingkungan Peradilan Militer terdiri dari Mahkamah Militer sebagai
pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Militer Tinggi sebagai
pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI
d. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pengadilan Tata Usaha
Negara sebagai Pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI
2. Mahkamah Konstitusi
Merupakan salah satu lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hokum dan keadilan. MK mempunyai 9 orang anggota hakim kosntitusi yang
ditetapkan oleh presiden. Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :
a) Menguji undang undang terhadap undang undang dasar
b) memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
c) memutus pembubaran partai politik
d) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
e) Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945

9
Agung Sohendra, Lembaga Peradilan di Indonesia, hlm. 3
C. Dasar Hukum Peradilan
Reformasi hukum di bidang lembaga hukum menyeruak dalam penerapan
system peradilan satu atap di Indonesia yang melahirkan amandemen UUD 1945,
yakni :
1. Pasal 1 ayat (3) yang menegaskan bahwa kekuasaan negara dijalankan atas
dasar hokum yang baik dan adil
2. Pasal 24 ayat (1) yang menegaskan kekuasaan hakim harus bebas dari
campur tangan kekuasaan lain
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan”
3. pasal 24 ayat (2)
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
4. Pasal 24 ayat (3)
“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang – undang”
5. Pasal 24 B yang mengatur bahwa suatu lembaga baru yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kekuasaan hakim yang berisi ketentuan pokok
kekuasaan hakim
6. UU no. 14 tahun 1970
7. UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pasal 10 ayat (2)
menyebutkan bahwaa badan peradilan yang berada di Mahkamah Agung
meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha Negara
D. Prinsip Peradilan dalam Islam
Islam merupakan agama rahmatan lil’aalamin, agama samawi yang
sempurna mengatur seluruh kehidupan makhluk Allah termasuk dalam hal
hubungan bermasyarakat. Dalam menjaga hak hak manusia, islam mengatur
seluruh aspek yang diturunkan melalui Al-quran dan As-sunnah. 2 orang yang
bertanggung jawab dalam menjaga hak hak manusia adalah Khalifah dan
Qadhi (hakim). Khalifah menjalankan hokum hokum islam dan
menerapkannya kepada seluruh masyarakat, sedangkan hakim yang
mengambil putusan secara islami bedasarkan sumber al-Quran dan as-sunnah
dan menggunakannya. Karena itu peradilan merupakan salah satu pilar
kehidupan yang fundamental dalam Negara Islam10.
1. Pengertian peradilan dalam perspektif agama islam
Dalam bahasa arab peradilan berasal dari kata al-Qadha (‫(القضاء‬
artinya memutuskan atas sesuatu perkara. Al-Qadha juga berarti
mencegah atau menghalangi. Salam madkur menyatakan bahwa beberapa
definisi, ada definisi “menyampaikan hokum syar’I dengan jalan
penetapan”. Ada definisi “mencampuri urusan makhluk dengan sang
Khalik untuk menyampaikan perintah perintah dan hokum hukumNya
kepada mereka dengan perantara Al-Qur’an dan As-Sunnah”. Atau secara
ringkas “menyelesaikan sengketa atau perkara dua pihak menggunakan
hokum Allah SWT”11.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan pengertian
peradilan dalam islam adalah proses penyelesaian sengketa dengan
berpedoman pada aturan dan hokum Allah SWT.
Dalam agama Islam, hokum pada hakikatnya terbagi menjadi dua
yaitu wadhi’ (positif) dan hokum samawi (hokum langit). Hukum wadhi’
adalah hokum yang ditetapkan oleh pemerintah pada masyarakat tentang
aturan aturan yang mereka setujui sebagai sebuah rujukan dan masyarakat
melaksanakan sesuai yang ditetapkan dalam hokum tsb. Sedangkan
hokum samawi adalah kumpulan perintah, larangan, petunjuk dan kaidah
yang disyariatkan Allah untuk umatNya melalui risalah Rasulullah yang
diutus dari kalangan manusia. Bagi siapa yang taat melaksanakan hokum
samawi maka baginya pahala dan siksa bagi siapa yang melanggarnya 12.
2. Jenis jenis Pengadilan dalam Islam
Sistem kekuasaan kehakiman pada sebuah pemerintahan dalam sejarah
islam terdapat 4 macam pengadilan sebagai alat penegakan hokum yaitu
a. Kekuasaan kehakiman al-Qadha (pengadilan biasa)
Yaitu Pengadilan yang berwenang menyelesaikan perkara madaniat,
ahwal syakhsiyyah (perdata dan keluarga) dan jinayat (tindak pidana).

10
Makalah Sistem Peradilan Islam
11
Hadi Daeng Mapuna, Hukum dan Peradilan Dalam Masyarakat Muslim Periode Awal, (Jurnal Al-
Qadau Vol. 2 No. 1, 2015) hlm. 97
12
Ibid, hlm. 99
Orang yang berwenang dalam menyelesaikan perkara dalam
pengadilan ini adalah Qadhi (hakim). Menurut fiqh, tugas pokok
pengadilan al-qadha adalah 13:
1) menetapkan hokum syara’ pada suatu sengketa secara adil dan
mengikat berdasarkan Qur’an dan Sunnah.
2) Penyelesaian perkara, seperti menikahkan wanita yang tidak
memiliki wali, pengawasan baitul mal dan mengangkat pengawas
anak yatim
Melihat ruang lingkup pengadilan ini, maka dalam hokum di Indonesia,
pengadilan Al-Qadhi ini sama kewenangannya dengan Pengadilan
Agama.
b. Kekuasaan kehakiman al-hisbah
Pengadilan ini merupakan pengadilan resmi Negara yang berwenang
menyelesaikan perkara perkara ringan (tidak membutuhkan proses
panjang dalam menyelesaikan perkara), contohnya :
1) Pengurangan takaran dan timbangan di pasar
2) Menjual bahan makanan kadaluarsa
3) Melarang kendaraan muatan barang berlebih dari kapasitas
Pada awalnya hisbah dibentuk oleh Rasulullah dikarenakan terdapat
kecurangan dalam transaksi pasar. Namun kekuasaan hisbah ini mulai
melembaga di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab dan
berkembang pesat pada zaman daulah Bani Umayah. Dalam hokum
Indonesia, wilayah hisbah dapat berbentuk Satpol PP sebagai pelaksana
keamanan dan ketertiban.
c. Kekuasaan kehakiman al-madzalim.
Pengadilan ini merupakan pengadilan yang khusus dibentuk untuk
menolong orang orang yang teraniaya akibat tindakan semena mena,
yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan biasa dan
pengadilan hisbah. Pengadilan ini secara resmi baru diperkenalkan oleh
Khalifah ke-5 Bani Umayah Abdul Malik bin Marwan.
Ruang lingkup pengadilan al-Madzalim adalah tindakan suap dan
korupsi. Yang berwenang dalam menyelesaikan perkara ini disebut wali

13
Makalah Pengadilan dalam Perspektif Islam
al-Madzalim. Persyaratannya adalah pemberani dan bersedia melakukan
hal hal yang tidak sanggup dilakukan oleh hakim biasa untuk
menundukkan pejabat yang terlibat sengketa.
d. Pengadilan Tahkim
Tahkim adalah penunjukkan pihak ketiga oleh dua pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka. Orang yang ditunjuk
dinamakan hakam. Pengadilan tahkim ini tidak resmi dari pemerintah
melainkan swasta yang kini kita kenal dengan arbitrase.
3. Prinsip peradilan dalam islam
Dasar dibentuknya peradilan memiliki 3 prinsip dasar, yaitu14 :
a. Bahwa penerapan hokum hokum islam dalam setiap kondisi adalah wajib
b. Dilarang mengikuti syariah lain selain syariah islam
c. Syari’ah selain islam adalah kufur dan bathil.
4. Dasar hokum peradilan dalam islam
a. Al-quran
1) Q.S. Annisa : 105

ِِ‫إِنِاِأِنِزِلِناِإِلِيِكِِالِكِتِابِِبِالِحِقِِلِتِحِكِمِِبِيِنِِالنِاسِِبِمِاِأِرِاكِِللاِِوِل‬
ِ )105ِ:ِ‫تِكِنِِلِلِخِائِبِيِنِِخِصِيِمِاِ(النساء‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena membela
orang-orang yang khianat”
2) Q.S. Almaidah : 48

ِِ‫وِأِنِزِلِنا ِإِلِيِكِ ِالِكِتِابِ ِبِالِحِقِ ِمِصِدِقِا ِلِمِا ِبِيِنِ ِيِدِيِهِ ِمِنِ ِالِكِتِاب‬
ِ‫وِمِهِيِمِنِاِعِلِيِهِ ِفِاحِكِمِ ِبِيِنهِمِ ِبِمِاِأِنِزِلِ ِللاِ ِوِلِ ِتِتِبِعِ ِأِهِوِاءِهِمِ ِعِمِا‬
ِ:ِ ‫جِاءِكِ ِمِنِ ِالِحِقِ ِلِكِلِ ِجِعِلِنا ِمِنِكِمِ ِشِرِعِةِ ِوِمِنِهِاجِا ِ(المائدة‬
ِ )48

14
Ibid
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab dan
batu ujian terhadap kitab kitab yang lain itu, maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk tiap tiap umat diantara kamu,
Kami berikan aturan dan jalan yang terang (Almaidah : 48)

3) Ash-shad : 26

ِ ‫ي ا ِد او ود ِإ ن ا ِج ع ل ن اك ِخ ل يف ة ِف ي ِاْل ر ض ِف اح ك م‬
ِ ‫ب ي ن ِالن اس ِب ال ح ق ِو ل ِت ت ب ع ِال ه و ٰى ِف ي ض ل ك ِع ن‬
ِ ‫س ب يل ِ َّللا ِ ۚ ِإ ن ِال ذ ين ِي ض ل ُّ ون ِع ن ِس ب يل َِّللا ِل ه م‬
ِ‫ب ِش د ي د ٌِب م اِن س واِي و م ِال ح س اب‬ ٌ ‫عذا‬
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.
b. As-Sunnah
1) Ahmad dan Abu Daud mengisahkan: Ali ra. Berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, jika 2 orang datang
kepadamu untuk meminta keadilan bagi keduanya, janganlah kamu
memutuskan sesuatu dari orang yang pertama hingga kamu
mendengarkan perkataan dari orang kedua agar kamu tahu
bagaimana cara memutuskannya (menghakiminya).”
2) Baihaqi, Darqutni dan Thabrani berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang diuji Alloh dengan membiarkannya menjadi
seorang hakim, maka janganlah dia membiarkan satu pihak yang
berselisih itu duduk didekatnya tanpa membawa pihak lainnya untuk
duduk didekatnya. Dan dia harus takut pada Alloh atas
persidangannya, pandangannya terhadap keduannya dan
keputusannya pada keduanya. Dia harus berhati-hati agar tidak
merendahkan yang satu seolah-olah yang lain lebih tinggi, dia harus
berhati-hati untuk tidak menghardik yang satu dan tidak kepada yang
lain dan diapun harus berhati-hati terhadap keduanya.”
3) Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i berkata: Ibnu Abbas berkata,
“Rasulullah SAW mengadili manusia dengan sumpah dan para
saksi.”

BAB III
KESIMPULAN

1. Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan
yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan
menerapkan hukum atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan
peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili
dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan
menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
2. Lembaga peradilan di Indonesia memiliki kedudukan yang independen dan tidak
memihak. Kedudukan badan peradilan tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi.
3. Dasar hokum peradilan di Indonesia adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), pasal
24 ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 24 B, UU no. 14 tahun 1970, UU No. 4 Tahun
2004 pasal 10 ayat (2)
4. Peradilan dalam islam adalah proses penyelesaian sengketa dengan berpedoman pada
aturan dan hokum Allah SWT. 3 Prinsip dasarnya adalah penerapan hokum hokum
islam dalam setiap kondisi adalah wajib, dilarang mengikuti syariah lain selain
syariah islam, syari’ah selain islam adalah kufur dan bathil.

Anda mungkin juga menyukai