Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN THALASEMIA
KELOMPOK 1
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tindakan Keperawatan Anak
Semester Tiga Tingkat Dua

Nama Kelompok:

1. Akhyen Nurhanifah
2. Alifatun Khasanah
3. Anggun Kusuma Dewi
4. Anis Listianingsih
5. Anissa Shohwatul Islam
6. Arif Purnomo
7. Bambang Dedi Setiawan
8. Danang Ardiazis
9. Devi Rahayu Agustin
10. Dika Ruliyana
11. Dini Saputri

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka
diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Indonesia
termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi untuk penyakit thalasemia.
Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan terganggunya produksi hemoglobin
dalam sel darah merah. "Prevalensi thalasemia bawaan atau carrier di Indonesia adalah
sekitar 3-8 persen," kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dalam sambutannya
di puncak peringatan hari ulang tahun Yayasan Thalasemia Indonesia ke-25 di Gedung
BPPT, Jakarta, hari ini.Wamenkes menjabarkan, jika persentase thalasemia mencapai 5
persen, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka
diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional thalasemia adalah 0,1
persen. "Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi thalasemia lebih tinggu dari
prevalensi nasional," ungkap Wamenkes. Beberapa dari 8 propinsi itu antara lain adalah
Aceh dengan prevalensi 13,4 persen, Jakarta dengan 12,3 persen, Sumatera Selatan yang
prevalensinya 5,4 persen, Gorontalo dengan persentase 3,1 persen, dan Kepulauan Riau
3 persen. Menurut Ali, setiap tahun, sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan
dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di antaranya adalah penderita jenis beta-thalasemia mayor,
yang memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya."Beban bagi penderita thalasemia
mayor memang berat karena harus mendapatkan transfusi darah dan pengobatan seumur
hidup. Penderita thalasemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk
pengobatan," ungkap Wamenkes. Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor,
yang terjadi pada orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan
thalasemia intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara
berkala dan dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 1994 menunjukkan persentase orang yang membawa gen thalasemia di seluruh dunia
mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung
meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah pembawa gen thalasemia mencapai 7
persen dari penduduk dunia.

1
1.2.Rumusan Masalah
 Mengapa thalasemia bisa terjadi pada anak?
 Bagaimana patofisiologi terjadinya thalasemia?
 Bagaimana masalah yang timbul pada anak penderita thalasemia?
 Bagaimana penatalaksanaan thalasemia pada anak?

1.3.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah agar pembaca mengetahui thalasemia, sehingga dapat berguna di
tengah tengah masyarakat saat menjumpai kasus thalasemia.

1.4.Manfaat Penulisan

Adapun manfat penulisan adalah untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Anak.

2
BAB I
TINJAUAN TEORI
THALASEMIA PADA ANAK
A. Definisi

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara


autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau
tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan gejala
klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau trait
(carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut
thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap
thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang
mengidap penyakit thalasemia (Sudoyo, Aru W, 2009)
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh haemoglobin
(suryadi,2001)
Thalassemia alpa adalah kelainan herediter yang diakibatkan oleh berkurangnya atau
tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin α. Thalasemia mayor dikenal dengan
(Coleey anemia) merupakan bentuk homozigot dari thalasemia β yang disertai dengan
anemia berat dan sangat tergantung pada tranfusi. Penyakit thalasemia merupakan kelainan
genetik tersering didunia. Kelainan ini terutama ditemukan dikawasan Mediterania, Afrika
dan Asia Tenggara dengan frekuensi sebagai pembawa gen sekitar 5-30% (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua kepada
anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu salah satu
komponen terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu.

B. Etiologi

Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua
lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya
menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009)
3
C. Tanda dan Gejala

Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa
kelainan diantaranya :

1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu
makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan hemoglobin
dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih
menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipih
yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang merupakan cirri khas
thalasemia mayor.

Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur
hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi.
Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung,
hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia
jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi
susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita
gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan
hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan
terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari
anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri
dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga
mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa
tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).
D. Patofisiologi

4
Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak seimbangnya jumlah
rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan hemoglobin tidak terbentuk secara
normal. Kondisi ini menyebabkan penurunan sintesis rantai β dalam molekul hemoglobin
yang terjadi secara parsial atau total. Penurunan rantai β- akan dikompensasi oleh
meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ tetap aktif dan menghasilkan
pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund & Rachmilewitz, 2005)
Keadaan unit polipeptida yang tidak seimbang menyebabkan kelainan produksi
hemoglobin secara kronis dan destruksi eritrosit. Kondisi ini menyebabkan sumsum tulang
membentuk eritrosit baru, sehingga muncul eritropoeisis. (Price & Wilson, 2006)

E. Pathway

5
F. Komplikasi

6
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
H. Penatalaksanaan
Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan
normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit.
Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi
(Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis
dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).
1) Tranfusi Darah
7
Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal
atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval
1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi, yaitu untuk
mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 – 4 unit
darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini
bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan
dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010).
2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis)
akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi
didalam tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa
desferoksamin (desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin.
Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang
ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari
seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh
desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari)
membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia
akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang
mahal, terapi ini member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan
pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis.
Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme
serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca
splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk
kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi
sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung
banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang
yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada
biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi.
Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien
terhadap iron chelation therapy.
8
I. Diet
Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang dianjurkan
pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng, vitamin A (‚-
karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus dibatasi karena
dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2)
Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien Thalasemia
Makanan dengan kandungan zat besi tinggi Kandungan besi
Organ dalam (hati, ginjal, limpa) 5 – 14 mg/dl/100 g
• Daging sapi 2,2 mg/100 g
• Hati dan ampela ayam 2-10 mg/100 g
• Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) 5,3 mg/100 g
• Kerang 13,2 mg/100 g
• Telur ayam 2,4 mg/butir
• Telur bebek 3,7 mg/ butir
• Buah kering / kismis, kacang 2,9 mg/ 100 g
• Kacang-kacangan yang digoreng 4-8 mg/100 g
• Kacang-kacangan yang dibakar 1,9 mg/100 g
• Biji-bijian yang dikeringkan 21,7 mg/100 g
• Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan, kangkung) >3 mg/100 g

Tabel 2. Makanan yang diperbolehkan bagi pasien hallassemia.24

Makanan dengan kandungan besi sedang Jumlah pemberian


 Daging ayam 2 potong/hari
 Tahu 1 potong
 Sawi, kacang panjang 1-2 porsi (0,5 cup)/hari
 Ikan pusu Tanpa kepala dan tulang
 Bawang, gandum Jumlah sedang
Makanan dengan kandungan besi rendah
• Nasi, mie, roti, biscuit
• Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang)
• Semua jenis ikan
• Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan)
• Susu, keju, minyak, lemak

BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

9
A. PENGKAJIAN
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa
ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan


Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga


Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)


Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

10
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal
hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan
baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak
tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman Oksigen ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu
mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

060001 Denyut jantung apikal 3 5

060002 Irama jantung apikal 3 5

060003 Pernapasan 3 5

060034 Tingkat kelelahan 3 5

060035 Kelemahan otot 3 5

060041 Paresthesia menurun atau hilang 3 5

00507 Warna Kulit 2 5

11
Intervensi :

a) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer


b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi, warna
kulit atau suhu.
c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler,
warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
e) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
f) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
g) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin, AGD, dll
h) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
i) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan


kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan selama 2x24 jam diharapkan klien mampu
melakukan aktivitas sehari-hari.
Kriteria hasil:
Kode Kriteria hasil IR ER

00502 Rata-rata nadi dengan akivitas 3 5

00504 Tekanan darah sistolik dalam aktivitas 3 5

00505 Tekanan darah diastolic dalam aktivitas 3 5

041004 Pernapasan 3 5

041015 Sesak napas saat istirahat 2 5

00507 Warna Kulit 2 5

Intervensi :

a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak

12
b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.

Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi

Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

184102 Index berat badan tubuh 3 5

184109 Nutrisi kesehatan tubuh 3 5

184110 Asupan Cairan 3 5

184112 Mengetahui makanan yang baik atau tidak 3 5

184121 Mengetahui teknik untuk menghindari 3 5


penurunan BB

Intervensi:

a) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien


b) Timbang berat badan klien
c) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh

13
d) Kolaborasi dengan ahli gizi
e) Berikan makanan yang bergisi.
f) Berikan minuman yang bergisi misalnya susu
g) Beri makanan sedikit tapi sering.
h) Berikan suplemen atau vitamin pada anak
i) Berikan lingkungan yang menyenangkan

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

110101 Temperatur 2 5

110104 Hidrasi 3 5

110108 Tekstur 2 5

110105 Pigmen yang abnormal 2 5

110115 Lesi di kulit 4 5

110121 Kemerahan 3 5

Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering
d) Anjurkan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
e) Batasi penggunaan sabun.
f) Anjurkan klien dan keluarga mencuci tangan

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

192401 Kurang pengetahuan tentang resiko infeksi 2 5

14
192404 Mengidentifikasi resiko infeksi di semua situasi 3 5

192405 Mengidentifikasi tanda umum dan penyebab infeksi 3 5

192412 Penggunaan strategi pengurangan infeksi 3 5

192416 Strategi mengontrol kebersihan 4 5

110301 Granulasi 3 5

110320 Pembentukan Scar 3 5

110321 Penurunan ukuran luka 3 5

Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d) Pantau dan batasi pengunjung.
e) Pantau tanda-tanda vital.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
g) Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi

6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan


interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

160301 Diskusi mengenai kesehatan 1 5

memperoleh bantuan dari hidup sehari-hari sesuai 3 5


160313
dengan kebutuhan

160303 Melakukan penilaian diri 2 5

160305 Melakukan aktivitas sehari – hari dengan toleransi 2 4

180304 Mengetahui faktor resiko 3 5

180305 Mengetahui efek dari penyebab tindakan keperawatan 2 5

180306 Mengetahui tanda dan gejala dari talasemia 2 5

15
Intervensi :

a) Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.


b) Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c) Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d) Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin
melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah
dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
e) Berikan informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
f) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
g) Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri,
5(1), 21-6.

16
Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing: Jakarta
Fatriani, Liza, 2012 Talasemia
Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran. USU, Medan.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior” Pada
Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun Kusumo
Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and adaptive
functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.

17

Anda mungkin juga menyukai