PENDAHULUAN
1
vagina yang berhubungan dengan vaginosis bakterial yaitu: Gardnerella
vaginalis, Bacteriodes Spp, Mobiluncus Spp, Mycoplasma hominis.4
Kandidosis vulvovaginitis adalah penyebab kedua paling umum dari
vaginitis dan tiga perempat dari semua wanita pernah mengalami pengalaman
kandidosis vulvovaginitis dalam hidupnya. C. Albicans merupakan penyebab
kandidosis vulvovaginitis sebesar 80-90% dan diikuti oleh C. Glabrata. Pada
penelitian Harnindiya dan Agusni di Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ)
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2010-2012
didapatkan kelompok usia terbanyak yang mengalami kandidiasis vulvovaginitis
yaitu usia 25-44 tahun (53,2%) dan sebanyak 79,1% pasien sudah menikah.13
Sebagai tugas dan bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah
Sakit Daerah Palembang Bari maka penulis mengangkat kasus Vaginosis Bakterial
dan Ulkus Mole sebagai laporan kasus. Selain itu menurut Konsil Kedokteran
Indonesia (2012), Vaginosis Bakterial adalah kasus dengan tingkat kemampuan
4A, sehingga lulusan dokter dapat mendiagnosis klinis dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Ulkus mole merupakan salah satu IMS klasik, masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat karena H.ducreyi dan HIV akan saling memudahkan
penularan, dan dianggap sebagai salah satu faktor yang mempercepat penyebaran
HIV di negara yang endemis. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan. Perempuan dapat menjadi pembawa penyakit yang
asimptomatik, karena ulkus berlokasi di vagina atau serviks dan tidak nyeri.
Kelompok populasi yang lebih sering terkena ulkus mole ialah para penjaja seks,
dan orang dengan kebersihan pribadi yang kurang.5
Chancroid paling umum terjadi di negara berkembang, terutama di Afrika
dan Asia, tempat ia terisolasi dari lebih dari 50% pasien dengan ulkus genital
sampai tahun 1990-an. Daerah endemik ini juga memiliki beberapa tingkat infeksi
HIV tertinggi di dunia, dan chancroid adalah yang paling umum terjadi di semua
18 negara di mana Prevalensi HIV pada orang dewasa melampaui 8%. Prevalensi
chancroid lebih tinggi pada kelompok populasi sosialekonomi menengah
kebawah.10
2.1.3 Etiologi
Penyebab ulkus mole ialah Haemophilus ducreyi, yang ditemukan oleh
Ducrey pada tahun 1889, merupakan bakteri negatif Gram, anaerobik fakultatif,
perlu hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya, berbentuk batang kecil atau
pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Pada
3
bahan apusan dari ulkus dengan pengecatan Gram, menunjukkan susunan sejajar,
sehingga memberi gambaran rel kereta api atau sekawanan ikan.2
Haemophilus ducreyi merupakan patogen bagi manusia dan menginfeksi
kulit genitalia dan sekitarnya, permukaan mukosa, serta kelenjar getah bening
regional. Penyakit ini terutama menular melalui hubungan seksual dengan
seseorang yang telah terinfeksi. Organisme masuk ke kulit dan/atau membrane
mukosa melalui abrasi mikro yang terjadi saat hubungan seksual. Lekosit
polimorfonuklear dan makrofag segera mengitari bakteri dalam pustul mikro,
namun tidak mampu menyingkirkan organisme tersebut. Keberadaan bakteri
menyebabkan perkembangan penyakit dari bentuk pustular menjadi ulseratif.5
4
Ulkus multipel kadang-kadang membentuk kissing lesions yaitu lesi yang
timbul pada permukaan yang saling berhadapan. Pada 50% pasien dapat dijumpai
bubo inguinal dan umumnya unilateral. Bubo seringkali berfluktuasi dan mudah
pecah. Beberapa varian ulkus mole meliputi:5
- Dwarf chancroid: lesi kecil, dangkal, dapat menyerupai herpes genitalis,
relatif tidak nyeri
- Giant chancroid: ulkus soliter dan besar, granulomatosa, di lokasi bubo
inguinal yang pecah, meluas melampaui tepinya
- Follicular chancroid: terutama dijumpai pada perempuan berkaitan dengan
folikel rambut di daerah labia mayora dan pubis, berawal sebagai pustul
folikularis, kemudian membentuk ulkus klasik tempat tersebut
- Transient chancroid: ulkus sangat dangkal, yang segera sembuh, diikuti oleh
bubo inguinal yang khas
- Phagedenic chancroid (ulcus molle gangrenosum): ulkus nekrotik akibat
infeksi sekunder oleh fusospirocheta. Ulkus menyebabkan destruksi luas
genitalia.
- Seprigenous chancroid: beberapa ulkus bergabung, menyebar akibat
perluasan ulkus dan inokulasi sendiri
- Papular chancroid (ulkus molle elevatum): papul beruserasi granulomatosa,
dapat menyerupai donovanosis atau kondilomalatum
- Mixed chancroid: ulkus mole yang nyeri tanpa indurasi terdapat sekaligus
bersama ulkus sifilis dengan indurasi dan tanpa nyeri, dengan masa inkubasi
10-90 hari.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis ulkus mole ditegakkan berdasarkan riwayat pasien, keluhan dan
gejala klinis, serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen
penyebabnya.6
Pemeriksaan langsung bahan ulkus dengan pengecatan gram
memperlihatkan basil kecil negatif gram yang berderet berpasangan seperti rantai
atau kumpulan ikan intrasel maupun ekstrasel. Bahan pemeriksaan diambil dari
5
dasar ulkus yang bergaung. Terlebih dahulu lesi dibersihkan dengan kain kassa
yang dibasahi larutan salin normal. kemudian serum diambil dengan lidi kapas
steril, lalu diapuskan pada kaca objek dalam satu arah agar didapatkan morfologi
organisme yang berbentuk rantai. Dapat pula dipakai pewarnaan Wright, Unna-
Papanheim atau Giemsa. Sensitivitas dan Spesifisitas cara ini kurang dari 50%.6
Penemuan patogen ulkus lainnya tidak menyingkirkan diagnosis ulkus
mole. Patogen lainnya, sendiri maupun dalam kombinasi, dapat mirip ulkus mole.
Sehingga semua ulkus gential harus secara rutin dilakukan pemeriksaan untuk
kuman penyebab IMS lainnya yang dapat menyertai infeksi H.ducreyi. 6
2.1.6 Tatalaksana
Obat pilihan:9
1. Siprofloksasin‖ 2x500 mg per oral selama 3 hari atau
2. Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal atau
3. Eritromisin 4x500 mg per oral selama 7 hari atau
4. Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis tunggal2
Edukasi9
1. Sedapat mungkin lakukan penanganan terhadap pasangan seksualnya.
2. Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh secara klinis dan laboratoris, dan
bila tidak dapat menahan diri supaya memakai kondom.
3. Kunjungan ulang pada hari ke-7
4. Konseling/edukasi:
a. Mengenai ulkus mole dan penyebabnya
b. Kemungkinan komplikasi
c. Cara penularan, pencegahan, dan pengobatan
Pengobatan lokal untuk ulkus dapat dilakukan dengan kompres atau
rendam dalam larutan salin sehingga dapat menghilangkan debris nekrotik dan
mempercepat penyembuhan ulkus. Aspirasi jarum dianjurkan pada bubo
berukuran 5 cm atau lebih, dengan fluktuasi di bagian tengah, untuk mencegah
pecahnya bubo.5
6
2.2.1 Definisi
Vaginosis bakterial merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh
bertambah banyaknya organisme komensal dalam vagina (yaitu Gardnerella
vaginalis, Prevotella, Mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus
terutama Lactobacillus yang menghasilkam hidrogen peroksida. Pada vagina yang
sehat, laktobasilus ini mempertahankan suasana asam dan aerob.4
Kejadian vaginosis bakterial dihubungkan dengan pasangan seksual
mutiple, pasangan seksual baru, dan riwayat IMS sebelumnya, namun apakah
vaginosis bakterial dianggap sebagai salah satu IMS masih diperdebatkan.4
2.2.2 Etiologi
Penyebab vaginosis bakterial bukan organisme tunggal. Pada satu analisis
dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri vagina
yang berhubungan dengan vaginosis bakterial yaitu: Gardnerella vaginalis,
Bacteriodes Spp, Mobiluncus Spp, Mycoplasma hominis.6
Untuk menggali faktor risiko perlu ditanyakan beberapa hal tersebut di
bawah ini. Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health
Organization) di beberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien akan
dianggap berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau
lebih pertanyaan di bawah ini:4
1. Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4. Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.
2.2.3 Epidemiologi
Vaginosis bakterial paling sering ditemukan pada perempuan usia
reproduktif, aktif seksual, termasuk lesbian, dan banyak ditemukan pada
perempuan yang memeriksakan diri untuk layanan ginekologik.5 Pada penelitian
Karim dan Barakbah di Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2012-2014 didapatkan rentang
usia terbanyak yang mengalami vaginosis bakterialis yaitu usia 25-44 tahun
(57,6%).11
7
Vaginosis bakterial adalah infeksi vagina yang paling umum ditemukan
pada wanita usia subur. Diperkirakan sekitar 16% wanita hamil di Amerika
Serikat mungkin memiliki vaginosis bakterial di waktu tertentu. Tingkat insiden
sulit ditentukan karena tingginya prevalensi infeksi tanpa gejala dan kurangnya
metode penyaringan. Tampaknya muncul faktor risiko termasuk seks pada usia
dini, pasangan seks baru atau ganda, merokok, dan penggunaan toilet duduk.
Beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan prevalensi di antara wanita
yang berhubungan seks dengan wanita, mungkin berdasarkan transfer flora vagina
patogen terkait dengan sering penggunaan pelumas dan mainan seks vaginal yang
saling bertukar pakai. Wanita yang belum pernah berhubungan seks sangat jarang
terjadi.10
2.2.4 Diagnosis
8
Terdapat berbagai kriteria dalam menegakkan diagnosis vaginosis
bakterial. Umumnya digunakan kriteria Amsel, berdasarkan 3 dari 4 temuan
tersebut:
1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di vulva dan
vagina
2. Terdapat clue-cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang tampak
pada pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan pembesaran 100
kali)
3. Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH 10% (tes
amin positif)
4. pH duh vagina lebih dari 4,5
Gambaran pewarnaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut
modifikasi kriteria Speigel dkk, sebagai berikut:
1. Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran
jenis bakteria termasuk morfotipe Gardnella dan batang positif-Gram atau
negatif-Gram yang lain atau kokus atau keduanya. Terutama dalam jumlah
besar, selain itu dengan morfotipe Lactovacillus dalam jumlah sedikit atau
tidak ada di antara flora vaginal dan tanpa adanya bentuk-bentuk jamur.
2. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus di antara flora
vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnella dan tidak ditemukan bentuk
jamur.
3. Indeterminate jika diantara kriteria tidak normal dan tidak konsisten dengan
vaginosis bakterial.
Kriteria diagnosis lain berdasarkan skor hasil pewarnaan Gram duh vagina
disebut sebagai kriteria Nugent. Kriteria ini lebih rumit dibandingkan dengan
kriteria Amsel. Skala abnormalitas flora vagina terbagi atas:
1. Normal (skor 0-3)
2. Intermediate (skor 4-6)
3. Vaginosis bakterial (skor 7-10)
Cara ini berdasarkan pergeseran morfotipe bakteri, dari dominan
Lactobacillus menjadi dominan Gardnerella dan bakteri anaerob. Sensitivitas
kriteria ini 89% dan spesifisitas 83% dalam mendiagnosis vaginosis bakterial.4
9
2.2.5 Tatalaksana
Antimikroba berspektrum luas terhadap sebagian besar bakteri anaerob,
biasanya efektif untuk mengatasi vaginosis bakterial. Metronidazol dan
klindamisin merupakan obat utama, serta aman diberikan kepada perempuan
hamil. Tinidazol, merupakan derivat nitroimidazol dengan aktivitas antibakteri
dan antiprotozoa telah disetujui sebagai obat vaginosis bakterial. 4
Obat yang diberikan secara intravagina menunjukkan efikasi yang sama
dengan metronidazol oral, namun efek samping lebih sedikit. 4
Pilihan rejimen pengobatan: 4
1. Metronidazol dengan dosis 2 x 500 mg setiap hari selama 7 hari
2. Metronidazol 2 gram dosis tunggal
3. Klindamisin 2 x 300 mg per oral sehari selama 7 hari
4. Tinidazol 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari
5. Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama 5 hari
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan untuk laki-laki
pasangan seksual pasien vaginosis bakterial ternyata tidak mengurangi angka
kesembuhan atau kekambuhan. Dengan demikian pedoman penanganan tidak
menganjurkan untuk secara rutin mengobati laki-laki pasangan seksual pasien
vaginosis bakterial. Ketidaksesuaian antara data yang menunjukkan penularan
vaginosis bakterial melalui hubungan seksual dengan ketiadaan manfaat
pengobatan laki-laki pasanga seksual, masih menimbulkan pertanyaan sampai saat
ini.4
Edukasi9
1. Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian bilas vagina atau antiseptik
2. Memakai pakaian/celana dalam longgar
10
3. Konseling tentang:
Penyakit dan penyebabnya
Kemungkinan komplikasi obstetrik dan ginekologik tertentu, misalnya
korioamnionitis, infeksi masa nifas, kelahiran prematur, bayi berat badan
lahir rendah, dan penyakit radang panggul.
2.2.6 Komplikasi
Vaginosis bakterial seringkali dikaitkan dengan sekuele di traktur genital
bagian atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan
risiko infeksi pasca histerektomi, penyakit radang panggul, risiko lebih mudah
terinfeksi N. Gonorrhoeae dan C.trachomatis, memudahkan terinfeksi HIV
melalui jalur seksual. 4
Pada ibu hamil yang menderita vaginosis bakterial, dapat meningkatkan
risiko persalinan prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi cairan
amnion, korioamnionitis, ataupun penyakit radang panggul pasca abortus. 4
Pada keadaan seseorang menderita vaginosis bakterial atau ketiadaan
Lactobacillus vagina, dapat meningkatkan risiko tertular HIV sampai 2 kali lipat
melalui hubungan heteroseksual. 4
2.3.2 Etiologi
11
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes melitus karena kadar gula
darah dan urin yang tinggi dan pada perubahan hormonal (kehamilan dan siklus
haid). Rekurensi dapat terjadi juga karena penggunaan cairan pembersih, genital,
antibiotik, imunosupresi.12
Kandidosis vulvovaginitis adalah penyebab kedua paling umum dari
vaginitis dan tiga perempat dari semua wanita pernah mengalami pengalaman
kandidosis vulvovaginitis dalam hidupnya. C. Albicans merupakan penyebab
kandidosis vulvovaginitis sebesar 80-90% dan diikuti oleh C. Glabrata. Faktor
risiko kandidosis vulvovaginitis termasuk penggunaan antibiotik sistemik atau
steroid, diabetes melitus, dan adanya penggunaan alat dalam intrauterin, memakai
celana ketat ataupun pakaian sintesis, dan imunosupresi. Faktor-faktor ini
mengganggu flora vagina lactobacilli yang berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan kandida berlebih. Pengunaan larutan pembersih genital
menimbulkan respon hipersensitivitas dan meningkatkan kerentanan pada
Candida. Frekuensi hubungan seksual, dapat menimbulkan lecet pada vagina dan
alergi pada cairan semen, yang memungkinakan menjadi predisposisi
kekambuhan pada kandidosis vulvovaginitis. Ketika tidak ada faktor-faktor yang
disebutkan diatas, harus dipertimbangkan penggunaan antibiotik, imunosupresi
atau diabetes melitis sebagai kontribusi yang potensial.10
2.3.4 Diagnosis
a) Kriteria Diagnostik
1. Anamnesis
Gatal pada vulva
12
Vulva lecet, dapat timbul fisura
Dapat terjadi dispareunia
2. Pemeriksaan klinis
Pada vulva dan vagina tampak:
Hiperemis
Dapat timbul fisura
Edema jika berat
Duh tubuh vagina, putih seperti susu, bergumpal, tidak berbau
Jika mengenai genitalia luar dapat dijumpai bercak/plak eritema dengan lesi
satelit9
b) Pemeriksaan Penunjang
Bahan dari duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina,
dilakukan pemeriksaan:9
1. Sediaan apus dengan pewarnaan Gram ditemukan blastospora dan atau
Pseudohifa
2. Sediaan basah dengan larutan KOH 10% ditemukan blastospora dan atau
Pseudohifa
3. Kultur jamur dengan media Saboraud
2.3.5 Tatalaksana
Obat pilihan :9
1. Klotrimazol 500 mg, intravagina dosis tunggal atau
2. Klotrimazol 200 mg, intravagina selama 3 hari atau
3. Nistatin 100.000 IU intravagina selama 7 hari
4. Flukonazol*** 150 mg, per oral, dosis tunggal atau
5. Itrakonazol*** 2x200 mg per oral selama 1 hari atau
6. Itrakonazol*** 1x200 mg/hari per oral selama 3 hari atau
13
7. Ketokonazol# kapsul 2x200 mg/hari per oral selama 5 hari
2.4 Gonore
2.4.1 Definisi
Gonore mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae.6 Gonore adalah penyakit kelamin yang pada permulaan keluar nanah
dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin.
Pria lebih sering terjadi dibandingkan dengan perempuan.7
Istilah gonore digunakan pada seluruh infeksi yang disebabkan oleh
kuman Neisseria gonorrhoae. Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan
seksual secara genito-genital, oro-genital atau ano-genital. Tetapi, dapat juga
terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan gonore
ekstra genital.2
2.4.2 Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun
1879 dan baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh Leistikow. Kuman
tersebut termasuk dalam grup Neisseria, terdapat 4 spesies, yaitu N. Gonorrhoeae
dan N. Meningitidis yang bersifat patogen serta N. Catarrhalis dan N. Pharyngis
sicca yang sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.2
14
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar
0,8 μ panjang 1,6 μ, dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat negatif-Gram,
tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 oC dan tidak tahan desinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. 6
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina
wanita sebelum pubertas.6
15
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Pada perempuan
dewasa, infeksi umumnya mengenai serviks uteri. Duh tubuh mukopurulen,
kadang-kadang disertai darah, serta mengandung banyak gonokok mengalir ke
luar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar bartholin, rektum dan dapat
juga menjalar ke atas sampai pada daerah indung telur.2 Pada umumnya wanita
datang berobat kalau sudah ada komplikasi. Infeksi pada wanita, pada mulanya
hanya mengenai serviks uteri. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan
rasa nyeri pada panggul bawah. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan
erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servisits akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.6
2.4.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan tidak didapatkan fasilitas
untuk melakukan pemeriksaan dalam dan laboratorium, dapat digunakan alur
pendekatan sindrom baik untuk pasien laki-laki maupun perempuan.
16
Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula
bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.2
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa,
maltosa, dan sukrosa. N. Gonorrhoeae hanya meragikan glukosa.2
d. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM dis. BBL
961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan
perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung
enzim beta-laktamase.2
e. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada
waktu itu ialah pengobatan setempat.2
2.4.5 Tatalaksana
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan
sesedikit mungkin efek toksiknya. Pemilihan rejimen pengobatan sebaiknya
mempertimbangkan pula tempat infeksi, resistensi galur N. Gonorrhoeae
terhadap antimikrobial dan kemungkinan infeksi Chlamydia trachomatis yang
terjadi bersamaan. Oleh karena seringkali terjadi koinfeksi dengan C.
Trachomatis, maka pada seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk diberi
pengobatan secara bersamaan dengan rejmen yang sesuai untuk C.
Trachomatis. Secara epidemiologis, pengobatan yang dianjurkan adalah obat
dengan dosis tunggal. Macam-macam obat yang dapat dipakai antara lain ialah:
Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3-4,8 juta unit + 1 gram
probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah
alergi penisilin
17
Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid dan amoksisilin 3 gram
+ 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan. Kontraindikasinya
ialah alergi penisilin.
Sefalosporin
Seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg IM.
Sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1,00 gr secara intramuskular. Sefiksim
400 mg merupakan obat pilihan baru dari golongan sefalosporin yang dapat
diberikan secara oral.
Dosis ini cukup aman dan efektif untuk mengobati gonore tanpa komplikasi di
semua tempat. Obat ini dapat menutupi gejala sifilis.
Spektinomisin
Dosisnya ialah 2 gram IM, baik untuk penderita yang alergi penisilin yang
mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin dan terhadap pendertia juga
tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis. Namun
obat ini relatif tidak efektif untuk infeksi gonore pada faring.
Kanamisin
Dosisnya 2 gram IM. Kebaikan obat ini sama dengan spektinomisin.
Kontraindikasinya kehamilan.
Tiamfenikol
Dosisnya 2,5 gr – 3,5 gr secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada
kehamilan.
Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg,
siprofloksasin 500 mg, secara oral.
18
Siprofloksasin dan ofloksasin sudah menunjukkan angka resistensi yang
tinggi di beberapa kota, sehingga tidak dianjurkan lagi.
2.4.6 Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan
faal genitalia. Komplikasi lokal pada pria berupa parauretritis, littritis (radang
kelenjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar Cowper). Selain itu, infeksi dapat
pula menjalar ke atas (ascenden) sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis,
funikulitis, epididimitis yang dapat menimbulkan infertilitas. Pada wanita infeksi
serviks (servitis gonore) dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, ataupun
penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul yang simptomatik ataupun
asimptomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga
menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik.6
2.5 Trikomoniasis
2.5.1 Definisi
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada
perempuan maupun laki-laki, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan penularannya melalui kontak seksual.3
19
Penularan umumnya melalui kontak seksual, tetapi dapat juga melalui
pakaian, dan handuk basah, atau karena berenang. Trikomoniasis terutama
ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi tetapi dapat juga ditemukan
pada bayi dan perempuan pasca menoupause. Penderita perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki.3
2.5.2 Etiologi
T.vaginalis merupakan satu-satunya species Trichomonas yang bersifat
patogen pada manusia dan dijumpai pada traktus urogenital. T.vaginalis berbentuk
ovoid dan berukuran antara 10 sampai 20 mµ. T.vaginalis cepat mati bila
mengering, terkena sinar matahari dan terpapar air selama 35-40 menit. Pada
keadaan higiene yang kurang memadai dapat terjadi penularan melalui handuk
atau pakaian yang terkontaminasi. Dua species lainnya yang dapat ditemukan
pada manusia yaitu T. Tenax yang hidup di dalam rongga mulut dan
Pentatrichomonas hominis yang hidup didalam kolon, pada umumnya tidak
menimbulkan penyakit.6
20
Menimbulkan iritasi/gatal 23 – 82
3. Dispareuni 10 – 50
4. Disuria 30 – 50
5. Perasaan tidak enak pada perut 5 – 12
bawah
Gejala:
1. Tidak ada – 15
2. Eritema vulva yang difus 10 – 37
3. Duh tubuh berlebihan
Kuning, hijau 5 – 42
Berbusa 8 – 50
4. Inflamasi dinding vagina 20 – 75
5. Strawberry cervix
Pengamatan langsung 1–2
Pengamatan dengan kolposkop – 45
Duh tubuh yang klasik bewarna kehijauan dan berbusa, keadaan ini hanya
ditemukan pada 10 – 30% penderita. Duh tubuh yang banyak sering menimbulkan
keluhan gatal dan perih pada vulva serta kulit disekitarnya. Keluhan lain yang
mungkin terjadi adalah dispareunia, perdarahan pasca koitus, dan perdarahan
intermenstrual. Pada pemeriksaan penderita dengan gejala vaginitis akut, tampak
edema dan eritema pada labium yang terasa nyeri, sedangkan pada vulva dan paha
bagian atas kadang-kadang ditemukan abses-abses kecil dan maserasi yang
disebabkan oleh fermen proteolitik dalam duh tubuh. Pada serviks tampak
gambaran yang dianggap khas untuk trikomoniasis yaitu strawberry cervix.
Menrut Fouts et al, hal ini hanya ditemukan pada 2% kasus trikomoniasis.6
2.5.4 Diagnosis
Variasi gambaran klinis trikomoniasis sangat luas, disamping itu berbagai
kuman penyebab IMS dapat pula menimbulkan keluhan serta gejala yang sama,
sehingga diagnosis hanya berdasarkan gambaran klinis tidak dapat dipercaya.
Meskipun berbagai keluhan dan gejala dapat mengarahkan pada diagnosis
trikomoniasis baik pria maupun wanita, namun hal tersebut tidak cukup untuk
membuat suatu diagnosis.6
21
Diagnosis trikomoniasis ditegakkan setelah ditemukannya T.vaginalis pada
sediaan langsung (sediaan basah) atau pada biakan duh tubuh penderita. 6 Selain
itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan pewarnaan Giemsa, akridin oranye,
Leishman, Gram dan Papanicolau. Teknik pengecatan dianggap sulit karena
proses fiksasi dan tahapan pewarnaan diduga dapat mengubah morfologi kuman.3
Pada perempuan bahan duh tubuh yang berasal dari forniks posterior
dilakukan pemeriksaan sediaan basah dengan larutan NaCl fisiologis, didapati
parasit Trichomonas vaginalis dengan pergerakan flagelanya yang khas. Pada
laki-laki bahan sedimen urin sewaktu, dapat ditemukan parasit Trichomonas
vaginalis.8
2.5.5 Tatalaksana
Non medikamentosa:3
- Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan
tetapnya (notifikasi pasangan)
- Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara laboratoris,
bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom
- Kunjungan ulang untuk follow-up di hari ke-7
- Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan berobat
- Lakukan provider initiated testing and counseling (PITC) terhadap infeksi
HIV dan kemungkinan mendapatkan infeksi menular seksual lain
- Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS lainnya,
Medikamentosa:3
Secara sistemik (oral)
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti:
Metronidazol : 2 x 500 mg per hari selama 7 hari atau dosis tunggal 2 gram atau
Nirmorazol : dosis tunggal 2 gram
Tinidazol : dosis tunggal 2 gram
Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram
22
BAB III
LAPORAN KASUS
23
3.2 Anamnesis
Hasil anamnesis didapatkan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Oktober
2019 pukul 11.00 WIB.
24
Os mengaku sebelumnya tidak ada riwayat keluar keputihan dari kemaluan
ataupun gatal-gatal di kemaluan. Nyeri perut bawah tidak ada. Nyeri saat
berhubungan tidak ada. Perdarahan setelah berhubugan juga tidak ada. Os
mengaku timbul benjolan di lipat paha kanan dan kiri tidak disertai rasa
nyeri pada hari keempat setelah timbul koreng.
Suami Os bekerja di musik orgen dan sering berpergian keluar
kota. 1 atau 2 minggu sebelum sakit Os mengaku suami tidak ada timbul
koreng/luka/bintil pada kemaluan. Riwayat hubungan seks selain dengan
suami tidak diketahui dan riwayat hubungan seks suami juga tidak
diketahui.
Keadaan Spesifik
Kepala : Tidak diperiksa
Leher : Tidak diperiksa
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
25
Genitalia : Lihat status venereologikus
Ekstremitas : Tidak diperiksa
Eskoriasi
Eskoriasi
Dicharge
mukoid
Eskoriasi
26
Bakteri Basil
Gram Positif
Spora
Hifa
3.7 Penatalaksanaan
27
A. Non Farmakologi
Dengan melakukan edukasi berupa:
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit IMS (ulkus mole,
vaginosis bakterial, dan kandidosis vulvavaginitis)
2. Terangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita terjadi akibat
penyakit infeksi menular seksual.
3. Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada
pasangannya.
4. Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-7
5. Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan berobat
B. Farmakologi
Kompres NaCl 0,9% 2 kali sehari selama 15 menit
Metronidazol 2x500 mg per oral selama 7 hari
Fluconazole 150 mg per oral, dosis tunggal
Loratadine 1x10 mg per oral selama 7 hari
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmetica : bonam
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan epidemiologi penyakit ulkus mole jika dilihat dari segi usia
hanya mengenai dewasa yang aktif seksual, maka yang sering ditemukan pada
laki-laki daripada perempuan. Perempuan dapat menjadi pembawa penyakit yang
asimptomatik karena ulkus berlokasi di vagina atau serviks dan tidak nyeri. 1,3,7
Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi merupakan faktor risiko untuk
penularan IMS.4
Pada kasus ini, seorang pasien perempuan berusia 40 tahun. Pasien
seorang ibu rumah tangga sehingga tidak ditemukan faktor risiko untuk penularan
IMS. Namun suami os yang bekerja di musik orgen dan sering bepergian keluar
kota memiliki faktor risiko untuk terjadinya IMS dan dapat menjadi faktor risiko
untuk terjadinya penularan kepada istrinya.
29
Gejala klinis ulkus mole pada perempuan kadang-kadang tidak menyadari
dirinya telah terinfeksi, keluhan pada perempuan seringkali tidak berhubungan
dengan ulkus, misalnya disuria, nyeri saat defekasi, dispareunia atau duh vagina.1
Pada kasus ini, keluhan yang pertama kali dirasakannya yaitu pedih, rasa
panas di kemaluan dan nyeri saat BAK. Setelah BAK barulah pasien menyadari
bahwa terdapat koreng di kemaluannya.
30
sembuh tanpa sikatriks. Gejala sistemik berupa demam, malese, dam anoreksia
dan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
31
Surabaya periode 2010-2012 didapatkan kelompok usia terbanyak yang
mengalami kandidiasis vulvovaginitis yaitu usia 25-44 tahun. Keluhan utama pada
Kandidosis Vulvovaginitis ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat
pula rasa panas, nyeri sesudah miksi dan dispareuni. Pada pemeriksaan yang
ringan tampak hiperemi pada labia minora, introitus vagina, dan vagina terutama
vagina 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan khas ialah bercak-bercak
putih kekuningan.12
Pada kasus ini terdapat keluhan gatal dan panas di kemaluan, nyeri saat
BAK dan pada pemeriksaan fisik ditemukan sekret putih susu di introitus vagina
sehingga di diagnosis banding dengan gonore, infeksi genital nonspesifik,
trikomoniasis, dan uretritis e.c klamidia.
32
daerah indung telur. Pada wanita dapat timbul fluor albus. 2 Perbandingan Gonore
dengan kasus dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Perbandingan Teori Gonore dengan Kasus
Gonore Kasus
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan dengan spekulum, Pada vagina didapatkan sekret mukoid
mukosa serviks tampak hiperemis susu dan tidak mengalir.
dengan erosi dan sekret mukopurulen
serta mengalir keluar
Beberapa kasus pembesaran kelenjar ada benjolan pada lipat paha kanan dan
getah bening inguinal medial kiri
unilateal atau bilateral
33
Pada trikomoniasis didapatkan bahwa terdapat keputihan berbau busuk,
warna kuning kehijauan, kadang-kadang berbusa. Jumlah keputihan yang banyak
mengiritasi kulit sekitar vulva menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vulva
dan kulit sekitarnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Pada daerah forniks
posterior, tampak duh tubuh vagina seropurulen, berbau busuk, jumlahnya sedikit
sampai banyak, berwarna kuning kehijauan, berbusa, dapat terjadi pada 10-30%
wanita, dapat disertai gatal pada vulva.3 Diagnosis trikomoniasis juga dapat
disingkirkan karena pada hasil pemeriksaan fisik pada kasus hanya sedikit yang
mengarah pada diagnosis trikomoniasis. Perbandingan trikomoniasis dengan
kasus dapat dilihat pada tabel 4.4.
34
tanda-tanda PID ataun nyeri kronis pada pelvis.6 Perbandingan uretritis e.c
klamidia dengan kasus dapat dilihat pada tabel 4.10.
Duh tubuh yang purulen, nyeri perut tidak ada keluar keputihan dari
bawah, post-coital atau intermenstrual kemaluan
bleeding, disuria, didapatkan tanda- tidak ada nyeri perut bawah
tanda PID ataun nyeri kronis pada
pelvis. terdapat nyeri saat BAK
35
melalui oral sekitar 80% dan didistribusikan secara luas di dalam tubuh.
Metronidazol dan Tinidazol terutama digunakan untuk amubisasis, trikomoniasis
dan infeksi bakteri anaeorob. Metronidazol efektif untuk amubiasis intestinal
maupun ekstraintestinal. Namun efek Metronidazole lebih jelas pada jaringan,
sebab sebagian besar metrinidazol mengalami penyerapan di usus halus. Oleh
karena itu dipilih Metronidazole dibandingkan Tinidazole
Untuk pengobatan kandidosis vulvovaginitis digunakan flukonazol 150 mg
oral dosis tunggal. Flukonazol dan itrakonazol adalah kelas triazol generasi
pertama yang masih digunakan luas hingga saat ini, terutama flukonazol.
Penggunaan keduanya telah terbukti lebih baik dibandingkan golongan
sebelumnya seperti ketokonazol dan imidazol, baik dari segi efektivitas maupun
efek samping. Adapun generasi lanjutan seperti posakonazol dan vorikonazol
masih belum digunakan secara luas untuk menggantikan generasi sebelumnya
yang masih efektif. Namun saat ini, obat-obatan azol tersebut belum ada yang
ideal karena semuanya memiliki keterbatasan dan semakin munculnya resistensi
terhadap obat. Penelitian oleh Yugo dan Ridhawati menunjukkan bahwa
sensitivitas Candida albicans terhadap fluconazole lebih tinggi dibandingkan
itrokonazol sehingga penggunaan flukonazol lebih disarankan dibandingkan
itrakonazol terhadap spesies Candida albicans.14
Pada pasien ini diberikan antihistamin berupa loratadine yang merupakan
antihistamin 1 generasi 2 diberikan karena mengurangi efek sedasinya sehingga
tidak mengganggu aktivitas sehari-harinya. Antihistamin generasi 2 kurang sedatif
karena distribusinya yang lebih sedikit di susunan saraf pusat. Digunakan
loratadine karena masa kerja yang lebih lama dibandingkan cetirizine.
Pengobatan dini yang tepat pada pasien vaginosis bakterialis dan ulkus
mole akan memberikan prognosis yang baik. Dilihat dari kondisi fisik dan
perkembangan penyakit pasien, Quo ad vitam, Quo ad functionam, dan Quo ad
cosmetica adalah bonam, karena jika dilihat dari pemeriksaan fisik dan
perkembangan penyakit, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda komplikasi.
Sedangkan Quo ad sanationamnya adalah dubia ad bonam, kemungkinan penyakit
ini masih dapat terulang kembali jika pasien masih melakukan hubungan seksual
36
dengan pasangannya yang masih menderita IMS. Dari hal ini, maka dapat
disimpulkan prognosis pasien pada kasus ini adalah baik.
BAB V
37
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Daili S.F., dan Zubier F. Tinjauan Infeksi Menular Seksual dalam Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Cetakan kedua. Jakarta. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. Hal 436-437.
2. Daili S.F., dan Nilasari H. Gonore dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-7. Cetakan kedua. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016. Hal 443-449.
3. Daili S.F., dan Nilasari H. Trikomoniasis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-7. Cetakan kedua. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. Hal 450-451.
4. Indriatmi W. Vaginosis Bakterial dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-7. Cetakan kedua. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016. Hal 452-454.
5. Indriatmi W. Ulkus Mole dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-
7. Cetakan kedua. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2016. Hal 475-477.
6. Daili, S., dkk. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-3. Cetakan ketiga. Jakarta.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Hal 51-
165.
7. Siregar, S.S. Penyakit Kelamin. Dalam: Saripati. Penyakit Kulit. Ed 3.
Jakarta: EGC. 2013..Hal 299-300.
8. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2015. Hal 21-50.
9. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia. 2017. Hal 362-375.
10. Goldsmith, L., et al. Fitzpatrick’s Dermatovenerology in General Medicine.
Eight Edition. Mc Graw Hills Ebook. 2012.
11. Karim, A., Barakbah J. Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology.
Vol.28. No.3 Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soetomo Surabaya. 2016.
39
12. Widaty S. Kandidosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.
Cetakan kedua. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2016. Hal 117-120.
13. Harnindya D., Agusni I. Studi Retrospektif: Diagnosis dan Penatalaksanaan
Kandidiasis Vulvovaginalis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and Venereology. Vol.28. No.1. Departemen/Staf
Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya.
2016.
14. Yugo M.R., dan Ridhawati. Pola Kepekaan Candida albicans Terhadap
Flukonazol dan Itrakonazol secara In Vitro: Tinjauan pada Bahan Klinik
Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI Periode 2010-2011.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, dan Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2013.
15. Dewi, I.A. Tesis. Perbedaan Efektifitas Epitelisasi Antara Perawatan Terbuka
Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment dengan Perawatan Tertutup
Menggunakan NaCl 0,9% pada Luka Bakar Derajat II di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. 2014.
16. Howe, K., Kissinger, P. Single-dose compared to multi-dose metronidazole
for the treatment of trichomoniasis in women: A meta-analysis. Tulane
University School of Public Health and Tropical Medicine Department of
Epidemiology. Sexually transmitted diseases (Diakses di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles tanggal 14 Oktober 2019).
17. Tabri F. Antihistamin H1 Sistemik Pada Pediatrik Dalam Bidang
Dermatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. 2017.
LAMPIRAN
40
Pertanyaan beserta jawaban hasil diskusi laporan kasus.
1. Apa saja gold standar dari Ulkus Mole, Vaginosis Bakterial, dan Kandidosis
Vulvovaginitis?
Jawab:
Pemeriksaan gold standar Ulkus Mole:
Tes Polymerase Chain Reactions (PCR) memberikan hasil yang cepat,
spesifik, dan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan kultur, namun mahal
sehingga hanya digunakan pada riset. Namun dapat dilakukan pemeriksaan
lain yang dapat disesuaikan ketersediaan pelayanan kesehatan yang ada
seperti pewarnaan Gram. Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diambil
dari dasar ulkus yang bergaung, dengan pewarnaan Gram menunjukkan basil
kecil Gram-negatif yang berderet berpasangan seperti rel kereta api atau
sekumpulan ikan yang berbaris. Sensitivitas dan spesifisitas cara ini kurang
dari 50%.5
41
2. Mengapa digunakan NaCl 0,9% dalam kompres?
Jawab:
Natrium klorida 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh tidak
iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan
serta mudah didapat dan harga relatif murah, dam non toksik. Cairan NaCl
0,9% sangat baik digunakan pada fase inflamatori dalam proses
penyembuhan luka karena pada keadaan lembab invasi netrofil yang diikuti
makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.15
4. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan dan konseling HIV? Serta Apa sampel
dalam pemeriksaan HIV dan Sifilis ?
Jawab:
Perlu, karena penyakit IMS merupakan faktor risiko untuk tertularnya virus
HIV. Masuknya virus HIV ke dalam tubuh dapat melalui hubungan seksual,
cairan tubuh atau jarum suntik yang tercemar HIV, dan transfusi darah. Pada
pasien dengan penyakit IMS perlu dilakukan pemeriksaan HIV dan Sifilis.
Yang mana dilakukan pemeriksaan HIV dan Sifilis berupa tes cepat atau rapid
test atau point of care test (dapat dilakukan di tempat pemeriksaan dengan
hasil yang lebih cepat. Pemeriksaan rapid test dapat menggunakan serum
ataupun darah biasa.8
42
Wanita yang menerima metronidazole dosis tunggal adalah 1,87 kali lebih
mungkin mengalami kegagalan pengobatan dibandingkan dengan mereka
mendapatkan metronidazole multi-dose dan hasil ini tampaknya tidak
dipengaruhi hanya pada satu studi. Lima dari enam studi melaporkan lebih
banyak efek samping dalam dosis 2 g dibandingkan dengan multi-dosis.
Woodcock hanya melaporkan efek samping pada dosis 2-gram. Efek samping
yang disebutkan adalah: mual, muntah dan kesulitan menelan banyak pil.16
Sehingga pada kasus pilihan pemberian dosis metronidazole yaitu 2x500 mg
karena untuk mengurangi efek samping yang ada.
43