Anda di halaman 1dari 10

Tugas untuk Mata Kuliah Agama yang diampu oleh Ibu Inayatillah, S.Ag.,M.

Pd

Oleh:

Betty Setiati Nursyabani

Farmasi’C/3311181089

Program Studi Sarjana

Fakultas Farmasi

Universitas Jenderal Achmad Yani

2018
Hukum dan Adat dalam Bertransaksi
Oleh: Betty Setiati Nursyabani

Abstrak
Tujuan dari penulisan ini untuk menggambarkan hukum dan adat jual beli dalam Islam.
Sejak zaman Nabi Muhammad. SAW. berjual beli sudah diperkenalkan kepada kita semua.
Bahkan hingga kini jual beli masih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
berdagang. Dalam berdagang kita harus mengetahui mana yang haram dan mana yang halal
sebagai ladang kita untuk mencari rezeky. Rezeky itulah yang akan kita masukkan ke dalam
tubuh kita dan semua itu akan dipertanyakan di akhirat nanti.
Kata Kunci : Jual beli
A. Pendahuluan
Banyak orang zaman sekarang yang tidak peduli dengan harta haram, dan '
tergila-gila terhadap harta benda sampai mereka tidak menghiraukan keharaman harta
orang lain yang ia ambil. Mereka juga telah mengabaikan aturan-aturan agama dalam
mencari harta. Oleh karena itu, dalam haditsnya, Nabi Saw. jauh-jauh hari telah
memperingatkan akan bentuk kegilaan manusia terhadap harta benda.
Islam menganjurkan agar pemeluknya berusaha atau berniaga dengan cara yang
halal dan menghindari yang haram. Hal ini sebagaimana ditanyakan Rafi’ bin Khudaij
kepada Rasulullah Saw tentang perihal usaha yang paling baik. Beliau menjawab:
‫ موُركلُل بمبيرع ممببرروُرر‬، ‫معممرل الرررجهل بهيمهدهه‬
‫) مرموُاهر ابلبمرزارر معبن هرمفاَمعةم ببهن مرافهرع مر ه‬
‫ضمي ر‬
(‫ار معبنهر‬
Usaha seseorang yang dihasilkan oleh tangannya sendiri dan jual beli yang
mabrur. (HR. Ahmad dan Bazar dari Rafi’ bin Khudaij, Ra).
Hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang keutamaan
bekerja dalam rangka mencari rezeki, dan sebaik-baiknya perdagangan
(jual beli) ada|ah berdasarkan syariat islam, karena jual beli
merupakan sumbunya peradaban dan tatanan kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, keduanya termasuk di antara usaha yang
paling utama dan palingbaik.

Selain itu, jual beli termasuk mata pencaharian yang lebih sering
dipraktikkan para sahabat Rasulullah Saw dibandingkan dengan mata
pencaharian lainnya,
seperti pertanian dan yang lainnya. Di samping itu, karena manfaatnya
lebih umum dirasakan dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

B. Kajian Pustaka

1. Pengertian Jual Beli

Lafazh ‫ البيع‬dalam bahasa Arab menunjukkan makna jual dan beli


( Lafazh ‫ البيع‬, yang berarti jual kebalikan dari ‫الشراء‬, yang berarti
beli). Dengan demikian, Lafazh ‫ الللبيع‬dan ‫ الشللراء‬merupakan kata
dasar bagi penyebutan istilah jual beli, karena keduanya menjadi
sebab akad ini ada kaitannya dengan penisbatan kedua belah pihak
(penjual dan pembeli).
Adapun definisi ‫( اللللبيع‬al-bai’) secara terminologi (istilah)
diungkapkan oleh para ulama sebagaimana berikut:

1. Hanafiyah

Jual beli menurut para ulama Hanafiyah adalah Saling


tukar-menukar sesuatu yang disenangi dengan yang
semisalnya atau, Kepemilikan harta dengan cara tukar-
menukar dengan harta lainnya pada jalan yang ditentukan.

2. Malikiyah

Jual beli menurut para ulama Malikiyah adalah Akad saling


tukar-menukar terhadap selain manfaat.

3. Syafi’iyah

Jual beli menurut para ulama Syafi’iyah adalah Akad saling


tukar menukar yang bertujuan memindahkan kepemilikan
barang atau manfaat yang bersifat abadi.

4. Hanabilah

Jual beli menurut para ulama Hanabilah adalah Saling


tukar-menukar harta dengan tujuan memindahkan
kepemilikan.

Definisi jual beli sebagaimana dikemukakan para ulama


diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa mereka sepakat
mendefinisikan jual beli merupakan “Tukar-menukar harta
dengan harta dengan cara-cara tertentu yang bertujuan untuk
memindahkan kepemilikan”.
2. Dasar Hukum Jual Beli

a. Al-Quran
‫… ب‬
َ‫م الررببا‬
‫حرر ب‬
‫و ب‬ ‫ه ال يب بي ي ب‬
‫ع ب‬ ‫ل الل ر ه‬
‫ح ر‬
‫وأ ب‬
‫ب‬
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 275).

‫ب‬ ‫ي‬ ‫ب‬


‫م‬‫ككك ي‬ ‫وال بك ه ي‬
‫م ب بي ين ب ه‬ ‫مكك ب‬‫مهنككوا بل بتككأك ههلوا أ ي‬ ‫نآ ب‬ ‫هككاَ ارلكك ذ‬
‫ذيِ ب‬ ‫بيِككاَ أيِ ي ب‬
‫ب‬
‫من يك ه ي‬
‫م‬ ‫ض ذ‬ ‫ن ت ببرا ض‬ ‫ع ي‬‫جاَبرةة ب‬‫ن تذ ب‬
‫كو ب‬ ‫ل إ ذرل أ ي‬
‫ن تب ه‬ ‫ذباَل يبباَطذ ذ‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…
(Q.S. An-Nisa [4]: 29)

b.Hadits
‫سسللمم‬‫سسيولل اسس صسلى اسس معلمييسهه مو م‬ ‫ضسمي السس معينسسهل قم اَمل مر ل‬‫معين محهكييهم يبهن هحمزاَمم مراَ ه‬
‫اَيلبمييمعاَهن هباَلهخمياَهر مماَليم ميتَفملرمقاَ أميو مقاَمل‬
‫ق موبمييمناَ لبوهرمك لملهمماَ هفي بمييهعههمماَ موإهين مكتَممماَ مومكمذمباَ لمهحقمسسيت‬‫صمد م‬ ‫محتَيتَى يمتَمفميرمقاَ فماَ هين م‬
(‫)رواه البخاَري‬
“Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu Alaihi
wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih
selagi belum saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga
keduanya saling berpisah, jika keduanya saling jujur dan
menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam jual-beli itu, namun
jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka
barakah jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)

‫َ إهلنسمماَ اَيلبمييلع معسسين‬:‫سللمم‬ ‫صللى ل‬


‫ال معلمييهه مو م‬ ‫َ مقاَمل مر ل‬:‫ي يملقولل‬
‫سولل ل‬
‫اه م‬ ‫أممباَ م‬
‫سهعيمد اَيللخيدهر ل‬
‫تممراَ م‬
‫ض‬
Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata: Rosululloh bersabda “Sesungguhnya jual beli itu
atas dasar suka sama suka.”

c. Ijma’
Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang
tentang kebolehan hukum jual beli. Oleh karena itu, hal ini
merupakan sebuah bentuk ijma’ umat, karena tidak ada
seorangpun yang menentangnya.
d.Akal
Sesungguhnya kebutuhan manusia yang berhubungan
dengan apa yang ada ditangan sesamanya tidak ada jalan
lain untuk saling timbal balik kecuali dengan melakukan akad
jual beli. Maka akad jual beli ini menjadi perantara kebutuhan
manusia yang harus terpenuhi.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

1. Rukun Jual Beli


Menurut ulama syafi’iyah dan malikiyah rukun jual beli ada
tiga, yaitu:

 aqidain
Dua orang yang berakad, yaitu penjual dan pembeli.

 ma’qud ‘alaih
Barang yang diperjual belikan dan nilai tukar
pengganti barang.

 Shighat
Ijab dan Qabul.

2. Syarat Jual Beli

a) Syarat yang berkaitan dengan aqidain (Penjual dan


pembeli)

 Mumayyiz, balig dan berakal. Maka tidak sah


akadnya orang gila, orang yang mabuk, begitu juga
akadnya anak kecil, kecuali terdapat izin dari waiinya
sebagaimana pendapatjumhur ulama. Hanafiyah
hanya mensyaratkan berakal dan mumayyiz, tidak
mensyaratkan balig.

 Tidak terlarang membelanjakan harta, baik terlarang


itu hak dirinya atau yang lainnya. Jika terlarang
ketika melakukan akad, maka akadnya tidak sah
menurut Syafi'iyah. Sedangkan menurut jumhur
ulama, akadnya tetap sah jika terdapat izin dari yang
melarangnya, jika tidak ada izin, maka tidak sah
akadnya.

 Tidak dalam keadaan terpaksa ketika melakukan


akad. Karena adanya kerelaan dari kedua belah pihak
merupakan salah satu rukun jual beli. Jika terdapat
paksaan, maka akadnya dipandang tidak sah atau
batal menurut jumhur ulama. Sedangkan menurut
Hanaflyah, sah akadnya ketika dalam keadaan
terpaksa jika diizinkan, tetapi bila tidak diizinkan,
maka tidak sah akadnya.

b) Syarat yang berkaitan dengan ma’qud ‘alaih


Berdasarkan pendapat ulama tentang syarat-syarat
yang berkaitan dengan ma'qud 'alaih maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:

 Para ulama semua menyepakati tiga syarat berikut


ini:

1) Harta yang diperjualbelikan itu harta


yang dipandang sah oleh agama.

2) Harta yang diperjualbelikan itu dapat


diketahui oleh penjual dan pembeli.

3) Harta yang diperjualbelikan itu tidak dilarang


oleh agama.

 Hanafiyah mensyaratkan keberadaan ma'qad ’alaih


dapat diketahui, dan ulama yang lainnya tidak
mensyaratkannya.

 Jumhur ulama mensyaratkan keberadaan ma'qud


'alaih bisa diserahkan ketika terjadinya akad,
sedangkan Zhahiriyah tidak mensyaratkannya.

 Hanafiyah dan Malikiyah tidak mensyaratkan


keberadaan ma'qud 'alaih milik sendiri sebagai
syarat kesempurnaan akad. Sedangkan ulama
lainnya mengatakan termasuk syarat sahnya.

 Jumhur ulama berpendapat bahwa syarat-syarat


yang berhubungan dengan ma'qud 'alaih semuanya
mempunyai nilai yang sederajat. tidak adanya syarat
tersebut menjadikan akad tersebut batal. Sedangkan
Hanafiyah membagi syarat yang berhubungan
dengan ma'qud 'alaih tersebut kepada dua macam,
yakni sebagai berikut.

1) Syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan


akad. Keberadaan syarat ini menyebabkan
akad dipandang sah, dan jika ada, maka
dipandang batal.

2) Syarat yang berhubungan dengan sahnya


akad. Ketiadaam syarat ini menyebabkan akad
dipandang rusak (fasad).

c) Syarat yang berkaitan dengan Shigat (Ijab dan Qabul)


Adapun yang berhubungan dengan syarat-syarat ijab
dan qabul adalah sebagai berikut.

 Ijab Qabul diungkapkan dengan kata-kata yang


menunjukkan jual beli yang teiah lazim diketahui
masyarakat. Seperti penjual berkata: ”Aku jual
bolpoin ini kepadamu seharga Rp. 20.000,-.
"Kemudian pembeli menjawab; "Saya beli boipoin
ini seharga Rp. 20.000,-". Apabila antara ijab dan
qobul tidak sesuai, maka jual beli tidak sah.
Zhahiriyah berpendapat tidak sahnya akad jual
beli kecuali menggunakan kata-kata yang khusus
seperti kata-kata “saya jual” atau ”saya
dagangkan” (aI-bai' atau tijarah). Malikiyah
berpendapat sahnya jual beli dengan sesuatu
yang menunjukkan keridhaan kedua belah pihak
baik melalui ucapan atau isyarat.
 Ijab qabul dilakukan dalam satu majelis.
Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan
jual beli hadir dan membicarakan topik yang
sama, atau antara ijab dan qabul tidak terpisah
oleh sesuatu yang menunjukkan berpalmgnya
akad menurut kebiasaan.

 Terdapat kesepakatan berkenaan dengan barang,


baik jenis, macamnya, sifatny begitu juga
harganya barang yang diperjualbelikan, baik
kontan atau tidaknya.

4. Macam-macam Jual Beli (Murabahah, salam, istihna’)


a. Murabahah

Bai’ al-Murabahah, yaitu penjual menjual barang tersebut


dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati.
Dengan kata lain, penjual memberi tahu harga produk yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli
computer dari grosir dengan harga Rp. 1.000.000,- kemudian
ia menambahkan keuntungan Rp. 750.000 dan ia jual kepada
si pembeli dengan harga Rp. 1.750.000.
Pada umumnya, si penjual eceran tidak akan memesan
dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli, dan
mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar
keuntungan yang akan ia ambil, serta bersarnya angsuran
kalau akan dibayar secara angsuran.

b. Salam

Bai’ al-salam atau salaf, yaitu menjual suatu barang yang


penyerahannya ditunda dengan pembayaran modal lebih
awal. Dalam akad salam, barangnya mitsli (mesti sudah ada
sebelumnya atau ada contoh sebelumnya).

c. Istishna’
istishna merupakan suatu akad terhadap seorang pembuat
atau pengrajin untuk mengerjakan atau membuat suatu
barang tertentu yang ditangguhkan. Dalam akad istishna’
barang bersifat qiimi (barang masih berbentuk gambaran,
belum ada wujudnya) sehingga perlu dibuat terlebih dahulu
sebelum diserahkan ke pemesan atau pembeli.” Sebagai
contoh, barang yang sering disebutkan untuk akad istisha ini
adalah pembuatan baju.

5. Akibat Hukum Jual Beli


Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli..

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual..

Selain dua kewajiban diatas, akad jual beli juga mengakibatkan keterikatan antara
si penjual dengan pembeli dikarenakan adanya perjanjian terkait harga, barang dan
kesepakatan lainnya. Setelah pembayaran selesai dan lunas juga mengakibatkan adanya
perpindahan hak kepemilikan dari suatu harta yang diperjual belikan.

C. Kesimpulan

Jadi dapat ditarik kesimpulan, dalam jual beli mengakibatkan sebagai berikut:

 Munculnya hak dan kewajiban berupa:

1) Penjual harus menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2) Pembeli harus membayar sejumlah harga yang sudah ditentukan


kepada penjual.

 Adanya keterikatan antara penjual dan pembeli karena akad jual beli.

 Terjadi perpindahan hak milik terhadap suatu barang yang diperjual


belikan.
D. Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafi’i Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta:


Gema Insani Press, 2001) cet. I.
Hidayat, Enang, Fiqih Jual Beli (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015),
cet. I.
Muhammad, Abu Hamid, Al-Wajiz fi al-Fiqh al-Imam Syafi’I, Juz.I, Cet.I,

Anda mungkin juga menyukai