Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Stroke didefiniskan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik, tanda
dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global yang berkembang dengan cepat,
adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari
vascular(1).
Klasifikasi stroke terbagi berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem
pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu sebab
setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang
berbeda, walaupun patogenesisnya serupa(2).
Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 golongan yaitu stroke yang terjadi
karena pembuluh darah di otak pecah yang diakibatkan tidak kuat menahan tekanan
yang terlalu tinggi yang disebut stroke perdarahan dan stroke yang paling banyak
dijumpai yaitu stroke non hemoragik disebut stroke non hemoragik karena tidak
ditemukanya perdarahan otak. Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk
klinis yaitu(3):
a. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam
hingga ≤ 21 hari.
c. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
a. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada stroke non hemoragik tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah
otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistim vaskuler sistemik.
Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan “shunt” yang
10
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, Fibralisi atrium, Infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang
biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivias fisik seperti berolah raga(3).
b. Stroke Non Hemoragik Trombus
Stroke trombolitik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke
otak. Dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis) merupakan 70 persen kasus stroke non hemoragik trombus dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis
pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis(3).

2. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang yang meninggal karena stroke dan
dua-sepertiga dari semua kematian akibat stroke terjadi di negara-negara berkembang.
Di Amerika Serikat didapatkan 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang
tiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000
penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2008, stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian utama semua usia di Indonesia(4)
Faktor resiko untuk stroke terdiri dari faktor resiko modifiable dan non
modifiable, faktor resiko modifiable adalah merokok, hipertensi, dilipidemia, Diabetes
Melitus, Penyakit Kardiovaskular, Alkohol, dan gaya hidup (obesitas, aktivitas fisik,
makanan), kontrasepsi oral, konsisi inflamasi dan infeksi. Adapun faktor resiko non
modifiable adalah Genetik, usia, jenis kelamin, ras, dan etnik(1)

11
3. ANATOMI

Gambar 1. Hemisfer cerebri (5)

12
Gambar 2. Arteri cerebral(5)

Gambar 3. Circulus willisi(5)

13
4. ETIOLOGI
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan
ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang di ikuti
dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian
neuron(3).
5. PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat disebabkan
thrombosis maupun emboli. Thrombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat
penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah
aterosklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh
sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Emboli bukan biasanya
bersumber dari jantung atau arteri besar, seperti aorta, a. karotis, atau a. vertebralis.
Gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudian
menghilang lagi seketika saat emboli terlepas keaarah distal, seperti pada TIA(1).
6. DIAGNOSIS
a. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringanya lesi dan juga topisnya(3). Berikut merupakan beberapa gejala klinis yang
timbul berdasarkan lokasi iskemik(9):
1) Iskemik pada sirkulasi anterior
Iskemik serbri paling sering terjadi pada teritori arteri carotis interna. Lesi
iskemik dapat terjadi pada teritori setiap cabang ICA (internal carotid
artery), atau pada semua teritori tersebut secara bersama-sama. Deficit
neurologis yang disebabkan oleh iskemia pada masing-masing teritori
vascular akan diuraikan secara singkat (9):
 Arteri oftalmika
Emboli kecil dapat melewati arteri oftalmika dan menyangkut di
arteri sentralis renitae menyebabkan iskemia retina dan
menimbulkan monocular blindness(9).
 Arteri komunikans posterior
Emboli yang memasuki arteri komunikans posterior menyebabkan
iskemia baik di teritori arteri serebri posterior atau di thalamus.

14
Dengan demikian manifestasi klinisnya adalah hemianopsia
homonym kontalateral dan/atau deficit thalamik(9).
 Arteri khoroidea anterior
Manifestasi iskemia pada teritori arteri khoroidea anterior meliputi
hemiparesis dan hemihipestesia kontralateral serta hemianopsia
homonym kontralateral(9).
 Bifurkasio (“T”) arteri karotis interna
Akibat dari emboli pada bagian ini adalah infark luas pada teritori
arteri cerebri media, dengan deficit neurologis yang sesuai. Selain
deficit neurologis yang luas dan berat, teritori yang mengalami
infark membengkak secara cepat. Karena itu, oklusi permanen pada
bifurkasio arteri karotis interna biasanya fatal(9).
 Arteri serebri media
Emboli pada arteri ini merupakan penyebab tersering iskemia
serebri. Oklusi cabang utama memberikan manifestasi klinis berupa
deficit neurologis : hemiparesis dan hemihipestesia kontralaterlal,
terutama brakhiofasialis, kadang kadang hemianopsia homonym
kontralateral, dan defisit neuropsikologis antara lain afasia motorik/
sensorrik, akalkulia, agrafia, dan apraksia motorik jika lesi terjadi
pada hemisfer non-dominan. Pada infark fase akut, dapat pula
terjadi kepala menengok ke sisi kontralateral lesi dan fixed gaze
deviation ke sisi kontralateral. Infark luas di teritori arteri serebriu
media dan edema serebri luas yang menyertainya umumnya
menimbulkan hipertensi intracranial. Yang jika tidak ditangani,
dapat menyebabkan kematian. Oklusi cabang perifer , bila mengenai
region sentralis menyebabkan defisit motorik dan/atau sensorik
fokal kontralateral). Iskemik di region sisi peri-insular menyebabkan
afasia motorik atau sensorik(9).
 Arteri serebri anterior
Infark unilateral di teritori arteri serebri anterior sering tidak
menunjukkan gejala klinis. Manifestasi klinis yang mungkin timbul
adalah hemiparesis yang terutama pada tungkai, paresis tungkai
teisolasi, dan paraparesis infark bilateral)(9).

15
2) Iskemik pada sirkulasi posterior
Iskemia pada sirkulasi posterior biasanya disebabkan oleh emboli.
 Arteri basilaris
Kedua cabang arteri vertebralis bergabung di depan batang otak
dan membentuk arteri basilaris. Pembuluh darah ini membuat
banyak cabang-cabang kecil ke batang otak, arteri inferior anterior
serebeli, dan arteri superior serebeli(9).
 Arteri serebri posterior
Arteri khoroidea posterior medialis dan lateralis :
quadrantanopsiaa homonym akibat infark pada korpus
genikulatum laterale, defisit hemisensorik, dan abnormalitas
neuropsikologis(9).
Arteri kalkarina: infark unilateral menyebabkan hemianopsia
homonym kontralateral; lesi bilateral dapat menimbulkan buta
kortikal(9).
Ada beberapa tanda dan gejala yang umum dijumpai pada penderita stroke non
hemoragik yaitu(3)
1) Gangguan Motorik
 Tonus abnormal atau hipotonus maupun hipertonus
 Penurunan kekuatan otot
 Gangguan gerak volunteer
 Gangguan keseimbangan
 Gangguan koordinasi
 Gangguan ketahanan(3)
2) Gangguan Sensorik
 Gangguan propioseptik
 Gangguan kinestetik
 Gangguan diskriminatif (3)
3) Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
Pada gangguan kognitif akan muncul berbagai gangguan yaitu atensi, memori,
inisiatif, daya perencanaan dan cara menyelesaikan suatu masalah(3).
4) Gangguan Kemampuan Fungsional

16
Gangguan yang timbul yaitu berupa gangguan dalam beraktifitas sehari-hari
seperti mandi, makan, ketoilet dan berpakaian(3).
b. Diagnosis Stroke Non Hemoragik
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang
1) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik
meliputi hemiparese, monoparese, atau quadriparese, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada nyeri kepala dan reflek babinski dapay positif mapun
negatif. Meskipun gejala-gejalatersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-
gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi
sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti(3):
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
2) Pemeriksaan fisik
 Tanda vital
 Pemeriksaan kepala dan leher (mencari cedera kepala akibat jatuh,
bruit karotis, peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain)
 Pemeriksaan fisis umum
 Pemeriksaan neurologis meliputi:
- Pemeriksaan kesadaran
- Pemeriksaan nervus kranialis

17
- Pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada perdarahan
subarachnoid)
- Pemeriksaan motorik, reflex, dan sensorik:
- Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada tidaknya afasia
atau dengan pemeriksaan mini mental state examination (MMSE)
saat di ruangan(1).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke
non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan
stroke akut jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses)(3).
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi
trombolitik(3).
Teknik-teknik neuroimaging berikut ini juga sering digunakan(3):
 CT angiography dan CT scanning perfusi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Scanning karotis duplex
 Digital pengurangan angiography
 Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan
klinis tetap menjadi acuan.
7. DIAGNOSIS BANDING
Adapun diagnose banding dari stroke adalah:
a. Hypoglycemia
b. Massa (Tumor)
c. Seizures dan Post-Seizures
d. Migraine

18
e. Hemiparese Fungsional
f. Encephalopathy dan kondisi toksik metabolic lainnya(7).
8. PENATALAKSANAAN
Berikut merupakan penatalaksanaan stroke iskemik (non hemoragik akut) berdasarkan
guideline stroke(8):
a. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
b. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
c. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
d. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan
e. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
f. Pemberian antikoagulan
 Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang
awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau memperbaiki keluaran
setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk
pasien dengan stroke iskemik akut
 Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan stroke
akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi perdarahan
intracranial
 Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam bersamaan
dengan pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan
 Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke
iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut
dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri
karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk
infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas.4
g. Pemberian antiplatelet
 Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam setelah
awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut.

19
 Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada
stroke, seperti pemberian rtPA intravena
 Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
 Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan.
 Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,
misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting,
pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian
 Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa tidak dianjurkan
h. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan
dalam terpi stroke iskemik akut.
i. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke
iskemik akut.
j. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat.
k. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan
endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak
dianjurkan
l. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini masih
memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik
akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000
mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin
Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh
PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien
di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita
storke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.

20
9. PROGNOSIS
Pada penelitian oleh Framingham dan Rechester mengenai stroke, angka mortalitas
keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, angka mortalitas setelah 30 hari
stroke iskemik adalah 19%, dan angka survival 1 tahun pada pasien dengan strok
iskemik adalah 77%. Namun, prognosis setelah strok iskemik akut bervariasi
tergantung pada individu pasien itu sendiri, derajat stroke dan kondisi premorbid
pasien, usia dan komplikasi post stroke(11).

21

Anda mungkin juga menyukai