Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah organisasi dalam bidang jasa pelayanan kesehatan. Dalam

penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis

keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Rumah sakit bermutu

adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara

paripurna pada unit-unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan, dan ruang

perawatan khusus.

Transisi pelayanan kesehatan merupakan proses perpindahan pasien dari satu tempat

pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan lainnya atau terjadi perubahan tenaga kesehatan

dan tingkat pelayanan kesehatan dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinyaa

ketidaksesuaian dalam pengobatan yang menjadi tantangan bagi keselamatan pasien.

(Fernandez, 2009: ASHP 2012)

Perkembangan ilmu komunikasi dalam promosi kesehatan telah menjadi komponen

utama. Dalam hal komunikasi kesehatan pada pelayanan kesehatan primer harus dimulai

dengan dialog atau diskusi anatara berbagai pihak seperti petugas kesehatan dan warga lokal.

Tantangan utam adalam komunikasi kesehatan teruama dalam promosi kesehatan adalah

bagaimana cara merangkul pelayanan primer dalam mensukseskan promosi kesehatan yang

diberikan.

Pencapaian komunitas pelayanan dalam konsep manajemen terapi pengobatan

dititikberatkan salah satunya pada penyakit kronis. Pasien dengan penyakit risiko untuk

melakukan kunjungan klinik ke dokter yang berbeda-beda, mengalami trasnsisi pelayanan

1
kesehatan serta mendapatkan poli medikas. Untuk menjamin keselamatan pasien dan kualitas

pelayan serta mencegah adverse drug event maka informasimengenai penobatan pasien harus

di transfer secara akurat dan efisein diantara seluruh tenaga profesional kesehatan yang

terlibat dalam proses pelayanan pasien.

Pada saat terjadi transisi pelayanan kesehatan, apoteker sebagai ahli pengobatan dan

bagian dari tim pelayanan kesehatan memilikitanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan

pasien terkait pengobatnnya serta mendampingi pasien dalam mencapai tujuan terapi mereka.

Adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan apoteker diharapkan mampu

meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien. (Freeman, 2010)

2.2 Pertanyaan Penelitian

1 Apa yang dimaksud dengan komunikasi ?

2 Apa saja bentuk dasar komunikasi?

3 Bagaimana proses komunikasi?

4 Apa saja teknik-teknik dalam berkomunikasi?

5 Bagaimana komunikasi yang efektif?

2.3 Tujuan Penelitian

1 Mengetahui definisi dari komunikasi yang efektif baik antara dokter, apoteker,

perawat dan pasien.

2 Mengetahui bentuk-bentuk komunikasi yang efektif.

3 Mengetahui bagaimana proses komunikasi yang efektif.

4 Mengetahui teknik komunikasi yang efektif.

5 Mengetahui bagaimana komunikasi dapat berjalan dengan efektif.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa lain “communis” yang berarti “bersama”. Sedangkan

menurut kamus, definis komunikasi dapat meliputi ungkapan-unhkapan seperti

berbagaiinformasi atau pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran, informasi, atau

yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan.

Komunikasi dapat dilakukan secara verbal atau nonverbal, verbal berarti dengan kata-

kata baik secara lisan maupun tertulis, sedangkan nonverbal verbal berarti tanpa kata-kata.

Lima proses komunikasi verbal meliputi berbicara, menulis, mendengarkan, berpikir.

(Machfoedz, 2009)

Komunikasi merupakan salah satuaspek penting yang mutlak dikuasi oleh seorang

farmasis dalam melakukan praktek kefarmasian khususnya dimasyarakat. Apoteker yang

handal dalam komunikasi akan mampu memberikan penjelasan dengan baik dan jelas kepada

pengguna jasa atau layanan kefarmasian baik itu pasien, tenaga kesehatan maupun pihak lain

yang terkait pekerjaanya. Seorang apoteker yang komunikatif tentunya tidak cukup dengan

hanya mampu menjelaskan saja tetapi akan menjadi nilai tambah jika dapat memberi

pemahaman dan mengedukasi pengguna sehingga pengguna benar-benar merasakan manfaat

dari layanan yang diberikan apoteker. (Utami dan Hermansyah, 2012)

Idealnya, seorang farmasis baik diminta ataupun tidak harus selalu pro aktif

melaksanakan KIE (komunikasi, informasi,edukasi) mengenai obat sehingga dapat membuat

pasien merasa aman dengan obat yang dibeli. (Susanty dan Haryanti, 2007)

3
Tingkat kejelasan pengertian yang diberikan apoteker tentang obatnya sangatlah

penting . istilah medik selalu harus dihindari karena kebanyakn pasien tidak akan mengerti

dengan kata-kata umum yang digunakan dalam lingkungan medik. Pasien jarang bertanya arti

suatu istilah medik, menganggap itu sebagai suatu informasi yang tidak berguna. Menguasai

suatu kosa kata yang cukup sederhana bagi pasien untuk dimengerti sewaktu menerapkan

suatu pengobatan, sangat penting untuk keberhasilan edukasi. Pasien yang gagal mengerti

intruksi dari resep sering menyebabkan gagal kemauan karena itu informasi harus disajikan

kepada pasien dalam bahasa yang ia dapat mengerti.

2.2 Bentuk Dasar Komunikasi

2.2.1 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal ialah komunikasi dalam bentuk percakapan atau tertulis. Setiap

orang dalam berkomunikasi secara verbal dalam menyampaikan pesan atau informasi.

(Machfoedz, 2009)

Komunikasi verbal, yaitu lisan, dapat berlangsung dalam bentuk tatap muka langsung,

seorang berhadapan dengan seorang, kelompok kecil, dalam pertemuan, dalam penyajian,

atau pemanfaatan telepon.

2.2.2 Komunikasi Non-verbal

Komunikasi nonverbal adalah penyampaian pesan dengan isyarat-isyarat tertentu tanpa

disertai kata-kata. Seorang farmasis harus menyadari pentingnya komuniasi nonverbal dalam

pelayanan KIE, karena itu seorang farmasis secara tetap memperhatikan berbagai tanda

nonverbal, seperti tanda cemas, marah, atau malu.

4
Banyak studi menunjukan bahwa komunikasi nonverbal, sama pentingnya dengan

komunikasi verbal. Ada berbagai kaidah yang mudah diingiat apabila memberikan KIE pada

pasien dan menghasilkan komunikasi yang lebih baik.

2.3 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah penyampaian pikiran atau perasaan oleh

seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan,

informasi, opini, dan lain-lain. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan,

kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya.

Ada dua jenis proses komunikasi, yaitu:

1 Proses Komunikasi Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.

Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat,

gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menterjemahkan”

pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan.

2 Proses Komunikasi Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh seorang kepada

orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media

kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya

berada di tempat jauh atau jumlah banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah,

radio, televisi, film, dan banyak lagi.

5
Proses pelaksaan KIE (Komunikasi, informasi, dan Edukasi) disini adalah

menggunakan proses komunikasi primer, yaitu komunikator menyampaikan informasi

secara langsung ke pada pasien.

2.4 Teknik Dalam Berkomunikasi

Banyak teknik dapat diterapkan dalam berkomunikasi. Teknik komunikasi yang banyak

diterapkan saat berhadapan dengan pasien menurut Mahmud Machfoedz, adalah:

1. Mendengarkan dengan Aktif

Mengembangkan kemampuan mendengarkan dengan aktif merupakan aspek yang

menguntunkan bagi seorang farmasis. Mendengarkan dengan aktif meliputi beberpa

hal sebagai berikut :

a) Pasien dan keluarga merasa diperhatikan, didengar dan dipahami

b) Pasien dan keluarga merasa dihargai

c) Pasien dan keluarga dapat dengan mudah mendengarkan dan memeperhatikan

informasi yang disampaikan oleh farmasis.

d) Pasien dan keluarga merasa nyaman

e) Memudahkan terjadinya komunikasi dua arah.

Untuk dapat menjadi pendengar yang baik diperlukan sikap sebagai berikut:

a) Memandang ke arah pasien dengan simpatik pada saat berbicara

b) Menunjukan sikap sungguh-sungguh

c) Tidak menyilangkan kaki dan tangan, tidak bersedekap

d) Menghindari gerakan yang tidak perlu

e) Menganggukan kepala jika pasien menyampaikan hal yang penting atau

memerlukan umpan balik.

6
2. Menyampaikan Informasi

Menyampaikan informasi merupakan suatu tindakan penyuluhan kesehatan yang ditunjukan

kepada pasien dan keluarga. Tujuan tindakan ini adalah untuk memfasilitasi klien dalam

pengambilan keputusan. Penyampaian informasi perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai

berikut:

a) Menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh pasien

b) Menggunakan kata-kata yang jelas

c) Menggunakan kata-kata yang positif

d) Menunjukan sikap yang semangat

2.5 Komunikasi Yang Efektif

Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita mengetahui dan memperlajari

unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur itu adalah sumber (resource),

pesan (message), saluran (chanel/media), dan penerima (audience).

Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang

dimaksud oleh pengirim pesan , pesan ditindak lanjuti dengan sebuah perbuatan oleh

penerima dan tidak ada hambatan untuk hal itu.(Hardjana, 2003) Komunikasi yang efektif

terjadi bila pendengar (penerima berita) menangkap dan menginterprestasikan ide yang

disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh si pembicara pengirim pesan).

Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan proses komunikasi

yang efektif yaitu antara lain :

1) Sensitifitas kepada penerima komunikasi

Sensitivitas ini sangatlah penting dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan

media komunikasi. Hal-hal yang bersifat penting dan pribadi paling baik dibicarakan

7
secara langsung dan tatap muka, dan dengan demikian mengurangi adanya

kecanggungan serta kemungkinan adanya miskomunikasi

2) Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis

Hal ini menjadi penting dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan.

Komunikasi sering kali disampaikan secara non verbal atau lebih dikenal dengan

body language. Perngertian akan body language yang bisa berbeda sesuai dengan

kultur, ini akan memberikan kelebihan dalam komunikasi.

3) Penentuan yang tepat dan umpan balik

Hal ini sangatlah penting terutama dalam mengkomunikasikan keadaan yang bersifat

sensitif. Umpan balik menjadikan komunikasi lebih efektif karena dapat memberikan

kepastian mengenai sejauh mana komunikasi yang diadakan oleh seseorang sumber

dapat diterima oleh komunikan.

4) Komunikasi tatap muka

Komunikasi semacam ini memungkinkan kita dengan baik lawan bicara, melihat

body language, melihat mimik lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai

komunikasi yang memungkinkan terjadinya miskomunikasi.

5) Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh

beberpa pihak yaitu pasien, dokter, apoteker, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.

Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dengan keluarganya dan pasien

pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Dimana kondisi ini sangat berpengaruh pada

prose penyembuhan pasien selanjutnya.

Komunikasi yang efektif justru tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama.

Komunikasi efektif terbukti memerlukan sedikt waktu karena dokter terampil mengenali

kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya

8
komunikasi yang efektif antara dokter,apoteker, perawat dan pasien merupakan kondisi yang

diharapkan sehingga seorang dokter atau farmasis dapat melakukan manajemen pengelolaan

masalah kesehatan pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kolaborasi Antara Penyedia Layanan Kesehatan

Kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam pengaturan

perawtan kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi

kebutuhan semua pasien. Akibatnya kualitas layanan yang baik akan tergantung pada

profesional yang bekerja sama dalam tim interprofesional. Komunikasi yang efektif antara

interprofesional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan yang efektif fan

efisein dan mengutamakan orientasi pasien. Kolaborasi interprofesional di lingkungan kerja

profesional juga telah diakui oleh keperawatan, kedokteran gigi, dokter, farmasi dan

kesehatan masyarakat organisasi profesional sebagai komponen penting. Kolaborasi

interprofesional bekerja di profesi kesehatan untuk bekerja sama, untuk berkolaborasi,

komunikasi, dan mengintegrasikan pelayan dalam tim untuk memastikan perawatan yang

terus menerus dapat diandalkan.

3.2 Hubungan Antara Komunikasi dan Kualitas Kesehatan

Presepsi pasien terhadap kualitas kesehatan yang diterimanya sangat bergantung pada

kualitas interaksi pasien dengan petugas kesehatan. Terdapat banyak penelitian yang

mendukung bahwa komunikasi yang efektif dapat berdampak pada kualitas kesehatanpasien

dan masyarakat. Diperkirakan 1/3 dari orang dewasa yang mengalami penyakit kronik dapat

menghemat penggunaan obat, oleh karena komunikasi antara petugas kesehatan yang baik.

Akan tetapi pada penelitian lain mengatakan bahwa 1/3 dari pasieen yang dirawat dirumah

sakit tidak dapat mengenali diagnosis dan nama dari obat yang diberikan kepada pasien pada

10
saat pasien keluar darirumah sakit. Hal ini merupakan indikasi dari kegagalan komunikasi

petugas kesehatan dan pasien.

3.3 Permasalahan Komunikasi

Beberapa permasalahan komunikasi dalam pelayanan kesehatan yang kerap kali

muncul kepermukaan, disebabkan oleh kedua belah pihak yaitu antara petugas kesehatan

dengan pasien. Hal ini tercermin dari perilaku pasien yang karena ketidaktahuannya

menyerahkan nasib sepenuhnya kepada dokter atau pelayanan kesehatan lainnya.

Banyak halangan yang dijumpai dalam membangun komunikasi efektif antara petugas

kesehatan dan pasien, antara lain yatu pasien merasa cemas berlebihan, pasien tidak

menerima penjelasan dokter mengenai kondisinya, dan pemikiran pasien yang tidak realistis.

11
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Komunikasi dapat meliputi ungkapan-unhkapan seperti berbagaiinformasi atau

pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran, informasi, atau yang sejenisnya dengan

tulisan atau ucapan. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal,

komunikasi tidak hanya satu arah tetapi komunikasi yang baik harus dilakukan melalui dua

arah sehingga menghasilkan feedback yang di harapkan. Terdapat banyak teknik- teknik yang

dapat dilakukan dalam komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang baik antara sesama petugas penyedia layanan kesehatan dengan

pasien, sangat di butuhkan haldilakukan agar terjaminnya kualitas hidup pasien sehingga

dengan meningkatnya kualitas hidup pasien akan memberikan dampat yang positif kepada

pelayanan kesehatan.

Komunikasi yang efektif justru tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama.

Komunikasi efektif terbukti memerlukan sedikt waktu karena dokter terampil mengenali

kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya

komunikasi yang efektif antara dokter,apoteker, perawat dan pasien merupakan kondisi yang

diharapkan sehingga seorang dokter atau farmasis dapat melakukan manajemen pengelolaan

masalah kesehatan pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

12
Daftar Pustaka

Aryani, N. Dkk. Jurnal of Health, Vol 1., No.1. 2017. Komunikasi Efektif Dalam Praktek

Kolaborasi Interprofesional Sebagai Upaya Meningktkan Kualitas Pelayanan. Universitas

Diponegoro. Semarang

Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta

Menawati, dkk. Jurnal Kedokteran, Syiah Kuala. Volume 15 Nomor 2. 2015. Pentingnya

Komunikasi Dalam Pelayan Kesehatan Primer.

Siregar, C. J. 2005. Farmasi Klinik Teori Penerapan. Penerbit buku kedokteran, ECG.

Jakarta

Utami, W. Dan Hermansyah, A. 2012. Kontrak Pembelajaran (Pedoman Pembelajaran

Mahasiwa) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi. Departemen Farmasi Komunitas Fakultas

Farmasi. Universitas Airlangga.

13

Anda mungkin juga menyukai