Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PEMBAHASAN

1. KERANGKA DASAR PENYUSUSNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN


KEUANGAN SYARIAH
1. Pemakai Dan Kebutuhan Informasi
Pemakai Laporan Keuangan Meliputi:
1. investor sekarang dan investor potensial, hal ini karena mereka harus memutuskan
apakah akan membeli, menahan atau menjual investasi atau penerimaan dividen;
2. pemilik dana gardh, untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada saat
jatuh tempo;
3. pemilik dana syirkah temporer, untuk pengambilan keputusan pada investasi yang
memberikan tingkat pengembalian yang bersaing dan aman;
4. pemilik dana titipan, untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil setiap saat;
5. pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf, untuk informasi tentang
sumber dan penyaluran dana tersebut;
6. pengawas syariah, untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah terhadap
prinsip syariah;
7. karyawan, untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitabilitas entitas
syariah;
8. pemasok dan mitra usaha lainnya, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan
entitas membayar utang pada saat jatuh tempo;
9. pelanggan, untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas syariah;
10. pemerintah serta lembaga-lembaganya, untuk memperoleh informasi tentang aktivitas
entitas syariah, perpajakan serta kepentingan nasional lainnya;
11. masyarakat, untuk memperoleh informasi tentang kontribusi entitas terhadap
masyarakat dan negara.
2. Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh
Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai
Illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk,
benar dan salahnya aktivitas usaha. Dengan cara ini, akan terbentuk integritas yang akhirnya
akan membentuk karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.
3. Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada prinsip berikut.
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas
prinsip saling mengenal (ta'aruf) saling memahami (tafahum), saling menolong
(ta'awun), saling menjamin ( takaful), saling bersinergi dan saling beraliansi (tahaluf).
2. Keadilan ('adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak
dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah
adalah melarang adanya unsur berikut ini.
a. Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl. Riba sendiri
diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam
transaksi pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya,
atau transaksi antar barang, termasuk pertukaran uang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
b. Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Kezaliman
diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas, dan temponya,
mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai
tempatnya/posisinya.
c. Judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas (maysir).
d. Unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad, seperti: ketidakpastian penyerahan objek akad, tidak
ada kepastian kriteria kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau eksploitasi karena
salah satu pihak tidak mengerti ini perjanjian (gharar).
e. Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-Quran dan As-Sunah, baik
dalam barang/jasa atau pun aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yaitu: halal
(patuh terhadap ketentuan syariah) dan thayib (membawa kebaikan dan bermanfaat).
Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi keseluruhn unsur-unsur
yang menjadi tujuan ketetapan syariah (magasid syariah) yaitu berupa pemeliharan
terhadap agama (di'en), intelektual ('aq1), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan
(nafs) serta harta benda (mal).
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual,
antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor nil, antara bisnis dan
sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya
memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan kepentingan semua
pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan
untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan
golongan semangat kerahmatan semesta (rahmatan
alamin).
4. Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. tidak mengandung unsur riba;
5. tidak mengandung unsur kezaliman;
6. tidak mengandung unsur maysir;
7. tidak mengandung unsur gharar;
8. tidak mengandung unsur haram;
9. tidak menganut prinsip nilai waktu dengan uang (time value for money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat
pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk);
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan sernua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua
transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui
rekayasa penawaran (ihtikar);
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap-menyuap (risywah).
Karakteristik tersebut dapat diterapkan pada transaksi bisnis yang bersifat komersial
maupun yang bersifat nonkomersial.

5. Tujuan Laporan Keuangan


Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomik. Beberapa tujuan lainnya
adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
liabilitas, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan
pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban
(obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat,
infak, sedekah, dan wakaf.
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna
laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban
manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
6. Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas berikut ini.
1. Posisi Keuangan Entitas Syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan
solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan
ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan di masa yang akan datang.
2. Informasi Kinerja Entitas Syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan.
3. lnformasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun
berdasarkan defenisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aset
likuid atau kas. Kerangka ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi,
melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selarna
periode pelaporan.
4. Informasi Lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas
Syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi
pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan keuangan.
5. Catatan dan skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang
relevan termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang memengaruhi
entitas. Informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan
harga terhadap entitas juga dapat disajikan.
7. Asumsi Dasar
1. Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi
dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada
pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran
kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang
merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha
menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha
berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
(gross profit).
2. Kelangsungan usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah yang akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas
syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi
secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan
keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.
8. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karateristik kualitatif pokok, yaitu: dapat
dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mernpelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi
tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan
(predictive) dan penegasan (confirmatory) atas transaksi yang berkaitan satu sama lain.
Relevan juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat materialitasnya. Tingkat
materialitas ditentukan berdasarkan pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap
keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu,
materialitas dipengaruhi oleh besarnya kesalahan dalam mencantumkan atau pencatatan.
Sementara itu, dasar penerapan dalam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang
sebenarnya tanpa mempertimbangkan konsep materialitas.
3. Keandalan
Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material,
dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful
representation) dar i yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat
disajikan.
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan
maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika
keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih
dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah
seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan
jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.
Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut.
a. Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
Misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
dalam bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah
pada tanggal pelaporan.
Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan, walaupun terkadang
mengalami kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan transaksi baik
disebabkan oleh kesulitan yang melekat pada transaksi atau oleh penerapan ukuran
dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi atau peristiwa tersebut.
b. Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai
dengan prinsip syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli
bentuk).
c. Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja
(netral).
d. Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian
pada saat melakukan perkiraan atas ketidakpastian tersebut.
e. Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak
mengungkapkan akan berakibat informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak
dapat diandalkan dan tidak sempurna.
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga
harus dapat membandingkan laporan keuangan antar-entitas syariah untuk mengevaluasi
posisi keuangan kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu,
pembandingan berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan
peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas syariah tersebut,
antar periode entitas syariah yang sarna, untuk entitas syariah yang berbeda, maupun
dengan entitas lain.
Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan
dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan
tersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standar akuntansi yang berlaku.
Bila pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan antar periode, maka entitas syariah perlu menyajikan informasi periode
sebelumnva dalam laporan keuangan.
9. Kendala Informasi yang Relevan dan Andal
Kendala informasi yang relevan dan andal terdapat dalam hal sebagai berikut.
1. Tepat waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi
yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu
menyeimbangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi
andal. Dalam usaha mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan
pengambil keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.
2. Keseimbangan antara biaya dan manfaat
Keseimbangan antara biaya dan manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat
terjadi (pervasive) dari suatu karakteristik kualitatif. Manfaat yang dihasilkan informasi
seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substansi, evaluasi
biaya dan manfaat merupakan suatu proses pertimbangan (judgement process). Biaya
tidak harus dipikul oleh mereka yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga
dinikmati oleh pemakai lain di samping oleh mereka yang menjadi tujuan (target)
penyampaian informasi.
Oleh karena itu, kita akan sulit mengaplikasikan uji biaya-manfaat pada kasus
tertentu, sehingga perlu disadari dan dijadikan pertimbangan oleh juga para penvusun dan
pemakai laporan keuangan. Dalam praktik, keseimbangan atau trade-off di antara
berbagai karakteristik kualitatif sering diperlukan. Pada umumnya, tujuan untuk mencapai
suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai karakteristik adalah untuk memenuhi
tujuan laporan keuangan. Pada akhirnya, kepentingan relatif dari berbagai karakteristik
dalam berbagai kasus yang berbeda, akan diselesaikan melalui pertimbangan profesional
(professional judgment).
Dalam ciri karakteristik kualitatif, tidak dijelaskan mengenai konsep khusus tentang
wajar. Namun, dalam penerapan, muara dari karakteristik kualitatif pokok dan standar
akuntansi keuangan yang sesuai biasanya akan terlihat pada laporan keuangan yang
menggambarkan apa yang pada umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang waiar
dan atau menvaiikan dengan wajar.
10. Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi:
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri
atas laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan
perubahan ekuitas.
Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai
berikut.
a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh entitas syariah.
b. Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber
daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka
waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil
investasi berdasarkan kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban, karena
entitas syariah tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari pemilik
dana ketika mengalami kerugian kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas
syariah. Namun demikian, dia juga tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena
mempunyai waktu jatuh tempo dan tidak memiliki hak kepemilikan yang sama
dengan pemegang saham.
d. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua
kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi
setoran modal pemegang saham, saldo laba, penyisihan saldo laba, dan penyisihan
penyesuaian pemeliharaan modal.
Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban. Unsur penghasilan dan beban didefinisikan berikut ini.
a. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) maupun
keuntungan (gain).
b. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal, termasuk didalamnya beban untuk pelaksanaan
aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi
hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas
syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil
tidak bisa dikelompokkan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika
rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan
kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan
entitas syariah.
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan
sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan.
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung
jawab entitas svariah tersebut.
11. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.
1. Biaya historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai
wajar dan imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut
pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban
(obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal. Dasar ini adalah dasar pengukuran
yang lazim digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan.
2. Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang
sama atau setara aset diperoleh sekarang.
Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan
(undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
(obligation) sekarang.
3. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang
dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal).
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yaitu jumlah kas (atau setara kas)
yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. Dasar pengukuran ini walaupun dapat
digunakan tetapi tidak mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat ini. Mengingat
manajemen harus menjamin informasi yang disajikan adalah andal serta dapat
dibandingkan.
12. Laporan Keuangan Entitas Syariah (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Sesuai dengan ED PSAK 101 (Revisi 2014), laporan keuangan ini disajikan oleh entitas
yang melakukan transaksi syariah pada anggaran dasarnya. Terminologi dalam PSAK ini
dapat digunakan oleh entitas yang berorientasi laba, sedangkan untuk entitas yang tidak
berorientasi laba atau memiliki untuk ekuitas yang berbeda perlu menyesuaikan deskripsi
pada beberapa pos keuangan.
Komponen laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
1. laporan posisi keuangan pada akhir periode;
2. laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode;
3. laporan perubahan ekuitas selama periode;
4. laporan arus kas selama periode;
5. laporan sumber dan penyaluran dana zakat selama periode;
6. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan selama periode;
7. catatan atas laporan keuangan: berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan
informasi penjelasan lain;
8. informasi komparatif mengenai periode sebelumnya. Informasi ini bersifat naratif dan
deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika
relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan. Informasi komparatif
minimum terdiri dan: 2 laporan posisi keuangan, 2 laporan laba rugi penghasilan
komprehensif lain, 2 laporan perubahan modal, 2 laporan arus kas, 2 laporan sumber
dan penggunaan zakat, 2 laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan 2
catatan atas laporan keuangan;
9. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas
syariah menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif, atau melakukan
penyajian kembali pos laporan keuangan atau ketika entitas syariah mereklasifikasi
pos dalam laporan keuangan. Dengan hal ini, maka laporan keuangan akan terdiri dari
3 periode yaitu: akhir periode berjalan, akhir periode sebelumnya, dan awal periode
sebelumnya.
13. Laporan Keuangan Bank Syariah (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas:
(a) laporan posisi keuangan;
(b) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain;
(c) laporan perubahan ekuitas;
(d) laporan arus kas;
(e) laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil;
(f) laporan sumber dan penggunaan dana zakat;
(g) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
(h) catatan atas laporan keuangan.
Ilustrasi Laporan Keuangan Bank Syariah (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Ilustrasi 1

BANK SYARIAH “X”


LAPORAN POSISI KEUANGAN
PER 31 DESEMBER 20X1
ASET xxxx LIABILITAS xxxx
Kas xxxx Liabilitas segera xxxx
Penempatan pada Bank Indonesia xxxx Bagi hasil yang belum dibagikan xxxx
Penempatan pada bank lain xxxx Simpanan xxxx
Investasi pada surat berharga xxxx Simpanan dari bank lain xxxx
Piutang: Utang:
Murabahah xxxx Salam xxxx
Istishna’ xxxx Istishna’ xxxx
Ijarah xxxx Liabilitas kepada bank lain xxxx
Pembiayaan: Pembiayaan yang diterima xxxx
Mudharabah xxxx Utang pajak xxxx
Musyarakah xxxx Pinjaman yang diterima xxxx
Tagihan akseptasi xxxx Pinjaman subordinasi xxxx
Persediaan xxxx Jumlah xxxx
Aset ijarah xxxx
Aset Isthisna’ dalam penyelesaian xxxx
Piutang salam xxxx DANA SYIRKAH TEMPORER
Investasi pada entitas lain xxxx Dana syirkah temporer dari bukan bank:
Aset tetap xxxx Tabungan mudharabah xxxx
Deposito mudharabah xxxx
Dana syirkah temporer dari bank:
Tabungan mudharabah xxxx
Deposito mudharabah xxxx
Musyarakah xxxx
Jumlah xxxx

EKUITAS
Ekuitas pemilik entitas induk xxxx
Modal disetor xxxx
Tambahan modal disetor xxxx
Penghasilan komprehensif lain xxxx
Saldo laba xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx
Jumlah xxxx
Jumlah Liabilitas,
Jumlah Aset xxxx Dana Syirkah Temporer, dan Ekuitas xxxx
Ilustrasi 2

BANK SYARIAH “X”


LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

PENDAPATAN PENGELOLAAN DANA SEBAGAI MUDHARIB


Pendapatan dari jual beli:
Pendapatan margin murabahah xxxx
Pendapatan neto salam paralel xxxx
Pendapatan neto isthisna’ paralel xxxx
Pendapatan dari sewa:
Pendapatan neto ijarah xxxx
Pendapatan dari bagi hasil:
Pendapatan bagi hasil mudharabah xxxx
Pendapatan bagi hasil musyarakah xxxx
Pendapatan usaha utama lain xxxx
Jumlah xxxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil xxxx
Hak bagi hasil milik bank xxxx

PENDAPATAN USAHA LAIN


Pendapatan imbalan jasa perbankan xxxx
Pendapatan investasi terkait xxxx
Jumlah xxxx

BEBAN USAHA
Beban kepegawaian (xxxx)
Beban Administrasi (xxxx)
Beban penyusutan dan administrasi (xxxx)
Beban usaha lain (xxxx)
Jumlah (xxxx)

LABA USAHA

PENDAPATAN DAN BEBAN NONUSAHA


Penghasilan nonusaha xxxx
Beban nonusaha (xxxx)
Jumlah xxxx

LABA SEBELUM PAJAK xxxx


Beban pajak penghasilan (xxxx)

PENGHASILAN NETO
Penghasilan neto yang dapat diatribusikan kepada:
Pemilik entitas induk xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx

PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN


Pos-pos yang tidaka kan direklasifikasi ke laba rugi
Surplus revaluasi xxxx
Pengukuran kembali atas program imbalan pasti xxxx
Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi xxxx

Pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi


Selisih kurs penjabaran laporan keuangan xxxx
Penyesuaian nilai wajar aset keuangan “tersedia untuk dijual” xxxx
Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi xxxx

Penghasilan komprehensif lain tahun berjalan setelah pajak


TOTAL PENGHASILAN KOMPREHENSIF xxxx
Jumlah penghasilan komprehensif yang dapat diatribusikan kepada:
Pemilik entitas induk xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx
Ilustrasi 3

BANK SYARIAH “X”


LAPORAN REKONSILIASI PENDAPATAN BAGI HASIL
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

PENDAPATAN USAHA UTAMA PENGURANG xxxx


Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasya belum diterima:
Pendapatan margin murabahah (xxxx)
Pendapatan isthisna’ (xxxx)
Hak bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah (xxxx)
Pembiayaan musyarakah (xxxx)
Pendapatan sewa (xxxx)
Jumlah (xxxx)

PENAMBAH
Pendapatan periode sebelumnya yang kasnya diterima pada periode berjalan:
Penrimaan pelunasan piutang:
Margin Murabahah xxxx
Isthisna’ xxxx
Surplus revaluasi xxxx
Penrimaan piutang bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah xxxx
Pembiayaan musyarakah xxxx
Jumlah xxxx

PENDAPATAN TERSEDIA UNTUK BAGI HASIL xxxx


Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah xxxx
Bagi hasil yang menjadi pemilik dana xxxx
Hak pemilik dana atau bagi hasil yang sudah didistribusikan xxxx
Hak pemilik dana atau bagi hasil yang belum didistribusikan xxxx

Ilustrasi 4

BANK SYARIAH “X”


LAPORAN SUMBER DAN PENYALURAN DAN ZAKAT
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

SUMBER DANA ZAKAT


Zakat internal dari bank syariah xxxx
Zakat eksternal dari bank syariah xxxx
Jumlah xxxx

PEYALURAN DANA ZAKAT KEPADA (xxxx)

KENAIKAN xxxx

SALDO AWAL xxxx

SALDO AKHIR xxxx


Ilustrasi 5

BANK SYARIAH “X”


LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA KEBAJIKAN
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

SUMBER DANA KEBAJIKAN


Infak dari bank syariah xxxx
Sedekah xxxx
Hasil pengelolaan wakaf xxxx
Pengembalian dana kebajikan produktif xxxx
Denda xxxx
Pendapatan nonhalal xxxx
Jumlah xxxx

PENGGUNAAN DANA KEBAJIKAN


Dana kebajikan produktif xxxx
Sumbangan xxxx
Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum xxxx
Jumlah xxxx

KENAIKAN xxxx

SALDO AWAL xxxx

SALDO AKHIR xxxx

14. Laporan Keuangan Asuransi Syariah (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Laporan keuangan asuransi syariah yang lengkap terdiri atas:
(a) laporan posisi keuangan;
(b) laporan surplus deficit underwriting dana tabarru’;
(c) laporan perubahan dana tabarru’;
(d) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain;
(e) laporan perubahan ekuitas;
(f) laporan arus kas;
(g) laporan sumber dan penyaluran dana zakat;
(h) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
(i) catatan atas laporan keuangan.
Ilustrasi Laporan Keuangan Asuransi Syariah (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Ilustrasi 1

ASURANSI SYARIAH “X”


LAPORAN POSISI KEUANGAN
PER 31 DESEMBER 20X1

ASET LIABILITAS
Kas dan setara kas xxxx Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak xxxx
Piutang kontribusi xxxx Utang klaim xxxx
Piutang reasuransi xxxx Klaim dalam proses xxxx
Piutang: Klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan xxxx
Murabahah xxxx Bagian raesuransi dari pihak lain atas klaim
Istishna’ xxxx yang masih harus dibayar xxxx
Aset ijarah xxxx Bagian peserta atau surplus underwriting
Investasi pada surat berharga xxxx dana tabarru’ yang masih harus dibayar xxxx
Investasi Utang reasuransi xxxx
Mudharabah xxxx Utang dividen xxxx
Musyarakah xxxx Utang pajak xxxx
Piutang salam xxxx Jumlah xxxx
Investasi pada entitas lain xxxx
Properti investasi xxxx
Aset tetap xxxx DANA PESERTA
Dana syirkah temporer xxxx
Dana tabarru’ xxxx
Jumlah xxxx

EKUITAS
Ekuitas pemilik entitas induk xxxx
Modal disetor xxxx
Tambahan modal disetor xxxx
Penghasilan komprehensif lain xxxx
Saldo laba xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx
Jumlah xxxx

Jumlah Liabilitas, DanaPeserta,


Jumlah Aset xxxx dan Ekuitas xxxx

Ilustrasi 2

ASURANSI SYARIAH “X”


LAPORAN SURPLUS DEFISIT UNDERWRITING DANA TABARRU’
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

PENDAPATAN ASURANSI
Kontribusi bruto xxxx
Ujrah pengelola xxxx
Bagian reasuransi xxxx
Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak xxxx
Jumlah xxxx

BEBAN ASURANSI
Pembayaran klaim xxxx
Klaim yang ditanggung reasuransi dan pihak lain (xxxx)
Klaim yang masih harus dibayar ditanggung reasuransi dan pihak lain xxxx
Penyisihan teknis (xxxx)
Jumlah xxxx

SURPLUS NETO ASURANSI xxxx

PENDAPATAN INVESTASI
Total pendapatan investasi xxxx
Beban pengelolaan portofolio investasi xxxx
Jumlah xxxx

SURPLUS UNDERWRITING DANA TABARRU’ xxxx


Ilustrasi 3

ASURANSI SYARIAH “X”


LAPORAN PERUBAHAN DANA TABARRU’
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

SURPLUS UNDERWRITING DANA TABARRU’ xxxx

Distribusi ke peserta (xxxx)


Distribusi ke pengelola (xxxx)

Surplus underwriting yang tersedia untuk dana tabarru’ xxxx

SALDO AWAL xxxx

SALDO AKHIR xxxx

Ilustrasi 4

ASURANSI SYARIAH “X”


LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

PENDAPATAN USAHA LAIN


Pendapatan pengelolaan operasi asuransi xxxx
Pendapatan pengelolaan portofolio investasi dana peserta xxxx
Pendapatan pembagian surplus underwriting xxxx
Pendapatan investasi xxxx
Jumlah xxxx

BEBAN USAHA
Beban komisi (xxxx)
Ujrah dibayar (xxxx)
Beban umum dan administrasi (xxxx)
Beban pemasaran (xxxx)
Beban pengembangan (xxxx)
Jumlah (xxxx)

LABA USAHA xxxx


PENGHASILAN DAN BEBAN NONUSAHA
Penghasilan nonusaha xxxx
Beban nonusaha (xxxx)
Jumlah xxxx

LABA SEBELUM PAJAK xxxx


Beban pajak penghasilan (xxxx)
PENGHASILAN NETO xxxx
Penghasilan neto yang dapat diatribusikan kepada:
Pemilik entitas induk xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx

PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN


Pos-pos yang tidaka kan direklasifikasi ke laba rugi
Surplus revaluasi xxxx
Pengukuran kembali atas program imbalan pasti xxxx
Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi xxxx

Pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi


Selisih kurs penjabaran laporan keuangan xxxx
Penyesuaian nilai wajar aset keuangan “tersedia untuk dijual” xxxx
Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi xxxx

Penghasilan komprehensif lain tahun berjalan setelah pajak


TOTAL PENGHASILAN KOMPREHENSIF xxxx
Jumlah penghasilan komprehensif yang dapat diatribusikan kepada:
Pemilik entitas induk xxxx
Kepentingan nonpengendali xxxx
15. Laporan Keuangan Amil (ED PSAK 101 (Revisi 2014))
Laporan keuangan amil yang lengkap terdiri atas:
(a) laporan posisi keuangan;
(b) laporan perubahan dana;
(c) laporan perubahan aset kelolaan;
(d) laporan arus kas;
(e) catatan atas laporan keuangan.

Ilustrasi Laporan Keuangan Amil (ED PSAK 101 (Revisi 2014))


Ilustrasi 1

ENTITAS AMIL “X”


LAPORAN POSISI KEUANGAN
Peirode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

ASET
Aset Lancar LIABILITAS
Kas dan setara kas xxxx Liabilitas jangka pendek
Piutang xxxx Biaya yang masih harus dibayar xxxx
Surat berharga xxxx Liabilitas jangka panjang
Aset Tidak Lancar Liabilitas imbalan kerja xxxx
Aset tetap xxxx Jumlah xxxx
Akumulasi penyusutan xxxx

SALDO DANA
Dana zakat xxxx
Dana infak/sedekah xxxx
Dana amil xxxx
Jumlah xxxx
Jumlah Aset xxxx Jumlah Liabilitas dan saldo dana xxxx

Ilustrasi 3

ENTITAS AMIL “X”


LAPORAN PERUBAHAN ASET KELOLAAN
Peirode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

Saldo Penambahan Pengurangan Akumulasi Akumulasi Saldo


Awal Penyusutan Penyisihan Akhir

Dana infak/sedekah-
aset lancer
Kelolaan (misal xxx xxx ( xxx) ( xxx) xxx
-
piutang bergulir)

Dana infak/sedekah-
aset tidak lancer
Kelolaan (misal
rumah sakit atau xxx xxx ( xxx) ( xxx) - xxx
sekolah)

Dana Zakat-aset
kelolaan (misal
rumah sakit atau xxx xxx ( xxx) ( xxx) xxx
-
sekolah)
Ilustrasi 2

ENTITAS AMIL “X”


LAPORAN PERUBAHAN DANA
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20X1

DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari muzaki
Muzaki entitas xxxx
Muzaki individual xxxx
Hasil penempatan xxxx
Jumlah xxxx
Penyaluran
Amil (xxxx)
Fakir miskin (xxxx)
Riqab (xxxx)
Gharim (xxxx)
Muallaf (xxxx)
Sabilillah (xxxx)
Ibnu sabil (xxxx)
Alokasi pemanfaatan aset kelola (misalnya beban penyusutan) (xxxx)
Jumlah (xxxx)
Surplus (defisit) xxxx
Saldo awal xxxx
Saldo akhir xxxx

DANA INFAK/SEDEKAH
Penerimaan
Infak/sedekah terikat xxxx
Infak/sedekah tidak terikat xxxx
Hail pengelolaan xxxx
Jumlah xxxx
Penyaluran
Amil (xxxx)
Infak/sedekah terikat (xxxx)
Infak/sedekah tidak terikat (xxxx)
Alokasi pemanfaatan aset kelola (misalnya beban penyusutan dan penyisihan) (xxxx)
Jumlah (xxxx)
Surplus (defisit) xxxx
Saldo awal xxxx
Saldo akhir xxxx

DANA AMIL
Penerimaan
Bagian amil dari dana zakat xxxx
Bagian amil dari dana infak/sedekah xxxx
Penrimaan lain xxxx
Jumlah xxxx
Penggunaan
Beban pegawai (xxxx)
Beban penyusutan (xxxx)
Beban umum dan administrasi lain (xxxx)
Jumlah (xxxx)
Surplus (defisit) xxxx
Saldo awal xxxx
Saldo akhir xxxx

Jumlah Dana Zakat, Dana Infak/Sedekah, dan Dana Amil xxxx


2. KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI DAN PEMIKIR ISLAM
1. Tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan
Kerangka dasar akuntansi disadari merupakan hal penting, dan untuk itu, AAOIFI telah
mengeluarkan Pernyataan No. 1 dan No. 2. Manfaat dengan ditentukannya tujuan akuntansi
keuangan untuk lembaga keuangan syariah menurut AAOIFI yaitu sebagai berikut.
1. Dapat digunakan sebagai panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang
konsisten.
2. Tujuan akan membantu bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai
alternatif metode akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
3. Tujuan akan membantu untuk memandu manajemen dalam membuat
pertimbangan/judgement pada saat akan menyusun laporan keuangan.
4. Tujuan jika diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta
meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
5. Penetapan tujuan yang mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten. Ini
seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
Pendekatan yang digunakan oleh para pemikir Islam dalam AAOIFI untuk menyusun
tujuan laporan keuangan lembaga keuangan syariah adalah dengan cara mengambil seluruh
pemikiran akuntansi kontemporer yang berlaku kemudian melakukan tes dan analisis apakah
pemikiran tersebut sejalan atau bertentangan dengan syariah Islam.
Jika diketahui konsisten atau sesuai, maka akan diterima sedangkan jika diketahui tidak
sesuai maka akan ditolak. Hal ini didasarkan atas kemudahan dan tingkat penerimaan oleh
masyarakat luas atas konsep kontemporer tersebut.
1. Tujuan akuntansi keuangan
a. Untuk menentukan hak dan kewajiban dan i pihak yang terlibat dengan lembaga
keuangan syariah tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang belum
selesai, terkait dengan penerapan, kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan etika
syariah Islam.
b. Untuk menjaga aset dan hak-hak lembaga keuangan syariah.
c. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga
keuangan syariah.
d. Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna
laporan keuangan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam
berhubungan dengan lembaga keuangan.
2. Tujuan laporan keuangan kepada pengguna informasi luar
a. Memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap syariah
Islam, termasuk informasi tentang pemisahan antara pendapatan dan pengeluaran
yang boleh dan tidak menurut syariah Islam.
b. Memberikan informasi tentang surnber daya ekonomi dan kewajiban lembaga
keuanga syariah.
c. Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan penyaIuran
zakat pada lembaga keuangan syariah.
d. Memberikan informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan, waktu
realisasi dan risiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga keuangan
syariah.
e. Memberikan informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan
mengevaluasi lembaga keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta melakukan
investasi dengan tepat termasuk memperoleh imbal hasil yang memuaskan.
f. Memberikan informasi tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial dari lembaga
keuangan syarjah.
Akuntansi syariah memberikan penekanan kepada dua hal, yaitu akuntabilitas dan
pelaporan. Akuntabilitas tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dalam dunia ini
harus berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT, dan melalui fungsi manusia sebagai Khalifah
Allah di bumi. Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk pertanggungjawaban
manusia kepada Allah di mana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan personal
harus sesuai dengan aturan Allah SWT (Napier,2007).
2. Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai laporan keuangan menurut AAOIFI antara lain sebagai berikut.
1. Pemegang Saham
2. Pemegang Investasi
3. Pemilik Dana (bagi Deposan Bank)
4. Pemilik Dana Tabungan
5. Pihak yang Melakukan Transaksi Bisnis
6. Pengelola Zakat
7. Pihak yang Mengatur
3. Paradigma, Asas, dan Karakteristik Transaksi Syariah
Paradigma, asas, dan karakteristik transaksi syariah tidak dapat dipisahkan dari ekonomi
Islam, karena ekonomi Islam merupakan pelaksanaan syariah Islam dalam konteks
muamalah. Hal ini menunjukkan bahwa transaksi syariah seharusnya didasarkan atas prinsip
dasar ekonomi Islam dan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan syariah (maciashidus
shariah). Prinsip dasar dalam ekonomi islam menurut Ibnu Al-A'rabi adalah sebagai berikut.
1. Tidak boleh adanya bunga dan perdagangan tersebut adalah halal.
2. Tidak boleh dilakukan secara tidak adil.
3. Tidak boleh memasukkan hal-hal yang belum pasti atau keadaan yang tidak jelas.
4. Harus mempertimbangkan Al Maqasid dan Al Masalih. Di mana Al Maqasid adalah
tujuan harus selalu disesuaikan dengan tuntutan Islam, sedangkan Al Masalih adalah
kesejahteraan/perbaikan di muka bumi.
4. Bentuk Laporan Keuangan
Bentuk laporan keuangan yang diminta oleh AAOIFI pada prinsipnya sama dengan yang
terdapat dalarn PSAK, tetapi AAOIFI secara tegas menyatakan bahwa laporan keuangan
yang dimaksud adalah laporan keuangan untuk perbankan syariah. Laporan keuangan yang
diminta oleh AAOIFI antara lain, sebagai berikut.
1. Laporan Perubahan Posisi Keuangan
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas atau Laporan Perubahan Saldo Laba
4. Laporan Arus Kas
5. Laporan Perubahan Investasi yang Dibatasi dan Ekuivalennya
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat serta Dana Sumbangan
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard Hasan
5. Syarat Kualitatif Laporan Keuangan menurut AAOIFI
1. Relevan. Syarat ini berhubungan dengan proses pengambilan keputusan sebagai
alasan utama disusunnya laporan keuangan. Oleh karena itu, agar relevan laporan
keuangan harus memiliki nilai prediksi dan nilai umpan balik serta harus disajikan
tepat waktu, baik untuk laporan interim maupun untuk laporan tahunan.
2. Dapat diandalkan. Syarat ini berhubungan dengan tingkat keandalan informasi yang
dihasilkan. Hal ini tidak berarti harus akurat secara absolut, tetapi dapat diandalkan
sesuai dengan kondisi yang melekat pada transaksi termasuk penggunaan cara/metode
untuk penghitungan dan/atau pengungkapan dari suatu transaksi. Walaupun estimasi
dan judgement tidak konsisten dengan prinsip syariah tetapi hal ini diperbolehkan jika
tidak adanya bukti yang memadai. Dalam syarat ini, harus memiliki penyajian yang
wajar, objektif, dan netral sesuai dengan perintah Allah pada QS 5:8.
3. Dapat dibandingkan. Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga
keuangan syariah dan di antara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga
keuangan yang sama.
4. Konsisten. Metode yang akan digunakan untuk perhitungan dan pengungkapan
akuntansi yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan.
5. Dapat dimengerti. Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah bagi rata
-rata pengguna laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW
bahwa muslim harus memberikan informasi kepada orang lain sesuai dengan
kemampuan mereka untuk mengerti.
6. Perdebatan Para Pemildr Akuntansi mengenai Kerangka Akuntansi
Pada bagian ini pembahasan kerangka akuntansi syariah langsung dijelaskan pada konsep
masing-masing sehingga tidak dikelompokkan kembali sebagai asumsi, karakteristik
kualitatif, dan sebagainya.
1. Entitas unit akuntansi
Konsep ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang
terpisah dan harus dibedakan dengan perniliknya atau dengan perusahaan lain (Belkoui,
2000). Terdapat beberapa teori tentang kepemilikan di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Proprietary Theory, di mana kepemilikan terhadap perusahaan tercermin pada
akun ekuitas sehingga persamaannya Aset - Liabilitas = Ekuitas.
b. Entity Theory, di mana pemilik hanya memiliki hak atas sebagian dari
kepemilikan perusahaan, karena pemilik adalah hanya salah satu yang berhak atas
perusahaan) sehingga persamaannya adalah Aset = Liabilitas + Ekuitas.
Para ulama fikih baik klasik rnaupun kontemporer serta para pemikir akuntansi
Islam, masih berbeda pendapat mengenai teori ini. Mereka yang mendukung di
antaranya adalah Adnan & Gaffikin (1997), Abdul Rahman (Napier, 2007), Attiah
(1989). Konsep tersebut beralasan bahwa dalam Islam ada juga konsep akuntansi
yang harus terpisah darii unit akuntansi seperti: wakaf, baitul maal, zakat, dan
pemerintahan. Dasar yang digunakan oleh para ularna fikih yang setuju dengan
konsep ini adalah firman Allah dalam QS 4:29. "... kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu" dan hadis Nabi Muhammad
SAW: Orang mukrnin itu (dalam urusan mereka) menurut syarat yang telah mereka
sepakati, kecuali satu syarat, yaitu: menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal.
Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan konsep ini di antaranya: Gambling &
Karim (1991), Khan (Napier, 2007) beralasan bahwa perusahaan adalah suatu bentuk
entitas hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan pemiliknya terutama yang
berkaitan dengan utang.
AAOIFI menerima konsep ini dengan dasar saling memercayai dan masjid telah
menjadi contoh adanya konsep entitas unit akuntansi yang terpisah dalam masyarakat
Islam. Konsep ini, menurut AAOIFI, tidak menyalahi aturan dasar dalam transaksi
syariah. Bahkan, pemisahan tersebut memudahkan pihak ketiga berhubungan dengan
perusahaan termasuk kalau hendak melakukan kerja sama, memudahkan pengadilan
jika terjadi permasalahan dalam transaksi serta prinsip dasar muamalah bahwa seluruh
muamalah dibolehkan kecuali yang dilarang dalam Al-Quran dan Hadis.
2. Kegiatan usaha yang berkelanjutan
Konsep berkelanjutan ini dijelaskan "mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus
berlanjut di masa yang akan datang". Konsep ini memegang peranan yang besar dalam
standar akuntansi serta penyusunan laporan keuangan, karena konsep ini akan
berhubungan dengan konsep harga perolehan dan penilaian aset tetap.
Konsep ini juga banyak dikritisi oleh pemikir akuntansi, termasuk pemikir akuntansi
Islam.
Mereka yang menolak konsep ini (Adnan & Gaffakin 1997) beralasan bahwa semua
makhluk adalah fana (tidak dapat hidup selamanya) dan hanya Allah yang akan terus
hidup selamanya.
Pendapat ini ditolak oleh mereka yang mendukung dengan mengatakan bahwa Islam
sangat mendukung orang yang bekerja dan menabung untuk mengantisipasi hari di masa
depan sebagaimana disampaikan dalam QS 57:7 dan Al Hadis: "Allah menyayangi orang
yang mencari nafkah yang balk dan menafkahkannya secara sederhana serta menabung
sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan pada hari fakirnya." (HR Muslim)
Selain itu, zakat yang dilakukan setiap tahun secara berkesinambungan, juga
merupakan bukti bahwa konsep ini sesuai dengan konsep usaha yang selalu berlanjut
harus dikeluarkan zakatnya setiap tahun.
AAOIFI sendiri menrima konsep ini dengan alasan bahwa dalam perjanjian tentang
mudharabah secara formal memiliki waktu tertentu yang akan berlanjut dimasa yang akan
datang.
3. Periodisasi
Menurut konsep ini, adanya perubahan atas kekayaan perusahaan pada laporan
keuangan harus dijelaskan secara periodik (Belkoui, 2000). Konsep ini berhubungan
dengan konsep kegiatan usaha yang berkelanjutan. Konsep ini diterima oleh AAOIFI dan
para pemikir akuntansi Islam.
4. Satuan mata uang
Proses perhitungan dan komunikasi aktivitas dalam perusahaan hanya mencatat yang
dapat dihitung dengan satuan mata uang, dan secara implisit mengasumsikan bahwa daya
bell mata uang tersebut adalah stabil.
Konsep ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, akuntan akan hanya
memperhitungkan segala sesuatu yang hanya dapat .dinyatakan dalam mata uang serta
mengabaikan informasi yang tidak dapat disajikan dalam satuan mata uang. Kedua,
mengabaikan kenyataan bahwa daya beli mata uang tidak selamanya sama karena adanya
inflasi. Perubahan harga akan menimbulkan dua masalah dalam akuntansi yaitu masalah
penilaian dan masalah pengukuran.
Pemikir akuntansi dan ulama fikih berbeda pendapat tentang konsep ini, antara lain
adalah Ahmed (Napier, 2007) yang menyatakan bahwa penggunaan uang sebagai alat
perhitungan dalam lingkungan yang memiliki tingkat inflasi tinggi sangat dipertanyakan.
Penyebabnya adalah Islam memerintahkan untuk berbuat adil seperti tercantum dalam QS
6:152, QS 7:85, serta QS 4:29. Inflasi menurunkan nilai sesungguhnya dan i pinjaman
dengan Qard Hassan karena pemberi pinjaman akan menerima nilai yang lebih kecil.
Untuk meminimalisir dampak inflasi, dapat dilakukan dengan penyesuaian atas indeks
atau koreksi harga. Masalahnya adalah indeks tersebut tidak diterima oleh 4 (empat)
Imam Mazhab fikih. Sementara itu, penerapan nilai pengganti/replacement cost atau nilai
wajar/fair value juga tidak sederhana, sehingga masih dianggap bukanlah solusi yang
memadai, alaupun saat ini IFRS telah merekomendasikan penyajian aset tetap dengan
menggunakan nilai wajar (current/fair value). Berdasarkan ha! tersebut, Attiah (1989)
mengusulkan penggunaan emas dan perak sebagai alat ukur karena kedua komoditas
tersebut memiliki nilai yang konsisten dan penentuan nisab zakat juga menggunakan
komoditas tersebut.
AAOFI menerima konsep ini berdasarkan hasil pertemuan The Islamic Fiqh Academy
di Kuwait pada bulan Desember 1988 yang menyatakan bahwa utang seharusnya dinilai
pada jumlah uang taripa melihat perubahan nilai uangnya. Pemikir akuntansi yang
menerima konsep ini, bersikap pragmatis karena belum ada metode yang lebih baik lagi
untuk mengatasi masalah ini.
5. Konservatif
Merupakan konsep yang digunakan oleh akuntan untuk melaporkan nilai yang rendah
untuk aset dan pendapatan serta nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Hal ini
memiliki dampak bahwa untuk transaksi yang berpengaruh terhadap kewajiban dan beban
akan diakui dengan cepat sedangkan untuk aset dan pendapatan sebaliknya.
Konsep ini sendiri dikritik oleh banyak pemikir akuntansi seperti Belkoui (2000) dan
liendrikson (1982) terutama dalam hal penyajian data yang relevan dan dapat diandalkan.
Pemikir akuntansi Islam juga banyak yang mengkritisi konsep ini, karena akan membuat
perhitungan zakat yang didasarkan atas aset menjadi terlalu rendah. (Attiah, Gambling
dan Karim).
Akan tetapi, jika dilihat dari perhitungan pembagian laba untuk transaksi mudharabah
memang konsep ini dapat digunakan, mengingat bagi hasil dilakukan setelah diketahui
laba direalisasikan. AAOIF1 tidak membahas mengenai konsep ini dalam standar yang
telah dikeluarkan.
6. Harga perolehan
Merupakan konsep di mana aset dicatat sejumlah kas atau setara kas yang dibayarkan
pada saat yang akan diterima dari memperoleh sesuatu, sedangkan liabilitas dicatat pada
jumlah uang merupakan harga yang pertukaran atas liabilitas.
Alasan penggunaan konsep ini adalah harga perolehan merupakan harga yang dapat
diverifikasi dan objektif pada saat pertama kali diperoleh sekaligus sangat efisien (tidak
sulit penerapannya dan memudahkan). Walaupun banyak kritik atas konsep ini terkait
dengan adanya perubahan dalam kemampuan beli dan perubahan harga, konsep ini tetap
digunakan dalam akuntansi konvensional.
Pemikir akuntansi Islam (seperti: Gambling & Karim, Hamid, Sulaiman) lebih
memilih untuk menggunakan nilai sekarang (current value) dibandingkan harga
perolehan khususnya untuk melakukan perhitungan zakat. Sedangkan Mirza dan Baydoun
(1999) lebih memilih untuk menggunakan nilai sekarang (current value) sebagai
tambahan informasi dari harga perolehan dengan alasan harga pasar saat ini juga tidak
mencerminkan nilai di masa yang akan datang dan penggunaan harga sekarang akan lebih
relevan untuk perusahaan yang akan dijual/dibeli pihak lain atau dilikuidasi.
7. Penandingan antara pendapatan dan beban (matching)
Merupakan konsep di mana pendapatan diakui pada suatu periode tertentu sesuai
prinsip pengakuan pendapatan secara bersamaan dengan pengakuan beban. Implikasi dari
konsep ini adalah beban harus diakui pada periode di mana pendapatan diakui.
Untuk beban yang memiliki hubungan sebab akibat dengan pendapatan, proses
pembebanan akan dapat dilakukan dengan mudah. Untuk jenis beban lainnya, perlu
ditetapkan waktu tertentu untuk melakukan pembebanan pada periode yang tetap
(Hendriksen, 1982). Konsep penandingan ini dianggap berhubungan dengan konsep
akrual mengingat cara untuk membebankan beban yang tidak memiliki hubungan sebab
akibat dengan pendapatan akan dibebankan pada periode di mana mereka memberikan
manfaat atau saat terjadinya.
Konsep ini diterima oleh AAOIFI terkait dengan konsep untuk membebankan beban
pada saat diterima manfaat. Peneliti akuntansi Islam berbeda tentang konsep ini.
Gambling & Karim (1991) dan Khan (sebagaimana dalam Napier, 1994) menganggap
konsep ini kurang penting karena akan lebih baik melakukan penilaian laba dengan
pendekatan asset liability sehingga jika aset bersih naik berarti telah terjadi laba.
Sementara itu, Zaid (2004) menerima konsep ini, sesuai dengan hal yang telah
dilakukan pada zaman awal berdirinya negara Islam, seperti perhitungan wakaf,
mudharabah dan zakat mal, seperti: "Pendapatan yang diperoleh dari wakaf setelah
memperhitungkan objek-objek wakaf' dan itu adalah milik si pemegang keuntungan".
Begitu pula biaya yang dikeluarkan oleh seorang mitra mudharabah adalah sama halnya
seorang konsumen dan sisanya dibagi di antara mitra mudharabah (pemilik harta dan
pekerja).
8. Dasar akrual
Konsep ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu manfaat
itu diperoleh, bukan pada saat kas diterima. Hal yang sama terjadi untuk beban yaitu
beban diakui pada saat manfaat diterima dan bukan pada saat kas dibayarkan. Metode ini
berhubungan dengan konsep penandingan beban dengan manfaat.
Konsep diterima oleh AAO1F1 dengan mengacu atas pendapat dari Khalifah Umar bin
Khattab
(Napier, 2007): "Nilailah barang daganganmu dan bayarlah zakatnya (Jika telah masuk
nisab) dan haidnya)". Hal ini memberi implikasi bahwa zakat harus dibayar atas
kekayaan yang meningkat dan konsep ini paling baik untuk menilai kekayaan.
Mereka yang tidak menerima konsep ini mengatakan bahwa konsep akrual tidak dapat
dipakai sebagai cara menghitung zakat mengingat zakat harus dibayar berdasarkan
kekayaan yang telah diterima manfaatnya (menurut Mazhab Maliki) dan juga bagi hasil
atas mudharabah didasarkan atas keuntungan kas yang diterima (menurut Mazhab
Syafi'i).
9. Pengungkapan penuh
Konsep ini mengharuskan pengungkapan informasi sesuai dengan kebutuhan
informasi dari mayoritas pembaca laporan keuangan. Seluruh stakeholders perusahaan
memiliki hak untuk menerima informasi perusahaan. Namun demikian, tidak berarti
bahwa seluruh informasi harus diungkapkan sehingga bisa membingungkan. Hal yang
perlu dilihat adalah kewajaran (fairness), kemadaian (adequacy) serta keterbukaan
(transparency) informasi serta kepada siapa informasi tersebut harus disajikan.
Konsep ini diterima oleh para pemikir akuntansi Islam bahkan dari sejak zaman awal
Islam, karena Islam sangat mengutamakan prinsip keadilan termasuk keadilan dalam
memperoleh informasi, seperti mengenai pengelolaan zakat yang sangat diperlukan oleh
para muzaki dan mustahik.
AAOIFI tidak menjelaskan konsep ini pada pernyataan nomor 1 dan nomor 2 tentang
tujuan dan konsep akuntansi untuk lembaga keuangan syariah, namun secara implisit
menerima konsep ini melalui hal-hal yang harus diungkapkan pada laporan keuangan
lembaga keuangan syariah.
10. Substansi mengungguli bentuk
Konsep ini diadopsi oleh akuntansi bahwa hakikat dari suatu transaksi lebih penting
dari bentuk hukum transaksi itu sendiri. Penerapan substansi mengungguli bentuk pada
akuntansi konvensional adalah capital leasing.
Ketentuan syariah tidak mengenal konsep ini mengingat seluruh transaksi didasarkan
atas akad dan akad tersebut akan selalu sama antara bunyi akad (dalam bentuk hukum)
dengan substansi dari akad itu sendiri, karena Islam melarang transaksi yang kurang jelas.
AAOIFI sendiri tidak menjelaskan tentang konsep ini.
7. Beberapa Pemikiran ke Depan
Berdasarkan dinamika pemikiran konsep-konsep di atas, ada sebagian pemikir akuntansi
Islam yang mengusulkan terobosan pemikiran yang agak berbeda, di antaranya:
1. Neraca yang Menggunakan Nilai Saat Ini (Current Value Balance Sheet), untuk
mengatasi kelemahan dari historical cost yang kurang cocok dengan pola perhitungan
zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang. Alasan
lainnya, adalah dengan menggunakan nilai sekarang akan mempermudah pengguna
laporan keuangan untuk mengambil keputusan karena nilai yang disajikan lebih
relevan dibanding nilai historical cost.
IFRS (International Financial Reporting Standard) juga telah
merekomendasikan nilai saat ini (current value) untuk aset yang disajikan dalam
laporan keuangan, dan negara-negara di dunia sedang dalam proses untuk mengadopsi
IFRS sebagai standar pelaporan di negara masing-masing.
Walaupun penggunaan current value lebih relevan, tetapi pihak yang kurang
setuju atas penerapan nuansa judgement khususnya untuk tersebut menganggap
penggunaan current value lebib besar aset yang tidak memiliki pasar sekaligus akan
ada tambahan biaya bagi perusahaan dalam rangka melakukan appraisal atas aset
yang mereka miliki agar dapat disajikan dengan current value.
2. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) sebagai pengganti laporan laba atau
sebagai laporan tambahan atas neraca dan laporan laba rugi. Usulan ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa unsur terpenting di dalam akuntansi syariah bukanlah
kinerja operasional (laba bersih), tetapi kinerja dari sisi pandang para stakeholders
dan nilai sosial yang dapat didistribusikan secara adil kepada kelompok yang terlibat
dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah.
Nilai tambah sendiri didefinisikan oleh The British Discussion Paper the Corporate
Report (1975) sebagai:
"Value added is the wealth the reporting entity has been able to create by its
own and its employees' efforts. This statement should show how value added has
been used to pay those contributing to its creation. It usefully elaborate on the
profit and loss acoount and in time, may come to regarded as a preferable way
of describing performance.
Konsep nilai tambah pada awalnya dikembangkan dalam akuntansi sosial dan
lingkungan (Mook, 2003), dan dianggap sebagai jawaban atas kelemahan akuntansi
keuangan konvensional sehingga diusulkan sebagai laporan tambahan.
Selanjutnya Baydoun dan Willet (1994, 2000) mengusulkan bentuk laporan nilai
tambah syariah setelah melakukan rekonstruksi melalui telaah filosofis-teoretis
akuntansi syariah.
Format Value Added Statement yang diusulkan oleh Baydoun dan Willet (1994, 2000)
sebagai berikut.
Value Added Statement
For the period ended .............

Sources:
- Revenues xxxx
- Bought in items xxxx
- Revaluation xxxx
Sub Total Sources: xxxx
Distributions:
- Beneficiaries xxxx
- Government xxxx
- Employees xxxx
- Owners xxxx
- Charities xxxx
- Reinvested Fund xxxx
- Profit Retained xxxx
- Revaluation xxxx
Sub Total Distributions xxxx

Dalam perkembangan selanjutnya, Syariah Value Added Statement dianggap


lebih sesuai dengan aktivitas ekonomi Islam yang adil dan beretika, serta sejalan
dengan tujuan akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban
yang harus ditanggung oleh publik.
Pemikir akuntansi Islam juga melakukan perubahan atas format value added
statement dengan cara mengeluarkan zakat yang awalnya dianggap bagian dari
charity dan menyajikannya secara khusus setelah Gross value Added. Hal ini sesuai
dengan makna zakat yang bukan hanya sekadar sumbangan tetapi iuga memiliki nilai
pembersihan serta merupakan hal yang wajib bagi muslim, seperti yang diusulkan
oleh Mulawarman et al. (2006) adalah sebagai berikut.

Value Added Statement


For the period ended .............

Sources:
- Revenues xxxx
- Bought in items xxxx
- Revaluation xxxx
Gross Value Added xxxx
Zakat:
- Tazkiah to 8 Asnaf xxxx
Net Value Added xxxx
Distributions:
- Government xxxx
- Employees xxxx
- Owners xxxx
- Infak Shadaqah xxxx
- Reinvested Fund xxxx
- Profit Retained xxxx
- Revaluation xxxx
Sub Total Distributions xxxx
Laporan nilai tambah ini masih dalam tataran konsep, mengingat AAOIFI belum
mewajibkan hal tersebut pada pernyataannya. Di samping itu, hasil penelitian oleh
Sulaiman (1998) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi tentang kegunaan
neraca dengan nilai sekarang serta laporan nilai tambah di kalangan orang muslim dan
nonmuslim termasuk pengelola zakat. Penelitian ini secara implisit menyimpulkan
bahwa pembaca laporan keuangan masih menganggap apa yang disajikan melalui
bentuk laporan keuangan saat ini masih sesuai dengan kebutuhan mereka.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah yang
dikeluarkan oleh DSAK IAI merupakan kerangka dasar yang lengkap, karena mencakup
tidak hanya tentang akuntansi keuangan dan pelaporannya, namun juga seluruh aspek fikih
atas transaksi yang sesuai dengan syariah. Selain itu pula PSAK Syariah ini mencakup
perusahaan di seluruh industri yang melakukan transaksi syariah dan tidak terbatas hanya
untuk lembaga keuangan syariah seperti standar AAOIFI.
Mengenai postulates yang digunakan oleh akuntansi konvensional juga disepakati untuk
diterima oleh PSAK maupun AAOIFI. Walaupun masih terdapat perbedaan pendapat di
antara para pemikir Islam.
Pemikiran mengenai akuntansi syariah masih terus berkembang dan salah satu bentuk laporan
keuangan yang diusulkan adalah neraca dengan menggunakan current value dan laporan nilai
tambah. Kajian tersebut masih terus didalami oleh para ahli di bidang ilmu akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri. dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2. Jakarta : Salemba
Empat

Anda mungkin juga menyukai