Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

1. Konesp Penyakit
1.1 Deskripsi penyakit
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis
disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh
hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan
tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak
dan menekan batang otak (Corwin, 2009).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
1.2 Etiologi
1.2.1 Hipertensi
1.2.2 Perdarahan intraserebral akibat dari : aneurisma congenital, arteriovenosa
atau kelainan vascular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak
(infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi
berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic jarang
terjadi (Hartwig, 2006).
1.3 Manifestasi Klinik
1.3.1 Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,
terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum. Gejala klinisnya sebagai berikut: Onset perdarahan bersifat
mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma ,
hemiplegia/hemiparese.
1.3.2 Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan
di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer. Gejala klinisnya adalah
sebagai berikut: Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti
meledak, dramatis, berlangsung dalam 1–2 detik sampai 1 menit. Vertigo,
mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Perdarahan retina berupa
perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernafasan
1.4 Patofisiologi
Ketika suatu aneurisma pecah atau pembuluh darah yang melemah bocor, darah
kemudian tumpah ke dalam atau di sekitar otak dan mengganggu jaringan otak,
menyebabkan pembengkakan yang dikenal sebagai edema serebral. Darah
akan menggenang dan mengumpul menjadi massa yang disebut hematoma.
Kondisi ini akan meningkatkan tekanan pada jaringan otak di dekatnya,
mengurangi aliran darah vital ke daerah tersebut, kemudian merusak sel-sel dan
jaringan di otak.

Pendarahan ini juga dapat terjadi di dalam otak, di antara otak dan selaput yang
menutupinya, di antara lapisan penutup otak atau di antara tengkorak yang
meliputi otak.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1.5.1 CT scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma, iskhemia infark.
1.5.2 Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti: perdarahan, obstruksi, arteri adanya ruptur.
1.5.3 Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Magnetik
Resonance imaging (MRI), Menunjukan ada yang mengalami infark.
1.5.4 Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit artemovena.
1.5.5 Elektroencefalogram (EEG), mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
1.5.6 Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis cerebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.
1.5.7 Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan Hb & HT terkait dengan stroke berat
b. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.
c. Analisa CSF (merah) mengidentifikasi perdarahan sub arachnoid
d. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Kematian
1.6.2 Perubahan emosional
1.6.3 TIK meningkat
1.6.4 Ulkus dekubitus
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Pembedahan
1.7.2 Atur posisi 30o (TIK meningkat)
1.7.3 Farmakologi :
1.7.4 Pemberian manitol (TIK meningkat)
1.7.5 Pemberian diazepam (kejang)
1.8 Pathway

Hipertensi
PATHWAY STROKE HEMORAGIK

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Iskemia-hipoksia jar. serebral


Pada cerebelum Pada batang otak Pada serebrum
(ggn. perfusi serebral)

Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Metabolisme anaerob↑
tertekan batuk ↓ motorik bicara sensori
Gerakan inkoordinasi
Apatis - Asam laktat ↑ Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
Ggn. pola koma Ggn. bersihan Peraba ↓
anggota gerak
Ggn. mobilitas fisik nafas jalan nafas Pendengaran ↓
Disfasia Pengecapan ↓
Kematian Nyeri Hemiplegi
disartria
Ggn. Tirah
ADL baring lama
Gg mobilitas Ggn.

Dekubitus fisik komunikasi


verbal
Ggn. integritas kulit
2. Rencana asuhan keperawatan klien dengan stroke hemoragik
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
2.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
2.1.2.1 Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2.1.2.2 Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
2.1.2.3 Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
2.1.2.4 Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2.1.2.5 Pengkajian sistem motorik
2.1.2.6 Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
2.1.2.7 Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
2.1.2.8 Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1.1.3.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan Hb & HT terkait dengan stroke berat
b. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.
c. Analisa CSF (merah) mengidentifikasi perdarahan sub arachnoid
d. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
1.1.3.2 Pemeriksaan Radiologi
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
c. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik (masalah
sistem arteri karotis (aliran darah / muncul plak) arteriosklerotik).
d. EEG
Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
e. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena
f. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
2.2.1 Nyeri akut
2.2.1.1 Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat,
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
2.2.1.2 Batasan karakteristik
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif
d. Gelisah
e. Frekuensi nadi meningkat
f. Sulit tidur
g. Tekanan darah meningkat
h. Pola nafas berubah
i. Nafsu maan berubah
j. Proses berfikir terganggu
k. Menarik diri
l. Berfokus pada diri sendiri
m. Diaforesis
2.2.1.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (biologis, fisiologis, kimiawi, fisik)
2.2.2 Gangguan perfusi serebral
2.2.2.1 Definisi
Penurunan kadar oksigen sebagai akibat dari kegagalan dalam
memelihara jaringan ditingkat kapiler
2.2.2.2 Batasan karakteristik
a. Abnormalitas berbicara
b. Perubahan reaksi pupil
c. Kelemahan ekstrem (plegi) atau paralisis
d. Perubahan status mental
e. Perubahan respon motorik
f. Sulit menelan
2.2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Edema serebral
b. Penyumbatan aliran darah
2.2.3 Gangguan pola nafas
2.2.3.1 Definisi
Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
2.2.3.2 Batasan karakteristik
a. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
b. Penurunan perukaran udara permenit
c. Menggunakan otot pernafasan tambahan
d. Nasal flaring
e. Dispnea
f. Orthopnea
g. Perubahan penyimpangan dada
h. Nafas pendek
i. Assumtion of 3 point
j. Pernafasan pursed-lip
k. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
l. Peningkatan diameter anterior-posterior
m. Timing rasio
n. Penurunan kapasitas vital
2.2.3.3 Faktor yang berhubungan
a. Hiperventilasi
b. Deformitas tulang
c. Kelainan bentuk dinding dada
d. Penurunan energi/kelelahan Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
e. Obesitas
f. Posisi tubuh
g. Kelelahan otot pernafasan
h. Hipoventilasi sindrom
i. Nyeri
j. Kecemasan
k. Disfungsi Neuromuskuler
l. Kerusakan persepsi/kognitif
m. Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
n. Imaturitas Neurologis
2.2.4 Gangguan komunikasi
2.2.4.1 Definisi
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol
2.2.4.2 Batasan karakteristik
a. Tidak mampu berbicara atau mendengar
b. Menunjukkan respon tidak sesuai
c. Afasia
d. Disfasia
e. Apraksia
f. Disleksia
g. Disartia
h. Afonia
i. Dislalia
j. Pelo
k. Gagap
l. Tidak ada kontak mata
m. Sulit memahami komunikasi
n. Sulit mempertahankan komunikasi
2.2.4.3 Faktor yang berhubungan
a. Penurunan sirkulasi serebral
b. Gangguan neuromuskular
c. Gangguan pendengaran
d. Gangguan muskuloskeletal
e. Kelainan palatum
f. Hambatan fisik, individu, psikologis, lingkungan
2.2.5 Gangguan integritas kulit
2.2.5.1 Definisi
Kerusakan kulit dermis dan/atau dermis
2.2.5.2 Batasan karakteristik
a. Kerusakan lapisan kulit
b. Nyeri
c. Perdarahan
d. Kemerahan
e. Hematoma
2.2.5.3 Faktor yang berhubungan
a. Perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi
b. Kekurangan / kelebihan volume cairan
c. Penurunan mobilitas
d. Bahan kimia iritatif
e. Suhu lingkungan yang ekstrem
f. Faktor mekanis atau elektris
g. Efek samping terapi radiasi
h. Kelembaban
i. Proses penuaan
j. Neuropati perifer
k. Perubahan pigmentasi
l. Perubahan hormonal
m. Kurang terpapar informasi/melindungi integritas jaringan
2.2.6 Gangguan mobilitas fisik
2.2.6.1 Definisi
Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada
bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
2.2.6.2 Batasan karakteristik
a. Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin
harian
b. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
kasar
c. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
halus
d. Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak
e. Keterbatasan ROM
f. Kesulitan berbalik (belok)
g. Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan,
kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan
yang berlebihan pada posisi lateral)
h. Penurunan waktu reaksi
i. Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek
j. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian
untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
k. Pergerakan yang lambat
l. Bergerak menyebabkan tremor
2.2.6.3 Faktor yang berhubungan
a. Pengobatan
b. Terapi pembatasan gerak
c. Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik
d. Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia
e. Kerusakan persepsi sensori
f. Tidak nyaman, nyeri
g. Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler
h. Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
i. Depresi mood atau cemas
j. Kerusakan kognitif
k. Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa
l. Keengganan untuk memulai gerak
m. Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning
n. Malnutrisi selektif atau umum
2.2.7 Gangguan bersihan jalan nafas
2.2.7.1 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
2.2.7.2 Batasan karakteristik
a. Dispneu, Penurunan suara nafas
b. Orthopneu
c. Cyanosis
d. Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
e. Kesulitan berbicara
f. Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
g. Mata melebar
h. Produksi sputum
i. Gelisah
j. Perubahan frekuensi dan irama nafas
2.2.7.3 Faktor yang berhubungan
a. Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
b. Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus,
alergi jalan nafas, asma.
c. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
2.2.8 Gangguan persepsi sensori
2.2.8.1 Definisi
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi
2.2.8.2 Batasan karakteristik
a. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b. Merasakan sesuatu melalui indera penglihatan, penciuman,
perabaan, atau pengecapan
c. Distorsi sensori
d. Respon tidak sesuai
e. Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu
f. Menyatakan kesal
g. Menyendiri
h. Melamun
i. Konsentrasi buruk
j. Disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi
k. Curiga
l. Melihat ke satu arah
m. Mondar mandir
n. Bicara sendiri
2.2.8.3 Faktor yang berhubungan
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan pendengaran
c. Gangguan penciuman
d. Gangguan perabaan
e. Hipoksia serebral
f. Penyalahgunaan zat
g. Usia lanjut
h. Pemajanan toksin lingkungan
2.3 Perencanaan
2.3.1. Nyeri akut
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Pain Level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2.3.2. Gangguan perfusi serebral


2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Circulation status
b. Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
1) Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang
diharapkan
2) Tidak ada ortostatikhipertensi
3) Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15 mmhg)
b. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai
dengan:
1) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
3) Memproses informasi
4) Membuat keputusan dengan benar
c. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
a. Berikan informasi kepada keluarga
b. Set alarm
c. Monitor tekanan perfusi serebral
d. Catat respon pasien terhadap stimuli
e. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
f. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
g. Monitor intake dan output cairan
h. Restrain pasien jika perlu
i. Monitor suhu dan angka WBC
j. Kolaborasi pemberian antibiotik
k. Posisikan pasien pada posisi semifowler
l. Minimalkan stimuli dari lingkungan

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)


a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b. Monitor adanya paretese
c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi
atau laserasi
d. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
h. Monitor adanya tromboplebitis
i. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
2.3.3. Gangguan pola nafas
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
c. Vital sign Status
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
b. Pertahankan jalan nafas yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2.3.4. Gangguan komunikasi
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Anxiety self control
b. Coping
c. Sensory function: hearing & vision
d. Fear sef control
Kriteria hasil :
a. Komunikasi: penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan lisan,
tulisan, dan non verbal meningkat
b. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan
verbal dan atau non verbal yang bermakna
c. Komunikasi reseptif (kesutitan mendengar) : penerimaan
komunikasi dan intrepretasi pesan verbal dan/atau non verbal
d. Gerakan Terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan
dalam menggunakan isyarat
e. Pengolahan informasi : klien mampu untuk memperoleh,
mengatur, dan menggunakan informasi
f. Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap
ketidakmampuan berbicara
g. Mampu memanajemen kemampuan fisik yang di miliki
h. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan
sosial
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Communication Enhancement : Speech Deficit
a. Gunakan penerjemah , jika diperlukan
b. Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan
c. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi bicara
d. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan
e. Dengarkan dengan penuh perhatian
f. Berdiri didepan pasien ketika berbicara
g. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar,
daftar kosakata bahasa asing, computer, dan lain-lain untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal
h. Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan
i. Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan
alat bantu bicara (misalnya, prostesi trakeoesofagus dan laring
buatan
j. Berikan pujian positive jika diperlukan
k. Anjurkan pada pertemuan kelompok
l. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi
stimulus komunikasi
m. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat)
Communication Enhancement : Hearing Deficit
Communication Enhancement : Visual Deficit
Anxiety Reduction
Active Listening
2.3.5. Gangguan integritas kulit
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Pressure Management
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan padaa tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
e. Monitor kulit akan adanya kemerahan
f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
2.3.6. Gangguan mobilitas fisik
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Kriteria Hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
1. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
2.3.7. Gangguan bersihan jalan nafas
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
c. Aspiration Control
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Airway suction
a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
c. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
d. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
e. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
f. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
g. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
h. Monitor status oksigen pasien
i. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
j. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
2.3.8. Gangguan persepsi sensori
2.3.1.1. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Sensori function : hearing
b. Sensori function : vision
c. Sensori function : taste and smell
Kriteria hasil :
a. Menunjukan tanda dan gejala persepsi dan sensori baik :
penglihatan, pendengaran, makan, dan minum baik.
b. Mampu mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan tepat
2.3.1.2. Intervensi keperawatan
Neurologik monitoring :
a. Monitor tingkat neurologis
b. Monitor fungsi neurologis klien
c. Monitor respon neurologis
d. Monitor reflek-reflek meningeal
e. Monitor fungsi sensori dan persepsi : penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan, rasa
f. Monitor tanda dan gejala penurunan neurologis klien
Eye care :
a. Kaji fungsi penglihatan klien
b. Jaga kebersihan mata
c. Monitor penglihatan mata
d. Monitor tanda dan gejala kelainan penglihatan
e. Monitor fungsi lapang pandang, penglihatan, visus klien
Ear care :
a. Kaji fungsi pendengaran klien
b. Jaga kebersihan telinga
c. Monitor respon pendengaran klien
d. Monitor tanda dan gejala penurunan pendengaran
e. Monitor fungsi pendengaran klien
Monitoring Vital Sign :
a. Monitor TD, Suhu, Nadi dan pernafasan klien
b. Catat adanya fluktuasi TD
c. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, Nadi, RR sebelum dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas Nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernafasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
brakikardi, peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC.


Gofir, A. (2007). Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
Yogyakarta bekerja sama dengan Panitia Workshop Stroke KONAS PERDOSSI KE-
6.
Hartwig, M.S. (2006). Penyakit Serebrovaskular. In : Price S.A. and Wilson L.M. (eds); alih
bahasa Hartanto H. et al. (eds). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Vol.2 Ed 6. Jakarta: EGC; pp : 1106–1130.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA. (2015–2017). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi Ed. 10. Jakarta:
EGC.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA,
Intervensi NIC, Kreteria hasil NOC ed. 9. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, 5 November 2019

Preseptor Akademik Ners Muda

(….………….…………...……) (……………..….……………..)

Anda mungkin juga menyukai