Anda di halaman 1dari 3

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIV

Prepatogenesis

1. Stage of susceptibility (terjadi ketidakseimbangan di segitiga epid/udah berpotensi)

Penjamu melakukan aktivitas yang beresiko terpapar HIV, seperti melakukan seks bebas tanpa
menggunakan kondom, berganti-ganti pasangan seks, penggunaan alat-alat suntik secara bersamaan
terlebih pada kelompok penyalahgunaan narkotika, dan menerima donor darah/organ dari kelompok
beresiko tinggi.

Penjamu tidak memperlihatkan gejala-gejala walaupun jumlah HIV semakin banyak dan semakin
menggerogoti kekebalan tubuhnya. Masa ini berlangsung selama lebih kurang lima sampai sepuluh
tahun. Jika dilakukan tes antibody untuk mengetahui keberadaan HIV, hasilnya akan negatif

Patogenesis

2. Stage of subclinical disease (masa inkubasi/ dari paparan sampai tepat sebelum adanya gejala)

Di dalam tubuh terdapat HIV namun penderita tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi jika dilakukan
tes antibody hasilnya sudah menunjukkan positif. Masa ini berlangsung selama satu sampai enam bulan.
Pada masa ini penderita mengalami perubahan patologi seperti sindrom retroviral akut berupa
pembesaran kelenjar, pembesaran hati, atau ginjal, nyeri otot, nyeri tenggorokan dan sebagainya
seperti pada infeksi virus lain. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai caa sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa
inkubasi yang relatif lama dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar
kemungkinan penularan terjadi pada masa inkubasi ini.

3. Stage of clinical disease (sakit ringan/gejala awal)

Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat
kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat
dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji
antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus
HIV

4. Gejala lanjut

Pada tahap ini penderita sudah tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas
pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga mulut dan
kerongkongan. Terjadinya gangguan pada syaraf sentral mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala,
susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem
syarafan tepi (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek
tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan
virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang
menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada
kulit (folliculities), kulit kering berbercak.

5. Stage of recovery disability or death

Jika ingin melakukan intevensi:

Prepatogenesis

A. Primary prevention:
 Menghindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi menular AIDS serta
menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi
tertular AIDS dan pengidap HIV.
 Edukasi kepada kelompok risiko tinggi untuk tidak melakukan hubungan seksual bagi orang yang
belum menikah dan tidak melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan
 Memeriksa dan memastikan darah atau organ yang akan didonorkan terbebas dari HIV melalui
skrining ada tidaknya antibodi HIV
 Mensterilisasikan alat-alat (jarum suntik, maupun alat tusuk lainnya) yang telah digunakan dan
yang telah tercemar oleh cairan tubuh penderita AIDS
 Kelompok penyalahgunaan narkotika harus menghentikan kebiasaan penggunakan jarum suntik
bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).

Patogenesis

B. Secondary prevention:
 ELISA atau Western blot rutin untuk kelompok risiko tinggi
 Pengobatan antiretroviral (ARV) yang bekerja langsung menghambat enzim reverse
transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease.

C. Tertiary prevention:
 Memberikan perawatan paliatif yang mencakup, pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan
distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap
permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi,
pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian
meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan
pemakaman.

Anda mungkin juga menyukai