Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai

oleh adanya kondisi hiperglikemia yang diakibatkan oleh adanya defek dari sekresi

insulin, aksi insulin, atau keduanya. Efek komplikasi jangka panjang dari diabetes

antara lain seperti retinopati, nefropati dan neuropati. Penderita diabetes juga lebih

berisiko terkena penyakit lain seperti jantung, penyakit arteri perifer dan penyakit

serebrovskular, obesitas, katarak, disfungsi ereksi, dan NAFLD (Non Alcoholic

Fatty Liver Disease). Selain itu, mereka juga lebih berisiko terhadap beberapa

penyakit menular, seperti TB. (WHO 2019; ADA 2009)

Diabetes dapat muncul dengan gejala khas seperti haus, poliuria,

pandangan kabur, dan penurunan berat badan, selain itu, infeksi yeast pada

genital juga sering terjadi. Manifestasi klinis paling parah dari diabetes mellitus

adalah ketoasidosis atau keadaan hiperosmolar non-ketotik yang dapat

menyebabkan dehidrasi, koma hingga kematian.

Dalam DMT2, gejala seringkali tidak parah, atau mungkin tidak ada, karena

lambatnya perjalanan dan perburukan dari kondisi hiperglikemi. Karena perjalanan

dan perburukan gejala yang lambat inilah, kondisi hiperglikemia sering tidak

disadari dan dalam jangka waktu lama, dimana kondisi ini cukup untuk

menyebabkan perubahan patologis dan fungsional yang mungkin sudah terjadi

jauh sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan. Hal ini mengakibatkan sudah adanya

komplikasi pada saat terdiagnosa. Diperkirakan (30-80%, tergantung pada

negara) kasus diabetes tidak terdiagnosis. (WHO 2019)

Di Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001

dan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular seperti stroke,

1
2

hipertensi, diabetes mellitus, tumor, dan penyakit jantung merupakan penyebab

kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007, sebesar 59,5% penyebab

kematian di Indonesia merupakan penyakit tidak menular. Selain itu, persentase

kematian akibat penyakit tidak menular juga meningkat dari tahun ke tahun, yaitu

41,7% pada tahun 1995, 49,9% pada tahun 2001, dan 59,5% pada tahun 2007.

Jika dilihat prevalensi DM di Indonesia berdasarkan RISKESDAS tahun

2013 dan 2018, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur

>15 tahun meningkat menjadi 2%. Dan di Jawa Timur sendiri menduduki peringkat

5 tertinggi diantara provinsi lain di Indonesia.

Pada tingkat dunia, diabetes ditemukan di setiap populasi. Jumlah orang

dengan diabetes terus meningkat, dengan perkiraan WHO ada 422 juta orang

dewasa dengan diabetes di seluruh dunia pada tahun 2014. Prevalensi

berdasarkan usia pada orang dewasa naik dari 4,7% pada 1980 menjadi 8,5%

pada 2014, dengan kenaikan terbesar di negara berpenghasilan rendah dan

menengah dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi. Selain itu,

Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan bahwa 1,1 juta anak-anak

dan remaja berusia 14-19 tahun memiliki T1DM.

Keadaan hiperglikemia ini menyebabkan hampir 4 juta kematian setiap

tahun, dan IDF memperkirakan bahwa pengeluaran perawatan kesehatan global

tahunan untuk diabetes di antara orang dewasa adalah US $ 850 miliar pada 2017

(WHO, 2019).

Efek dari penyakit diabetes tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga

mempengaruhi keluarga mereka dan seluruh masyarakat. Hal ini berkonsekuensi

secara sosial-ekonomi yang luas dan mengancam produktivitas dan ekonomi

nasional, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di

mana diabetes sering disertai dengan penyakit lain. (WHO, 2019)


3

Tanpa adanya usaha intervensi untuk menghentikan peningkatan diabetes,

akan ada setidaknya 629 juta orang yang hidup dengan diabetes pada tahun 2045.

(WHO 2019).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari diabtes mellitus

2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus

3. Mengetahui patofisologi dibetes mellitus

4. Mengetahui diagnosis diabetes mellitus

5. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus

6. Mengetahui komplikasi diabetes mellitus

1.3 Manfaat

Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dokter muda

mengenai diabetes mellitus, dan mampu menjadi salah satu landasan

pembelajaran tentang transfusi darah terutama diabetes mellitus tipe lain bagi

tenaga kesehatan dokter muda di RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk

memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut.

Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan

pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas

insulin pada sel target (Kerner and Brückel, 2014).

2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, seperti

Diabeters Mellitus tipe -1,Diabetes Mellitus tipe-2, Diabetes Mellitus tipe

Gestasional, dan Diabetes Mellitus tipe lain.

2.2.1 Diabetes Mellitus tipe-1

Diabetes mellitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

ketidak mampuan tubuh untuk menghasilkan atau memproduksi insulin yang

diakibatkan oleh rusaknya sel-β pada pancreas. Diabetes mellitus tipe-1 disebut

dengan kondisi autoimun oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel

dalam pankreas yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas tersebut

dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe-1 sering terjadi

pada masa anak-anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang

dewasa.(Kerner and Brückel, 2014)

2.2.2 Diabetes Mellitus tipe-2

Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes

mellitus. Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β pankreas
5

yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat memproduksi insulin dengan baik.

Diabetes mellitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin

yang cukup untuk mengimbangi terganggunya kemampuan untuk memproduksi

insulin. Pada diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau

tidak memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat glukosa

yang normal.(Kerner and Brückel, 2014)

Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis

selama bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi

sedikit dan itu tergantung pada pasien . Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia

pertengahan dan orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas

yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. (Kerner and Brückel, 2014)

2.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional

Definisi diabetes mellitus gestational adalah intoleransi glukosa pada waktu

kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa

setelah terminasi kehamilan.Diabetes mellitus gestational terjadi di sekitar 5–7%

dari semua kasus pada kehamilan.(Kerner and Brückel, 2014)

2.2.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan genetic pada kerja

insulin, kelainan pada sel- β, penyakit pancreas (seperti cystic fibrosis),

endocrinopathies, infeksi, dan karena obat atau zat kimia (seperti pada

pengobatan HIV / AIDS atau setelah organ transplantasi) dan juga sindroma

penyakit lain. (Kerner and Brückel, 2014)

2.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus

2.3.1. Patofisiologi DM tipe 1

Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi insulin.

Defisiensi insulin dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid, protein, dan


6

glukosa (Raju dan Raju, 2010 dalam Ozougwu et al., 2013). Gangguan

metabolisme lipid terjadi karena meningkatnya asam lemak bebas dan benda

keton sehingga penggunaan glukosa berkurang dan menyebabkan hiperglikemia.

Gangguan metabolisme protein terjadi karena meningkatnya kecepatan proteolisis

yang menyebabkan asam amino dalam plasma tinggi dan peningkatan proses

katabolisme protein. Gangguan metabolisme glukosa terjadi karena peningkatan

proses glukoneogenesis sehingga glukosa hepatik meningkat.

2.3.2 Patofisiologi DM Tipe 2

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas

telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan

diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang

diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:

jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel

alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan

otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya

gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam

gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar

patofisiologi ini memberikan konsep tentang:

1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan

hanya untuk menurunkan HbA1c saja

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada

gangguan multiple dari patofisiologi DM tipe-2.

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat

progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan

toleransi glukosa.
7

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel

beta pancreas saja yang berperan sentral dalam pathogenesis penderita DM tipe-

2 tetapi terdapat organ lain berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet

(gambar-2.1)

Gambar-2.1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam pathogenesis

hiperglikemia pada DM tipe-2 (Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet:

A New Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795)

Secara garis besar pathogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious

octet) berikut :

1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi

sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetic yang bekerja melalui jalur ini

adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini

adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.


8

3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul

gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan

penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan

tiazolidindion.

4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses

glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga

akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini

disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar disbanding

kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini

diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-

dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory

polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten

terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan

ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja

menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran

pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja

ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang

kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah

makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase

adalah akarbosa.
9

6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan

dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam

sintesis glucagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat

secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi

glucagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4

inhibitor dan amylin.

7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis

DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh

persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2

(Sodium Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.

Sedang 10% sisanya akan di absorbs melalui peran SGLT-1 pada tubulus

desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada

penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat

kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal

sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini

adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang

obesitas baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan

bromokriptin.

2.3.2 Patofisiologi DM Tipe Lain

a) Defek Genetik Sel β

Beberapa tipe diabetes dikaitkan dengan cacat monogenetik dalam fungsi

–sel β Pankreas. Tipe diabetes ini sering ditandai dengan timbulnya hiperglikemia
10

pada usia dini (umumnya sebelum usia 25 tahun). Mereka disebut sebagai

diabetes onset muda atau maturity onset diabetes of the young (MODY) dan

ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tanpa adanya

gangguan dalam kerja insulin. Kelainan genetik tersebut diwarisi dalam suatu pola

autosom dominan. Kelainan pada enam lokus genetik pada kromosom yang

berbeda telah diidentifikasi hingga saat ini. Bentuk yang paling umum dikaitkan

dengan mutasi pada kromosom 12 dalam faktor transkripsi hepatic, yang disebut

sebagai faktor nuklir hepatosit (HNF).

Bentuk kedua dikaitkan dengan mutasi dalam gen glukokinase pada kromosom 7p

sehingga menghasilkan glukokinase yang cacat secara molekular. Glukokinase

berfungsi mengubah glukosa menjadi glukosa-6-fosfat, metabolisme yang

merangsang sekresi insulin oleh sel β. Jadi, glukokinase berfungsi sebagai "sensor

glukosa" untuk sel. Akibat cacat pada gen glukokinase, peningkatan kadar glukosa

plasma diperlukan untuk memperoleh tingkat normal sekresi insulin.

b) Cacat genetik dalam aksi insulin

Terdapat beberapa panyebab DM yang tidak biasa akibat kelainan aksi insulin

yang ditentukan secara genetik. Kelainan metabolik yang terkait dengan mutasi

reseptor insulin bermanifestasi sebagai hiperinsulinemia dan hiperglikemia sedang

hingga diabetes berat. Beberapa individu dengan mutasi ini mungkin memiliki

acanthosis nigricans. Pada wanita mungkin dapat ditemukan juga kistik ovarium.

Dahulu, sindrom ini disebut tipe A insulin resistensi. Leprechaunism dan sindrom

Rabson Mendenhall adalah dua sindrom pediatrik yang menyebabkan mutasi

pada gen reseptor insulin, hal tersebut menyebabkan kerusakan pada fungsi

reseptor insulin dan memicu resistensi insulin yang ekstrim. Pada penderita,

biasanya ditemui fitur wajah yang khas dan sindroma tersebut dapat berakibat fatal

pada masa bayi, sedangkan yang kedua dikaitkan dengan kelainan gigi dan kuku

dan hiperplasia kelenjar pineal. Perubahan dalam struktur dan fungsi reseptor
11

insulin tidak dapat ditunjukkan pada pasien dengan resistensi insulin diabetes

lipoatrofik. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa lesi harus berada di jalur

transduksi sinyal postreceptor.

c) Penyakit pankreas eksokrin.

Proses apapun yang menyebabkan kerusakan yang luas pada pankreas dapat

menyebabkan diabetes. Proses tersebut termasuk pankreatitis, trauma, infeksi,

pankreatektomi, dan karsinoma pankreas. Dengan pengecualian, kerusakan

akibat kanker, harus melibatkan bagian pancreas yang sangat luas, untuk

terjadinya diabetes; adrenokarsinoma yang hanya melibatkan sedikit bagian

pankreas telah dikaitkan dengan diabetes. Hal tersebut menggambarkan

mekanisme lain dalam rusaknya sel pancreas, selain berkurangnya massa sel

pankreas. Jika kerusakan yang ditimbulkan cukup luas, seperti pada kistik fibrosis

dan hemokromatosis, juga akan terjadi kerusakan pada sekresi insulin.

Pankreatopati fibrokalkulus mungkin disertai dengan nyeri perut yang menjalar ke

belakang dan kalsifikasi pankreas yang diidentifikasi pada pemeriksaan rontgen.

Fibrosis pankreas dan batu kalsium dalam saluran eksokrin telah ditemukan di

autopsi.

d) Endokrinopati.

Beberapa hormon (mis., hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, epinefrin)

sebagai antagonis aksi insulin. Jumlah hormon-hormon ini berlebih (mis.,

akromegali, sindrom Cushing, glucagonoma, pheochromocytoma) dapat

menyebabkan diabetes. Hal tersebut umumnya terjadi pada individu dengan defek

sekresi insulin yang sudah ada, dan hiperglikemia biasanya sembuh ketika

kelebihan hormon teratasi. Hipokalemia yang diinduksi oleh Somatostatinoma dan

aldosteronoma dapat menyebabkan diabetes, dengan menghambat sekresi

insulin. Hiperglikemia umumnya teratasi setelah tumor terambil.

e) Diabetes yang diinduksi obat atau bahan kimia.


12

Banyak obat dapat merusak sekresi insulin. Obat-obatan ini mungkin tidak

menyebabkan diabetes, tetapi mereka dapat memicu diabetes pada individu

dengan resistensi insulin. Dalam kasus tersebut, klasifikasinya tidak jelas karena

sekuen urutan atau hubungan antara disfungsi sel β dan resistensi insulin tidak

diketahui. Racun tertentu seperti Vacor (racun tikus) dan pentamidine intravena

secara permanen dapat menghancurkan sel-sel pankreas. Banyak obat dan

hormon yang dapat mengganggu aksi insulin. Contohnya asam nikotinat dan

glukokortikoid. Pasien yang menerima terapi α interferon telah dilaporkan

menderita diabetes terkait dengan antibodi sel islet dan, defisiensi insulin berat.

f) Infeksi

Virus tertentu telah dikaitkan dengan kerusakan sel β pankreas. Diabetes terjadi

pada pasien dengan rubella kongenital, walaupun sebagian besar pasien memiliki

HLA dan marker imun dengan karakteristik DM Tipe 1. Coxsackievirus B,

cytomegalovirus, adenovirus, dan mumps telah terbukti dapat menyebabkan

diabetes mellitus.

2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM

perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


13

 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

2.4.1 Kriteria Diagnosis DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam.(B)

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi

oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). (B)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM

digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa

terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma

puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam

<140 mg/dl;

 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -

jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100

mg/dl

 Didapatkan GDPT dan TGT

 Diagnosis pre-diabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.


14

Tabel 2. 1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis Diabetes Mellitus

HbA1c Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam setelah

(%) puasa (mg/dL) TTGO (mg/dL)

Diabetes > 6,5 > 126 mg/dL > 200 mg/dL

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

2.4.2 Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat

yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan .

3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.

6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban

glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.
15

2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas

hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

komprehensif.

2.5.1 Tatalaksana khusus diabetes mellitus

Langkah-langkah penatalaksanaan khusus pada Diabetes Mellitus meliputi :

1. Edukasi

2. Terapi Nutrisi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Namun,pada

penderita DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal

makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu

sendiri.

Komposisi makanan yang dianjurkan :

a. Karbohidrat : 46-65% total asupan energi, terutama yang berserat

tinggi

b. Lemak : 20-25% kebutuhan kalori dan tidak melebihi 30% total

asupan energi
16

c. Protein : 10-20% total asupan energi

d. Serat : 20-35 gram/hari

e. Pemanis Alternatif :aman digunakan selama tidak melebihi batas

aman

Tujuan terapi nutrisi medis :

 Mencapai dan mempertahankan target berat badan pada pasien Diabetes

Mellitus

 Mencapai target glikemik individu, tekanan darah dan profil lipid

Menunda atau mencegah komplikasi dari Diabetes Mellitus

3. Jasmani

Latihan jasmani yang dianjurkan adalah sebanyak 3-5 kali per

minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total latihan 150 menit per

minggu. Namun, yang harus diperhatikan adalah antar latihan tidak lebih

dari 2 hari berturut-turut. Latihan yang dianjurkan adalah yang bersifat

aerobik seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Sebelum melakukan latihan, dianjurkan untuk memeriksakan glukosa

darah. Apabila glukosa darah <100 ml/dL maka konsumsi karbohidrat

terlebih dahulu, namun apabila >250 ml/dL, latihan jasmani ditunda terlebih

dahulu.

4. Terapi Farmakologis

 Obat Antihiperglikemia Oral

 Obat Antihperglikemia Suntik

 Terapi Kombinasi
17

Obat Antihiperglikemia Oral


Golongan Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan

Obat Utama HbA1c

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,0-2,0%

insulin hipoglikemia

Glinid Meningkatkan sekresi BB naik 0,5-1,5%

insulin hipoglikemia

Metformin Menekan produksi Dispepsia, 1,0-2,0%

glukosa hati & diare, asidosis

menambah laktat

sensitifitas terhadap

insulin

Penghambat Menghambat absorpsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%

Alfa- glukosa lembek

Glukosidase

Tiazolidindion Menambah Edema 0,5-1,4%

sensitifitas terhadap

insulin

Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, 0,5-0,8%

DPP-IV insulin, menghambat muntah

sekresi glukagon

Penghambat Menghambat Dehidrasi, 0,8-1,0%

SGLT-2 penyerapan kembali infeksi saluran

glukosa di tubuli distal kemih

ginjal
18

Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2 (PERKENI, 2015)

Tabel 2.2 Keuntungan, kerugian dan biaya obat anti hiperglikemik (sumber:

Standard of Medical Care in Diabetes- ADA 2015) (PERKENI, 2015)

Kelas Obat Keuntungan Kerugian Biaya

Biguanide Metformin - Tidak  Efek samping Rendah

menyebabkan gastrointestinal

hipoglikemia  Risiko asidosis

- Menurunkan laktat
19

kejadian CVD  Defisiensi vit

b12

 Kontra indikasi

pada CKD,

asidosis,

hipoksia,

dehidrasi

Sulfonilurea - Glibenclamide - Efek - Risiko Sedang

- Glipizide hipoglikemik hipoglikemia

- Gliclazide kuat - Berat badan ↑

- Glimepiride - Menurunkan

komplikasi

mikrovaskuler

Metiglinides Repaglinide - Menurunkan - Risiko Sedang

glukosa hipoglikemia

postprandial - Berat badan ↑

TZD Pioglitazone - Tidak - Barat badan Sedang

menyebabkan meningkatkan

hipoglikemia - Edema, gagal

- ↑ HDL jantung

- ↓ TG - Risiko fraktur

- ↓ CVD event meningkat pada

wanita

menopause

Penghambat Acarbose - Tidak - Efektivitas Sedang

α- menyebabkan penurunan A1C


20

glucosidase hipoglikemia sedang

- ↓ Glukosa - Efek samping

darah gastro intestinal

postprandial - Penyesuaian

- ↓ CVD event dosis harus

sering dilakukan

Penghambat - Sitagliptin - Tidak - Angioedema, Tinggi

DPP-4 - Vildagliptin menyebabkan urtica, atau efek

- Saxagliptin hipoglikemia dermatologis

- Linagliptin - Ditoleransi lain yang

dengan baik dimediasi respon

imun

- Pancreatitis

akut?

- Hospitalisasi

akibat gagal

jantung

Penghambat - Dapagliflozin Tidak - Infeksi Tinggi

SGLT2 - Canagliflozin* menyebabkan urogenital

- Empagliflozin* hipoglikemia - Poliuria

- ↓ berat badan - Hipovolemia/

- ↓ tekanan hipotensi/

darah pusing

- Efektif untuk - ↑ ldl

semua fase - ↑ creatinin

DM (transient)
21

Agonis - Liraglutide - Tidak - Efek samping Tinggi

reseptor - Exenatide* menyebabkan gastro intestinal

GLP-1 - Albiglutide* hipoglikemia (mual/ muntah/

- Lixisenatide* - ↓ glukosa diare)

- Dulaglutide* darah - ↑ denyut

postprandial jantung

- ↓ beberapa - Hyperplasia ccell

faktor risiko CV atau tumor

medulla tiroid

pada hewan

coba

- Pankreatitis

akut?

- Bentuknya

injeksi

- Butuh latihan

khusus

Insulin a. Rapid- - Responnya - Hipoglikemia Bervariasi

acting universal - Berat badan ↑

Analogs - Efektif - Efek mitogenik ?

 Lispro menurunkan - Dalam sediaan

 Aspart glukosa darah injeksi

 Glulisine - ↓komplikasi - Tidak nyaman

b. Short-acting mikrovaskuler - Perlu pelatihan

-Human insulin (UKPDS) pasien


22

c. Intermediate

acting

-Human NPH

d. Basal insulin

analogs

- Glargine

- Detemir

- Degludec*

e. Premixed

(beberapa

tipe)

* saat ini obat belum tersedia di Indonesia

Obat Antihiperglikemia Suntik (Insulin)

-Insulin diperlukan pada keadaan :

 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

 Penurunan berat badan yang cepat

 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

 Krisis Hiperglikemia

 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

 Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi


23

- Jenis dan Lama Kerja Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

 Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)

 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)

2.5.2. Monitoring Diabetes Mellitus

Hasil pengobatan DM harus dipantau secara teratur dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Meliputi :

 Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

 Glukosa darah 2 jam setelah makan, atau

 Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan

kebutuhan

Tujuan :

 Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

 Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

2. Pemeriksaan HbA1C

 Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa

setiap 3 bulan (E), atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi

(> 10%).

 Pada pasien yang telah mencapai sasran terapi disertai kendali glikemik

yang stabil HbA1C diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun.

3. Pemeriksaan Glukosa Darah Mandiri


24

 Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan

darah kapiler.

 PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan suntik insulin beberapa

kali perhari (B) atau pada pengguna obat pemacu sekresi insulin.

 Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah

makan (untuk menilai ekskursi glukosa), menjelang waktu tidur (untuk

menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya

hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami

gejala.

2.5.3 Sasaran Pengendalian Diabetes Mellitus

No. Parameter Sasaran

1. IMT (kg/m2) 18,5 - < 23*

2. Tekanan darah sistolik <140

(mmHg)

3. Tekanan darah diastolik <90

(mmHg)

4. Glukosa darah preprandial 80-130**

kapiler (mg/dl)

5. Glukosa darah 1-2 jam PP <180**

kapiler

(mg/dl)

6. HbA1c (%) <7 (atau individual)

7. Kolesterol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila resiko kardiovaskular

sangat tinggi)

8. Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki >40 ; Perempuan >50

9. Trigliserida (mg/dl) <150


25

Keterangan : KV = Kardiovaskular, PP = Post prandial

*The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and Its Treatment, 2000

** Standards of Medical Care in Diabetes, ADA 2015

2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus

2.6.1. Krisis Hiperglikemia Ketoasidosis Diabetik (KAD)

KAD adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda dan gejala

asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320

mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.Status Hiperglikemi Hiperosmolar

(SHH) adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat

tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma

sangat meningkat (330-380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau

sedikit meningkat.

2.6.2. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl.

Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa

adanya gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad:

 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia

 Kadar glukosa darah yang rendah

 Gejala berkurang dengan pengobatan.

Sebagian pasien dengan diabetes dapat menunjukkan gejala glukosa darah

rendah tetapi menunjukkan kadar glukosa darah normal. Di lain pihak, tidak semua

pasien diabetes mengalami gejala hipoglikemia meskipun pada pemeriksaan


26

kadar glukosa darahnya rendah.Penurunan kesadaran yang terjadi pada

penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh

hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan

sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama,

sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah

habis. Pengawasan glukosa darah pasien harus dilakukan selama

24-72 jam, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang

mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang. Hipoglikemia pada usia lanjut

merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau

terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada

DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.

Pasien dengan resiko hipoglikemi harus diperiksa mengenai kemungkinan

hipoglikemia simtomatik ataupun asimtomatik pada setiap kesempatan (C).

Tanda dan Gejala Hipoglikemia pada Orang Dewasa

Tanda

Gejala

Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat,

paresthesia, palpitasi, Tremulousness takikardia,

widened pulse-

pressure

Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-

confusion, perubahan sikap, gangguan blindness,

kognitif, pandangan kabur, diplopia hipotermia,

kejang, koma
27

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian terakit dengan

derajat keparahannya, yaitu :

 Hipoglikemia berat: Pasien membutuhkan bantuan

orang lain untuk pemberian karbohidrat, glukagon, atau resusitasi

lainnya.

 Hipoglikemia simtomatik apabila GDS < disertai gejala hipoglikemia.

Hipoglikemia asimtomatik apabila GDS tanpa gejala hipoglikemia.

70mg/dL

 Hipoglikemia relatif apabila GDS > 70mg/dL dengan gejala

hipoglikemia.

 Probable hipoglikemia apabila gejala hipogllikemia tanpa pemeriksaan

GDS

2.6.3. Makroangiopati

 Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner

 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada

penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah

nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio

intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada

kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.

 Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik

2.6.4 Mikroangiopati

 Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko atau

memperlambat progresi retinopati


28

 Neuropati : pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan

faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang

meningkatkan risiko amputasi. Gejala yang sering adalah kaki terasa

terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.
29

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk

memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut.

Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan

pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas

insulin pada sel target. Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi beberapa

kelompok, yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus

gestasional, dan diabetes mellitus type lain.

Patofisiologi dari diabetes mellitus berbeda – beda tergantung dari

penyebabnya. Pada diabetes mellitus type 1, utamanya disebabkan oleh defisiensi

insulin yang dapat mengganggu metabolisme lipid, protein, dan glukosa. Hal ini

menyebabkan peningkatan gluconeogenesis, sehingga glukosa hepatic

meningkat dan metabolisme glukosa terganggu. Pada diabetes mellitus type 2,

patofisiologi kerusakan sentral disebabkan karena adanya resistensi insulin pada

otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas. Selain itu, gangguan toleransi

glukosa ini juga memengaruhi organ – organ lain (ominus octet) yaitu jaringan

lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha

pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak

(resistensi insulin). Selain itu, patofisiologi dari diabetes mellitus type lain terbagi

berdasarkan etiologinya yaitu defek genetik sel β, cacat genetic dalam aksi insuliln,

penyakit pancreas eksokrin, endokrinopati, diabetes yang diinduksi obat atau

bahan kimia, dan infeksi.

Diagnosis diabetes mellitus berdasarkan pemeriksaan glukosa plasma

puasa ≥126 mg/dl (tidak ada asupan kalori minimal 8 jam), atau pemeriksaan
30

glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

dengan beban glukosa 75 gram, atau pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200

mg/dl dengan trias keluhan klasik (poliuri, polifagi, polidipsi), atau pemeriksaan

HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Penatalaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup penyandang diabetes, meliputi edukasi, terapi nutrisi medis, jasmani, dan

terapi farmakologis. Terapi farmakologis berupa obat antihiperglikemi oral, obat

anti hiperglikemi suntik, dan terapi kombinasi diberikan sesuai dengan keadaan

klinis pasien.

Komplikasi dari diabetes mellitus yang paling fatal adalah ketoasidosis atau

keadaan hiperosmolar non-ketotik yang dapat menyebabkan dehidrasi, koma

hingga kematian. Selain itu, komplikasi lainnya berupa retinopati, nefropati dan

neuropati. Penderita diabetes juga lebih berisiko terkena penyakit lain seperti

jantung, penyakit arteri perifer dan penyakit serebrovskular, obesitas, katarak,

disfungsi ereksi, dan NAFLD (Non Alcoholic Fatty Liver Disease). Selain itu,

mereka juga lebih berisiko terhadap beberapa penyakit menular, seperti

tuberculosis.
31

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.

Diabetes Care Journal. 35(1): 64-71. 2012.

Informasi Obat Dokter Indonesia. IDI. 2012.

Kerner, W. and Brückel, J. (2014). Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes

Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes, 122(07), pp.384-386.

Management of Hyperglicemia in Type 2 Diabetes, 2015: A Patient-Centered Approach,

Diabetes Care, 2015;38:140-149 (Silvio E Inzucchi etc). 2015.

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi XII, 2014/2015.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011.

PERKENI. Panduan Klinis Pengelolaan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia,

Jakarta: PB PERKENI. 2015.

Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta:

Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.

Anda mungkin juga menyukai