BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea.1
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : 1
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva
bulbi.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Mohammad Nor Faizal
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku Bangsa : Malaysia
Alamat : Padang
Diperiksa tanggal : 27 Agustus 2012
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu.
- Awalnya, gejala mata merah ini dirasakan hanya pada mata kiri sejak 1 minggu yang lalu,
disertai dengan gatal dan mata berair terutama saat bangun tidur, 4 hari kemudian mata kanan
juga mengalami hal yang sama.
- Riwayat menggosok-gosok mata dengan tangan ada.
- Ditemukan sekret kuning, kental dan lengket terutama pada pagi hari tetapi jarang.
- Pasien merasakan bengkak pada kelopak mata kiri sehingga pasien susah untuk membuka mata.
- Mata terasa berpasir dan pandangan terhalang ada.
- Demam dan sakit tenggorokan tidak ada.
- Penurunan tajam penglihatan tidak ada.
- Pasien sudah berobat ke bangsal mata RSUP M. Djamil pada tanggal 23 Agustus 2012 dan
diberi obat makan (ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 5 hari), obat tetes (ulcori eye drop tiap 2
jam selama 5 hari pada kedua mata dan cenfresh eye drop tiap 2 jam selama 5 hari pada kedua
mata), gejala mata merah dan gatal berkurang.
- Pasien memberi ulcori eye drop hanya pada mata yang sakit
- Riwayat kontak dengan penderita sakit mata seperti pasien ada
- Riwayat trauma kedua mata disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat bersin-bersin berulang lebih dari 5 kali akibat debu.
BAB III
DISKUSI
Dari anamnesis didapatkan mata pasien terasa gatal dan kemudian digosok-gosok,
kemudian menjadi merah dan berair. Awalnya hanya menyerang mata kiri lalu 4 hari kemudian
mengenai mata kanan. Kami menegakkan diagnosis kerja konjungtivitis virus pada pasien ini
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ; dari anamnesis pasien memiliki riwayat kontak
dengan penderita yang sama, onset untuk munculnya gejala setelah kontak lebih dari dua hari,
pasien mengalami mata berair, mata terasa berpasir dan pandangan terhalang dan dari
pemeriksaan fisik ditemukan folikel pada konjungtiva tarsalis dan ada penonjolan pada
preaurikuler telinga kiri pasien yang nyeri ketika ditekan.
Pasien ini bisa didiagnosis dengan konjungtivitis alergika berdasarkan riwayat pasien
yang bersin-bersin berulang hingga 5 kali dalam satu episode, rasa gatal ada namun tidak terlalu
hebat yang membuat pasien selalu menggosok matanya, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
papil yang khas pada konjungtivitis alergika. Selain itu, pasien juga bisa didiagnosis banding
dengan konjungtivitis bakteri dikarekan pasien terkadang mengeluhkan ada sekret kental
berwarna kuning yang lengket, namun keluhan ini jarang dan tidak terlalu menjadi keluhan.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
gram dan giemsa. Jika konjungtivitis ini disebabkan virus maka akan ditemukan sel MN yang
banyak pada pemeriksaan giemsa dan jika disebabkan alergi akan ditemukan sel eosinofil
sedangkan jika disebabkan oleh bakteri maka yang akan banyak dijumpai adalah sel-sel
polimorfonuklear. Namun mungkin dikarenakan kesalahan dari pelaksanaan pemeriksaan dan
atau pasien sudah mengkonsumsi antibiotik selama 5 hari menyebabkan tidak ditemukan apa-apa
dari pulasan sekret konjungtiva pasien.
Dalam penatalaksanaan diberikan antibiotik sebagai profilaksis untuk terjadinya infeksi
sekunder, sedangkan pemberian tear artificial berfungsi untuk mengencerkan mikroorganisme
patogen sehingga proses penyembuhan lebih cepat terjadi karena virus bersifat self limited
disease. Pemberian antivirus hanya diindikasikan pada kongjungtivitis virus herpes simpleks dan
digunakan sebagai profilaksis agar reaksi peradangan dari konjungtiva tidak sampai mengenai
kornea.
Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidartha. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Balai Penerbit FK UI, Jakarta
2. Ebook Ophtalmology pocket
3. American academy of ophtalmology. 2008. External disease and cornea. Section 8.
4. Getry S. Bahan kuliah konjungtivitis. Blok 19. 2011