Anda di halaman 1dari 3

Pada studi tersebut, epithelial stress-surveillance meningatkan respon antigen dan

bersama dengan stres epitel dan menginduksi T helper-2 dan respon antibodi berhubungan
dengan lymphoid stress surveillance terhadap atopi. Data ini dari penelitian pada tikus
ditemukan bahwa dermatitis atopi merupakan komorbiditas dari vitiligo. Sejalan dengan
penelitian ini kami menemukan perbedaan signifikan aktifasi Sel B memory dan T helper pada
pasien aktif vitiligo dibanding dengan pasien yang stabil (dengan korelasi yang baik andata
persentasi Sel B memori dan T helper). Ini menandakan kerusakan kemungkinan disebabkan
karena limfosit lokal, proses lokal itu mungkin berefek sistemik lebih dibanding yang
diperkirakan selama ini. Pengaruh dari respon humoral pada vitiligo diperkuat dengan
ditemukannya autoantibodi yang bersikulasi dan antigen melanositik yang ng kadarnya
berkorelasi dengan aktivitas penyakit sebagai biomarker penghancuran melanosit. Namun, tipe
sel yang tepat bertanggung jawab untuk pengawasan stres limfoid pada vitiligo dan mekanisme
molekuler yang menghubungkan reaksi lokal pada kulit dengan efek sistemik belum dapat
diidentifikasi.

Menariknya, kami menemukan downregulation yang sangat signifikan dari regulator


autophagy, WIPI1, pada kulit dengan lesi dan tanpa lesi pada pasien vitiligo. Autophagy adalah
pencernaan enzimatik dari isi sitoplasma. Pada proses ini, protein sitoplasma terperangkap
dalam vesikel yang disebut dengan autophagosom kemudian terjadi fusi lisosom dan sitolasma
secara proteolitik. Meski autofagi sebagai mekanisme utama untuk degradasi organel dari sel
dan untuk mempertrahankan homeostasis sel, ini menunjukkan proses patologi termasuk
autoimun, infeksi dan tumor ganas. Autofagi dikendalikan oleh kompleks sinyal
makromolekul. Dari hal tersebut, Belcin 1 dengan UV radiation resistance-associated tumor
suppressor gene protein (UVRAG) adalah regulator positif dan target mammalian dari
ripamycin (mTOR) adalah regulator negatif dari autofagi. Gagasan bahwa disfungsi dari
autofagi terlibat dlaam patogenesis vitiligo didukung oleh Jeong et al., yang menemukan
variasi gen UVRAG
yang berkontribusi terhadap risiko vitiligo non-segmental di populasi orang Korea dan oleh
Wang et al., yang menunjukkan bahwa beberapa gen yang terlibat dalam proses autofagi adalah
disregulasi dalam leukosit pasien vitiligo secara umum. Terlebih lagi, defisiensi autofagi
menyebabkan penuaan dini dan penurunan proliferasi melanosit dan autofagi melanosomal
pada mediator melanosit yang tertekanpresentasi antigen dan pematangan sel dendritik. Namun
melanosom juga merupakan organel yang terkait lisosom yang kematangannya dikendalikan
oleh molekul yang tumpang tindih regulator autophagy seperti WIPI1 dan LC3. Oleh karena
itu, pada kulit vitiligo downregulation WIPI1 mungkin berkaitan dengan gangguan maturasi
melanosom dan tidak dengan gangguan autofagi.
Menurut data kami, downregulation dari WIPI1 pada kulit vitiligo dan aktivasi
autofagi merupakan proses yang terpisah dimana ekspresi WIPI1 berkurang ke tingkat yang
sama pada kulit dengan lesi dan tanpa lesi sedangkan pewarnaan LC3 dengan jelas
menunjukkan peningkatan autofagi hanya pada keratinosit pada kulit dengan lesi. Peningkatan
autofagi dalam keratinosit vitiligo merupakan mekanisme kompensasi akibat kurangnya
melanin, ini sebagai tanggung jawab atas degradasi melanin yang lebih cepat dan
diproduksi oleh residual melanosit di kulit vitiligo atau merupakan
akibat peningkatan respons stress-surveillance dari kulit, hal ini masih menjadi pertanyaan.

Oleh karena itu, kami mengusulkan model dimana stressor yang berbeda seperti UV
irradiation atau disregulasi kematangan melanosom menyebabkan peningkatan oksidatif yang
dapat menyebabkan kerusakan DNA. Kerusakan sel meningkatkan stress ligan dan produksi
IFN tipe I. IFN menginduksi sekresi CXCL10 dari keratinosit, yang kemudian menarik
sel T positif CXCR3. Stres-ligan dapat diikat dengan mengaktifkan reseptor pada innate dan
like innate sel T yang melepaskan mekanisme efektor dan menyebabkan pelepasan autoantigen
dari sel yang mengalami kematian. Ini dapat memberikan respons sel T dan B antigen spesifik,
yang ikut serta dalam kerusakan jaringan yang berkelanjutan.

ETIKA PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan rekomendasi Komite Etika Penelitian Universitas Tartu.
Semua subjek memberikan persetujuan tertulis sesuai dengan Deklarasi Helsinki. Protokolnya
adalah disetujui oleh Komite Etika Penelitian Universitas Tartu.

KONTRIBUSI PENULIS

LR, EP, dan MP melakukan dan menganalisis ekspresi gen percobaan, LR dan MS melakukan
analisis bioinformatik dari data dan menyiapkan angka, EK dan MŠ merancang dan melakukan
percobaan aliran cytometric, HV melakukan Pewarnaan imunofluoresensi, LR dan MP
melakukan Luminex
percobaan. LR, KüK, MK dan KA mengambil sampel pasien dan mengumpulkan data klinis.
KaK, KüK, PP dan AR mengawasi penelitian dan data yang ditinjau. LR dan KaK menulis
dalam bentuk paper dengan kontribusi dari semua penulis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Uni Eropa melalui Dana Pembangunan Daerah Eropa (Proyek No.
2012-2015.3.2.0701.12-0049 dan 2014-2020.4.01.15-0012), oleh Estonian Dewan Penelitian
memberikan IUT 2-2, dan dengan dana penelitian pribadi PUT1367, PUT177, PUT1465 dan
PUT1669. Kami berterima kasih kepada Prof. Annamari Ranki untuk membaca kritis naskah
dan komentar berharga terhadap tulisan kami.

MATERI TAMBAHAN

Bahan Pelengkap untuk artikel ini dapat ditemukan


online di: https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fimmu. 2018.02707 / bahan tambahan
# penuh

Anda mungkin juga menyukai