PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Definisi talak
2. Macam-macam, syarat, rukun, dan tatacara talak
3. Definisi rujuk
4. Macam-macam, syarat, rukun, hukum, dan tatacara rujuk
5. Definisi dan macam-macam iddah
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan agar para pembaca bisa mengerti hal-hal yang harus
diperhatikan mengenai talak dan rujuk agar terlaksana dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TALAK
b. Syarat Rujuk
Syarat dalam rujuk yang telah disepakati para ulama ialah ucapan rujuk mantan
suami dan mantan istri. Syarat-syarat tersebut ialah.
1. Laki-laki yang merujuk, adapun syarat bagi laki-laki yang merujuk itu adalah sebagai
berikut: laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia
menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk itu mestilah
seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah dewasa
dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih
belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak sah ruju’ yang dilakukannya. Begitu pula bila
rujuk itu dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujuk
orang yang mabuk karena sengaja minum-minuman yang memabukkan, ulama berbeda
pendapat sebagaimana berbeda pendapat dalam menetapkan sahnya akad yang dilakukan
oleh orang mabuk.
2. Perempuan yang dirujuk, adapun syarat sahnya rujuk bagi perempuan yang dirujuk itu
adalah perempuan itu istri yang sah dari laki-laki yang merujuk, istri itu telah diceraikan
dalam bentuk talak raj’i. Tidak sah merujuk istri yang masih terikat dalam tali perkawinan
atau telah ditalak namun dalam bentuk talak ba’in, istri itu masih berada dalam iddah talak
raj’i. Laki-laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara
talak raj’i, selama berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama
sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya, dan istri itu telah digaulinya
dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada istri yang diceraikannya sebelum istri
itu sempat digaulinya, karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu masih berada dalam
iddah, istri yang dicerai sebelum digauli tidak mempunyai iddah, sebagaimana disebutkan
sebelumnya.
Menurut Wahbah al Zuhaily dalam Nuruddin dan Tarigan mengatakan bahwa hal-
hal yang tidak termasuk dalam syarat rujuk yaitu:
a. Kerelaan istri, dalam rujuk tidak disyaratkan dalam kerelaan istri, karena hak rujuk itu
adalah hak suami yang tidak tergantung pada izin atau persetujuan pihak lain,
b. Tidak disyaratkan suami untuk memberi tahu istrinya karena lagi-lagi rujuk merupakan
hak suami, dan
c. Saksi ketika rujuk, saksi tidak diperlukan bagi suami yang akan kembali kepada istrinya.
Akan tetapi ulam sepakat mengatakan bahwa adanya saksi itu dianjurkan sekedar
untuk berhati-hati belaka.
C. IDDAH
1. Iddah Talak
Iddah talak artinya iddah yang terjadi karena perceraian. Iddah Talak pun di bagi
menjadi dua yaitu:
a. Perempuan yang masih haid. Iddahnya adalah tiga kali suci atau tiga kali haid,
sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 228;
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
b. Perempuan yang belum haid atau tidak lagi haid (menopause). Iddahnya adalah tiga
bulan sesuai dengan Firman Allah dalam Surat At Talaq ayat 4:
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan
yang tidak haid”.
2. Iddah Hamil
Iddah Hamil adalah iddah yang terjadi apabila pempuan yang diceraikan itu sedang
hamil. Iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya. Firman Alloh swt. Dalam
Surat At Talaq ayat 4:
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
3. Iddah Wafat
Iddah wafat yaitu iddah yang terjadi apabila seorang perempuan ditinggal mati
suaminya. Dan adapun iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Firman Allah swt
dalam Surat Al Baqarah ayat 234:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat”.
3.C. Hikmah masa iddah
Adapun hikmah iddah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan
2. Memberi kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk kembali kepada kehidupan
semula, jika mereka menganggap hal tersebut baik.
3. Menjungjung tinggi masalah perkawinan yaitu untuk menghimpunkan orang-orang arif
mengkaji masalahnya, dan memberikan waktu berpikir panjang.
4. Kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri sama-sama hidup
lama dalam ikatan akadnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah:
Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda
atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah. Talak menurut syara’ ialah
melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan dalam pengertian
terminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan istri yang telah dicerai
raj’i bukan cerai ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam hukum
perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum yang terpuji.
Daftar Pustaka
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Hakim, Haji Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
Nuruddin, Haji Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. 2004. Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana.
Ramulyo, Muhammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Subki, A’la. 2010. Pendidikan Agama Islam. Klaten: CV. Gema Nusa.
Syariffudin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
jurriyati khaira pohan di 07.12