Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkawinaan adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dengan perempuan


dalam ikatan suami istri. Dalam perkawinan setiap orang ingin membentuk keluarga bahagia
dan utuh sampai akhir hayat tetapi, kadang ada suatu permasalahan yang membuat
pertengkaran bahkan menngambil jalan perceraian. Allah paling membenci hal tersebut.
Talak ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafazh yang
tertentu, misalnya suami berkata kepada istrinya. Pada dasarnya talak hukumnya boleh, tetapi
sangat dibenci menurut pandangan syara’. Ucapan untuk mentalak istri ada dua yaitu ucapan
sharih, yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk mentalak, dan ucapan yang kinayah yaitu
ucapan yang tidak jelas maksudnya.
Salah satu jalan untuk kembali yang digunakan seorang suami kepada mantan istrinya
ialah dengan rujuk. Kesempatan itu diberikan kepada setiap manusia oleh Allah untuk
memperbaiki perkawinannya yang sebelumnya kurang baik. Hal tersebut merupakn salah
satu hikmah rujuk.
Rujuk sendiri mempunyai penngertian yang luas yaitu kembalinya seorang suami
kepada istri yang telah ditalak raj’i bukan talak ba’in selama masih dalam masa iddah. Dari
definisi tersebut, terlihat beberapa kata kunci yang menunjukan hakikat perbuatan rujuk.
Seseorang yang ingin melakukuan rujuk harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan
mengenai rujuk agar terlaksana dengan baik. Diantara hal-hal yang berkaitan ialah: tata cara
rujuk, hak rujuk, hukum rujuk serta rukun dan syarat dalam rujuk. Untuk lebih jelas,
dimakalah ini akan dibahas mengenai hal-hal terrsebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Definisi talak
2. Macam-macam, syarat, rukun, dan tatacara talak
3. Definisi rujuk
4. Macam-macam, syarat, rukun, hukum, dan tatacara rujuk
5. Definisi dan macam-macam iddah

C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan agar para pembaca bisa mengerti hal-hal yang harus
diperhatikan mengenai talak dan rujuk agar terlaksana dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. TALAK

1.A. Definisi Talak


Talak di ambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan. Talak menurut
bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan
atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah. Talak menurut istilah adalah menghilangkan ikatan
pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan dengan mengunakan kata-kata tertentu. Talak
menurut syara’ ialah melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
Langgengnya kehidupan dalam ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang di utamakan
dalam iman. Akad nikah di adakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami istri bersama-
sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung.
Oleh karna itu dapat di katakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang
paling suci dan kokoh dan tempaat mencurahkan kasih sayang dan dapat memelihara anak-
anaknya sehingga mereka tumbuh dengan baik.
Begitu kuat dan kokohnya hubungan antara suami istri maka tidak sepantasnya
apabila hubungan tersebut di rusak dan di sepelekan, setiap usaha untuk menyepelekan
hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci oleh Islam karna ia merusak
kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.

2.A. Macam-Macam Talak


Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi
menjadi 2 macam yaitu:
1. Talak Raj’i
Talak Raj’I yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali
istrinya. Setelah itu di jatuhkan lafal-lafal tertentu dan istri benar benar sudah di gauli.
Jelasnya talak Raj’I adalah talak yang dijatukan suami kepada istrinya sebagai talak atau
talak dua .Allah berfirman dalam (surat al-baqarah 228)
Yang atinya:
“Istri-istri yang di talak, hendaklah memelihara dirinya selama 3Quru’. Mereka tidak halal
menyembunyikan apa yang telah diciptakan Allah dala kandungan rahim mereka. Jika
mereka beriman kepada Allah dan hari kiamat dan bekas suami mereka lebih berhak
kembali kepadanya dalam massa iddah itu jika mereka para suami itu menghendaki ishlah’
(surat Al_baqarah :228)
2. Talak Ba’in
Apabila istri bersetatus talak ba’in, maka suami tidak boleh rujuk kepadanya, suami
boleh melaksanakan akad nikah baru kepada bekas istrinya itu dan membayar mahar baru
dengan mengunakan rukun dan syarat yang baru pula.
Fuqoha sependapat bahwa talak ba’in terjadi karena belum terdapatnya pergaulan suami
istri karena adanya bilangan talak tertentu karena adanya penerimaan ganti pada khulu’.
Talak ba’in ada dua macam yaitu talak ba”in sughra dan talak bai’in kubra :
a. Talak ba’in sughra
yaitu talak yang terjadi kurang dari tiga kali keduannya tidak hak rujuk dalam
massaiddah, akan taetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah yang baru.
Talak ba’in sughra begitu di ucapkan dapat memutuskan hubungan suami istri. Karena
ikatan perkawinannya telah putus maka istrinya kembali menjadi orang asing bagi
suaminya. Oleh karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan perempuan itu apalagi
sampai mengaulinya dan jika salah satunya meninggal sebelum atau masi iddah, maka yang
lain tak mendapat memperoleh warisannya. Akan tetapi, pihak perempuan masih berhak
atas sisa pembayaran mahar yang tidak di berikan secara kontan, sebelum di talak atau
sebelum suami meninggal sesuai yang telah dijanjikan .
Mantan suami boleh atau berhak kepada kembali kepada, mantan istri yang telah
ditalak ba’in sughraadalah akad nikah dan mahar baru. Selama ia belum menikah dengan
laki-laki lain.
Adapun yang termasuk kedalam bagian talakba’in sughra adalah
1. Talak karena fasakh yang di jatukan oleh hakim di pengadilan agama
2. Talak pakai iwad (ganti rugi) atau talak tebus berupa khuluk
3. Talak karena belum dikumpuli

b. Talak ba’in kubra


Talak ba’in kubra yaitu talak yang terjadi sampai 3x penuh dan tidak ada rujuk
dalam massa iddah maupun dalam nikah baru, kecuali kalau bekas istrinya telah nikah lagi
dengan orang lain dan telah berkumpul sebagai suami istri secara nyata dan sah.
Yang termasuk talak kubra adalah sebagai berikut:
1. Talak li’an
Talak li’an yaitu talak yang terjadi karena suaminya menuduh istrinya berbuaat
zina atau suaminya tidak mengakui anak yang ikandung oleh istrinya kemudian suaminya
bersumpah sampai lima kali dalam hal ini tidak hak untuk rujuk dan menikahinya lagi
2. Talak tiga
Bagi istri yang ditalak 3X, tidak ada rujuk untuk massa iddah. Mantan suami bisa
kembali dengan pernikahan baru apabila;
a. Mantan istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain
b. Telah digauli dengan suami yang kedua (suami baru)
c. Sudah dicerai suami yang kedua
d. Telah habis masa iddahnya
3. Talak Sunni
Talak sunni adalah talak yang dijatuhkan sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah Nabi,
yaitu wanita yang diceraikan dalam keadaan suci atau tidak dalam masa haid dan tidak
digauli selama masa sucinya.
4. Talak Bid’i
Talak bid’i yaitu talak yang haram untuk dijatuhkan atau bertentangan dengan
tuntunan sunnah, atau tidak memenuhi syarrat-syarat talak sunni.

3.A. Rukun Talaq


Beberapa hal yang menjadi rukun talak dengan syarat-syaratnya antara lain sebagai
berikut:
1. Kata-kata talak
Ulama sepakat bahwa suatu talak dapat terjadi, apabila disertai dengan niat dan
menggunakan kata-kata yang tegas. Kata-kata talak itu ada 2 yaitu:
a) Kata-kata tegas (Sharih)
Kata-kata talak yang sharih artinya lafal yang digunakan itu terus terang menyatakan
perceraian.
Misalnya: suami berkata kepada istrinya “Engkau telah aku ceraikan” atau “Aku telah
menjatuhkan talak untukmu, “Engkau tertalak,”
b) Kata-kata talak tidak tegas (Kinayah)
Sindiran artinya lafal yang tidak ditetapkan untuk perceraian, tetapi bisa berarti talak
dan lainnya.
Misalnya, “Engkau terpisah” kata ini bisa berarti pisah dari suami, atau bisa juga pisah
(terjauh) dari kejahatan atau kata-kata lain.

2. Orang (suami) yang menjatuhkan talak


Orang (suami) yang boleh menjatuhkan talak adalah:
a. Berakal sehat, maka tidak sah talaknya anak kecil atau orang gila
b. Dewasa dan merdeka
c. Tidak dipaksa
d. Tidak senang mabuk
e. Tidak main-main atau bergurau
f. Tidak pelupa
g. Tidak dalam keadaan bingung
h. Masih ada hak untuk mentalak
3. Istri yang dapat dijatuhi talak
Mengenai istri-istri yang dapat ditajuhi talak, Fuqaha sepakat bahwa mereka harus:
a. Perempuan yang dinikahi dengan sah
b. Perempuan yang masih dalam ikatan nikah yang sah atau ismah
c. Belum habis masa iddahnya pada talak raj’i
d. Tidak sedang haid atau suci yang dicampuri

4.A. Syarat Sah Jatuhnya Talak


Talak yang dijatuhkan oleh suami dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf balig, dan berakal sehat
2. Talak itu hendaknya dilakukan atas kemauan

5.A. Bilangan Talak


Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali talak. Talak
satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan boleh kawin kembali
sesudah iddah.
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami masih
bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis. Apabila masa
iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi mantan istrinya tersebut
dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa
talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan
talaq satu, maka ia masih memiliki dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua
talaq, maka ia tinggal memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah dijatuhkan
sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan istrinya setelah masa
iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau setelah istrinya dinikahi oleh orang lain.
Sebab keberadaan suami baru bagi mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami
pertama sebelum ia menuntaskan bilangan talaqnya.
B. RUJUK

1.B. Definisi Rujuk


Rujuk merupakan prioritas utama dalam sistem hukum Islam yang diberikan Allah
SWT untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus selama-lamanya. Hal
ini diperbolehkan kepada orang lain setelah berakhirnya masa iddah. Rujuk hanya dilakukan
pada talak raj’i, yaitu talak pertama atau kedua yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah
digauli. Oleh sebab itu, rujuk tidak dapat diberikan pada peristiwa talak yang ketiga (ba’in).
Rujuk dilakukan melalui perkataan yang jelas, bukan perbuatan. Para ulama berbeda
pendapat mengenai rujuk yang dilakukan dengan perbuatan. Menurut Imam Syafi’i, bahwa
rujuk tersebut tidak sah. Sedangkan menurut ulama lainnya mengatakan sah. Rujuk tidak
mudah untuk dilakukan. Sebab rujuk sendiri mempunyai tata caranya dan ada pasal-pasal
yang mengatur bagaimana cara merujuk. Diantara pasal-pasal tersebut ialah: pasal 167 KHI,
168 KHI dan 169 KHI. Seseoarang yang melakukan rujuk dengan tujuan tidak baik, maka
hukumnya adalah haram. Sebab hal tersebut merupakan perbuatan yang dzalim.
Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan dalam pengertian
terminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan istri yang telah dicerai
raj’i bukan cerai ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam hukum
perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum yang terpuji.
Dari definisi-definisi tersebut terlihat beberapa kata kunci yang menunjukan hakikat
dari perbuatan yang bernama rujuk itu:
1. kata atau ungkapan “kembali” mengandung arti bahwa diantara keduanya sebelumnya
telah terikat dalam perkawinan, namun ikatan tersebut telah berakhir dengan perceraian,
dan laki-laki yang kembali kepada orang lain dalam bentuk perkawinan, tidak disebut
rujuk dalam pengertian ini,
2. Ungkapan atau kata “yang telah dicerai raj’i” mengandung arti bahwa istri yang bercerai
dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus atau ba’in , hal ini mengandung
maksud bahwa kembali kepada istri yang belum dicerai atau telah dicerai tetapi tidak
dalam bentuk talak raj’i tidak disebut rujuk dan
3. Ungkapan atau kata “masih dalam masa iddah” mengandung arti bahwa rujuk itu hanya
terjadi selam istri masih berada dalam iddah. Bila waktu telah habis mantan suami tidak
dapat lagi kembali kepada istrinya dengan nama rujuk, untuk itu suami harus memulai lagi
nikah baru dengan akad baru.

 Rujuk terhadap Wanita yang Ditalak Ba’in


Menurut Imamiyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah dalam Mughniyah,
berpendapat rujuk terhadap wanita yang ditalak ba’in terbatas hanya terhadap wanita yang di
talak melalui khulu (tebusan), melainkan dengan syarat sudah dicampuri. Hendaknya
talaknya itu bukan merupakan talak tiga. Para Mazhab tersebut sepakat hukum wanita seperti
itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang untuk mengawininya kembali disyaratkan
adanya akad, mahar, wali, dan kesediaan si wanita. Dalam hal ini selesainya iddah tidak
dianggap sebagai syarat.
Seorang suami yang menceraikan istrinya tiga kali atau lebih, maka suami tersebut
tidak boleh melakukan rujuk kepada istrinya, melainkan dengan beberapa syarat yaitu: telah
selesai masa iddah perempuan tersebut darinya, perempuan tersebut menikah lagi dengan
lelaki lain, telah bersetubuh dengan lelaki yang telah dikawininya lagi, telah dicerai lelaki
tersebut tiga kali cerai, dan telah selesai masa iddahnya dari lelaki tersebut.

2.B. Rukun dan Syarat Rujuk


Seseorang yang melakukan rujuk harus memenuhi syarat-syarat dan rukun dalam
rujuk.
a. Rukun Rujuk
Yang termasuk dalam rukun rujuk ialah: keadaan istri disyaratkan sudah dicampuri
oleh suaminya, suami melakukan rujuk atas kehendak sendiri, rujuk dilakukan dengan
sighat (lafal atau perkataan rujuk dari suami) bukan melalui perbuatan (campur), dan
hadirnya saksi. Mengenai saksi para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu
merupakan rukun yang wajib atau hanya sunnah. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan
yang lain mengatakan hanya sunnah.
Berbeda-beda pula para ulama mengenai rujuk yang dilakukan dengan perbuatan.
Imam Syafi’i berpendapat hal tersebut tidak sah, yang berlandaskan pada ayat Allah yang
menyuruh bahwa rujuk harus dilakukan dengan dipersaksikan, sedangkan yang dapat
dipersaksikan hanya dengan sighat (perkataan). Akan tetapi menurut kebanyakaan para
ulama, rujuk dengan perbuatan itu sah (boleh). Mereka beralasan kepada firman Allah swt
yang berbunyi: “Dan suami-suami berhak merujukinya.” Dalam ayat tersebut tidak
ditentukan dengan perkataan atau perbuatan. Hukum mempersaksikan pada ayat tersebut
hanya sunnah, bukan wajib.

b. Syarat Rujuk
Syarat dalam rujuk yang telah disepakati para ulama ialah ucapan rujuk mantan
suami dan mantan istri. Syarat-syarat tersebut ialah.
1. Laki-laki yang merujuk, adapun syarat bagi laki-laki yang merujuk itu adalah sebagai
berikut: laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia
menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk itu mestilah
seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah dewasa
dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih
belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak sah ruju’ yang dilakukannya. Begitu pula bila
rujuk itu dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujuk
orang yang mabuk karena sengaja minum-minuman yang memabukkan, ulama berbeda
pendapat sebagaimana berbeda pendapat dalam menetapkan sahnya akad yang dilakukan
oleh orang mabuk.
2. Perempuan yang dirujuk, adapun syarat sahnya rujuk bagi perempuan yang dirujuk itu
adalah perempuan itu istri yang sah dari laki-laki yang merujuk, istri itu telah diceraikan
dalam bentuk talak raj’i. Tidak sah merujuk istri yang masih terikat dalam tali perkawinan
atau telah ditalak namun dalam bentuk talak ba’in, istri itu masih berada dalam iddah talak
raj’i. Laki-laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara
talak raj’i, selama berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama
sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya, dan istri itu telah digaulinya
dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada istri yang diceraikannya sebelum istri
itu sempat digaulinya, karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu masih berada dalam
iddah, istri yang dicerai sebelum digauli tidak mempunyai iddah, sebagaimana disebutkan
sebelumnya.

Menurut Wahbah al Zuhaily dalam Nuruddin dan Tarigan mengatakan bahwa hal-
hal yang tidak termasuk dalam syarat rujuk yaitu:
a. Kerelaan istri, dalam rujuk tidak disyaratkan dalam kerelaan istri, karena hak rujuk itu
adalah hak suami yang tidak tergantung pada izin atau persetujuan pihak lain,
b. Tidak disyaratkan suami untuk memberi tahu istrinya karena lagi-lagi rujuk merupakan
hak suami, dan
c. Saksi ketika rujuk, saksi tidak diperlukan bagi suami yang akan kembali kepada istrinya.
Akan tetapi ulam sepakat mengatakan bahwa adanya saksi itu dianjurkan sekedar
untuk berhati-hati belaka.

3.B. Tata Cara Rujuk


Mengenai tata cara dalam rujuk, ada beberapa pasal yang mengatur tata cara dalam
rujuk. Diantara pasal-pasal yang mengatur tata cara dalam rujuk serta tata caranya ialah:
Pasal 167 KHI:
1. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke Pegawai Pencatat
Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami istri
dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang
diperlukan,
2. Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri di hadapan Pegawai Pencatat Nikah atau
Pembantu Pencatat Nikah,
3. Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu
memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang
dilakukan itu masih dalam talak raj’i, apakah perempuan yang akan dirujuknya itu adalah
istrinya,
4. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta
saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk dan
5. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami istri tentang
hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk.

4.B. Hukum Rujuk


Adapun hukum rujuk, yaitu :
1. Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang istrinya sebelum dia
sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak,
2. Haram, apabila rujuknya berniat menyakiti istri,
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya,
4. Mubah, ini adalah hukum rujuk yang asli dan,
5. Sunnah, apabila suami bermaksud untuk memperbaiki istrinya atau rujuk itu lebih
berfaedah bagi keduanya.

5.B. Hak Rujuk


Hak merujuk bekas suami terhadap bekas istrinya yang ditalak raj’i diatur
berdasarkan Firman Allah surat Al Baqarah ayat 228 yang menyatakan: “Dan suami-suami
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami itu) menghendaki
ishlah (perbaikan)”. Bekas suami yang merujuk bekas istrinya yang ditalak raj’i mempunyai
batasan bahwa bekas suami itu bermaksud baik dan untuk mengadakan perbaikan. Tidak
dibenarkan bekas suami mempergunakan hak merujuk itu dengan tujuan yang tidak baik atau
berbuat zalim.

C. IDDAH

1.A. Pengertian Iddah


Iddah berasal dari adad artinya menghitung atau menunggu. Maksudnya
adalah perempuan atau istri menghitung hari-harinya dan masa bersihnya. Menurut istilah,
iddah mengandung arti lamanya perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh menikah
setelah bercerai atau ditinggal mati suaminya.
Jadi, iddah adalah satu masa dimana perempuan yang telah diceraikan, baik
cerai hidup atau mati, harus menunggu untuk meyakinkan apakah rahimnya telah berisi atau
kosong dari kandungan.
2.B. Macam-macam Iddah
Iddah terbagi atas beberapa macam diantaranya ialah:

1. Iddah Talak
Iddah talak artinya iddah yang terjadi karena perceraian. Iddah Talak pun di bagi
menjadi dua yaitu:
a. Perempuan yang masih haid. Iddahnya adalah tiga kali suci atau tiga kali haid,
sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 228;
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

b. Perempuan yang belum haid atau tidak lagi haid (menopause). Iddahnya adalah tiga
bulan sesuai dengan Firman Allah dalam Surat At Talaq ayat 4:
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan
yang tidak haid”.

2. Iddah Hamil
Iddah Hamil adalah iddah yang terjadi apabila pempuan yang diceraikan itu sedang
hamil. Iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya. Firman Alloh swt. Dalam
Surat At Talaq ayat 4:
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.

3. Iddah Wafat
Iddah wafat yaitu iddah yang terjadi apabila seorang perempuan ditinggal mati
suaminya. Dan adapun iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Firman Allah swt
dalam Surat Al Baqarah ayat 234:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat”.
3.C. Hikmah masa iddah
Adapun hikmah iddah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan
2. Memberi kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk kembali kepada kehidupan
semula, jika mereka menganggap hal tersebut baik.
3. Menjungjung tinggi masalah perkawinan yaitu untuk menghimpunkan orang-orang arif
mengkaji masalahnya, dan memberikan waktu berpikir panjang.
4. Kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri sama-sama hidup
lama dalam ikatan akadnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah:
Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda
atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah. Talak menurut syara’ ialah
melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan dalam pengertian
terminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan istri yang telah dicerai
raj’i bukan cerai ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam hukum
perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum yang terpuji.
Daftar Pustaka
 Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
 Hakim, Haji Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
 Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
 Nuruddin, Haji Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. 2004. Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana.
 Ramulyo, Muhammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
 Subki, A’la. 2010. Pendidikan Agama Islam. Klaten: CV. Gema Nusa.
 Syariffudin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
 jurriyati khaira pohan di 07.12

Anda mungkin juga menyukai