Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

GAGAL JANTUNG PADA USIA LANJUT

Disusun Oleh
ADELA BRILIAN
NIM I 111 120 20

Pembimbing:
dr. Acmadi Eko Sugiri, Sp.PD

SMF ILMU KESEHATAN GERIATRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD ADE M DJOEN
SINTANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka


mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun Negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.1
Gagal jantung menjadi masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan
prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Prevalensi gagal jantung akan
meningkat seiring dengan meningkatnya populasi usia lanjut, karena populasi usia
lanjut dunia bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, sehingga
relatif bertambah besar.2
Gagal jantung pada lanjut usia dapat menunjukan gejala awal yang tak khas.
Gejala-gejala mungkin tak spesifik seperti perburukan status mental atau depresi dan
tanda-tanda mungkin tersembunyi oleh adanya berbagai komorbiditas sehingga gagal
jantung kronik pada lanjut usia sulit untuk didiagnosis. Selain itu, gagal jantung
kronik pada lanjut usia juga sulit diterapi karena komorbiditas yang banyak,
pemberian polifarmasi dan tingginya kejadian efek samping obat.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung merupakan sindrom kompleks di mana seorang pasien harus
memiliki tampilan gejala khas gagal jantung (sesak saat istirahat atau saat
aktifitas, kelelahan, serta tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema
pergelangan kaki), tanda khas gagal jantung (takikardi, takipnea, ronki, efusi
pleura, peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegali) serta bukti objektif
kelainan struktural atau fungsional jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi
jantung 3, murmur, kelainan pada echocardiografi, peningkatan natriuretic
peptide). Pada gagal jantung, jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.4

2.2.Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung pada seluruh populasi berkisar antara 2 sampai 30%
dan yang asimtomatik sebesar 4% dari seluruh populasi. Angka ini cenderung
mengikuti pola eksponensial seiring usia, sehingga pada orang tua (70-80 tahun)
menjadi 10- 20%. Meskipun insidens relatif gagal jantung lebih rendah pada
perempuan, perempuan berkontribusi pada setidaknya setengah kasus gagal
jantung karena angka harapan hidup mereka lebih tinggi. Di Amerika, prevalensi
gagal jantung pada usia 50 tahun ialah sebesar 1%, pada usia 80 tahun mencapai
7,5%. Di Inggris, prevalensi gagal jantung pada usia 60-70 tahun sebesar 5% dan
mencapai 20% pada usia 80 tahun, situasi yang sama terjadi di Italia dan
Portugal. Di Cina, prevalensi gagal jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar
0,9%. Diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung muncul setiap
tahunnya di seluruh dunia. Saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal
dalam waktu 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan.5
2.3.Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) tertera pada
tabel
Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung1
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
Tidak terdapat gangguan struktural fisik sehari-hari tidak menimbulkan
atau fungsional jantung, tidak terdapat kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
tanda atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan.
jantung yang berhubungan dengan Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
perkembangan gagal jantung, tidak namun aktifitas fisik sehari-hari
terdapat tanda atau gejala menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
structural jantung yang mendasari tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun istrahat. Keluhan meningkat saat
sudah mendapat terapi medis melakukan aktifitas
maksimal (refrakter)

Beberapa istilah dalam gagal jantung6:


1. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih, tidak dapat dibedakan
berdasarkan pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG; hanya dapat
dibedakan dengan eko-Doppler. Gagal jantung sistolik adalah ketidak
mampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung turun dan
menyebabkan kelemahan, fatigue, kemampuan aktivitas fisik menurun dan
gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan
relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel; didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan
pemeriksaan Doppler-ekokardiografi.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High Output HF ditemukan pada penurunan
resistensi vascular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan,
fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget.
3. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara
tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung
yang turun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai
edema perifer. Contoh gagal jantung kronis adalah pada kardiomiopati
dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi perlahan-lahan. Kongesti
perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan
baik
4. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan
vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea.
Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan
seperti pada hipertensi pulmonal primer / sekunder, tromboemboli paru
kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema
perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.
2.4.Etiologi dan faktor pencetus
Pada umumnya, etiologi gagal jantung pada orang tua sama seperti yang
terjadi pada dewasa muda, tetapi lebih multifaktorial (tabel 2).4
Tabel 2. Etiologi Gagal Jantung pada Lanjut Usia
Penyakit Arteri Koroner
• Infark Miokard Akut
• Kardiomiopati Iskemik
Penyakit Jantung Hipertensi
• Kardiomiopati Hipertensi
Hipertrofi
Penyakit Jantung Katup
• Kalsifi kasi Stenosis Aorta
• Regurgitasi Mitral
• Stenosis Mitral
• Insufi siensi Aorta
• Malfungsi Katup Prostesa
Kardiomiopati
• Dilatasi ( Noniskemik )
• Hipertrofi
• Restriktif
Endokarditis Infeksi
Miokarditis
Penyakit Perikardial
High Output Heart Failure
• Anemia Kronik
• Defisiensi Tiamin
• Hipertiroid
• Arteriovenous Shunting
Age-related Diastolic
Dysfunction
Pada orang tua, penyakit jantung iskemik dengan infark miokard merupakan
penyebab paling sering kardiomiopati dilatasi. Kardiomiopati hipertrofi
hipertensi sering bermanifestasi disfungsi diastolik berat dan dapat menghambat
outfl ow tract ventrikel kiri. High output heart failure tidak biasa ditemukan pada
orang tua; penyebab paling sering high output heart failure ialah anemia kronik,
hipertiroid, defisiensi tiamin dan shunt arteriovena. Walaupun fungsi sistolik
masih normal pada orang tua, gagal jantung dapat terjadi karena disfungsi
diastolik yang terkait dengan bertambahnya usia.
Selain etiologi, penting untuk mengidentifikasi faktor yang dapat
mencetuskan eksaserbasi akut atau subakut. Faktor pencetus paling sering pada
dua per tiga kasus gagal jantung ialah noncompliance pengobatan dan atau diet.
Iskemi miokard atau infark, aritmia seperti takikardi ventrikel, atrial fibrilasi atau
flutter dan blok atrioventrikular umumnya menjadi faktor pencetus pada orang
tua. Pada pasien hipertensi, kontrol tekanan darah inadekuat merupakan
penyebab umum perburukan keadaan gagal jantung.7
Orang tua memiliki kompensasi kardiovaskular yang tidak baik sehingga
gagal jantung dapat dicetuskan oleh keadaan nonkardiak misalnya gangguan
respirasi akut seperti pneumonia, emboli pulmonar atau eksaserbasi penyakit
paru obstruksi kronik.

2.5.Menifestasi Klinis
Sama seperti dewasa muda, manifestasi aklinis paling sering pada orang tua
ialah sulit bernafas, orthopnoe, edema, fatigue dan intoleransi kerja. Akan tetapi,
terutama pada usia 80 tahun ke atas dapat ditemukan atypical symptomatology
yaitu simptom tidak khas, sehingga gagal jantung pada orang tua sering over atau
underdiagnosed. Gejala sulit bernafas dan orthopnoe menjadi manifestasi gagal
jantung dengan penyakit yang mendasari berupa penyakit paru kronik,
pneumonia atau emboli pulmoner.
Pemeriksaan fisik pada orang tua dapat nonspesifik atau tidak khas. Tanda
klasik gagal jantung antara lain ronkhi paru, peningkatan tekanan vena jugularis,
refluks abdominojugular, gallop S3 dan pitting edema ekstremitas bawah. Tetapi
ronkhi paru pada orang tua dapat menjadi tanda penyakit paru kronik, pneumonia
atau atelektasis. Edema perifer dapat disebabkan oleh insufisiensi vena, penyakit
ginjal atau obat seperti penghambat kanal kalsium. Pasien usia tua dapat
memiliki pemeriksaan fisik normal. Pernafasan Cheyne – Stokes dapat menjadi
satu-satunya tanda dugaan gagal jantung. Pada tabel 3 dapat dilihat manifestasi
gagal jantung.1
Tabel 3. Manifestasi Gagal Jantung
Gejala Tanda Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktifitas yang berkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah - Bising jantung
- Begkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang spesifik
- Batuk di malam / dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu - Sura pekak di basal paru pada
- Berat badan turun (gagal jantung perkusi
stadium lanjut) - Takikardia
- Perasaan kembung/ begah - Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun - Nafas cepat
- Perasaan bingung (terutama pasien usia - Heaptomegali
lanjut) - Asites
- Depresi - Kaheksia
- Berdebar
- Pingsan

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung


Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan
secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor
atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima
jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain
seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.8 Kriteria
mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan
gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit

2.6.Patofisiologi Gagal Jantung


Perubahan spesifik pada struktur dan fungsi jantung terkait dengan penuaan
jantung menjadi kecenderungan orang tua terjadi gagal jantung. Dengan
bertambahnya usia, ada penurunan jumlah dan fungsi miosit, yang terjadi.
Mekanisme yang mendasari perubahan tersebut meliputi nekrosis dan apoptosis
yang meningkat, dan kapasitas regenerasi sel progenitor jantung yang berkurang.
Hal ini mencegah reparasi adekuat menyebabkan hilangnya miosit karena usia
atau injuri miokard dan iskemia. Hilangnya fungsi kardiomiosit dikompensasikan
dengan hipertrofi sel yang tersisa.9
Perubahan fungsi miosit yang terkait dengan usia meliputi metabolisme dan
regulasi kalsium yang terganggu, yang mencerminkan perubahan proses
kontraksi dan relaksasi. Selain itu, protein kontraktil berubah seiring
bertambahnya usia dengan perubahan yang terlihat pada jantung hipertrofi.
Akhirnya, pemanfaatan ATP kurang efisien dalam penuaan jantung.9
Kelainan ini dapat menyebabkan substrat memburuknya fungsi jantung dalam
pengaturan kondisi yang memperburuk, bahkan pada jantung yang sehat.
Mekanisme potensial lain yang terkait dengan tingginya risiko pengembangan
gagal jantung dalam usia lanjut adalah pemendekan telomer, sebagai penanda
penuaan biologis dan seluler terkait dengan perkembangan gagal jantung.
Bersamaan dengan berkurangnya jumlah, fungsi, dan hipertrofi kompensasi
miosit, miokardium yang tua dipengaruhi oleh ketidakseimbangan metabolisme
matriks ekstraselular, dengan peningkatan kandungan kolagen miokardial dan
perkembangan fibrosis yang akut. Fibrosis miokard dipicu oleh beberapa
mekanisme yang diketahui diatur dalam gagal jantung pada berbagai usia, dan
yang secara konstitutif diaktifkan pada orang tua, termasuk pengaturan regulasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, peningkatan aktivitas inflamasi, dan stres
oksidatif.9
Selain itu, perubahan terkait usia mempengaruhi keseluruhan sistem vaskular,
menyebabkan fibrosis dinding vaskular arteri, penebalan, dan kekakuan, yang
selanjutnya meningkatkan afterload jantung dan memperburuk hipertrofi.
Mekanisme ini dapat berujung pada pengembangan HFpEF yang jelas secara
klinis. Pada awalnya, gejala yang berhubungan dengan HFpEF (Heart Failure
with Preserved Ejection Fraction) biasanya terjadi selama pengerahan tenaga.
Kapasitas latihan terutama dipengaruhi karena peningkatan denyut jantung yang
rendah selama latihan yang ditunjukkan oleh pasien lanjut usia, serta tekanan
afterload dan akhir diastolik yang lebih tinggi akibat kekakuan vaskular, dan
volume stroke yang lebih bergantung pada preload karena gangguan relaksasi.9
Mekanisme yang disebutkan di atas mungkin juga menjelaskan, sebagian,
mengapa gagal jantung pada usia lanjut paling sering umum adalah HFpEF,
ejeksi fraksi dan kontraktilitas biasa pada awalnya dipertahankan. Kekakuan
dinding miokard dan vaskular terkait usia dan peningkatan impedansi aorta
akibat kenaikan tekanan distorsi aorta, seperti yang terlihat pada puncak tekanan
darah sistolik, dapat menyebabkan tekanan akhir diastolik yang meningkat pada
ventrikel yang kaku, dan dapat menjadi edema paru. Kondisi yang selanjutnya
mengganggu pengisian ventrikel, seperti atrial fibrilasi, dapat memicu
dekompensasi gagal jantung lebih mudah. Sebaliknya, gagal jantung sistolik
lebih khas pada pasien muda, mungkin sebagai konsekuensi penyakit jantung
iskemik. Namun, seiring pertabahan waktu, dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri
dapat terjadi sebagai tahap akhir HFpEF.9

2.7.Diagnosis Gagal Jantung


Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali,
edema tungkai.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk
mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,
ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes
fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis
terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20
mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B
pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.
Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.10
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir
seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan
gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu
pada pasien sangat kecil kemungkinannya.10
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada
gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai
struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi
adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang
berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium,
serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi
gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup,
serta mengetahui risiko emboli.10 Ekokardiografi mempunyai peran penting
dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus
memenuhi tiga kriteria: Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung, fungsi
sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 -
50%)dan terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal /
kekakuan diastolik).1
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme
inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada
gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300
pg/ml.10
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui
ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan
sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta
pulmonary artery capillary wedge pressure.10

2.8.Tatalaksana Gagal Jantung


Tujuan utama penatalaksanaan gagal jantung pada orang tua ialah untuk
mengembalikan kualitas hidup, mengurangi frekuensi eksaserbasi gagal jantung
dan memperpanjang hidup. Tujuan sekunder ialah memaksimalkan kemandirian
serta kapasitas kerja dan mengurangi biaya perawatan. Untuk mencapai tujuan ini
terapi harus mencakup penanggulangan etiologi dan faktor pencetus, terapi
nonfarmakologi (non medikamentosa) dan farmakologi (medikamentosa). Terapi
nonfarmakologi (nonmedikamentosa) antara lain dapat berupa7:
a. Edukasi gejala, tanda, dan pengobatan gagal jantung
b. Manajemen diet, yaitu mengurangi jumlah garam, menurunkan berat badan
bila dibutuhkan, rendah kolesterol, rendah lemak, asupan kalori adekuat
c. Latihan fisik yang sesuai akan memperbaiki kapasitas fungsional dan kualitas
hidup pasien gagal jantung
d. Dukungan keluarga untuk selalu memperhatikan dan merawat pasien gagal
jantung di usia tua sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien.
Berikut adalah topik keterampilan merawat diri yang perlu dipahami penderita
gagal jantung pada tabel 5.
Tabel 5. Topik Keterampilan Merawat Diri yang perlu dipahami penderita Gagal
Jantung.
Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri
Definisi dan etiologi Memahami penyebab gagal jantung dan mengapa
gagal jantung keluhan-keluhan timbul
Gejala-gejala dan Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
tanda-tanda gagal Mencatat berat badan setiap hari
jantung Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai
anjuran
Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat
digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor Berhenti merokok, memantau tekanan darah
risiko Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi
Rekomendasi olah Melakukan olah raga teratur
raga
Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan
Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan
membuat keputusan realistik

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)


dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka
pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal..1
Prinsip dasar terapi farmakologi medikamentosa gagal jantung adalah
mencegah remodelling progresif miokardium serta mengurangi gejala. Gejala
dikurangi dengan cara menurunkan preload (aliran darah balik ke jantung),
afterload (tahanan yang dilawan oleh kontraksi jantung), dan memperbaiki
kontraktilitas miokardium. Prinsip terapi di atas dicapai dengan pemberian
golongan obat diuretik, ACE-inhibitor, penyekat beta, digitalis, vasodilator, agen
inotropik positif, penghambat kanal kalsium, antikoagulan, dan obat antiaritmia.7
Berikut merupakan alur tatalaksana gagal jantung dengan EF gambar 1.

Gambar 1. Alur tatalaksana gagal jantung


Tatalaksana Gagal Jantung EF normal (Gagal Jantung Diastolik) sampai saat
ini belum ada terapi yang terbukti secara khusus, dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditasnya. Diuretik digunakan untuk mengatasi retensi garam dan cairan serta
mengatasi keluhan sesak nafas. Terapi iskemia miokard dan hipertensi yang
adekuat sangat penting dalam penting dalam tatalaksana kelainan ini, termasuk
tatalaksana pengaturan laju nadi, terutam pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Semua obat yang tidak dianjurkan pemberiannya ataupun yang harus dihindari
pada pasien dengan gagal jantung sistolik, juga berlaku pada gagal jantung
diastolik, terkecuali CCB dihidropiridin, karena mempunyai efek kontrol laju nadi.
Obat-obat yang digunakan untuk gagal jantung pada lanjut usia adalah
sebagai berikut
a. ACE inhibitor
Indikasi ACE inhibitor pada gagal jantung fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %, dengan atau tanpa gejala, Obat ini menghambat konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II. Efek terhadap gagal jantung mungkin multifaktorial,
tetapi mekanisme penting ialah inhibisi parsial jalur renin-angiotensin-
aldosteron dan mengurangi aktivitas simpatetik menghasilkan vasodilatasi,
natriuresis dan penurunan tekanan darah. ACE inhibitor berguna mengurangi
sesak nafas dan mengurangi frekuensi eksaserbasi akut gagal jantung. Obat ini
sebaiknya dimulai dengan dosis kecil pada orang tua dan dinaikkan bertahap
sesuai dengan fungsi ginjal. Pada umumnya pemberian dosis pada orang tua
ialah setengah dosis pasien muda.11
Efek samping obat ini ialah batuk kering yang dimediasi bradikinin;
terkait dosis dan dapat responsif dengan penurunan dosis. Dapat juga terjadi
hipotensi berat pada pasien yang mengalami penurunan volume cairan akibat
diuretik terutama pada geriatri yang kontrol baroreseptornya sudah mengalami
kerusakan. Kadar natrium darah harus dipantau teratur saat memulai atau
menaikkan dosis ACE inhibitor dan juga jika memakai kombinasi dengan
diuretik hemat kalium seperti spironolakton karena dapat terjadi hiperkalemia.
Obat golongan ini menjadi lini pertama pengobatan gagal jantung dan
menentukan prognosis Hanya sedikit data penggunaan ACE inhibitor pada
pasien di atas 75 tahun akan tetapi berbagai studi telah membuktikan ACE
inhibitor mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung.11
b. Angiostensin Reseptor Blocker
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan
ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung ARB direkomedasikan sebagai alternative pada pasien intoleran
ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.1
c. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis
kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 %
dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosterone
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.Efek tidak mengutungkan yang dapat
timbul akibat pemberian spironolakton adalah hyperkalemia, perburukan
fungsi ginjal, nyeri dan/atau pembesaran payudara.1
d. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari
dehidrasi atau reistensi.1
Pada pasien geriatri, deplesi volume dan hipotensi harus diperhatikan
karena fungsi baroreseptor yang tidak baik lagi; oleh karena itu diuretik tidak
boleh diberikan pada gagal jantung asimptomatik maupun tidak ada overload
cairan. Diuretik kuat tidak mengurangi mortalitas gagal jantung, penggunaan
diuretik harus dikombinasi dengan ACE inhibitor.11
e. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain
(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin
dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup.`1
Digoksin memiliki efek inotropik positif dengan menahan Ca2+
intrasel sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat. Obat ini juga
memiliki efek mengurangi aktivasi saraf simpatis sehingga dapat mengurangi
denyut jantung pada pasien fibrilasi atrium. Efek toksik digoksin jarang, tetapi
dapat terjadi pada pasien geriatri dengan penurunan fungsi ginjal dan status
gizi kurang. Digoksin tidak menurunkan mortalitas sehingga tidak lagi dipakai
sebagai obat lini pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala dan mengurangi
rawat inap akibat memburuknya gagal jantung. Pada pasien geriatri, dosis
digoksin harus diturunkan dan harus dipantau kadarnya dalam darah.13
f. Penyekat beta
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala ringan sampai
berat (kelas fungsional II - IV NYHA), ACEI / ARB (dan antagonis
aldosteron jika indikasi) sudah diberikan dan pasien stabil secara klinis (tidak
ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada
tanda retensi cairan berat).1
Pemberian penyekat beta pada gagal jantung sistolik akan mengurangi
kejadian iskemi miokard, mengurangi stimulasi sel-sel jantung dan efek
antiaritmi lain, sehingga mengurangi risiko aritmia jantung dan dengan
demikian mengurangi risiko kematian mendadak. Obat ini juga menghambat
pelepasan renin sehingga menghambat aktivasi sistem RAA (renin-
angiotensin-aldosteron) akibatnya terjadi penurunan hipertrofi miokard,
apoptosis dan fibrosis miokard dan remodeling miokard, sehingga progresi
gagal jantung akan terhambat dan dengan demikian menghambat perburukan
kondisi klinis.13
Rekomendasi khusus mengenai pemantauan dan tindak lanjut dari penderita
gagal jantung usia lanjut dengan memantau dan mencari kelemahan penyebab
reversibel (kardiovaskular dan nonkardiovaskular). Meninjau obat dengan
mengoptimalkan dosis pengobatan gagal jantung secara perlahan dan sering
memantau status klinis. Mengurangi polifarmasi, jumlah dosis dan kompleksitas
rezim. Pertimbangkan penghentian pengobatan tanpa efek langsung pada gejala
dan kualitas hidup. Meninjau waktu dan dosis terapi diuretik untuk mengurangi
resiko inkontinensia. Pertimbangkan untuk merujuk keperawatan khusus usia
lanjut untuk tindak lanjut dan memotivasi pasien dan keluarga.
2.9.Gagal Jantung dan Komorbiditas
Penanganan komorbiditas ( penyakit penyerta ) merupakan hal yang sangat
penting pada tatalaksana pasien dengan gagal jantung. Terdapat 4 alasan utama
dalam hal ini, yaitu :
1. Penyakit penyerta dapat mempengaruhi pengobatan gagal jantung itu
sendiri
2. Terapi untuk penyakit penyerta dapat memperburuk gejala dan kondisi
gagal jantung (misalnya penggunaan NSAID)
3. Obat yang digunakan untuk gagal jantung dan yang digunakan untuk
penyakit penyerta dapat saling berinteraksi ( misalnya penggunaan
penyekat β pada penderita asma berat ), sehingga akan mengurangi
kepatuhan pasien dalam berobat
4. Sebagian besar penyakit penyerta berhubungan dengan keadaan klinis
gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk (misalnya diabetes,
hipertensi, dll)
Komorbiditas pada gagal jantung yang paling sering adalah sebagai
berikut:1
a. Angina
Penyekat β merupakan pilihan utama dalam tatalaksana penyakit
penyerta ini.Revaskularisasi dapat menjadi pendekatan alternatif untuk
pengobatan kondisi ini. Ivabradin, harus dipertimbangkan pada pasien
dengan irama sinus yang intoleran terhadap penyekat β untuk
menghilangkan angina. Nitrat per oral atau transkutan, harus
dipertimbangkan pada pasien yang intoleran terhadap penyekat β, untuk
menghilangkan angina. Amlodipin, harus dipertimbangkan pada pasien
yang intoleran terhadap penyekat β, untuk menghilangkan angina.
Nicorandil, dapat dipertimbangkan pada pasien yang intoleran terhadap
penyekat β, untuk menghilangkan angina.
b. Hipertensi
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal
jantung. Terapi antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian
gagal jantung (kecuali penghambat adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif
disbanding antihipertensi lain dalam pencegahan gagal jantung ).
Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic negative (verapamil
dandiltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai hipertensi
pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan pada gagal
jantung diastolik).Bila tekanan darah belum terkontrol dengan pemberian
ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan
amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut,
direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.
c. Diabetes
Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada
gagal jantung, dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status
fungsional.Diabetes dapat dicegahkan dengan pemberian ACE/ARB.
Penyekat β bukan merupakan kontraindikasi pada diabetes dan memiliki
efek yang sama dalam memperbaiki prognosis pada pasien diabetes
maupun non diabetes. Golongan Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan
retensi garam dan cairan serta meningkatkan perburukan gagal jantung dan
hospitlisasi, sehingga pemberiannya harus dihindarkan.Metformin tidak
direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal atau hati yang
berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi
yang paling sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain.
Obat anti diabetik yang baru belum diketahui keamanannya bagi pasien
gagal jantung.
d. Disfungsi Renal dan Sindroma Kardiorenal
Laju fitrasi glomerulus akan menurun pada sebagian besar pasien
gagal janrtung, terutama pada stadium gagal jantung yang lanjut
(advanced). Fungsi renal merupakan predictor independen yang kuat bagi
prognosis pasien gagal jantung. Penghambat renin-angiotensin-aldosteron
(ACE/ARB, MRA) biasanya akan menyebabkan penurunan ringan laju
filtrasi glomerulus, namun hal ini jangan dijadikan penyebab penghentian
terapi obat-obat tersebut, kecuali terjadi penurunan yang sangat signifikan.
Sebaliknya, bila terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang signifikan,
makan harus dipikirkan adanya stenosis arteri renalis. Hipotensi,
hiponatremia dan dehidrasi juga dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Hal lain yang juga dapat menurunkan fungsi ginjal, yang kurang
dipahami, adalah hipervolum, gagal jantung kanan dan kongesti vena
ginajl. Sedangkan obat-obatn yag dapat menyebabkan gangguan fungsi
ginjal antara lain NSAID, beberapa antibiotic (gentamicin, trimethoprim),
digoxin,tiazid.
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung menjadi masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan
prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Gagal jantung pada lanjut usia
dapat menunjukan gejala awal yang tak khas sehingga sulit didiagnosis. Pasien usia
lanjut dengan gagal jantung memiliki profil yang kompleks yang ditandai dengan
berbagai morbiditas, polifarmasi, dan keadaan sosial yang mungkin memberikan
tantangan klinis tambahan, yang memerlukan pendekatan dan multidisiplin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bambang BS, dkk. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta:


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015: 1-48
2. Darmojo B. Penyakit kardiovaskuler pada lanjut usia. Dalam : Darmojo B,
Martono HH, editor. Buku ajar geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2015:
383
3. Muh AS. Symposium Geriatric Syndrom: Revisited. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2011: 139
4. Dickstein K, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure. Europian Society of Cardiology.2008: 29;2388-2442
5. Ervinaria UI. Gagal Jantung pada Geriatri. CDK-212, 2014(41):1: 20
6. Panggabean MM. Gagal jantung. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Marcellus SK, Setiati S, [edt]. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007:
1513-4.
7. Rich MW. Heart Failure. In: Halter JB et al [edt.]. Hazzard’s Geriatric
Medicine and Gerontology. 6thed. USA: McGraw Hill Companies, 2009:
931-49.
8. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwald’s Heart Disease.
Philadelphia: Saunders; 2007: 561-80.
9. Valentina L, Robert JM, Mona F, Marco M, Christopher MO. Heart Failure in
Elderly Patients: Distinctive Features and Unresolved Issues. Eur J Heart Fail.
2013;15(7):717-723
10. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ,
2000;320:297-300
11. Jones EF. Drug Therapy of Heart Failure in Elderly. In: Woodward M et al
[edt.]. Geriatric Therapeutics. Available at:
http://jppr.shpa.org.au/lib/pdf/gt/harvey200109.pdf [Nov, 25th 2017].
12. Ponikowski P, et all. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure. Eur J Heart (2016) 37, 2129–2200.
13. Setiawati A, Nafrialdi. Obat Gagal Jantung dalam Gunawan SG,dkk.
Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007: 299–313.

Anda mungkin juga menyukai