Sejarah R
Sejarah R
Kelas : XI IIS 2
REMEDIAL SEJARAH
1. Prasasti Ciaruteun
Jika melihat fisik Prasasti, maka dapat dipastikan bahwa Prasasti Ciaruteun dibuat dari Batu Alam (Batu
Kali) dengan berat mencapai 8 (delapan) Ton dengan diameter 200 Cm x 150 Cm. Ada pun isi dari
Prasasti Ciaruteun adalah sebagai berikut:
“vikkrantasyavanipat eh
srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam”
Artinya:
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang
mulia sang Purnnawarmman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”, dikutip dari
Wikipedia, kamis 15 November 2018.
Tulisan dalam Prasasti Ciaruteun menggunakan bahasa aksara Pallawa dan disusun empat baris seperti
sloka dalam bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh (irama). Selain tulisan terdapat juga pahatan
sepasang telapak kaki, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin) dan laba-laba. Cap telapak kaki dalam
Prasasti Ciaruteun melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut.
Hal ini juga menegaskan kedudukan Raja Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap
sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Dewa Wisnu dalam Agama Hindu adalah bagian dari Tri
Murti yakni sebagai Dewa Pemelihara.
2. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu ditemukan pada Tahun 1879 di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu sekarang sudah menjadi
elurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Tepatnya berada pada titik koordinat
6°07’45,40”LS dan 0°06’34,05” BT dari Jakarta.
Penemuan ini, diketahui atas laporan Notulen
Bataviaasch Genootschap. Tahun 1911, P.de Roo de
la Faille memindahkan Prasasti tugu ke Museum
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (sekarang Museum Nasional)
dengan nomor D.124.
“pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka// pitamahasya
rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//”.
Artinya:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki
lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran
sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja
Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-
panji segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang
permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di
tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini
dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang
bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya
6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan,”
seperti dikutip dari Wikipedia, Kamis 15 Nopember 2018.
Tulisan dalam Prasasti Tugu menggunakan bahasa aksara Pallawa dan disusun lima baris melingkari batu
seperti sloka dalam bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh (irama). Selain Tulisan, terdapat juga
pahatan hiasan tongkat tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal
dan akhir kalimat-kalimat pada prasasti yang pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Berdasarkan
analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis), maka dipastikan prasasti tugu berasal daari
peterngahan abad ke lima (5) Masehi.
Catatan:
Berdasarkan Tulisan dalam Prasasti Tugu seperti yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Prasasti Tugu menjelaskan penggalian Sungai Candrabaga pada tahun ke-22 masa pemerintahan
Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman. Penggalian kedua sungai tersebut
dilakukan untuk menghindari bencana alam berupa banjir dan kekeringan pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang
Artinya:
“Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia
Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja-raja”.
Sloka di atas jika diamati secara saksama maka mengandung pujian terhadap Raja Purnawarman yang
memiliki kperwiraan, keagungan dan keberanian. Bila kita melihat bentuk fisik, maka Prasasti
Cidanghiyang dipahatkan pada batu dengan bentuk alami ukuran 3 x 2 x 2 meter.