Logam Cetakan
Logam Cetakan
Oleh:
Nama :
1. Khalid Jundi Rabbani (1809035035)
2. Nova Widiastuti (1809035036)
3. Sodik Ramadhani (1809035037)
4. Syamsudin Kameswara (1809035038)
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca dan pihak lainnya untuk makalah ini. Diharapkan makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi guna tersampaikannya informasi
mengenai materi yang dimaksud di atas sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan
bagi siapapun yang membacanya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Proses
Produksi kami yang telah memberi tugas untuk menulis makalah ini sehingga membuat
kami lebih memahami ilmu Proses Produksi. Tak lupa penulis juga memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini.
Kelompok 10
Teknik Industri 2018
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan
2. Landasan Teori
3. Pembahasan
3.1 Pengetahuan Dasar tentang Pengecoran
3.2 Pengecoran dengan Cetakan Pasir
3.2.1 Pasir Cetak
3.2.2 Cetakan Pasir
3.2.2.1 Jenis Cetakan Pasir
3.2.2.2 Perkakas untuk Membuat Cetakan Pasir
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pengecoran logam adalah salah satu metode langsung pembuatan geometri komponen
yang diinginkan. Prinsip pembuatan pengecoran melibatkan pembuatan rongga dalam
cetakan pasir dan kemudian menuanagkan logam cair langsung kedalam rongga
cetakan dan membiarkan logam membeku (solidfikasi) dalam cetakan tersebut. Casting
adalah proses serbaguna untuk sejumlah aplikasi rekayasa di dunia saat ini.
5
Rangka-rangka mesin banyak digunakan dari coran besi tuang kelabu karena bahan ini
memiliki sifat pendukung yang kuat, mampu menahan getaran, dan mampu melumas
sendiri. Pada industri otomotif benda coran banyak digunakan untuk membuat
blok-blok mesin, tromol rem, dan komponen-komponen lainnya.
1.3 Tujuan
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam dengan
menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh
Shroyer pada tahun 1958. Pada tahun 1964, konsep penggunaan cetakan pasir kering
tanpa pengikat telah dikembangkan dan dipatenkan oleh Smith. Proses pengecoran lost
foam dilakukan dalam beberapa tahap. Pengecoran lost foam yang dikombinasikan
dengan pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran ini sebagai salah
satu teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang cukup efektif
dalam memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding pengecoran
konvesional. Vakum proses telah dikembangkan di Jepang pada tahun 1971 dan
diperkenalkan pada pengecoran logam saat pertemuan musim semi tahun 1972.
Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam (styrofoam)
7
dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam beberapa
aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari benda
yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan rangkaian
pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu sistem
saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan cluster.
Sistem saluran memiliki pengaruh besar terhadap adanya cacat pada benda cor misalnya
saluran masuk bawah akan menyebabkan porositas dan cacat lipatan (folded) paling
sedikit dibanding saluran samping atau atas . Pola dan sistem saluran dilapisi (coating)
dengan cara dimasukkan ke larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau
larutan refractory tersebut langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu
dikeringkan. Penambah, pengalir dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang
diperlukan. Cluster yang telah kering diletakkan 6 pada wadah dan pasir silika
dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola dipadatkan dengan cara
digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang dipadatkan dengan
penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa digetarkan. Pasir
dengan ukuran AFS (Average Fineness Number) grain fineness number tertentu akan
mengisi bagian-bagian yang kosong dari cluster dan akan menahan cluster saat
pengisian logam cair. Pola tersebut dapat dibungkus/ dikapsul dengan dua lapis plastik
dan pasirnya divakum. Vakum akan mengeraskan cetakan dan kekerasan cetakan diatas
85 dapat tercapai (Kumar,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Logam cair dimasukkan
melalui saluran tuang dan pola akan terurai karena panas logam cair saat masuk ke pola.
Hasil uraian pola akan melewati lapisan dan keluar melalui pasir. Setelah cukup dingin,
benda cor diambil dan dilakukan perlakuan panas jika diperlukan (Matson,dkk., 2007
dalam Sutiyoko 2011). Perkembangan penggunaan metode pengecoran lost foam
mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun 1990. Pada tahun 1997 sebanyak
140.700 ton aluminium, besi cor dan baja sudah diproduksi dengan proses pengecoran
lost foam (Sutiyoko 2011).
Massa jenis dan ukuran butiran polystyrene foam memegang peranan penting dalam
pengecoran lost foam. Massa jenis yang rendah diperlukan untuk meminimalisir jumlah
gas yang terbentuk pada saat pola menguap. Gas akan keluar ke atmosfer melalui
coating/ pelapis dan celah-celah pasir. Pembentukan gas lebih cepat daripada keluarnya
8
gas tersebut ke atmosfer maka akan terbentuk cacat dalam benda cor. Pembentukan gas
tergantung pada massa jenis pola polystyrene foam dan temperatur penuangan. Gas
terbentuk makin banyak apabila massa jenis pola dinaikkan pada temperatur tuang
konstan. Massa jenis pola tetap dan temperatur tuang dinaikkan maka gas akan
erbentuk lebih banyak karena pola akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih
banyak pada temperatur lebih tinggi. Pengecoran pada baja memerlukan massa jenis
polystyrene foam yang lebih rendah dibanding pada pengecoran besi cor kelabu, besi
cor bergrafit bulat atau besi cor mampu tempa. Pengecoran besi cor memerlukan massa
jenis polystyrene 7 foam lebih rendah dibanding pada pengecoran tembaga dan
pengecoran tembaga memerlukan massa jenis polystyrene foam lebih rendah dibanding
pada aluminium. Perbandingan luas permukaan dan volume pola harus diperhatikan.
Gas yang terbentuk harus keluar melalui coating dipermukaan pola. Ukuran butir
polystyrene foam yang lebih kecil akan meningkatkan kehalusan pola dan mampu untuk
mengisi tempat-tempat yang sempit dari pola. Massa jenis polystyrene foam secara
umum berbanding terbalik dengan massa jenis hasil benda cor. Hal ini berarti jika
pengecoran menggunakan dengan massa jenis polystyrene foam lebih rendah maka
massa jenis benda cor akan lebih tinggi ( Sutiyoko 2011).
Pasir cetak dapat digunakan secara terus menerus selama masih mampu menahan
temperatur cairan ketika dituangkan. Pasir silika, pasir zirkon, pasir olivine dan kromate
dapat digunakan sebagai pasir cetak pada pengecoran lost foam. Penggunaan pasir yang
mahal seperti pasir zirkon dan kromite dapat dilakukan untuk mendapatkan tingkat
reklamasi pasir yang tinggi. Kekuatan cetakan pasir ditentukan oleh resistansi gesek
antar butir pasir. Kekuatan cetakan pasir akan lebih tinggi jika menggunakan pasir
dengan bentuk angular walaupun jika menggunakan bentuk rounded/ bulat akan
memberikan densitas yang lebih tinggi. Perubahan bentuk pasir dari angular ke
rounded akan menaikkan densitasnya sekitar 8-10%Densitas pasir cetak dapat
ditingkatkan dengan digetarkan. Pasir leighton buzzard dapat dinaikkan densitasnya
sebesar 12,5% dengan digetarkan (Sutiyoko 2011).
Waktu pengisian logam cair ke dalam cetakan akan lebih lama apabila menggunakan
pasir cetak yang memiliki ukuran lebih kecil. Kecepatan penuangan semakin besar
9
dengan bertambahnya ukuran pasir cetak (Sands dan shivkumar, 2003 dalam Sutiyoko
2011). Hal ini disebabkan karena rongga-rongga antar pasir akan semakin kecil dengan
mengecilnya ukuran pasir sehingga gas hasil degradasi lebih sulit keluar melalui pasir.
Pada pengecoran Al- 7%Si, ukuran pasir cetak 8 memiliki faktor dominan dalam
menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar,dkk., 2008 dalam
Sutiyoko 2011). Pemilihan jenis pasir cetak dan metode pemadatan sangat penting
untuk mendapatkan permeabilitas yang tepat dan mencegah deformasi pola. Ukuran
butir pasir yang dipilih tergantung pada kualitas dan ketebalan lapisan coating. Ukuran
butir pasir AFS 30-45 menjamin permeabilitas yang baik untuk pola yang
terdekomposisi menjadi gas dan cairan ( Sutiyoko 2011).
Klasifikasi yang berkaitan dengan bahan pembentuk, proses pembentukan, dan metode
pembentukan dengan logam cair, dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Expendable mold, yang mana tipe ini terbuat dari pasir, gips, keramik, dan bahan
semacam itu dan umumnya dicampur dengan berbagai bahan pengikat (bonding agents)
untuk peningkatan peralatan. Sebuah cetakan pasir khas terdiri dari 90% pasir, 7% tanah
liat, dan 3% air. Materi-materi ini bersifat patah (bahwa, bahan ini memiliki
kemampuan untuk bertahan pada temperature tinggi logam cair). Setelah cetakan yang
telah berbentuk padat, hasil cetakan dipisahkan dari cetakannya.
b. Permanent molds, yang mana terbuat dari logam yang tahan pada temperature tinggi.
Seperti namanya, cetakan ini digunakan berulang-ulang dan dirancang sedemikian rupa
sehingga hasil cetakan dapat dihilangkan dengan mudah dan cetakan dapat digunakan
untuk cetakan berikutnya. Cetakan logam dapat digunakan kembali karena bersifat
konduktor dan lebih baik daripada cetakan bukan logam yang terbuang setelah
digunakan. sehingga, cetakan padat terkena tingkat yang lebih tinggi dari pendinginan,
yang mempengaruhi sturktur mikro dan ukuran butir dalam pengecoran.
c. Comosite molds, yang mana terbuat dari dua atau lebih material yang berbeda (seperti
pasir, grafit, dan logam) dengan menggabungkan keunggulan masing-masing bahan.
Pembentuk ini memiliki sifat tetap dan sebagian dibuang dan digunakan di berbagai
proses cetakan untuk meningkatkan kekuatan pembentuk, mengendalikan laju
pendinginan, dan mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses pengecoran (Anonim,
2010).
10
Pada dasarnya semua logam yang mampu dicairkan dapat dibentuk dengan proses
pengecoran. Bahan-bahnan ini umumnya memiliki titik leleh yang rendah sampai
menengah. Untuk bahan yang titik cairnya tinggi jarang dilakukan dengan proses
pengecoran. Pada parakteknya bahan-bahan logam yang umum di lakukan pembentukan
dengan proses pengecoran adalah bahan besi, alumunium, tembaga, magnesium,timah.
a. Besi cor (cast Iron).
Dapat didefinisikan sebagai paduan besi yang memiliki kadar karbon lebih dari 1,7 %.
Umumnya kadar karbon ini berada pada kisaran antara 2,4 hingga 4 %, merupakan
bahan yang relatif mahal, dimana bahan ini diproduksi dari besi kasar atau besi/baja
rosok. Produk besi cor memiliki fungsi mekanis sangat penting dan diproduksi dalam
jumlah besar. Prosesnya sering dilakukan dengan cara menambahkan unsur graphite ke
dalam ladle sebagai pengendali. paduan besi cor (alloy iron castings) bahannya telah
dilakukan penghalusan (refined) dan pemaduan besi kasar (pig iron). Produk-produk
seperti crankshaf, conecting rod dan elemen dari bagian-bagian mesin sebelumnya
dibuat dari baja tempa (steel forgings), sekarang lebih banyak menggunakan high-duty
alloy iron casting. Benda-benda cor dapat membentuk bagian bentuk yang rumit
dibandingkan dengan bentuk-bentuk benda hasil tempa (wrought) kendati diperlukan
proses machining, akan tetapi dapat diminimalisir dengan memberikan kelebihan
ukuran sekecil mungkin dari bentuk yang dikehendaki (smaller allowance), oleh karena
itu produk penuangan relatif ukurannya dilebihkan sedikit.
b. Alumunium.
Alumunium casting merupakan suatu cara (metode) pembuatan paduan logam
alumunium dengan menggunakan cetakan (die casting atau sand casting) dengan cara
melebur paduan logam yang kemudian dituang di dalam suatu cetakan sehingga
mengalami pendinginan (solidification) didalam cetakan. Alumunium dipilih sebagai
bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat yaitu :
1) Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7 g/cm3) sehingga
dapat menghasilkan paduan yang ringan
2) Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat meminimalkan
energi pemanasan
3) Flowability-nya baik, kemampuan mengisi rongga – rongga cetakan baik
Untuk menghasillkan paduan yang memiliki mechanical properties yang baik
11
( toughness, tensile strength, ductility, wear resistace, etc) maka diperlukan adanya
unsur paduan lain pada logam alumunum. Logam – logam yang ditambahkan yaitu
Silikon (Si). Silikon memiliki sifat mampu alir yang baik ( fluidity ) sehingga akan
memudahkan logam cair untuk mengisi rongga–rongga cetakan. Selain itu Silikon juga
tahan terhadap hot tear ( perpatahan pada metal casting pada solidification saat karena
adanya kontraksi yang merintangi. Sifat AlSi dapat menghasilkan sifat–sifat yang baik,
yaitu : good castability, good corrosion resistance, good machinability, dan good
weldability
c. Tembaga
Tembaga digunakan secara luas sebagai salah satu bahan teknik, baik dalam keadaan
murni maupun paduan. Tembaga memiliki kekuatan tarik hingga 150 N/mm2 dalam
bentuk tembaga tuangan dan dapat ditingkatkan hingga 390 N/mm2 melalui proses
pengerjaan dingin dan untuk jenis tuangan aangka kekerasanya hanya mencapai 45 HB
namun dapat ditingkatkan menjadi 90 HB melalui pengerjaan dingin, dimana dengan
proses pengerjaan dingin ini akan mereduksi keuletan, walaupun demikian keuletannya
dapat ditingkatkan melalui proses annealing (lihat proses perlakuan panas) dapat
menurunkan angka kekerasan serta tegangannya atau yang disebut proses “temperature”
dimana dapat dicapai melalui pengendalian jarak pengerjaan setelah annealing.
Tembaga memiliki sifat thermal dan electrical konduktifitas nomor dua setelahnperak.
Tembaga yang digunakan sebagai penghantar listrik banyak digunakan dalam keadaan
tingkat kemurnian yang tinggi hingga 99,9 %. Sifat lain dari tembaga ialah sifat
ketahanannya terhadap korosi atmospheric serta berbagai serangan media korosi lainnya.
Tembaga sangat mudah disambung melalui proses penyoderan, brazing, serta
pengelasan. Tembaga termasuk dalam golongan logam berat dimana memiliki berat
jenis 8,9 kg/m3 dengan titik cair 10830C (Anonim, 2010).
12
BAB III
PEMBAHASAN
Pengecoran dapat berupa material logam cair atau plastik yang bisa meleleh
(termoplastik), juga material yang terlarut air misalnya beton atau gips, dan materi lain
yang dapat menjadi cair atau pasta ketika dalam kondisi basah seperti tanah liat, dan
lain-lain yang jika dalam kondisi kering akan berubah menjadi keras dalam cetakan, dan
13
terbakar dalam perapian. Proses pengecoran dibagi menjadi dua: expandable (dapat
diperluas) dan non expandable (tidak dapat diperluas).
Pengecoran biasanya diawali dengan pembuatan cetakan dengan bahan pasir. Cetakan
pasir bisa dibuat secara manual maupun dengan mesin. Pembuatan cetakan secara
manual dilakukan bila jumlah komponen yang akan dibuat jumlahnya terbatas, dan
banyak variasinya. Pembuatan cetakan tangan dengan dimensi yang besar dapat
menggunakan campuran tanah liat sebagai pengikat. Dewasa ini cetakan banyak dibuat
secara mekanik dengan mesin agar lebih presisi serta dapat diproduk dalam jumlah
banyak dengan kualitas yang sama baiknya.
14
2. Dapat memproduksi benda cor dengan dimensi dari yang ukuran kecil hingga ukuran
besar serta panjang seperti pengecoran untuk pembuatan baling – baling kapal dan rel
kereta api.
3. Dapat memproduksi banyak dengan cetakan yang banyak pula.
Pembuatan benda cor dengan metode sand casting harus dilakukan dengan banyak
pertimbangan dan perencanaan yang baik untuk menghasilkan produk hasil pengecoran
mempunyai kualitas yang baik dengan sedikit terjadi cacat.
Selain hal tersebut diatas, pasir cetak harus memiliki kadar lempung sekitar 10-20%
untuk dapat dipakai. Pasir cetak yang umum digunakan yaitu pasir gunung, pasir pantai,
15
pasir sungai, dan pasir silika. Beberapa dari pasir tersebut dipakai begitu saja tanpa
melalui proses lain, namun ada juga yang harus digiling dan dipecah menjadi butir-butir
dengan komposisi yang cocok. Jika kadar tanah liatnya kurang mencukupi, pada pasir
biasanya ditambahkan bahan pengikat seperti bentonit, ter, grafit maupun resin (furan
maupun fenol) sehingga daya pengikatnya lebih baik. Pasir gunung yang umumnya
mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan
kadar lempung 10-20 % dapat dipakai begitu saja. Pasir pantai diambil dari pantai dan
pasir kali diambil dari kali. Pasir pantai, pasir kali, pasir silika alam, dan pasir silika
buatan tidak melekat dengan sendirinya, oleh karena itu dibutuhkan pengikat untuk
mengikat butir-butirnya satu sama lain dan baru dipakai setelah pencampuran.
Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor penting seperti bentuk
dan ukuran pasir. Sebagai contoh , pasir halus dan bulat akan menghasilkan permukaan
produk yang mulus/halus. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan juga pengikat
(bentonit atau clay/lempung) dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk dengan komposisi
tertentu dan siap dipakai sebagi bahan pembuat cetakan. Pasir yang memiliki komposisi
yang cocok dan bersifat adhesi dapat dipakai begitu saja sedangkan kalau sifat
adhesinya kurang maka harus ditambahkan lempung.
Pasir cetak yang paling lazim dipergunakan adalah pasir gunung berasal dari gunung
berwarna cenderung hitam, pasir pantai berasal dari pantai laut berwarna coklat agak
kehitaman, pasir sungai berasal dari sungai berwarna kehitaman, dan pasir silika berasal
dari persediaan alam berwarna kekuningan. Dalam praktik bahan-bahan pasir tersebut
dipilih dengan ukuran yang cocok sehingga dapat langsung dipakai begitu saja. Bentuk
butir pasir ada yang bulat, sebagian bersudut, bersudut, dan berkristal. Lihat bentuk
butir-butir pasir pada Gambar 3.3.
16
Pasir dengan butiran yang bulat baik sebagai bahan pasir cetak, karena diperlukan
jumlah bahan pengikat yang sedikit untuk memperoleh kekuatan dan permeabilitas
tertentu serta memiliki sifat alir yang baik sekali. Sebaliknya pasir berbutir kristal
kurang baik karena ketahanan api dan permeabilitasnya buruk.
Secara umum cetakan pasir harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut :
Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang
dituangkan kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang
akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
17
Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat
terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Bahan
inti harus tahan terhadap temperatur cair logam dan biasanya paling sering
dijumpai bahannya dari pasir.
Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga
cetakan dari saluran turun melalui saluran turun dasar, pengalir, dan gate. Gating
sistem suatu cetakan tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi
oleh logam cair
Sprue (Saluran turun), merupakan saluran pertama yang dilalui cairan logam
dari cawang tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat
lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran ataupun persegi. Kadang irisan
sama besar ukurannya dari atas kebawah atau terkadang berbentuk tirus
kebawah atau mengecil pada bagian bawah. Saluran turun yang mempunyai
luasan yang mengecil pada bagian bawah berfungsi untuk mengurangi aspirasi
dari udara dan gas yang terjebak. Bentuk straight sprue menyebabkan aliran
logam cair akan membentuk olakan dan aliran jatuh bebas dan akibat aliran
jatuh bebas tersebut mengakibatkan pasir cetak menjadi rontok dan terbawa oleh
logam cair.
Pouring cup/basin, merupakan cekungan pada cetakan yang fungsi utamanya
adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari ladle ke
sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada sprue dan
terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku kerongga
cetakan.
Riser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam
mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi.
18
a. Cetakan pasir basah
Merupakan cetakan yang banyak digunakan dan paling murah. Kata “basah” dalam
cetakan pasir basah berati pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab
ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu. Istilah lain dalam cetakan pasir adalah
skin dried. Cetakan ini sebelum dituangkan logam cair terlebih dahulu permukaan
dalam cetakan dipanaskan atau dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini
meningkat dan mampu untuk diterapkan pada pengecoran produk-produk yang
besar, dibuat dari campuran pasir, lempung, dan air. Cetakan pasir basah juga
banyak digunakan untuk besi tuang, paduan logam tembaga dan aluminium yang
beratnya relatif kecil (maksimum 100 kg).
Keunggulan :
Memiliki kolapsibilitas yang baik.
Permeabilitas baik.
Reusabilitas yang baik, dan
Murah.
Kelemahan :
Uap lembab dalam pasir dapat menyebabkan kerusakan pada berberapa
coran, tergantung pada logam dan geometri coran.
Komposisi :
Pasir (80-90) %.
Bentonit (10-15) %.
Air (4-5) %.
Bahan penolong /grafit (2-3) %.
b. Cetakan pasir kering
Dibuat dengan menggunakan bahan pengikat organik, dan kemudian cetakan
dibakar dalam sebuah oven dengan temperatur berkisar antara 204o sampai 316oC.
Pembakaran dalam oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan permukaan
rongga cetakan. Cetakan pasir kering digunakan pada benda tuang yang berukuran
besar (diatas 100 kg).
Komposisi :
Pasir (80-90) %.
Tanah liat (10-15) %.
19
Gula tetes (1-2) %.
Pitch (1-1,5) %.
Milase (0,5-1) %.
Air (kurang dari 4 %)
Keunggulan :
Dimensi produk cetak lebih baik.
Kelemahan :
Lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah;
Laju produksi lebih rendah karena dibutuhkan waktu pengeringan;
Pemakaian terbatas untuk coran yang medium dan besar dalam laju produksi
rendah → medium.
c. Cetakan kulit kering
Diperoleh dengan mengeringkan permukaan pasir basah dengan kedalaman 1,2 cm
sampai dengan 2,5 cm pada permukaan rongga cetakan. Bahan perekat khusus
harus ditambahkan pada campuran pasir untuk memperkuat permukaan rongga
cetak. Klasifikasi cetakan yang telah dibahas merupakan klasifikasi konvensional.
Saat ini telah dikembangkan cetakan yang menggunakan pengikat bahan kimia.
Beberapa bahan pengikat yang tidak menggunakan proses pembakaran, seperti
antara lain resin turan, penolik, minyak alkyd. Cetakan tanpa pembakaran ini
memiliki kendali dimensi yang baik dalam aplikasi produksi yang tinggi.
20
f. Penusuk lubang angin
Terbuat dari baja panjang yang halus dan digunakan untuk membuat lubang saluran
pembuangan gas.
g. Strike Off Bar
Terbuat dari logam atau kayu keras dengan ujung lurus dan panjang tertentu untuk
meratakan permukaan pasir cetak.
21
o Pembongkaran cetakan pasir;
o Pembersihan dan pemeriksaan hasil coran;
o Proses pengecoran selesai
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23