Anda di halaman 1dari 37

25

BAB II

LANDASAN TEORITIS AKAD TABARRU’ DAN AKAD WAKALAH BIL

UJRAH

A. Pengertian Akad Tabarru’

Akad berasal dari bahasa Arab ‘Aqada Yaqidu Aqdan yang memiliki tiga

sinonim, yaitu menjadikan ikatan (Ja’ala ‘Uqdatan),memperkuat (‘Aqqada) dan

menetapkan (Lazima)1. Akad dalam hukum islam identik dengan perjanjian dalam

hukum Indonesia, kata akad berasal dari kata al-‘aqd yang berarti ikatan,

mengikat, menyambungkan atau menguhubungkan (ar-rabt) ujung tali dan

mengikatkan salah satunya pada yang lain hingga keduanya bersambung dan

menjadi seperti seutas tali yang satu. Pengertian akad secara terminologi fiqh

(hukum islam) adalah perikatan antara ijab (penawaran) dengan qabul

(penerimaan) secara yang di benarkan oleh syara’ yang menetapkan keridhoan

kedua belah pihak.2Akad berasal dari bahasa Arab ‘Aqada Yaqidu Aqdan yang

memili tiga sinonim, yaitu menjadikan ikatan (Ja’ala ‘Uqdatan),memperkuat

(‘Aqqada) dan menetapkan (Lazima).

Tabarru’ berasal dari kata tabarra’u- yatabarr’u-tabarru’an, artinya

sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Orang yang memberikan

1 Imran Rasyadi,Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah,


(Depok, Kencana,2017), hlm 1.

2 Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhamaddiyah University


Press,2017),hlm.31.
26

sumbangan di sebut mutabarri atau dermawan. Tabarru’ merupakan pemberian

sukarela seseorangan kepada orang lain,tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan,

berpindahnya kepemilikan harta dari pemberi kepada orang yang di beri. Jumhur

ulama mendefinisikan tabarru’ dengan akad yang mengakibatkan kepemilikan

harta, tanpa ganti rugi,yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada

orang lain secara sukarela.3

Dari definisi di atas, definisi tabarru’ ialah suatu pemberian dari seseorang

kepada orang lain tanpa ganti rugi yang di terima oleh pemberi, yang mana akan

berpindahnya kepemilikan barang yang di berikan oleh si pemberi kepada

seseorang yang di beri dan orang yang memberi di sebut dermawan.4

Jadi, akad tabarru ialah suatu perjanjian atau perikatan antara dua orang pihak

atau yang lebih yang mana pihak pertama (ijab) meberikan sesuatu kepada pihak

lain dengan sukarela atau tanpa ganti rugi, yang mana pihak lain(qabul) menerima

dan berpindah kepemilik suatu benda tersebut dari pihak pertama kepada pihak

kedua.

Niat dana tabarru’ “dana kebajikan”, dalam akad asuransi syariah adalah

alternatif uang yang sah yang di benarkan oleh syara’ dalam melespakan diri dari

praktek gharar,yang di haramkan oleh Allah swt, dalam al-Qur’an, tabarru tidak di

3 Muhammad Syakir sula, Aaij, Fi’is, Asuransi Syariah (life and


general), (Jakarta : Gema Insani,2004), hlm.35.

4 Germala Dewi, Aspek- Aspek Hukum Dalam Perbankan dan


Perasuransian Syariah Di Indonesia,(Depok, Kencana, 2017) Cet V
,hlm,235.
27

temukan. Akan tetapi, tabarru’ dalam arti kebajikan dari kata al-birr

“kebajikan”dapat di temukan dalam al-Quran Q.s al-baqaraah :177

‫ن ال لب برر‬
‫ب ولل لك ب ر‬ ‫ق لوال غ ل‬
‫مغغرب ب‬ ‫ل ال غ ل‬
‫م غ‬
‫شرب ب‬ ‫ن ت كولللوا وك ك‬
‫جوغهلك ك غ‬
‫م ققب ل ل‬ ‫س ال غب برر ا ل غ‬
‫ل لي غ ل‬

‫ن ولا للت ى‬ ‫خرب لواغلمللبئكهب لوال غك بلتبا ب‬


‫ب لوالن رب بي ي ل‬ ‫ن ببباللهب لوال غي لوغم ب اغل ل ب‬ ‫ن ال ل‬
‫م ل‬ ‫م غ‬
‫ل‬

‫ل‬
‫سب بي غ ب‬
‫ن ال ر‬
‫ن لواب غ ل‬
‫كي ل‬ ‫قغرلب ى لوال غي للتم ى لوال غ ل‬
‫مسبا ب‬ ‫حب يهب ذ لبو ى ال غ ك‬
‫ل ع للل ى ك‬
‫اغلمبا ل‬

‫صلوة ل ولا للت ى الرز ل‬


‫كباة ل‬ ‫ب ولا للقبا ل‬
‫م ال ر‬ ‫ن ولبف ى اليرلقبا ب‬
‫سبا ئ بل بي غ ل‬
‫وال ر‬
‫غ‬
‫ضررابء‬ ‫ن بف ى ال غب لأ ل‬
‫سبابء لوال ر‬ ‫صب بربي غ ل‬
‫هودغوا وال ر‬ ‫م ا بذ ل ل‬
‫عبا ل‬ ‫ن ب بعلهغود به ب غ‬ ‫لوال غ ك‬
‫موغكفو ل‬
‫وحي غ غ‬
‫ن‬
‫قوغ ل‬ ‫م ال غ ك‬
‫مت ر ك‬ ‫وا لووأولئ ب ل‬
‫ك هك ك‬ ‫صود لقك غ‬ ‫ك ال رذ بي غ ل‬
‫ن ل‬ ‫س وأولئ ب ل‬
‫ن الب لأ ب‬
‫ل ب غ ل‬

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu

suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman

kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan

memberikan harta yang di cintainya kepada kerabatnya,anak yatim,

orang-orang miskin, musafir, dan orang –orang yang meminta-minta ,

serta hamba sahaya”. ( Q.S al-Baqaraah : 177)5

Dari Abu Hurairah R.A , Nabi SAW bersabda,

‫ت للهبادوا ت للهباكبوا‬

5 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung :


Diponegoro,2012),hlm. 27.
28

“Saling memberikan hadiahlah , kemudian saling mengasihi”. (H.R Bukhori,

Nasai, Hakim, Baihaqi).

Hadist di atas, merupakan suatu hadist yang menjelaskan tentang memberi

hadiahlah kalian maka kalian akan saling mengasihi atau saling menyanyagi, jika

kita memberi hadiah kepada teman kita, orang tua bahkan kepada sanak keluarga

lainnya maka mereka akan memberikan kepada kita simpati yang lebih, bahkan

apabila kita memberi hadiah kepada orang yang membenci kita sikap ini malah

akan melembutkan hati orangtersebut, hubungan hadist ini dengan akad tabarru’

ialah terdapat dalam kata kebajikan atau berbuat baik. Kata kebajikan inilah yang

menjadi asal muasala akad tabarru’ yang sering di sebut sebagai akad yang non

komersial atau akad yang menolong.

B. PEMBAGIAN JENIS-JENIS AKAD TABARRU’

Akad tabarru’ merupakan suatu akad atau perjanjian yang merupakan suatu

tranksaksi yang tidak bertujuan untuk profit atau mencari keuntungan atau akad

tabarru ini juga sering di kategorikan menjadi akad yang non komersial, akad

tabarru’ ini di lakukan dalam rangka berbuat baik atau kebajikan ( al-biir ), akad

tabarru’ juga terbagi menjadi 4 macam, diantaranya6:

6 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fikih Muamalah Maliyah Akad tabarru’,


(Bandung: simbiosa Rekatama Media,2017), hlm. xviii
29

Akad Tabarru’

HIBAH : ‘AQID : UMUM : AL-DAIN :

AL-‘ARIYAH AL-WAKALAH ZAKAT,INFAK, AL-HAWALAH


& SEDEKAH
AL-QARDH AL-HAJRU AL-KAFALAH
WAKAF
WASIAT AL-RAHN

AL-SHULH

AL-IBRA’

1. Hibah

Hibah merupakan bentuk masdar dari kata Wahaba Yahabu Hiyatan asalnya

adalah wihyatan yaitu dari Wahaba Syaian yang artinya memberikan sesuatu. 7Arti

hibah secara bahasa adalah al-Nihlah, yaitu pemberian tanpa imbalan (al-‘athiyah
7 Syaikh Muhammad Bin Shalih Al- ‘Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah
dan Wasiat, (Jakarta,Pustaka Imam Syafi’i, 2008)hlm,105.
30

bi la ‘iwadh).8 Sedangkan secara istilah, sebagaimana di jelaskan dalam kitab

mughni al- Muhtaj, al-mugni, fath al-qadir dan hasyiyah ibn abidin, adalah :

‫حليباةب ت لط لول ع‬
‫عبا‬ ‫ل غال ل‬
‫حبا ل‬
‫ض ل‬ ‫ك ب بل ل ب‬
‫عو ل ق‬ ‫مل بي غ ل‬
‫فيود ك الت ر غ‬
‫قود ك ي ك ب‬
‫عل غ‬

“Akad pemindahan kepemilikan harta tanpa imbalan pada saat yang

bersangkutan hidup, dan sunnnah ( secara hukum)”.

Berkaitan dengan definissi hibah secara terminologi tersebut, ulama

menjelaskan akad hibah secara terperinci, anatara lain9 :

1. Kepemindahan kepemilikan objek, yaitu akad hibah termasuk akad yang

mnyebabkan kepemilikan objeknya berpindah dari pemberi menjadi milik

penerima.kata di atas menunjukkan perbedaan antara akad hibah dan akad

al-‘ariyah (pinjaman barang), yaitu akad yang menyebabkan

berpindahannya kepemilikan manfaat barang (sementara kepemilikan

barangnya tidak berpindah) karena teori akad al-‘ariyah adalah

menghibahkan manfaat harta.


2. Imbalan kata ini menunjukkan perbedaan akad hibah dan akad bisnis yang

di tandai dengan pertukaran. Dalam akad jual-beli terdapat pertukaran

antara barang dan harga, sedangkan dalam akad ijarah terdapat pertukaran

antara jasa/manfaat barang dan sewa/upah (ujrah). Akad hibah termasuk

8 Syekh Abi Abdillah Abd al- salam ‘Allusy, Ibanat al-ahkam syarh
bulugh al-maram (beirut : dar al-fikr.2004), vol.III, hlm.204.

9 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fikih Muamalah ..., hlm. 1-3.


31

domain akad tabarru’, dimana pemberi tidak memperoleh imabalan dari

pihak penerima sebagai imabalan atas objek hibah yang di terimanya.


3. Waktu, yaitu akad hibah di lakukan antara pemeberi dan penerima pada

saat pemberi masih hidup. Pernyataan tersebut untuk mebedakan

efektivitas akad hibah dan sekaligus membedakannya dengan wasiat.

Hibah pada dasarya yaitu akad yang membuat kepemilikan objeknya

berpindah. Di samping itu, akad hibah dan akad wasiat memiliki ciri yang

sama, yaitu pemberi tidak berhak menerima imbalan dari penerima, yang

membedakan adalah efektivitasnya. Akad hibah adalah akad pemberian

barang dari pemberi kepada penerima yang berlaku efektif pada saat

pemberi masih hidup, sedangkan akada wasiat adalah akad pemberian

barang dari penerima kepada penerima yang berlaku efektif pada saat

pemberi meninggal dunia.


4. Hukum, yaitu hukum melakukan hibah adalah sunah. Pernyataan tersebut

untuk menunjukkan perbedaan antara hibah dan zakat, membayar utang,

serta menafkahi keluarga. Hukum melakukan hibah adalah di anjurkan

(sunah), sedangkan hukum mengeluarkan zakat adalah wajib (berdosa bagi

yang tidak menuanaikan.

Dari penjelasan definisi menurut para ulama di atas ada empat poin utama

yaitu berpindahnya kepemilikan, poin kedua yaitu imbalan, ketiga yaitu waktu

dan keempat hukum. Poin pertama menjalaskan bahwa dalam akad hibah akan

selalu ada pemeindahan kepemilikan dari pemberi kepada penerima pemilik yang

baru, poin kedua akad hibah yang menjadi pembeda dari akad tijarah ialah

imbalan akad hibah dengan ciri tidak memakai imbalan dalam melakukan
32

pemberian, ketiga menjelaskan waktu yang mana pada akad hibah berlakunya

akad hibah tersebut pada waktu pemberi masih hidup dan poin terakhir hukum

dari hibah sendiri ialah sunah atau di anjurkan.

a. Al-‘Ariyah

‘Ariyah adalah atau pinjam meminjam berasal dari Ara- Ya’ri- Iryan yang

memiliki arti datang dan pergi. Berdasarkan pada makna bahasa tersebut, sifat

‘Ariyah adalah sesaat, yaitu bahwa barang yang di pinjam harus di gunkan

sepenuhnya dan segera dikembalikan jika barang tersebut telah selesai di pakai

atau telah digunakan10.

Secara istilah, al-Sarkhasi menjelaskan dalam kitab al-Mabsuth :

‫ض‬ ‫فعلةب ب بل ل ب‬
‫عو ل ق‬ ‫ك غال ل‬
‫من غ ل‬ ‫مل ب ك‬
‫تل غ‬

“Pemindahan kepemilikan manfaat (barang) tanpa imbalan”.

Menurut ulama hanafiyah dan syafi’iyah :

‫ض‬ ‫فعلةب ب بل ل ب‬
‫عو ل ق‬ ‫ة غال ل‬
‫من غ ل‬ ‫ح ك‬
‫ا بلببا ل‬

10Hasbiyallah, Sudah Syari’ahkah Muamalahmu?Panduan Memahami


Selukbeluk Fiqih Muamalah,(Depok, Salma Idea,2014),hlm 40.
33

“Izin kepada pihak lain untuk mengambil manfaat (benda)miliknya tanpa

imbalan”.

Taqy al-Din berpendapat:

‫ة ا غل ب ن غت ب ل‬
‫فبابع‬ ‫ح ك‬
‫ا بلببا ل‬

“kebolehan untuk memanfaatkan barang (milik pihak lain)”.11

Yang di maksud dengan al-‘Ariyah adalah sesuatu barangan yang di

berikan kepada seseorang untuk di manafaatkan dalam beberapa waktutertentu.

Kemudian ia mengembalikannya, semisalnya seorang muslim meminjam sebuah

pen untuk menulis atau sebuah baju untuk di pakai kepada seseorang muslim lain,

kemudian setelah itu dia mengembalikannya kepada pemiliknya.12

Dari kedua definisi di atas tidak ada perbedaan dalam menjelaskan

al-‘ariyah, jadi yang di maksud al-‘ariyah ialah suatu akad pemberi manfaat

kepada seseorang, yang kemudian seseorang tersebut mengembalikan pemberian

tersebut kepada pemberi manafaat atau secara singkat al-‘ariyah ialah

meminjamkan sesuatu kepada seseorang .

Secara umum, jumur ulama fiqih mengatakan bahwa rukun

ariyah ada empat, yaitu mu’ir (orang yang meminjamkan),

musta’ir (peminjam), mu’ar (barang yang dipinjamkan), dan

11 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.32-33.

12 Abu bakar jabir, Aljaza’iri, Minhajal-muslim ( Selangor :


Alaf21,2015),hlm. 984.
34

shighat(sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk mamfaat ).

Menurut Sayid sabiq, sah nya ari’ah ditunjukan dengan

perkataan dan perbuatan antara peminjam dan pihak yang

dipinjamkan. Adapun syarat yang harus dipenuhi meliputi bahwa

mu’ir ikhlas untuk memberikan pinjaman,barang yang

dipinjamkan dapat memberikan mamfaat dan tidak mengurangi,

dan kebermamfaatan tersebut bersifat mubah bukan untuk

memberikan sesuatu yang haram seperti meminjam pisau untuk

melukai atau membunuh13.

b. Al- Qardh

Qardh atau al-Qardhu berasal dari kata qaradha-yaqridu-qard(an).secara

bahasa arti asalnya adalah al-qath’u (potongan). Utang di sebut qardh(u) karena

kreditor seakan telah memotong dari harta miliknya sepotong harta yang ia

utangkan. Di dalam berbagai kamus di katakan bahwa al-qardhu adalah harta yang

di berikan untuk membayar kembali belakangan.14

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat di tagih

atau di minta kembali atau dengan kata lain meminjmamkan tanpa mengharap

13 Hasbiyallah, Sudah Syari’ahkah...,hlm 41.

14 Agung Nugroho Susanto, Jurus Buka Ratusan Cabang Tanpa Riba ,


(D.I Yogyakarta : edubuku,2016), hlm. 25.
35

imbalan. Dalam literatur fiqh klasik,qardh di kategorikan dalam aqd tathawui atau

akad saling membantu bukan dengan tujuan komersil.15

Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan

syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam

untukmelakukan pembayaran secara tunai atu cicilan dalam jangka waktu

tertentu.16 Berdasarkan Fatwa DSN No 19/DSN MUI /IV/2001 Tentang Al-qard,

Al- Qard Adalah pijaman yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan

enganketentuannasabah dikmudian hari wajib mengembalikan jumlah pokok yang

dterima pada waktu yang telah disepakati bersama.17

c. Wasiat

Wasiat secara bahasa,mempunyai beberapa arti yaitu menjadikan, menaruh

kasih sayang, menyuruh, dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,

secara umum kata wasiat di sebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 9 kali, dalam

bentuk kata kerja di sebut sebanyak 14 kali dalam bentuk kata benda, di sebut

sebanyak 2 kali, hal yang berhubungan dengan kata wasiat dalam Al-Qur’an

sebanyak 25 kali.18

15 Muhammad Syafi’i Antoni, Bank syariah dari teori kepraktek


( Jakarta : Gema Insani,2001), hlm.132.

16 Amran Suadi,Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: penemuan


dan kaidah hukum(Jakarta,prenada Media grup,2018),hlm,18.

17 Fatwa DSN No 19/DSN MUI /IV/2001 Tentang Al-Qardh

18 Abdul Ghofur Anshari, Filsafat Hukum Hibah dan wasiat di


Indonesia, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2018), hlm. 83
36

Wasiat atau testament itu adalah suatu cara untuk memenuhi kehendak atau

keinginan seseorang tetang harta kekayaannya di kemudian hari atau masa yang

akan datang. Namun kehendak dan keinginan seseorang itu tidak boleh

bertentangan hukum yang berlaku dan oleh sebab itu hukum mengatur tentang

pemberian atau pembatasan wasiat ini.19

Dari penjelasan di atas, wasiat ialah merupakan akad antara para pihak yang mana

pihak pertama menyampaikan pesan (pemindahan kepemilikan harta) kepada

pihak lain, yang mana pesan tersebut akan efektif / di jalankan ketika pemberi

pesan telah meninggal dunia. Semisal A memberikan wasiat kepada B untuk

menggarap sawahnya kepada B ketika suatu saat A telah meninggal.

2. ‘Aqid
a. Al-Wakalah

Wakalah di ucapkan dalam dua bentuk : Wakalah dan Wikalah. Secara

bahasa, wakalah memiliki dua arti al hifdz ( perlindungan / melindungi ) al

tafwidh ( penyerahan/ menyerahkan ). Wakalah / wikalah berarti penyerahan,

pendelegasian atau pemberian mandat, yang berarti wakalah adalah pelimpahan,

pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua

untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama.20

19 M. Wijaya, Tinjauan Hukum Surat Wasiat Menurut Hukum perdata,


Jurnal Skripsi melalui, iaibafa. Ac. Id, 2014.

20 Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah (Jakarta :


PT Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 107
37

Menurut kalangan Syafi’iyah wakalah adalah ungkapan atau penyerahan

kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari

jenis pekerjaaan yang bisa di gantikan dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa

dengan ketentuan pekerjaan tersebut, di laksanakan pada saat pemberi kuasa

masih hidup.21

Dari dua definisi di atas, dapat kita pahami bahwa wakalah ialah suatu

perbuatan hukum yang di serahkan kepada orang lain yang mana si pemberi kuasa

ini di sebut muwakkil dan yang menerima di sebut wakil yang mana wakil

melakukan apa yang diwakilkan kepadanya yang tidak melanggar aturan islam

dan perbuatan yang di wakilkan di boleh kan oleh aturan selama si pemberi wakil

masih hidup.

b. Al-Hajru

Al- hajr secara bahasa adalah larangan mutlak. 22 berarti al-man’u (larangan

atau cegahan). Ada juga yang berpendapat bahwa arti al-hajr secara bahasa

adalal-‘aql (berakal).pengertian al-hajr secara bahsa memperlihatkan seluk-beluk

yang komprehenshif dari sudut pandang pengampu dan pihak yang diampu. Al-

21 Helmi karim, Fiqh Muamalah, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo persada,


2002), cet 3, hlm.20.

22 Abdullah Laam Bin Ibrahim, Fikih Kekayaan, (Jakarta: Serambi Ilmu


Semesta,2015), hlm. 227.
38

hajr mempunyai fungsi mmembantu, melindungi, membela dan mengarahkan

yang di lakukan pengampu terhadap pihak yang diampunya.23

Konsep al-hajr secara langsung berhubungan dengan konsep cakap hukum

(ahhliyat alwujuh wa al-ada’) karena orang yang berada di bwah penganpuan

termasuk orang yang tidak cakap hukum. Ulama berbeda pendapat dalam

menjelaskan pengertian al-hajr secara istilah, diantaranya24 :

Menurut pendapat ulama Hanafiyah :

”Cegahan efektivitasnya perjanjian atau tindakan-tindakan hukum yang

bersifat pernyataan (ucapan/tulisan)”.

Menurut ulama malikiyyah :

“Sifat hukum yang di tetapkan syara’ yang mewajibkan pencegahannya

terjadinya penggunaan harta yang melebihi keperluan pokok atau menghibahkan

harta miliknya melebihi sepertiga hartanya”.

Menurut ulama Hanabillah :

“Cegahan terhadap seseorang agar tidak melakukan perbuatan hukum yang

bersifat kebendaan”.

23 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.207-308.

24 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.309.


39

Pengampuan (al-hajru) oleh pengampu (wali) terhdap pihak atau orang

tertentu di lakukan oleh banyak sebab. Namun secara umum, sebab tersebut dapat

di golokan menjadi dua, pertama sebab-sebab yang di sepakati adalah belum

berumur dewasa, gila, dan dungu. Sedangkan sebab kedua yaitu sebab-sebab yang

di ikhtilafkan yaitu boros atau penggunaan harta untuk maksiat, pelupa, dan terlilit

utang.25

3. Umum
a. Zakat, Infak & Sedekah

Di tinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-

barakatu artinya keberkahan , al-namaa’ pertumbuhan dan perkembangan, ath-

thaharu arti kesucian dan ash-shalahu artinya keberesan. Sedangkan menerut

istilah meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak

berbeda anatara satu sama lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa

zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt

mewajibkan kepada pemiliknya, untuk di serahkan kepada yang berhak

menerimanya, dengan persyaratan tertentu.26

Infaq bearasal dari kata nafaqa , yang berarti sesuatu yang telah berlalu

atau habis, baik dengan sebab di jual, di ruksak, atau karena meninggal. Selain itu,

kata infaq terkadang berkaitan dengan sesuatu yang di lakukan secara wajib atau

sunnah. Menurut terminologi, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta

25 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.313.

26 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Ekonomi Modern, ( Jakarta : Gema


Insani, 2002), hlm.7.
40

pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang di peruntukan oleh

ajaran islam, jika zakat ada nisbahnya maka infaq tidak pula seperti itu.27

Infaq, menurut istilah para ualama di artikan sebagai perbuatan atau

sesuatu yang di berikan seseorang untuk memenuhi kebutuhan orang lain, baik

berupa makanan, minuman dan sebagainya juga mendermakan atau memberikan

sesuatu kepada orang lain lain berdasarkan rasa ikhlas dan hanya karena Allah

SWT dan bukan untuk tujuan apapun.28

Kata Sedekah berasal dari bahasa arab, ash-shadakah, secara bahasa

bermakna sesuatu yang di jadikan. Sedekah kata ini di ambil dari kata sha-da-qa.

Kata sedekah juga berarti ash-shidiq berarti benar, karena itu menunjukkan

kebenaraan ibadah untuk Allah SWT. Sementara itu, Imam Nawawi menagatakan,

dinamakan sedekah karena ia menunjukkan pembenaran orang yang bersedekah,

dan menunjukkan kebenaran imannya secara lahir dan batinnya, karena sedekah

menunjukan kebenaran dan pembenaran imannya.29

b. Wakaf

27 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, ( Jakarta


:Grasindo,2002), hlm.6.

28 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat..., hlm. 6.

29 Hasan Bin Ahmad, Dasyhatnya Terapi Sedekah, (Jakarta: Maghfirah


pustaka,2013), hlm.11.
41

Pengertian wakaf menurut etimologi di artikan menahan tindakan hukum.

Wakaf adalah persoalan pemindahan hak milik yang di manfaatkan untuk

kepentingan umum. Para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf

menurut istilah, sehingga mereka berbeda pila dalam memandang hakikat wakaf

itu sendiri.

Menurut mazhaab hanafi wakaf ialah menahan benda yang statusnya tetap

milik si wakif dan yang di sedekahkan adalah manfaatnya saja untuk kepentingan

sosial. Menurut mazhab maliki wakaf ialah menjadikan manfaat benda yang di

miliki, baik berupa sewa atau hasiknya untuk di serahkan kepada orang yang

berhak dengan tujuan penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang di

kehendaki orang yang mewakafkan. Menurut Mazhab Syafi’i wakaf ialah

menahan harta yang manfaatnya bisa di ambil manfaatnya dengan tetap utuhnya

baarang dan barang itu lepas dari penguasaaan si wakif serta di manfaatkan pada

sesuatu yang di perbolehkan oleh agama. Dan menerut mazhab hambali wakaf

ialah menahan kebebsan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang

bermanfaat tetap utuhnya harta dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap

harta itu, sedangkan manfaatnya di gunakan untuk kebaikan untuk mendekatkan

diri kepada Allah.30

30 Amran Suadi, Mardi Candra, Politik Hukum : Perspektif Hukum


Perdata Dan Pidana Islam Serta Ekonomi Syariah,(Jakarta:
kencana,2016), hlm.203 -208.
42

4. Al-Dain
a. Al-Hawalah

Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intikol dan al-

tahwil, artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Maka abdurrahman al-

jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah menurut bahasa ialah

pemindahan dari satu tempat yang lain.31

Al-hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada

orang lain yang wajib menanggungnya.dalam istilah para ulama ,hal ini

merupakan pemindhan beban hutang dari muhil(orang yang berutang menjadi

tanggungan muhail alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang . secara

sederhana, hal ini dapa dijelaskan,bahwa A (muhal) memberi pinjam kepada B

( muhil) sedangkan B masih punya piutang pada C (muhal alaihi).begiti B tidak

mampu membayar utang kepada A ia lalu mengalihkan beban utang tersebut

kepada C. Dengan demikian,C harus membayar utang B kepada A,sedangkan

utang C sebelumya pada B dianggap selesai.32

Sedangkan menurut fatwa DSN No.31/DSN-MUI/IV/2002,adalah

pemindahan utang nasaba dari bank keuangan konpensional ke bank keuangan

syariat.salah satu bentuk jasa keuangan yang menjadikan kebutuhan masyarakat

dalam membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi nonsyariat yang telah

31 Hendi Soehendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011),


hlm. 99.

32 M Syafi’i Antoni, Bank syariah...,hlm.126.


43

berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariat 33. Terkadang seseorang

tidak dapat membayar utang-utang secara langsung, karena itu, ia boleh

memindahkan penagihannya kepada pihak lain, yang dalam hukum islam di sebut

hawalah, yaitu akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak

lain yang wajib menanggung ( membayar)-nya.

b. Al-Kafalah

Kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban),

za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan al-

kafalah atau al-dhaman sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah sebagai

berikut:

Menurut Mazhab Hanafi al-kafalah memiliki dua pengertian, yang pertama

arti al-kafalah ialah menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam

penagihan, dengan jiwa, utang, atau zat benda. Pengertian al-kafalah yang kedua

ialah menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok (asal) utang.

Menurut Mazhab Maliki al-kafalah ialah orang yang mempunyai hak

mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan,

baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.

Menurut Mazhab Hanbali al-kafalah ialah iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada

orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizab orang yang

mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang

mempunyai hak. Menurut Mazhab Syafi’i yang dimaksud dengan al-kafalah ialah

33 Fatwa DSN No.31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang kafalah .


44

akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan beban yang lain

atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh

orang yang berhak menghadirkannya.34

c. Al-Rahn

Menurut bahasa, gadai adalah tetap dan lestari, sering juga di ssebut

dengan al-habsu yaitu penetapan atau penahanan. 35 Ada pula yang menjelaskan

bahwa rahn adalah terkurung atau terpenjara. Menurut istilah syara’, yang

dimaksud dengan rahn menurut ulama mazhab, ialah36 :

Menurut mazhab Syafi’iyah rahn adalah menjadikan suatu barang yang

biasa d jual sebagai jaminan uang di penuhi dari harganya, bila yang berutang

tidak sanggup membayar utangnya. Menurut mazahab Hanabillah, Rahn adalah

suatu benda yang di jadikan suatu kepercayaan suatu utang, untuk di penuhi dari

harganya, bila berutang tidak sanggup membayar utangnya. Menurut mazahab

Malikiyah, Rahn adalah suatu yang bernilai harta, yang di ambil dari pemiliknya

untuk di jadikan pengikat atau utang yang tetap.

d. Al-Shulh

34 Hendi Soehendi, Fiqh Muamalah..., hlm.187-189.

35 Harun, Fiqh Muamalah...,hlm.132.

36 Mardani, Aspek Hukum...,hlm.172.


45

Al-shulh menurut bahasa kata al-shulhu berarti perdamaian, memutus

pertengkaran atau perselisihan.37secara istilah syara’ ulama mendefiniskan al-

shulh ialah Menurut Hasby Ash-shiddiqie al-shulh ialah akad yang di sepakati dua

orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad dapat

hilang perselisihan.38 Menurut syaikh ibrahim al-bajuri bahwa yang dimaksud

dengan al-shulh adalah: akad yang berhasil memutuskannya(perselisihan).39

e. Al-Ibra’

Kata al-Ibra seakar dengan kata al-birr yang arti harfiahnya adalah

perbuatan baik atau kebaikan, sebagaimana dijelaskan Q.S Al-ma’idah (5):2,

Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling membantu atau saling

menolong dalam perbuatan baik dan takwa. Arti al-ibra ‘ secara bahasa adalah

bebas (bersih / murni khalasha atau kosong khala), diantaranya bebas dari

cela/cacat (salamah min (al-‘uyub), bebas dari sifat buruk (diantaranya dusta [al-

kidzb]), bebas dari sanksi atau hukuman berat atau ringan (isqath/tasaquth), bebas

dari utang, dan sebagainya.40

C. KARAKTERISTIK DAN PRINSIP AKAD TABARRU’

37 Ahmad warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia,


( Surabaya : Pustaka progresif,1997),hlm 788.

38 Hasbi Ash-shiddiqi, Pengantar Fiqih Muamalat, ( Jakarta : Bulan


Bintang,1984),hlm.92

39 Said Agil Husain Al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,


(Semarang, Toha Putra,2004),hlm.45.

40 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.121-122.


46

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, kata karakteristik mempunyai

arti ialah sifatkhas sesuai dengan perwatakan tertentu, sedangkan kata prinsip

mempunyai arti kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan

sebagainya atau memiliki arti dasar41. Apabila menyinggung karakterisk dan

prinsip akad tabarru’ maka karakteriskdan prinsip akad tabarru’ ialah suatu ciri

khas atau perwatakan dari akad tabarru tersebut. maka karakterisktik atau

prinsip akad tabarru ialah :

1. Non- profit tranksaksi

Karakterristikdan prinsip yang pertama dalam akad tabarru’ ialah non-

profit tranksaksi, diamana akad tabarru’ ini tidak mendatangkan keuntungan

kepada pihak yang melakukan tranksaksi dalam melakukan perjanjian yang

menggunakan akad tabarru ini. Dimana pihak yang melakukan pihak ini tidak

akan menambah harta kekayaannya namun akad ini mendapat keuntungan kelak

di akhirat di sisi Allah SWT dengan keuntungan kebaikan/ pahala.

2. Berjutuan saling tolong- menolong

Karakteristik dan prinsip yang kedua dalam akad tabarru’ ialah akad ini ialah

akad yang bukan bertujuan komersil melainkan akad yang di lakukan oleh

seseorang untuk menolong pihak lain dan di lakukan hanya untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT dan tidak untuk mencari hal lain. Hal ini yang sangat

membedakan dengan akad-akad lain yang bertujuan duniawi atau mengharap

keuntungan dan hal lainnya.

41 Kamus besar bahasa indonesia (KBBI)


47

D. Ketentuan Fatwa DSN-MUI NO. 53/DSN-MUI/III/2006 Tenatang

Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syariah

Terdapat tujuh ketentuan yang terdapat pada fatwa ini 42, Ketentuan pertama

menjelaskan tentang ketentuan hukum, dalam ketentuan hukum ini ada dua poin

yang di atur, pertama akad tabarru’ harus melekat pada semua produk asurasnis

syari’ah, kedua akad pada asuransi syariah adalah semua bentuk akad yang di

lakukan antara para peserta pemegang polis.

Ketentuan kedua dalam fatwa no 53 tahun tentang akad tabarru’ pada asuransi

syari’ah yaitu ketentuan akad, yang mana dalam ketentuan ini terdapat dua poin

yang di atur, pertama akad tabarru’ pada asuransi adalah akad yang di lakukan

dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta,

bukan tujuan komersil, kedua ketentean ini menjelaskan hal-hal yang harus ada

dalam akad tabarru’ pertama hak dan kewajiban masing-masing peserta secra

individu mauun secara kelompok , poin kedua cara dan waktu pemabayaran klaim

dan premi dan ketentuan-ketentuan lain yang di sepakati.

Ketentuan ketiga mengatur tentang kedudukan para pidak dalam akad

tabarru’, pertama dalam akad tabarru’(hibah), peserta memberikan dana hibah

yang akan di gunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa

musibah, kedua peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima

dana tabarru’ dan secara kolektif selaku penanggung, ketiga perusahaan asuransi

42 Fatwa Nomor. 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ Pada


Asuransi Syariah
48

bertidanak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para

peserta selain pengelolaan investasi.

Ketentuan keempat dalam fatwa ini ialah ketentuan tentang pengelolaan,

terdapat empat poin yang di atur, pertama pengelolaan asuransi dan reasuransi

hanya boleh di lakukan oleh lemabaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah,

kedua pembukuan akun tabarru’harus terpiash dari dana lain, ketiga hasil investasi

dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun

tabarru’, dan poin keempat yaitu dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan

reasuransi syariah dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah

atau akad mudharabah musytarakah atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan

akad wakalah bil ujrah.

Ketentuan kelima mengatur tentang surplus underwriting, pertama apabila

terjadi surplus maka di berlakukannya seluruhnya sebagai dana cadangan dalam

akun tabarru’, kedua tindakan yang di perbolehkanialah di simpan sebagai dana

cadangan dan di bagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi

syarat aktruia/manajemen resiko, ketiga di simpan sebagian sebagai dana

cadangan dan dapat di bagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan

para peserta sepanjang di sepakati oleh para peserta, selanjutnya ketentuan kedua

dalam ketentuan surplus ini ialah pilihan terhadap salah satu alternatif di atas

harus di setujui oleh peserta dan di tuangkan dalam akad.

Ketentuan keenam, dalam fatwa ini mengatur tentang defisit underwriting,

apabila terjadi defisit terhadap dana tabarru’ maka perusahaan asuransi wajib
49

menanggulanginya kekurangan tersebut dengan bentuk Qardh (pinjaman),

selanjutan pengembalian dari dana qardh tersebut ialah di sisihkan dari dana

tabarru’.

Dan ketentuan ketujuh mengatur tentang ketentuan penutup yang terdapat dua

poin pertama cara penyelesaian perkkara apabila terjadi sengketa maka yang

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah dan poin kedua ialah tentang keberlakuannya fatwa ini ialah

pada tanggal 22 Maret 2006.

E. Pengertian Akad Wakalah Bil Ujrah

Wakalah di ucapkan dalam dua bentuk : Wakalah dan Wikalah. Secara bahasa,

wakalah memiliki dua arti al hifdz ( perlindungan / melindungi ) al tafwidh

( penyerahan/ menyerahkan ). Wakalah / wikalah berarti penyerahan,

pendelegasian atau pemberian mandat, yang berarti wakalah adalah pelimpahan,

pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua

untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama.43

Menurut kalangan Syafi’iyah wakalah adalah ungkapan atau penyerahan

kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari

jenis pekerjaaan yang bisa di gantikan dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa

43 Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah (Jakarta :


PT Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 107
50

dengan ketentuan pekerjaan tersebut, di laksanakan pada saat pemberi kuasa

masih hidup.44

Dalil atau dasar hukum wakallah bersumber dari al-

qur’an ,sunah nabi muhammad Saw., dan ijma’ antara lain:

‫غ ك ل ل‬ ‫ل‬ ‫م ب بولربقبك ك غ‬ ‫واا ل ل‬


‫حود لك ك غ‬
‫مود بي غن لةب فللي لن غظغر اي للهبااغزك ل‬
‫ ى‬ ‫ ى ال ل‬
‫م هلذ بهب ا بل ل‬ ‫لفباغبعث ك غ‬
‫غ‬
‫ه‬
‫من غ ك‬
‫ق ي‬ ‫مبافلل غي لآت بك ك غ‬
‫م ب بربغز ق‬ ‫ط للعبا ع‬

”Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota

dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah di lihat

makananyang lebih baik ,dan bawalah sebagian makanan itu

untukmu’’.ayat tersebut merupakan cerita penghuni gua hira

dalam melakukan wakalh untuk membeli makanan” (Q.S al-Kahf

: 19).45

Allah berfirman,

‫ن ا لهغل بلهبا‬
‫م غ‬
‫مبا ي‬ ‫ن ا لهغل بهب ول ل‬
‫حك ل ع‬ ‫م غ‬ ‫حك ل ع‬
‫مبا ي‬ ‫لفباب غعلث ك غ‬
‫وا ل‬

44 Helmi karim, Fiqh Muamalah, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo persada,


2002), cet 3, hlm.20.

45 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung :


Diponegoro,2012),hlm. 295.
51

“Maka kirimkanlah seorang juru damai (hakam) dari keluarga

laki-laki dan dari seorang juru damai dari keluarga perempuan”. (

Q.S an Nissa : 35)46

Allah berfirman,

‫ي‬
‫ص غ‬
‫مي غ ب‬
‫ق ب‬ ‫ا بذ غهلب ك غ‬
‫واب ب ل‬

“Pergilah kamu dengan membawa baju ini...” ( Q.S Yusuf : 95).47

‫غ‬
‫ن ال لغر ب‬
‫ض‬ ‫خلزائ ب ب‬
‫ ى ل‬
‫عل ل‬
‫ي ل‬
‫جلعلن ب غ‬
‫اب غ‬

“Jadikannlah aku bendaharawan negeri (mesir)...( Q.S Yusuf :

55).48

Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa dalam hal

bermuamalah dapat di lakukan suatu perwakilan kepada pihak

lain dalam melakukan suatu tranksaksi, ada jalan lain yang bisa

diambil atau ada pilihan yang bisa di pilih manakala manusia

mengalami suatu kondisi tertentu yang mengakibatkanketidak

sanggupan mereka dalam melakukan sesuatu secara mandiri,

46 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung :


Diponegoro,2012),hlm. 84.

47 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung :


Diponegoro,2012),hlm. 246.

48 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung :


Diponegoro,2012),hlm. 242.
52

baik melalui perintah maupun kesadaran pribadi dalam ranhka

melakukan tolong-menilong. Demikian maka dapat dilakukanlah

alternatif wakalah.

Hadist fi’liyah Tentang wakalah,

‫ذالرز ل‬
‫كباةب‬ ‫سلعبا ة ل بل ل غ‬
‫خ ب‬ ‫ث ال ر‬ ‫سل ر ل‬
‫م ب لعل ل‬ ‫ه ع لل لي غهب ول ل‬
‫صلل ى الل ر ك‬ ‫ا لن ر ك‬
‫ه ر‬

“ Rasulullah saw .mengutus para petugas untuk mengumpulkan

zakat’’.49

Hadist fi’liyah yang diriwayatkan Imam Abu Daud:

‫ ى‬
‫ث لرسول الله عليه وسلم عمروبن عمرعمية الضمري بإل ل‬
‫ب لعل ل‬

‫النجباشي فزوجه ام حبيبةثم سباق عنه اربع مئةدينبار‬

“ Rasulullah saw mengutus Amr Ibn Umayah al-dhamiri ke

najasyi lalu dia menikahkannya dengan Ummu

habibah,kemudian dia memberikan darinya empat ratus dinar”.

Hadist fi’liyah yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan al-

Tirmidzi :

‫ان النبي صل ى الله عليه وسلم دعبا له ببالبركة~ في بيعه وكبان‬

‫لواشتر ى التراب لربح فيه‬

49 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.168.


53

“ Rasulullah Saw,mengutus Aba raf’, tuan beliau, dan seorang

laki-laki dari Anshar, lalu keduanya menikahkan Nabi Saw,

dengan Maimunah binti al-harist; ketika itu Rasullah berada di

madinah sebelum menunaikan ibadah haji”.50

Rukun ialah suatu hal yang harus ada dalam hal ini rukun

akad waklah ialah hal-hal yang harus ada dalam akad waklah

ialah51 :

a. Orang yang memberi kuasa ( al muwakkil ).


b. Orang yang di beri kuasa ( al wakil ).
c. Perkara / hal yang di kuasakan ( al taukil ).
d. Pernyataan kesepakatan / shigat.

Semisalnya A memberikan kuasa kepada B untuk

menerima zakat, pada bulan Ramadhan tahun ini, A menyatakan

kepada B bahwa ia memberi kuasa kepada B untuk mewakilkan

pekerjaan A pada tahu lalu. Dalam contoh di atas A sebagai

muwakkil atau orang yang mewakilkan, B sebagai al wakil aatau

orang yang di beri kuasa, hal yang di kuasakan ialah pekerjaaan

untuk meawakilkan pekerjaan menerima zakat, dan seighat atau

pernyataan akad di lakukan oleh A kepada B dengan pernyatan

langsung.

50 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.169.

51 Indah Nuhyanti, Penerapan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk jasa


bank Syariah, Jurnal Skripsi, acadenmia.edu, 2013,hlm.104.
54

Sedangkan syarat akad wakalah , diantaranya ialah52 :

1. Syarat-syarat muwakkil/ orang yang memberi kuasa,


a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu

yang di wakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas

tertentu, yakni dalam hal yang bermanfaat baginya,

seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima

sedekah, dan sebagainya.


2. Syarat-syarat wakil/ orang yang mewakili,
a. Cakap hukum
b. Dapat mengerjakan tugas yang di wakilkan kepadanya.
c. Wakil adalah orang yang di beri amanat.
3. Hal-hal yang wakilkan,
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
b. Tidak bertentangan dengan syariat islam.
c. Dapat di wakilkan menurut syariat islam.

Akad wakalah akan berakhir apabila terjadi salah satu halberikut,


53
diantaranya :

1. Meninggalnya salah satu dari shahibul akad( orang yang

berakad) atau hilangnya cakap.


2. Di berhentikannya aktivitas/pekerjaan yang di maksud oleh

kedua belah pihak.


3. Pembetalan akad oleh pemberi kuasa yang di ketahuioleh

penerima kuasa.
4. Penerima kuasa mengundurkan diri sengan sepengetahuan

pemberi kuasa.
52 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bnak Syariah,( Gremedia
Pustaka Utama,2014).hlm.19-20.

53 Indah Nuhyanti, Penerapan Aplikasi ...,hlm.104.


55

5. Gugurnya hak pemilikanbarang bagipemberi kuasa.

Di antara hadist yang di jadikan dasar mengenai bolehnya ujrah

atas jasa wakalah adalah sebagai berikut54 :

‫مل لبني‬
‫ست لعغ ل‬ ‫عن بسر بن سعيود ان ابن السعيود المبا لكي لقبا ل‬
‫لا غ‬

‫مبال لةق‬
‫ملر بل ى ب بعكل ل ل‬
‫ت ا بل لي غهب ا ل غ‬
‫من غلهبا ولا لد ري غ ك‬ ‫صود لقلةب فلل ر ل‬
‫مبا فللرغ غ ك‬
‫ت ب‬ ‫مكر ع للل ى ال ر‬
‫عك ل‬

‫عل ى‬ ‫مل غ ك‬
‫ت ل‬ ‫مبا ا كع غط بي غ ل‬
‫ت فلإ بيني ع ل ب‬ ‫خذ غ ل‬ ‫قبا ل‬
‫ل ك‬ ‫مل غ ك‬
‫ت للهب فل ل‬ ‫مبا ع ل ب‬ ‫قل غ ك‬
‫ ا بن ر ل‬: ‫ت‬ ‫فل ك‬

‫س ل‬
‫ل‬ ‫م غ‬ ‫قل غ ك‬
‫ت ب‬ ‫مللن ى فل ك‬
‫ه صل ى الله عليه وسللم فلعل ل‬
‫ل الل ب‬
‫سو غ ب‬
‫ع لهغود ب لر ك‬

‫ت‬ ‫إ ل ك‬: ‫ك فقبال بلي رسول الله صلل ى الله عليه وسللم‬
‫قلوغل ب ل‬
‫ذا وأع غط بي غ ل‬‫ب‬

‫ل فلك ك غ‬
‫ل ولتصود رقغ‬ ‫ن غ لي غرب ان ت ل غ‬
‫سأ ل‬ ‫شي غعئبا ب‬
‫م غ‬ ‫ل‬

“ Diriwayatkan dari Busr bin Sa’id bahwa Ibn Sa’diy

al-Maliki berkata : Umar memperkerjakan saya untuk

mengambil sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah

saya menyerahkan zakatnya kepadanya, Umar

memerintahkan agar saya di beri upah (fee). Saya

berkata : saya bekerja hanya kepada Allah SWT, Umar

menjawab : ambillah apa yang kamu beri, saya pernah

bekerja ( seperti kamu) pada masa rasul, lalu beliau

memberikan imbalan, saya pun berkata seperti apa ang

kamu katakan. Kemudian Rasulullah besabda kepada

54 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.182-183.


56

saya : apabila kamu di beri sesuatu tanpa kamu minta,

maka makanlah ( terimahlah) dan bersedekahlah”.

Di samping itu, sejumlah pendapat ulama mazhab fiqih

dijadikan dasar mengenai bolehnya akad wakalah bil ujrah,


55
antara lain :

1. Ibn Qudamah, dalam kitab al- Mughni (6/468),

berpendapat bahwa akad taukil (wakalah) boleh

dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan.

Hal itu karena nabi saw. Pernah mewakilkan kepada

unais untuk melaksanakan hukuman, kepada urwah

untuk membeli kambing, dan kepada abu rafi’ untuk

melakukan qabul nikah, (semuannya) tanpa

memberikan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para

pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan

beliau memberi imbalan kepada mereka.


2. Ibn qudamah juga menjelaskan bahwa jika muwakkil

mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang

lain), hal itu boleh karena akad yang telah diizinkan

kepada wakil. Oleh karena itu, ia boleh melakukannya

(mewakilkan kepada orang lain).


3. Imam syaukani, ketika menjelaskan hadis busr bin sa’id,

menjelaskan bahwa hadis tersebut menunjukan bahwa

55 Jaih mubarok, Hasanuddin, Fiqh Muamalah..., hlm.184.


57

orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru’

(semata- mata mencari pahala, dalam hal ini menjadi

wakil) boleh menerima imbalan.


4. Wahbah al- zuhaili menjelaskan bahwa umat sepakat

wakalah boleh dilakukan karena diperlukan. Wakalah

sah dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa

imbalan.
5. Dalam kitab fath al- qadir (6/2) dijelaskan bahwa

wakalah sah dilakukan, baik dengan imbalan maupun

tanpa imbalan. Hal itu karena nabi saw. Pernah

mengutus para pegawainya untuk memungt sedekah

(zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka.

Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan

imbalan, hukumnya sama dengan hukum ijarah.


F. Karakterisktik dan Prinsip-Prinsip Akad Wakalah Bil Ujrah

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, kata karakteristik mempunyai arti

ialah sifatkhas sesuai dengan perwatakan tertentu, sedangkan kata prinsip

mempunyai arti kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan

sebagainya atau memiliki arti dasar56. Apabila menyinggung karakterisk dan

prinsip akad wakalah bil ujrah maka karakteriskdan prinsip akad wakalah bil ujrah

ialah suatu ciri khas atau perwatakan dari akad wakalah bil ujrah tersebut. maka

karakterisktik atau prinsip akad wakalah bil ujrah :

1. Mewakilkan- Diwakilkan

56 Kamus besar bahasa indonesia (KBBI)


58

Dalam akad wakalah bil ujrah prinsip pertama ialah mewakilkan,

dimana dalam akad wakalah bil ujrah ini mewakilkan ialah prinsip utama

dari akad ini, yang mana seseorang mewakilkan sesuatu urusan kepada

pihak lain dan pihak lain di sebut wakil sebagai pihak yang menerima

perwakilan.

2. Ujrah / fee

Karakteristik yang kedua dari akad wakalah bil ujrah ialah ujrah/fee,

yang mana ujrah/ fee di bolehkan dalam akad wakalah bil ujrah

berdasarkan sebuah keterang hadist sebelumnya, yang mana ujrah / fee ini

di berikan kepada wakil karena ia telah melakukankan apa yang di

amanahkan pemberi wakil kepada wakil.

G. Relasi Akad Wakalah Bil Ujrah dan Akad Tabarru’

Relasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti hubungan ,

perhubungan da pertalian.57 Maka yang di maksud dengan relasi akad wakalah

dengan akad tabarru’ ialah suatu hubungan atau perhubungan apa antara akad

wakalah bil ujrah dengan akad tabarru’apabila kita telah mengetahui akad -

akad tersebut.

Relasi akad wakalah bil ujrah dengan akad tabarru’ ialah terletak pada

sama-sama akad yang bertujuan non komersial, yang mana akad wakalah bil

ujrah ialah sebuah akad yang mewakilkan seseorang dengan tujuan non

57 Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ).


59

komersil dan akad ini termasuk ke dalam jenis-jenis akad tabarru namun

dengan perkembangan jaman dan sebuah hadist fi’liyah yang di jadikan dasar

bawah akad wakalah bil ujrah boleh mendapatkan ujrah/ fee dari pemberi

maka akad wakalah ini mendapatkan ujrah atas wakalah yang di lakukan.

Dalam sebuah hadist, bahwasanya Umar, memeperkejakan seseorang,

setelah selesai melakukan apa yang di suruh Umar seseorang tersebut itu di

beri ujrah/fee oleh Umar namun seseorang tersebut menolak dengan alasan

saya mengerjakan tersebut dengan Ikhlas/ karena Allah SWT ( non-komersi),

namun Umar berkata bahwa Umar pernah di suruh Oleh Rasulullah dan

Rasulullah memeberi saya ujrah/fee dan saya berkata seperti namun

Rasulullah berkata “ apabila kamu di beri sesuatu, tanpa kamu minta, maka

terimalah dan bersedekahlah.

H. Ketentuan Fatwa No.52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah

Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah dan Reasuransi Syariah

Dalam ketentuan fatwa58 ini terdapat enam ketentuan, ketentuan pertama ialah

ketentuan umum yang mana dalam ketentuan ini yang di maksud asuransi adalah

asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah, poin kedua menjelaskan

tentang peserta, peserta ialah peserta asuransi (pemegang poli) atau perusahaan

asuransi dalam reasuransi syariah.

58 Fatwa No.52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada


Asuransi Syari’ah dan Reasuransi Syariah
60

Ketentuan kedua dalam fatwa ini mengatur tentang ketentuan hukum, yang

mana pertama akad wakalah bil ujrah di bolehkan antara perusahaan asuransi

syariah an peserta asuransi, kedua wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari

peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan

pemberian ujrah (fee), ketiga dalam wakalah bil ujrah dapat di terapakan pada

produk asuranis yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur

tabarru’(non-saving).

Ketiga ketentuan yang mengatur tentang ketentuan akad dalam wakalah bil

ujrah, pertama akad yang di gunakan ialah akad wakal bil ujrah, kedua objek

wakalh bil ujrah ialah kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pemabayaran

klaim, undewriting, pengelolaa portofolia risiko, pemasaran dan investasi, ketiga

dalam akad wakalah bil ujrah sekurang-kurang harus terdapat hak da kewajiban

pesertada dan perusahaaan asuransi, besaran,cara dan waktu pemotongan ujrah

(fee), syrat-syarat lain yang telah di sepakati.

Ketentuan keempat dari fatwa ini ialah ketentuan yang mengatur tentang

kedudukan dan ketentuan para pihak dalam akad wakalah bil ujrah, pertama

dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil(yang mendapat kuasa) untuk

mengelola dana, peserta sebagai individu maupun badan hukum/kelompok dalam

akun tabarru’ bertindak sebagai muwakkil ( pemberi kuasa), selanjutnya wakil

tidak boleh mewakkilkan kepada pihak lain kecuali atas ijin muwakkil, poin

kelima akad wakalh itu bersifat amanah dan bukan tanggungan sehingga wakil

tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan menguragi fee yang

telah di terimanya, kecuali atas kecerobohan atau wanprestasi, dan terakhir


61

perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil

investasi, karaena akad yang di gunakan adalah akad wakalah.

Ketentuan kelima mengatur tentang ketentuan investasi, pertama perusahaan

asuransi selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul

oleh para peserta kepada investasi yang sesuai syariah yang menisyaratkan bahwa

pengelolaaninvestasi dalam asauransi syariah tidak boleh masuk pada ranah

investasi konvensional, kedua akad wakalah bil ujrah dapat di lakukan pada

saving maupun non saving dengan ketentuan di atas.

Dan ketentuan ketujuh mengatur tentang ketentuan penutup yang terdapat dua

poin pertama cara penyelesaian perkkara apabila terjadi sengketa maka yang

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah dan poin kedua ialah tentang keberlakuannya fatwa ini ialah

pada tanggal 23 Maret 2006.

Anda mungkin juga menyukai