Anda di halaman 1dari 4

Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing” Jilid II Liabilitas jangka pendek

adalah liabilitas perusahaan kepada pihak ketiga, yang jatuh tempo harus dilunasi dalam
waktu kurang atau sama dengan satu tahun, atau dalam satu siklus operasi normal
perusahaan, biasanya dengan menggunakan asset lancar(current assets).
Menurut PSAK (IAI,2009:1.8)
Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai dalam jangka pendek, jika:
1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan; atau
2. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal laporan posisi keuangan
(neraca)
Berikut dibawah ini merupakan beberapa contoh liabilitas jangka pendek.
1. Utang usaha (Accounts Payable)
Utang usaha yaitu, kewajiban kepada pihak ketiga yang berasal dari pembelian barang
atau jasa secara kredit yang harus dilunasi dalam waktu kurang atau sama dengan satu
tahun.
2. Pinjaman dari Bank (Short Term Loan)
Pinjaman dari bank yaitu pinjaman yang diperoleh dari bank dan didukung oleh suatu
perjanjian kredit (loan agreement), bias dalam bentuk kredit modal kerja (working
capital loan) ataupun kredit rekening koran (overdraft facility).
3. Bagian dari Kredit Jangka Panjang yang jatuh Tempo dalam Waktu Kurang atau Sama
dengan Satu Tahun (Current Portion of Long Term Loan).
Per tanggal laporan posisi keuangan, bagian dari liabilitas jangka panjang yang jatuh
tempo satu tahun yang akan datang harus diklarifikasi dari liabilitas jangka panjang ke
liabilitas jangka pendek.
4. Utang Pajak ( Taxes Payable)
Utang pajak yaitu kewajiban pajak perusahaan yang harus dilunasi dalam periode
berikutnya, misalnya utang PPh 21 (pajak penghasilan atas gaji, upah, honorarium),
PPh 2 (pajak penghasilan badan), PPN (pajak pertambahan nilai), dan lain-lain.
5. Biaya Yang Masih Harus Dibayar (Accured Expenses)
Biaya yang masih harus dibayar yaitu biaya yang sudah terjadi dan menjadi beban
periode yang diperiksa, tetapi baru akan dilunasi dalam periode berikutnya.
Misalnya,biaya gaji, biaya listrik, telepon, air, dan lain-lain.
6. Voucher Payable (dalam hal digunakan voucher system)
Voucher Payable Procedure yaitu bukti kas keluar atau kombinasi bukti kas keluar dan
cek. Bukti kas keluar ini merupakan formulir pokok dalam voucher payable
procedure.
7. Hutang Deviden
Utang Dividen adalah dividend payable yaitu bagian dari laba perusahaan yang
diputuskan untuk dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
8. Pendapatan yang diterima dimuka
Pendapatan diterima dimuka (Prepaid Income) dapat dimaknai sebagai suatu
pendapatan (baik pendapatan dari usaha jasa maupun pendapatan dari hasil penjualan
barang) yang sudah diterima oleh perusahaan, tetapi pendapatan tersebut belum
sepenuhnya menjadi hak perusahaan dalam periode tersebut.
9. Uang Muka Penjualan
Uang muka penjualan biasanya terjadi pada saat perusahaan menjual barang kepada
costumer, dan saat itu juga costumer membayar sejumlah uang muka atau yang biasa
kita sebut Down Payment.
10. Hutang Pemegang Saham
Pemegang sahamlah yang berhutang kepada perusahaan.
11. Hutang Leasing yang jatuh tempo satu tahun yang akan datang
Hutang Leasing ( hutang dalam rangka sewa guna ) yaitu hutang yang diperoleh dari
perusahaan leasing untuk pembelian aktiva tetap.
12. Hutang Bunga
Utang bunga (interest payable) : Utang kepada kreditur sebagai imbalan atas
pemakaian uang yang dipinjamkan kepada perusahaan.
13. Hutang Perusahaan Afiliasi (Hutang dalam rangka hubungan khusus)
Salah satu pihak perusahaan dapat mengendalikan perusahaan lain, sehingga pihak
perusahaan bisa hutang kepada perusahaan lain yang memiliki hubungan istimewa
(khusus).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memeriksa kewajiban jangka pendek,
yaitu :
1. Kecenderungan perusahaan untuk mencatat kewajibannya lebih rendah dari yang
sebenarnya (understatment of liabilities) dengan tujuan untuk melaporkan laba lebih
besar dari jumlah yang sebenarnya.
2. Perbedaan antara Account Payable dan Accrued Expenses
Karena acccount payable angka lebih pasti karena perusahaan mencatat hutangnya
berdasarkan invoice yang diterimanya dari supplier, sedangkan accrued expenses
angkanya didasarkan pada estimasi, sehingga jumlahnya kurang pasti dibandingkan
account payable.
Tujuan Pemeriksaan Liabilitas Jangka Pendek
1. Memeriksa apakah terdapat internal control yang baik atas liabilitas jangka pendek.
2. Memeriksa apakah liabilitas jangka pendek yang tercantum di laporan posisi
keuangan (neraca) didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan berasal dari transaksi
yang betul-betul terjadi.
3. Memeriksa apakah semua liabilitas jangka pendek perusahaan sudah tercatat pada
tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
4. Memeriksa apakah accrued expenses jumlahnya reasonable, dalam arti tidak terlalu
besar dan tidak terlalu kecil.
5. Memeriksa apakah kewajiban leasing (sewa), jika ada, sudah dicatat sesuai dengan
standar akuntansi sewa (PSAK 30 Revisi 2007 tentang Sewa).
6. Memeriksa apakah seandainya ada liabilitas jangka pendek dalam mata uang asing
per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), sudah dikonversikan ke dalam rupiah
dengan menggunakan kurs tengah bank Indonesia per tanggal laporan keuangan
(neraca) dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan/dikreditkan pada laba rugi
tahun berjalan.
7. Memeriksa apakah biaya bung dan bun yan terutang dari liabilitas jangka pendek
telah dicartat per tanggal laporan keuangan (neraca)
8. Memeriksa apakah biaya bunga liabilitas jangka pendek yang tercatat pada tanggal
laporan keuangan (neraca) betul telah teradi, dihitung secara akurat dan merupakan
beban perusahaan
9. Memeriksa apakah semua persyaratan dalam perjanjian kredit oleh perusahaan
sehingga tidak terjadi “bank default”
10. Memeriksa apakah penyajian liabilitas angka pendek di dalam (neraca) laporan posisi
keuangan dan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan di Indonesia ETAP/PSAK/IFRS.
Prosedur Pemeriksaan Liabilitas Jangka Pendek
1. Pelajari dan evaluasi internal control liabilitas jangka pendek.
2. Minta rincian dari liabilitas jangka pendek, utang usaha maupun liabilitas lainnya,
kemudian periksa penjumlahannya (footing) serta cocokan saldonya dengan saldo
utang (kewajiban) di buku besar (controlling account).
3. Untuk utang usaha cocokan saldo masing-masing supplier dengan saldo menurut
subsidiary ledger utang usaha.
4. Secara test basis (sampling), periksa bukti pendukung dari saldo utang kepada
beberapa supplier, perhatikan apakah angka cocok dengan purchase requisition,
purchase order, reciving report dan supplier invoice. Periksa juga perhitungan
mathematic dari dokumen-dokumen tersebut dan otorisasi dari pejabat perusahaan
yang berwenang.
5. Seandainya terdapat monthly statement of account dari supplier, maka harus
dilakukan rekonsiliasi antara saldo utang menurut statement of account tersebut
dengan saldo subsidiary ledger utang.
6. Pertimbangkan untuk mengirim konfirmasi kepada beberapa supplier baik yang
saldonya besar maupun yang saldonya tidak berubah sejak tahun sebelumnya.
7. Periksa pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca) untuk
mengetahui apakah ada liabilitas yang belum dicatat per tanggal laporan keuangan
dan untuk meyakinkan diri mengenai kewajaran saldo liabilitas per tanggal laporan
posisi keuangan.
8. Seandainya ada utang kepada bank dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi,
maupun kredit overdraft, maka kirim konfirmasi ke bank, periksa surat perjanjian
kreditnya dan buatkan excerpt dari perjanjian kredit tersebut, dan periksa otorisasi
dari direksi untuk perolehan kredit bank tersebut.
9. Seandainya ada utang dari pemegang saham, direksi, perusahaan afiliasi. Yang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun yang akan datang, harus dikirim konfirmasi, periksa
perjanjian kreditnya dan periksa apakah ada pembebanan bunga atas pinjaman
tersebut.
10. Seandainya ada utang sewa (leasing).
11. Periksa perhitungan dan pembayaran bunga, apakah sudah dilakukan secara akurat
dan tie-up jumlah beban bunga tersebut dengan jumlah yang tercantum pada laporan
laba, rugi, perhatikan juga aspek pajaknya.
12. Seandainya ada saldo debit dari utang usaha maka harus ditelusuri apakah ini
merupakan uang muka pembelian atau karena adanya pengembalian barang yang
dibeli tetapi sudah dilunasi sebelumnya. Kalau jumlahnya besar (material) harus
diklarifikasi sebagai piutang.
13. Seandainya ada uang muka penjualan per tanggal laporan posisi keuangan ,periksa
bukti pendukungnya dan periksa apakah saldo tersebut sudah diselesaikan periode
berikutnya, misalnya dengan mengirimkan barang yang dipesan oleh pembeli.
14. Seandainya ada kredit jangka panjang, harus diperiksa apakah bagian yang jatuh
tempo satu tahun yang akan datang sudah direklasifikasi sebagai liabilitas jangka
pendek.
15. Seandainya ada kewajiban dalam mata uang asing, periksa apakah saldo tersebut per
tanggal laporan posisi keuangan telah dikonversikan kedalam rupiah dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal laporan posisi keuangan dan
selisih kurs yang terjadi dibebankan/ dikreditkan pada laba rugi tahun berjalan.
16. Untuk utang PPh 21 dan PPN periksa apakah utang tersebut sudah dilunasi pada
periode berikutnya. Seharusnya utang PPh 21 dan PPN per 31 Desember dilunasi
dibulan Januari tahun berikutnya.
17. Periksa dasar perhitungan accrued exspenses yang dibuat oleh perusahaan apakah
masuk akal dan konsisten dengan dasar perhitungan tahun sebelumnya. Selain itu
harus diperiksa pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan.
18. Periksa notulen rapat direksi, pemegang saham dan perjanjian-perjanjian yang dibuat
perusahaan dengan pihak ketiga, untuk mengetahui apakah semua kewajiban yang
tercantum dalam notulen dan perjanjian tersebut sudah dicatat per tanggal laporan
posisi keuangan.
19. Kirim konfirmasi kepada penasihat hokum perusahaan.
20. Periksa apakah penyajian liabilitas jangka pendek di laporan posisi keuangan dan
catatan atas laporan keuangan sudah sesuai dengan SAK ETAP/PSAK/IFRS.[3]

Anda mungkin juga menyukai