Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ADAB MUAMALAH

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN KILANG

Disusun oleh :

RAHADIAN ARYA WEDATAMA -NIM: 181430022

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN KILANG

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS

CEPU

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada
waktunya.

Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Konsep Muamalah Dalam Islam
makalah ini di buat berdasarkan informasi yang tersedia dalam websaite terpercaya, dan di bantu
oleh berbagai pihak untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini, oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam
kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan
orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,
harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim
disebut dengan
proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah
ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal
arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang
cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.

Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam,
sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut
tentang pembagian atau macam-macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad secara
umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-akad lainnya secara
khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan mencoba untuk menguraikan mengenai
berbagai hal yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita
sehari-hari.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk :
1. Memahami arti dari muamalah
2. Mengetahui konsep muamalah dalam islam
3. Mengetahui hal-hal yang bersangkutan dengan muamalah

C. Manfaat
Ada banyak sekali manfaat yang baik dalam mempelajari muamalah, salah satunya yaitu kita
dapat menambah ilmu mengenai muamalah dan menerapkan hal-hal yang baik yang kita pelajari
dari mumalah dalam kehidupan sehari hari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, seba-gaimana dirumuskan oleh
Muhammad Yusuf Musa , yaitu Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan dita’ati dalam
hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”. Namun belakangan ini pengertian
muamalah lebih banyak dipahami sebagai aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda atau lebih tepatnya dapa
dikaakan sebagai aturan Islam tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia.

Fiqih Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-
hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil
islam secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia
berdasarkan hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau
larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-
hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social,
ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam
bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat
pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi
oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.

Dalam kajian fiqih ruang lingkup muamalah yakni; Harta, Hak Milik, Fungsi Uang, Buyu’
(tentang jual beli), Ar-Rahn (tentang pegadaian), Hiwalah (pengalihan hutang), Ash-Shulhu
(perdamaian bisnis), Adh-Dhaman (jaminan, asuransi), Syirkah (tentang perkongsian), Wakalah
(tentang per-wakilan), Wadi’ah (tentang penitipan), ‘Ariyah (tentang peminjaman), Mudharabah
(syirkah modal dan tenaga), Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun), Muzara’ah (kerjasama
per-tanian), Kafalah (pen-jaminan), Taflis (jatuh bangkrut), Al-Hajru (batasan ber-tindak),
Ji’alah (sayembara, pemberian fee), Qaradh (pejaman), transaksi valas, ’Urbun (panjar/DP),
Ijarah (sewa-menyewa), Riba, konsep uang dan kebi-jakan moneter, Shukuk (surat utang atau
obligasi), Faraidh (warisan), Luqthah (barang tercecer), Waqaf, Hibah, Washiat, Iqrar, Qismul
fa’i wal ghanimah (pem-bagian fa’i dan ghanimah), Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian
zakat), Ibrak (pembebasan hutang), Muqasah (Discount), Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur, Baitul
Mal dan Jihbiz, Kebijakan fiskal Islam, Keadilan Distribusi, Perburuhan (hubungan buruh dan
ma-jikan, upah buruh), monopoli, Pasar modal Islami dan Reksadana, Asuransi Islam, Bank
Islam, Pegadaian, MLM, dan lain-lain.
C. Sumber-sumber
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa
Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam
ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.

Al-Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab
yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-
Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hokum dan
perundangundangan.

sebagai sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam
menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.
Contoh ayat :

ِ ‫َو َما كَانَ ا ْل ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّةً فَلَ ْو ََل نَ َف َر ِم ْن ك ُِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم َطائِ َفةٌ ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي الد‬
‫ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم إِذَا َر َجعُوا إِلَي ِْه ْم‬
‫التوبة‬- َ‫لَعَلَّ ُه ْم يَحْ ذَ ُرون‬:
“Dan tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pemahaman (pengetahuan) mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(QS. At-Taubah: 122)

Al-Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa
perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-
Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.
Contoh Hadist :
َّ ‫سلَّ َم َم ْن يُ ِر ْد‬
ِ ‫َّللاُ ِب ِه َخي ًْرا ُيفَ ِق ْههُ ِفي الد‬
‫ِين …–رواه البخاري ومسلم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
“Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah akan suatu kebaikan,
niscaya Allah akan memberikan kepadanya pemahaman dalam (masalah) agama.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim)

Ijma’ dan Qiyas

Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah
wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka
penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain
yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja.
Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat
dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang
sudah terdapat dalam nash.[5]

D. Prinsip Dasar Fiqih Muamalah


Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia,
tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi
dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia
dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang
dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di
dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan
muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar
fiqh muamalah adalah sebagai berikut :

§ Hukum asal dalam muamalat adalah mubah

§ Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan

§ Menetapkan harga yang kompetitif

§ Meninggalkan intervensi yang dilarang

§ Menghindari eksploitasi

§ Memberikan toleransi

§ Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah

Sedangkan menurut Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam al-Mu'amalah al-Maliyah al-
Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu:

1. Fiqh mu'amalat dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh beberapa nash
berikut:

a. Firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang
batil; kecuali dengan cara perdagangan atas dasar kerelaan di antara kalian." (QS. An-Nisa`: 29)
"Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan janganlah kalian
menyuap dengan harta itu, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain
itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)

b. Firman Allah,

"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

c. Ibnu 'Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli gharar (mengandung
ketidakjelasan). (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-Sunanul Kubra, 5/338)

2. Pada asalnya, hukum segala jenis muamalah adalah boleh. Tidak ada satu model/jenis
muamalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati adanya nash shahih yang
melarangnya, atau model/jenis muamalah itu bertentangan dengan prinsip muamalah Islam.
Dasarnya adalah firman Allah, "Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang
diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.'
Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu
mengada-ada atas nama Allah.'." (QS. Yunus: 59).

3. Fiqh mu'amalah mengompromikan karakter tsabat dan murunah. Tsubut artinya tetap,
konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip Islam baik dalam hal akidah,
ibadah, maupun muamalah, bersifat tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun.
Namun demikian, dalam tataran praktis, Islam—khususnya dalam muamalah—bersifat murunah.
Murunah artinya lentur, menerima perubahan dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman
dan kemajuan teknologi, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tsubut.

4. Fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah (alasan
disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya muamalah adalah menjaga
dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip muamalah kembali kepada hifzhulmaal
(penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharuriyatul khamsah (dharurat yang lima).
Sedangkan berbagai akad—seperti jual beli, sewa menyewa, dlsb.—disyariatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka.

Bertolak dari sini, banyak hukum muamalah yang berjalan seiring dengan maslahat yang
dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya berubah, atau maslahatnya hilang,
maka hukum muamalah itu pun berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas
yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal."

Dengan bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz.. Asy-Syathibiy berkata,
"Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui)
menurut syariat."[6]
E. Konsep Aqad Fiqih Ekonomi (Muamalah)
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-
transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu.

Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu
obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena
manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan
fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam
usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam:

Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi pemberi
pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan tersebut dapat
dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100% melalui akad
mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka. Kerjasama dalam
perdagangan, di mana untuk meningkatkanØ perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas
tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas
akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak untuk mendapatjan bagi hasil
(keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda dengan harga tunai.

Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari penggunaan
asset. Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut
Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan
menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan.
Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:

1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli, penyewa dan
pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.

2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.

3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab) bersama dengan
kesepakatan menerima (kabul).

Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi
pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi
adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya,
jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.

Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat juga
termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan
kedalam:

1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau segera dapat
diperoleh manfaatnya.
2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat suatu
transaksi yang tidak tunai.

Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :

1. Aqad mudharaba

Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta.

2. Aqad musyarakah

Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha.

3. Aqad perdagangan

Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi
jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan
obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika
pada saat transaksi.

4. Aqad ijarah

Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan
sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada
pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena
Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan

F. Transformasi Fikih Muamalah Ke dalam Sistem Hukum Nasional


Dari perspektif sistem hukum nasional, bentuk negara kesatuan RI bukan sekedar fenomena
yuridis-konstitusional, tetapi merupakan suatu yang oleh Friedman disebut sebagai “people
attitudes” yang mengandung hal-hal seperti di atas yakni: beliefs, values, ideas, expectations.
Paham negara kesatuan bagi bangsa Indonesia adalah suatu keyakinan, suatu nilai, suatu cita dan
harapan-harapan. Dengan unsur-unsur tersebut, paham negara kesatuan bagi rakyat Indonesia
mempunyai makna ideologis bahkan filosofis, bukan sekedar yuridis-formal. Dengan perkataan
lain, sistem hukum nasional merupakan pengejawantahan unsur budaya.3 Oleh karenanya,
menurut Solly Lubis,4 dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat secara
mendasar (grounded, dogmatie) dimensi kultur seyogyanya mendahului dimensi politik dan
hukum.

Berkaitan dengan subtansi hukum, meskipun Pengadilan Agama telah lama diakaui
eksistensinya, namun masih belum mempunyai buku hukum yang dijadikan standarisasi bagi
hakim dalam memutus perkara layaknya KUHP di Pengadilan Negeri. Hukum materiil yang
digunakan di Pengadilan Agama selama ini -khususnya dalam menyelesaikan sengketa ekonomi
syari’ah- bukan merupakan hukum tertulis (hukum positif), masih tersebar dalam beberapa kitab
fikih.5 Suatu hal yang perlu dicatat adalah sejauhmana kesungguhan lembaga eksekutif maupun
legislatif untuk merumuskan pedoman bagi para hakim Pengadilan Agama dalam menjalankan
tugasnya. Padahal justru melalui program legislasi nasional itu, hukum Islam tidak hanya mejadi
hukum positif, namun kadar hukum itu akan menjadi bagian terbesar dari pelaksanaan hukum
termasuk diantaranya hukum Islam yang mengatur masalah ekonomi syari’ah.

Pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mentransformasikan fikih muamalah ke dalam
hukum nasional adalah meminjam teori hukumnya Hans Kelsen (Stufenbau des rechts).6
Menurut teori ini berlakunya sutu hukum harus dapat dikembalikan kepada hukum yang lebih
tinggi kedudukannya yakni:

1) Ada cita-cita hukum (rechtsidee) yang merupakan norma abstrak.

2) Ada norma antara (tussen norm, generelle norm, law in books) yang dipakai sebagai perantara
untuk mencapai cita-cita.

3) Ada norma konkrit (concrete norm), sebagai hasil penerapan norma antara atau penegakannya
di Pengadilan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa Fiqih Muamalah
merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat).
Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku
dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan
porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas
dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.

Anda mungkin juga menyukai