Anda di halaman 1dari 8

Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah Pertanian Terhadap Pengembangan Agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota

ANALISIS PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN TERHADAP


PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

Rini Hakimi1, Melinda Noer2, Nofialdi2, Hasnah2

1Program Studi Ilmu-ilmu Pertanian, Program Pasca Sarjana Universitas Andalas


2Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas

E-mail: rini.hakimi@gmail.com

Naskah diterima : 16 Februari 2017Naskah direvisi : 10 Maret 2017Disetujui terbit : 13 Maret 2017

ABSTRAK

Perencanaan pemanfaatan ruang di Indonesia pada setiap daerah dituangkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Setiap RTRW idealnya memuat zona pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan
yang memerlukan ruang secara detail, yang menjadi acuan bagi penggunaan ruang pada suatu daerah,
sehingga rencana pengembangan wilayah yang dilakukan tepat sasaran. Selain itu, keterkaitan perencanaan
pemanfaatan ruang antar sektor juga perlu diselaraskan dalam perencanaan pengembangan wilayah.
Diantaranya keterkaitan rencana pengembangan wilayah pertanian yang berkaitan dengan rencana
pengembangan agroindustri sebagai industri olahannya yang dapat meningkatkan nilai tambah produk
pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebijakan rencana
pengembangan wilayah pertanian dengan pengembangan agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif dari data dan informasi yang dikumpulkan melalui studi dokumen,
pengamatan lapangan dan indepth interview. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa rencana
pengembangan wilayah pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota sudah tertuang dalam sebuah kebijakan yang
memuat lokasi kawasan yang terdiri dari beberapa kecamatan, namun belum detail titik-titik lokasinya.
Sedangkan rencana pengembangan agroindustri masih sangat umum, belum dinyatakan dengan tegas jenis
agroindustri yang dikembangkan berdasarkan potensi kawasan pertan ian maupun potensi komoditi pertanian
yang tersedia di Kabupaten Limapuluh Kota, juga belum ditetapkan secara rinci lokasi pengembangan
agroindustri.

Kata kunci: pengembangan wilayah, pertanian, agroindustri

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara
menyeluruh yang dilaksanakan secara terencana [1]. Upaya pembangunan pertanian dilaksanakan oleh setiap
daerah dalam upaya meningkatkan perekonomian domestik guna meningkatkan dan memperluas
kesejahteraan rakyat. Perencanaan pembangunan suatu daerah harus memiliki sinergi antara berbagai
dokumen mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) [2]. Sektor pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota menjadi sektor unggulan dan
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB Kabupaten Limapuluh Kota [3].
Pendekatan pembangunan pertanian yang dilaksanakan di Indonesia adalah pengembangan wilayah
[4, 5]. Pengembangan wilayah pertanian pada suatu daerah seharusnya berpedoman pada dokumen
perencanaan pembangunan yang selaras dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di
suatu daerah yang kemudian didukung dengan peraturan atau kebijakan daerah terkait dengan pengembangan
yang dilakukan. Zona pemanfaatan ruang untuk pertanian secara detail sebaiknya dituangkan dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) agar pengembangan wilayah pertanian yang dilakukan tepat sasaran dan

ISBN : 978-602-73463-1-4 281


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Rini Hakimi, Melinda Noer, Nofialdi dan Hasnah

berkelanjutan. Selain itu, pengembangan wilayah pertanian sangat erat kaitannya dengan kebijakan
pengembangan industri olahan atau agroindustri di suatu wilayah. Namun dalam pelaksanaannya,
pengembangan wilayah pertanian sering tidak berkelanjutan karena adanya pergeseran penggunaan ruang
pada suatu wilayah. Selain itu, pengembangan wilayah pertanian belum memperhatikan keterkaitannya dengan
pengembangan lokasi industri olahannya. Hal ini diduga karena lemahnya peraturan yang berkaitan dengan
lahan pertanian berkelanjutan serta belum adanya keselarasan antara dokumen perencanaan pembangunan
daerah (RPJPD, RPJMD, RKPD) dengan dokumen RTRW dan RDTR serta Rencana Strategis (Renstra) dan
Rencana Kerja (Renja) yang dibuat oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daer ah (SKPD). Oleh karena itu perlu
dilakukan sebuah kajian yang membahas tentang perencanaan pengembangan wilayah pertanian dalam
kaitannya dengan pengembangan agroindustri di suatu wilayah.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penggunaan metode ini karena
penelitian ini ingin memperoleh pemahaman yang mendalam tentang keterkaitan antara perencanaan
pengembangan wilayah pertanian dengan pengembangan agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota. Hal ini
sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang
menekankan pada pemahaman dengan analisis yang mendalam terhadap suatu masalah atau fenomena sosial
[6, 7]. Teknik pengumpulan data dan informasi melalui studi dokumentasi, observasi dan indept interview.
Studi dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perencanaan pembangunan baik yang sifatnya nasional,
propinsi maupun kabupaten; dokumen tata ruang, dokumen peraturan; dokumen rencana strategis dan rencana
kerja dari dinas pertanian dan dinas perindustrian dan perdagangan Kabupaten Limapuluh Kota. Observasi
dilakukan di beberapa wilayah yang menjadi sentra komoditi pertanian dan kegiatan agroindustri di Kabupa ten
Limapuluh Kota. Sedangkan wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan terhadap aparatur Bappeda,
Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta beberapa aparatur Kecamatan dan
Nagari yang terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pengembangan Ruang Wilayah


Dasar hukum penyusunan Rencana Pembangunan (RP) adalah UU No. 25 Tahun 2004, UU 32 Tahun
2004 dan UU 33 Tahun 2004, sedangkan dasar hokum penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTR W)
adalah UU No. 26 Tahun 2007. Keempat UU tersebut kemudian didetailkan dalam Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri.
RPJPN menjadi pedoman dalam merumuskan RPJPD. Selanjutnya RPJPN menjadi pedoman dalam
merumuskan RPJMN yang dijabarkan lebih lanjut dalam RKP. Sementara itu, RPJPD menjadi pedoman dalam
merumuskan RPJMD yang selanjutnya dijadikan acuan dalam merumuskan Renstra SKPD. Adapun
keterkaitan antara dokumen perencanaan daerah dapat dilihat pada gambar dibawah ini
RPJP RPJM
RKP
Nasional Nasional

RPJP RPJM RKP


Daerah Daerah Daerah

Renstra Renja
SKPD SKPD
Gambar 1. Keterkaitan Dokumen Rencana Pembangunan

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa dokumen rencana pembangunan saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sehingga pembuatan dokumen seharusnya dilakukan pada
waktu yang berjenjang. Namun kenyataan di lapangan, dokumen rencana pembangunan tersebut terkadang
harus diselesaikan pada waktu yang bersamaan, sehingga terjadi ketidaksinkronan antara dokumen tersebut,
misalnya pada dokumen RPJP Kabupaten Limapuluh Kota terdapat pernyataan bahwa komoditi unggulan

282 ISBN : 978-602-73463-1-4


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah Pertanian Terhadap Pengembangan Agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota

adalah padi, ubi kayu, gambir, pisang, jagung, karet, cabe, hal ini tidak ditindaklanjuti dalam RPJM Kabupaten.
Dimana dalam RPJM belum dinyatakan dengan tegas bahwa komoditi palawija dan buah-buahan juga
merupakan komoditi yang menjadi unggulan untuk ditingkatkan pemasaran dan pengembangannya. Pada
RPJM hanya menyebutkan komoditi unggulan pertanian, namun tidak diikuti dengan penjelasan jenis atau
kategori komoditi unggulan.
Selanjutnya berkaitan dengan upaya pengembangan wilayah termasuk wilayah untuk pertanian, maka
dokumen perencanaan pembangunan harus selaras dengan RTRW suatu wilayah. RTRW disusun secara
hirarki dengan memperhatikan kepentingan nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Lebih lanjut dalam UU no
26 tahun 2007 tentang penataan ruang dapat diilustrasikan keterkaitan antara berbagai dokumen penataan
ruang seperti yang terlihat pada Gambar 2.
RENCANA UMUM RENCANA RINCI
SISTEM ZONASI
TATA RUANG TATA RUANG

RTR PULAU/
KEPULAUAN
Zonasi Sistem
RTRW NASIONAL Nasional
W RTR Kawasan Strategis
I Nasional
L
RTR Kawasan Zonasi Sistem
A RTRW PROPINSI
Strategis Propinsi Propinsi
Y
A
RTR Kawasan Strategis
H Kabupaten
Peraturan Zonasi/
RTRW KABUPATEN
Zoning Regulation
RDTR Wilayah
Kabupaten

P RTR Kawasan
Perkotaan dalam
E Wilayah Kabupaten
R
K RTRW KOTA RTR Bagian Wilayah
Kota Peraturan Zonasi/
O Zoning Regulation
T RTR Kawasan Strategis
A Kota
A RDTR Wilayah
N Perkotaan

Gambar 2. Hirarki Perencanaan Tata Ruang

Berdasarkan Gambar 2 diatas terlihat bahwa dokumen RTRW Kabupaten diikuti dengan dokumen
RTR Kawasan Strategis dan RDTR Wilayah Kabupaten, namun kenyataan di Kabupaten Limapuluh Kota,
belum ada dokumen RDTR yang lengkap yang dapat dipedomani dalam penataan ruang dan wilayah di
Kabupaten Limapuluh Kota, sehingga penyimpangan penggunaan ruang terjadi dibeberapa wilayah misalnya
lahan pertanian dialihfungsikan menjadi lahan non pertanian.
Proses rencanapembangunan daerah diharapkan memiliki keterpaduan dengan proses perencanaan
tata ruang yang mengarahkan pada perencanaan pengembangan wilayah [8]. Hal ini memberikan arti bahwa
dokumen RTRW harus selaras dengan dokumen rencana pembangunan baik RPJP, RPJM dan RKPD.
RTRW merumuskan pemanfaatan ruang suatu wilayah yang menjadi lokasi pembangunan yang
dilakukan oleh sektor, sehingga dalam merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang harus
mengacu pada visi pembangunan wilayah. Visi pembangunan wilayah diturunkan menjadi misi dan arah
pembangunan wilayah yang dituangkan Rencana Pembangunan (RP) dan menjadi acuan bagi arahan
pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam RTRW.
Selanjutnya, peruntukan ruang wilayah seharusnya memuat detail zona agar pemanfaatan ruang tepat
sasaran. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik, maka
zona dipastikan memiliki suatu identitas atau ciri yang berbeda dari area lain disekitarnya. Zona yang ditetapkan
dalam sebuah RTRW Propinsi menjadi pedoman untuk wilayah pengembangan yang ditetapkan dalam RPJP
propinsi dan RPJM propinsi, yang didetailkan melalui renstra SKPD. Selanjutnya pada masing-masing
kabupaten dan kota ditetapkan renstra masing-masing SKPD yang berkaitan dengan RTRW kabupaten/kota.
Keterkaitan antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang dapat dilihat pada Gambar 3.

ISBN : 978-602-73463-1-4 283


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Rini Hakimi, Melinda Noer, Nofialdi dan Hasnah

Visi acuan Tujuan, Kebijakan dan Strategi


Pembangunan Wilayah Penataan Ruang
(Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota) (Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota)

Misi Rencana Struktur dan Pola Ruang


Pembangunan Wilayah (Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota)
(Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota)
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Arahan
Pembangunan Wilayah

Bidang Sosial, Budaya dan Kehidupan Beragama acuan


Bidang Ekonomi Arahan Pemanfaatan Ruang
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota)
Bidang Hukum dan Aparatur
Bidang Sarana dan Prasarana
Bidang Politik
Bidang Pertahanan dan Keamanan Arahan Pengendalian
Bidang wilayah dan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang
Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (Nasional/Propinsi/Kabupaten/Kota)

Gambar 3. Keterkaitan Antara Rencana Pembangunan (RP) dengan Rencana Tata Ruang (RTR) [9]

Perencanaan Pengembangan Wilayah Pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota


Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumberdaya merupakan salah satu konsep
pengembangan wilayah yang diterapkan di Indonesia. Konsep ini memiliki beberapa pendekatan, yaitu
pengembangan wilayah berbasis sumberdaya, pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan,
pengembangan wilayah berbasis efisiensi, pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan [10].
Berdasarkan konsep ini, maka perencanaan pengembangan wilayah pertanian berpedoman pada potensi
komoditi unggulan di suatu daerah.
Komoditi pertanian yang memiliki produksi potensial di Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 27 komoditi
(Tabel 1). Potensi ini dihitung berdasarkan pada potensi produksi yang dibandingkan dengan produksi rata-rata
Propinsi Sumatera Barat, kecenderungan produksi per tahun dan sebaran wilayah produksi dari komoditi yang
bersangkutan.
Diantara komoditi potensial ini yang menjadi komoditi unggulan adalah padi, jagung, ubi kayu, cabe,
pisang, gambir dan karet [11].

Tabel 1. Potensi Produksi Komoditi Pertaniandi Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2014 (Ton)
No Komoditi KabupatenLimapuluh Kota PropinsiSumbar Rata-rata PropinsiSumbar
TanamanPangan
1 Padi 217.366 2.519.020 132.580
TanamanPalawija
1 Jagung 20.793 605.352 31.861
2 UbiKayu 73.249 217.962 11.472
3 UbiJalar 12.635 159.865 8.414
4 Kacang Tanah 492 7.410 390
Hortikultura - -
1 Kacangpanjang 1.025 11.292 594
2 Caberawit 561 7.496 395
3 Cabe 3.521 59.390 3.126
4 Terung 2.589 34.585 1.820
5 Buncis 1.291 22.918 1.206
6 Ketimun 2.313 20.693 1.089
Buah-buahan - -
1 Pisang 13.906 138.912 7.311
2 Jeruk 8.229 55.180 2.904
3 Rambutan 2.238 14.899 784

284 ISBN : 978-602-73463-1-4


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah Pertanian Terhadap Pengembangan Agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota

4 Alpokat 625 4.621 243


5 Manggis 1.553 14.913 785
6 Sirsak 163 1.218 64
7 Jengkol 386 6.454 340
Perkebunan -
1 Karet 12.427 151.145 7.955
2 Kelapadalam 6.152 82.904 4.363
3 Tembakau 920 1.349 71
4 Kopi arabika 1.415 15.656 824
5 Gambir 10.722 17.160 903
6 Enau 373 1.228 65
7 Kakao 4.650 81.044 4.265
8 Pinang 917 9.201 484
9 Kopi robusta 1.233 17.966 946
Sumber : [12, 13]

Rencana pengembangan wilayah komoditi pertanian berbasis komoditi unggulan ini telah dituangkan
dalam RPJPD, RPJMD dan Renstra Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten
Limapuluh Kota [11, 14, 15]. Lebih lanjut didukung dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten 50 Kota No 678
tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota yang
menetapkan kawasan pengembangan komoditi unggulan melalui program Kawasan Sentra Produksi (KSP).
Kawasan pengembangan yang ditetapkan dikategorikan pada tiga kelompok yaitu kawasan pengembangan
pangan, hortikultura dan perkebunan [16]. Namun terdapat beberapa komoditi potensial yang belum termasuk
dalam kawasan pengembangan seperti ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang, cabe rawit, terung, buncis,
ketimun, rambutan, alpokat dan pinang. Selain itu juga belum ditetapkan detail wilayah atau zonasi yang
dijadikan pusat pengembangan.
Terkait dengan pengembangan wilayah pertanian, dalam RTRW baru dinyatakan beberapa kawasan
strategis seperti kawasan pertanian lahan basah yang terdapat di Kecamatan Payakumbuh Nagari Sungai
Beringin, yang terdapat di Kecamatan Suliki yaitu Nagari Sungai Rimbang dan untuk Akabiluru terdapat di Nagari
Batu Hampa, kawasan agropolitan yang ditetapkan di Kecamatan Mungka dan kawasan taram sebagai kawasan
yang memiliki potensi pertanian dan wisata [17]. Penetapan kawasan ini ada yang sudah menguraikan lokasi
nagarinya namun ada juga yang belum detail. Selain itu, belum ditetapkan dalam RTRW dan RDTR kawasan
pertanian hortikulura, tanaman palawija dan tanaman perkebunan. Hall iniah yang menjadi penyebab kekeliruan
pemanfaatan rungag. Untuk mengatasinya maka dalam penataan ruang sangat diperlukan koordinasi dari
beberapa instansi melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) [18].
Pada umumnya komoditi unggulan Kabupaten Limapuluh Kota lebih banyak dijual dalam bentuk segar
atau bahan setengah jadi yang menjadi bahan baku bagi industri lanjutan seperti gambir mentah. Salah satu
pasar utama komoditi pertanian Kabupaten Limapuluh Kota adalah Propinsi Riau karena Kabupaten Limapuluh
Kota terletak pada jalur strategis sebagai penghubung kota-kota di Propinsi tersebut. Hal ini sangat disayangkan
karena adanya potensi peningkatan nilai tambah dari komoditi pertanian melalui kegiatan agroindustri baik pada
tingkatan/level 1 (pembersihan, pengelompokkan), level 2 (pemintalan, penggilingan, pemotongan,
pencampuran), level 3 (pemasakan, pasteurisasi, pengalengan, penguapan, pembekuan, pen enunan, ekstraksi,
perakitan) maupun pada level 4 (perubahan kimia , pembentukan) [19].

Rencana Pengembangan Agroindustri Berbasis Komoditi Unggulan di Kabupaten Limapuluh Kota

Pengembangan kawasan pertanian memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah peningkatan nilai
tambah melalui peningkatan kontinuitas dan kualitas untuk pemenuhan kebutuhan i ndustri pengolahan [5].
Pengembangan kawasan industri yang dikembangkan di Indonesia diantaranya Kawasan Industri Masyarakat
Perkebunan (KIMBUN) dan Kawasan Agropolitan [5, 20].
Industri pengolahan hasil pertanian dikenal dengan istilah agroindustri, dimana dalam
pengembangannya sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya komoditi pertanian yang digunakan sebagai
bahan baku untuk menghasilkan sebuah produk [19, 21-23]. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang
siap untuk dikonsumsi ataupun sebagai produk bhan baku industri lain [19].

ISBN : 978-602-73463-1-4 285


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Rini Hakimi, Melinda Noer, Nofialdi dan Hasnah

Pengembangan industri pengolahan produk pertanian (agroindustri) dan peningkatan kemampuan


teknologi industri menjadi salah satu rencana pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Limapuluh Kota.
Hal ini tertuang dalam RPJPD, RPJMD dan Rencana Strategis Dinas Perindustrian Kabupaten Limapuluh Kota.
Dalam dokumen yang tersedia menyatakan bahwa salah satu agroindustri yang menjadi prioritas adalah industri
pengolahan gambir [11, 14, 24]. Hal ini memperlihatkan bahwa SKPD terkait yaitu Dinas Perindustrian belum
menindaklanjuti dengan detail apa yang dirumuskan dalam RPJPD dan RPJMD karena dalam kedua dokumen
tersebut dinyatakan bahwa belum berkembangnya industri pengolahan sehingga perlu dilakukan program
pengembangan sentra-sentra industri potensial melalui strategi membangun industri unggulan yang berpedoman
pada komoditi unggulan, dimana komoditi unggulan Kabupaten Limapuluh Kota adalah padi, ubi kayu, gambir,
pisang, jagung, karet, cabe. Namun dalam dalam dokumen renstra Dinas Perindustrian belum dituangkan
pengembangan industri olahan padi, ubi kayu, pisang, jagung, karet dan cabe. Industri olahan yang dituangkan
pengembangannya dalam renstra adalah gambir.
Padahal dengan tegas dinyatakan bahwa komoditi unggulan seperti padi, jagung, ubi kayu, cabe,
pisang, karet juga berpotensi dikembangkan agroindustrinya. Agroindustri yang mungkin dikembangkan adalah
pembuatan tepung beras, pakan ternak, makanan, bumbu dapur, crumb rubber. Ubi kayu sebagai komoditi yang
paling produktif dapat dikembangkan menjadi industri makanan ringan seperti keripik, kerupuk, tepung ubi,
dakak-dakak, kue sarang balam dan lain-lain. Apalagi di Kabupaten Limapuluh Kota banyak potensi UKM yang
bergerak dibidang pengolahan ubi kayu. Selain itu, roadmap pengembangan industri unggulan Propinsi
Sumatera Barat juga menyatakan bahwa salah satu industri unggulan Sumatera Barat adalah industri makanan
ringan seperti kerupuk, kripik, peyek dan lain-lain [25]. Oleh karena itu, perumusan rencana pengembangan
agroindustri ubi kayu ini perlu dicermati dengan seksama oleh Dinas Perindustrian Kabupaten Limapuluh Kota.
Terkait wilayah pengembangan agroindustri, Dinas Perindustrian Kabupaten Limapuluh Kota belum
menguraikan dengan detail wilayah pengembangan agroindustri yang berpedoman pada pengembangan wilayah
pertanian dan peningkatan kemampuan teknologi seperti apa yang diperlukan untuk pengembangan agroindustri
di Kabupaten Limapuluh Kota. Hal ini memperlihatkan masih terbatasnya dokumen perencanaan pengembangan
agroindustri yang berbasis komoditi unggulan di Kabupaten Limapuluh Kota.
Jika ditelaah dari dokumen RTRW, dalam RTRW juga belum diuraikan wilayah strategis
pengembangan agroindustri, padahal dalam RPJP dan RPJM dinyatakan dengan tegas perlunya rencana
pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri). Hal ini juga memperlihatkan masih
terbatasnya informasi yang disediakan pada dokumen perencanaan pemanfaatan ruang di Kabupaten
Limapuluh Kota.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan pengembangan wilayah pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota ditetapkan berdasarkan


komoditi unggulan di daerah tersebut, hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah daerah yang diawali dengan
pembuatan RPJPD dan RPJMD, selanjutnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
juga telah menindaklanjuti bahkan pengembangan kawasan pertanian ini didukung dengan SK Peraturan Bupati
Kabupaten Limapuluh Kota. Namun demikian, belum semua komoditi unggulan dinyatakan dengan tegas dalam
dokumen perencanaan yang ada. Demikian juga dengan dokumen RTRW baru menyatakan beberapa wilayah
strategis pengembangan pertanian, selain itu belum tersedia dokumen tata ruang yang menetapkan zonasi
pengembangan wilayah pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota.
Rencana pengembangan wilayah pertanian seharusnya sejalan dengan pengembangan industri
olahannya (agroindustri), namun Dinas Perindustrian sebagai dinas terkait belum menindaklanjuti dengan detail
agroindustri yang seharusnya dikembangkan, masih ada agroind ustri komoditi unggulan yang belum dinyatakan
dalam dokumen rencana pengembangan industri di Kabupaten Limapuluh Kota, walaupun dalam RPJPD dan
RPJMD sudah dinyatakan dengan tegas perlunya pengembangan agroindustri komoditi unggulan yang terdapat
di Kabutaen Limapuluh Kota. Selain itu, dalam dokumen RTRW juga belum dinyatakan wilayah strategis
pengembangan agroindustri.

Saran
Berkaitan dengan hasil penelitian ini, beberapa hal yang disarankan adalah :
1. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan perlu lebih mendetailkan komoditi dan
wilayah pengembangan pertanian yang didukung dengan perbaikan dokumen tata ruang melalui
penetapan zonasi wilayah pengembangan komoditi pertanian di Kabupaten 50 Kota.

286 ISBN : 978-602-73463-1-4


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah Pertanian Terhadap Pengembangan Agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota

2. Dinas Perindustrian perlu melakukan identifikasi lebih detail tentang agroindustri yang sebaiknya
dikembangkan dan lokasi pengembangannya dengan berpedoman pada komoditi unggulan daerah, hal
ini juga memerlukan dukungan dokumen tata ruang terkait dengan wilayah strategis pengembangan
agroindustri

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Mosher, Getting Agricultural Moving. New York: A Praegr, Inc Publisher, 1966.
[2] BPPN, Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2012-2013 : Memperkuat Perekonomian
Domestik bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 22012.
[3] Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor : 10 Tahun 2011 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 P. D. K. Kota,
2011.
[4] BAPPENAS, Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan : Untuk Percepatan Pembangunan
Daerah. Jakarta: BAPPENAS, 2004.
[5] Kementan, Manajemen Pengembangan Kawasan Pertanian. Jakarta: Biro Perencanaan, Se kretariat
Jenderal, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia, 2015.
[6] J. W. Creswell, Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. nited
States of America: SAGE Publications, Inc., 2014.
[7] L. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
[8] E. Rustiadi, S. Saefulhakim, and D. R. Panuju, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
[9] BAPPENAS, "Integrasi Rencana RTRW, RPJP dan RPJM," B. P. P. N. (BAPPENAS), Ed., ed. Jakarta:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012.
[10] BAPPENAS, Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Andalan : Membangun Model
Pengelolaan dan Pengembangan Keterkaitan Program. Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasa n
Khusus dan Tertinggal Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional. BAPPENAS.,
2006.
[11] Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor : 10 Tahun 2011 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 P. K. L. Kota,
2011.
[12] BPS, "Kabupaten Lima Puluh Kota dalam Angka 2016," ed. Kabupaten Lima Puluh Kota: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota, 2016.
[13] BPS, Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2015. Padang, Sumatera Barat.: Badan Pusat Statistik,
Provinsi Sumatera Barat, 2015.
[14] Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2016-2021, P. K. L. Kota, 2016.
[15] Rencana Strategis Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota,
H. d. P. K. L. K. Dinas Tanaman Pangan, 2015.
[16] Keputusan Bupati Limapuluh Kota Nomor 678 Tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Pertanian
Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota, 2013.
[17] Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2011-2031, B. P. P. D. B. K.
L. Kota, 2010.
[18] MENDAGRI, "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah ", ed. Jakarta: Kementerian Dalam Negri, Pemerintah Republik Indonesia,
2009.
[19] J. E. Austin, Agroindustry Project Analysis. USA: The Johns Hopkins University Press, 1981.
[20] Kementan, Metode Perencanaan Pertanian. Jakarta: Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal,
Kementerian Pertanian, Republik Indonesia 2014.
[21] J. G. Brown, Agroindustrial Investment and Operations. Washington D.C: The World Bank, 1994.
[22] S. Henson and J. Cranfield, "Building the Political Case for Agro-industries and Agribusiness in
Developing Countries," in Agro-Industries For Development, C. A. d. Silva, D. Baker, A. W. Shepherd, C.
Jenane, and S. Miranda-da-Cruz, Eds., ed USA: The Food and Agriculture Organization of the United
Nations and The United Nations Industrial Development Organization, CAB International, 2009.
[23] Soekartawi, Pengantar Agroindustri. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001.

ISBN : 978-602-73463-1-4 287


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Rini Hakimi, Melinda Noer, Nofialdi dan Hasnah

[24] Rincana Strategis Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Limapuluh Kota, P. d. P.
K. K. Dinas Koperasi, 2010.
[25] Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia NOMOR : 93/M-IND/PER/8/2010 tentang Peta
Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat 2011.

288 ISBN : 978-602-73463-1-4


http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota

Anda mungkin juga menyukai