E-mail: rini.hakimi@gmail.com
Naskah diterima : 16 Februari 2017Naskah direvisi : 10 Maret 2017Disetujui terbit : 13 Maret 2017
ABSTRAK
Perencanaan pemanfaatan ruang di Indonesia pada setiap daerah dituangkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Setiap RTRW idealnya memuat zona pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan
yang memerlukan ruang secara detail, yang menjadi acuan bagi penggunaan ruang pada suatu daerah,
sehingga rencana pengembangan wilayah yang dilakukan tepat sasaran. Selain itu, keterkaitan perencanaan
pemanfaatan ruang antar sektor juga perlu diselaraskan dalam perencanaan pengembangan wilayah.
Diantaranya keterkaitan rencana pengembangan wilayah pertanian yang berkaitan dengan rencana
pengembangan agroindustri sebagai industri olahannya yang dapat meningkatkan nilai tambah produk
pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebijakan rencana
pengembangan wilayah pertanian dengan pengembangan agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif dari data dan informasi yang dikumpulkan melalui studi dokumen,
pengamatan lapangan dan indepth interview. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa rencana
pengembangan wilayah pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota sudah tertuang dalam sebuah kebijakan yang
memuat lokasi kawasan yang terdiri dari beberapa kecamatan, namun belum detail titik-titik lokasinya.
Sedangkan rencana pengembangan agroindustri masih sangat umum, belum dinyatakan dengan tegas jenis
agroindustri yang dikembangkan berdasarkan potensi kawasan pertan ian maupun potensi komoditi pertanian
yang tersedia di Kabupaten Limapuluh Kota, juga belum ditetapkan secara rinci lokasi pengembangan
agroindustri.
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara
menyeluruh yang dilaksanakan secara terencana [1]. Upaya pembangunan pertanian dilaksanakan oleh setiap
daerah dalam upaya meningkatkan perekonomian domestik guna meningkatkan dan memperluas
kesejahteraan rakyat. Perencanaan pembangunan suatu daerah harus memiliki sinergi antara berbagai
dokumen mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) [2]. Sektor pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota menjadi sektor unggulan dan
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB Kabupaten Limapuluh Kota [3].
Pendekatan pembangunan pertanian yang dilaksanakan di Indonesia adalah pengembangan wilayah
[4, 5]. Pengembangan wilayah pertanian pada suatu daerah seharusnya berpedoman pada dokumen
perencanaan pembangunan yang selaras dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di
suatu daerah yang kemudian didukung dengan peraturan atau kebijakan daerah terkait dengan pengembangan
yang dilakukan. Zona pemanfaatan ruang untuk pertanian secara detail sebaiknya dituangkan dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) agar pengembangan wilayah pertanian yang dilakukan tepat sasaran dan
berkelanjutan. Selain itu, pengembangan wilayah pertanian sangat erat kaitannya dengan kebijakan
pengembangan industri olahan atau agroindustri di suatu wilayah. Namun dalam pelaksanaannya,
pengembangan wilayah pertanian sering tidak berkelanjutan karena adanya pergeseran penggunaan ruang
pada suatu wilayah. Selain itu, pengembangan wilayah pertanian belum memperhatikan keterkaitannya dengan
pengembangan lokasi industri olahannya. Hal ini diduga karena lemahnya peraturan yang berkaitan dengan
lahan pertanian berkelanjutan serta belum adanya keselarasan antara dokumen perencanaan pembangunan
daerah (RPJPD, RPJMD, RKPD) dengan dokumen RTRW dan RDTR serta Rencana Strategis (Renstra) dan
Rencana Kerja (Renja) yang dibuat oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daer ah (SKPD). Oleh karena itu perlu
dilakukan sebuah kajian yang membahas tentang perencanaan pengembangan wilayah pertanian dalam
kaitannya dengan pengembangan agroindustri di suatu wilayah.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penggunaan metode ini karena
penelitian ini ingin memperoleh pemahaman yang mendalam tentang keterkaitan antara perencanaan
pengembangan wilayah pertanian dengan pengembangan agroindustri di Kabupaten Limapuluh Kota. Hal ini
sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang
menekankan pada pemahaman dengan analisis yang mendalam terhadap suatu masalah atau fenomena sosial
[6, 7]. Teknik pengumpulan data dan informasi melalui studi dokumentasi, observasi dan indept interview.
Studi dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perencanaan pembangunan baik yang sifatnya nasional,
propinsi maupun kabupaten; dokumen tata ruang, dokumen peraturan; dokumen rencana strategis dan rencana
kerja dari dinas pertanian dan dinas perindustrian dan perdagangan Kabupaten Limapuluh Kota. Observasi
dilakukan di beberapa wilayah yang menjadi sentra komoditi pertanian dan kegiatan agroindustri di Kabupa ten
Limapuluh Kota. Sedangkan wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan terhadap aparatur Bappeda,
Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta beberapa aparatur Kecamatan dan
Nagari yang terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi.
Renstra Renja
SKPD SKPD
Gambar 1. Keterkaitan Dokumen Rencana Pembangunan
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa dokumen rencana pembangunan saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sehingga pembuatan dokumen seharusnya dilakukan pada
waktu yang berjenjang. Namun kenyataan di lapangan, dokumen rencana pembangunan tersebut terkadang
harus diselesaikan pada waktu yang bersamaan, sehingga terjadi ketidaksinkronan antara dokumen tersebut,
misalnya pada dokumen RPJP Kabupaten Limapuluh Kota terdapat pernyataan bahwa komoditi unggulan
adalah padi, ubi kayu, gambir, pisang, jagung, karet, cabe, hal ini tidak ditindaklanjuti dalam RPJM Kabupaten.
Dimana dalam RPJM belum dinyatakan dengan tegas bahwa komoditi palawija dan buah-buahan juga
merupakan komoditi yang menjadi unggulan untuk ditingkatkan pemasaran dan pengembangannya. Pada
RPJM hanya menyebutkan komoditi unggulan pertanian, namun tidak diikuti dengan penjelasan jenis atau
kategori komoditi unggulan.
Selanjutnya berkaitan dengan upaya pengembangan wilayah termasuk wilayah untuk pertanian, maka
dokumen perencanaan pembangunan harus selaras dengan RTRW suatu wilayah. RTRW disusun secara
hirarki dengan memperhatikan kepentingan nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Lebih lanjut dalam UU no
26 tahun 2007 tentang penataan ruang dapat diilustrasikan keterkaitan antara berbagai dokumen penataan
ruang seperti yang terlihat pada Gambar 2.
RENCANA UMUM RENCANA RINCI
SISTEM ZONASI
TATA RUANG TATA RUANG
RTR PULAU/
KEPULAUAN
Zonasi Sistem
RTRW NASIONAL Nasional
W RTR Kawasan Strategis
I Nasional
L
RTR Kawasan Zonasi Sistem
A RTRW PROPINSI
Strategis Propinsi Propinsi
Y
A
RTR Kawasan Strategis
H Kabupaten
Peraturan Zonasi/
RTRW KABUPATEN
Zoning Regulation
RDTR Wilayah
Kabupaten
P RTR Kawasan
Perkotaan dalam
E Wilayah Kabupaten
R
K RTRW KOTA RTR Bagian Wilayah
Kota Peraturan Zonasi/
O Zoning Regulation
T RTR Kawasan Strategis
A Kota
A RDTR Wilayah
N Perkotaan
Berdasarkan Gambar 2 diatas terlihat bahwa dokumen RTRW Kabupaten diikuti dengan dokumen
RTR Kawasan Strategis dan RDTR Wilayah Kabupaten, namun kenyataan di Kabupaten Limapuluh Kota,
belum ada dokumen RDTR yang lengkap yang dapat dipedomani dalam penataan ruang dan wilayah di
Kabupaten Limapuluh Kota, sehingga penyimpangan penggunaan ruang terjadi dibeberapa wilayah misalnya
lahan pertanian dialihfungsikan menjadi lahan non pertanian.
Proses rencanapembangunan daerah diharapkan memiliki keterpaduan dengan proses perencanaan
tata ruang yang mengarahkan pada perencanaan pengembangan wilayah [8]. Hal ini memberikan arti bahwa
dokumen RTRW harus selaras dengan dokumen rencana pembangunan baik RPJP, RPJM dan RKPD.
RTRW merumuskan pemanfaatan ruang suatu wilayah yang menjadi lokasi pembangunan yang
dilakukan oleh sektor, sehingga dalam merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang harus
mengacu pada visi pembangunan wilayah. Visi pembangunan wilayah diturunkan menjadi misi dan arah
pembangunan wilayah yang dituangkan Rencana Pembangunan (RP) dan menjadi acuan bagi arahan
pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam RTRW.
Selanjutnya, peruntukan ruang wilayah seharusnya memuat detail zona agar pemanfaatan ruang tepat
sasaran. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik, maka
zona dipastikan memiliki suatu identitas atau ciri yang berbeda dari area lain disekitarnya. Zona yang ditetapkan
dalam sebuah RTRW Propinsi menjadi pedoman untuk wilayah pengembangan yang ditetapkan dalam RPJP
propinsi dan RPJM propinsi, yang didetailkan melalui renstra SKPD. Selanjutnya pada masing-masing
kabupaten dan kota ditetapkan renstra masing-masing SKPD yang berkaitan dengan RTRW kabupaten/kota.
Keterkaitan antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Keterkaitan Antara Rencana Pembangunan (RP) dengan Rencana Tata Ruang (RTR) [9]
Tabel 1. Potensi Produksi Komoditi Pertaniandi Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2014 (Ton)
No Komoditi KabupatenLimapuluh Kota PropinsiSumbar Rata-rata PropinsiSumbar
TanamanPangan
1 Padi 217.366 2.519.020 132.580
TanamanPalawija
1 Jagung 20.793 605.352 31.861
2 UbiKayu 73.249 217.962 11.472
3 UbiJalar 12.635 159.865 8.414
4 Kacang Tanah 492 7.410 390
Hortikultura - -
1 Kacangpanjang 1.025 11.292 594
2 Caberawit 561 7.496 395
3 Cabe 3.521 59.390 3.126
4 Terung 2.589 34.585 1.820
5 Buncis 1.291 22.918 1.206
6 Ketimun 2.313 20.693 1.089
Buah-buahan - -
1 Pisang 13.906 138.912 7.311
2 Jeruk 8.229 55.180 2.904
3 Rambutan 2.238 14.899 784
Rencana pengembangan wilayah komoditi pertanian berbasis komoditi unggulan ini telah dituangkan
dalam RPJPD, RPJMD dan Renstra Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten
Limapuluh Kota [11, 14, 15]. Lebih lanjut didukung dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten 50 Kota No 678
tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota yang
menetapkan kawasan pengembangan komoditi unggulan melalui program Kawasan Sentra Produksi (KSP).
Kawasan pengembangan yang ditetapkan dikategorikan pada tiga kelompok yaitu kawasan pengembangan
pangan, hortikultura dan perkebunan [16]. Namun terdapat beberapa komoditi potensial yang belum termasuk
dalam kawasan pengembangan seperti ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang, cabe rawit, terung, buncis,
ketimun, rambutan, alpokat dan pinang. Selain itu juga belum ditetapkan detail wilayah atau zonasi yang
dijadikan pusat pengembangan.
Terkait dengan pengembangan wilayah pertanian, dalam RTRW baru dinyatakan beberapa kawasan
strategis seperti kawasan pertanian lahan basah yang terdapat di Kecamatan Payakumbuh Nagari Sungai
Beringin, yang terdapat di Kecamatan Suliki yaitu Nagari Sungai Rimbang dan untuk Akabiluru terdapat di Nagari
Batu Hampa, kawasan agropolitan yang ditetapkan di Kecamatan Mungka dan kawasan taram sebagai kawasan
yang memiliki potensi pertanian dan wisata [17]. Penetapan kawasan ini ada yang sudah menguraikan lokasi
nagarinya namun ada juga yang belum detail. Selain itu, belum ditetapkan dalam RTRW dan RDTR kawasan
pertanian hortikulura, tanaman palawija dan tanaman perkebunan. Hall iniah yang menjadi penyebab kekeliruan
pemanfaatan rungag. Untuk mengatasinya maka dalam penataan ruang sangat diperlukan koordinasi dari
beberapa instansi melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) [18].
Pada umumnya komoditi unggulan Kabupaten Limapuluh Kota lebih banyak dijual dalam bentuk segar
atau bahan setengah jadi yang menjadi bahan baku bagi industri lanjutan seperti gambir mentah. Salah satu
pasar utama komoditi pertanian Kabupaten Limapuluh Kota adalah Propinsi Riau karena Kabupaten Limapuluh
Kota terletak pada jalur strategis sebagai penghubung kota-kota di Propinsi tersebut. Hal ini sangat disayangkan
karena adanya potensi peningkatan nilai tambah dari komoditi pertanian melalui kegiatan agroindustri baik pada
tingkatan/level 1 (pembersihan, pengelompokkan), level 2 (pemintalan, penggilingan, pemotongan,
pencampuran), level 3 (pemasakan, pasteurisasi, pengalengan, penguapan, pembekuan, pen enunan, ekstraksi,
perakitan) maupun pada level 4 (perubahan kimia , pembentukan) [19].
Pengembangan kawasan pertanian memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah peningkatan nilai
tambah melalui peningkatan kontinuitas dan kualitas untuk pemenuhan kebutuhan i ndustri pengolahan [5].
Pengembangan kawasan industri yang dikembangkan di Indonesia diantaranya Kawasan Industri Masyarakat
Perkebunan (KIMBUN) dan Kawasan Agropolitan [5, 20].
Industri pengolahan hasil pertanian dikenal dengan istilah agroindustri, dimana dalam
pengembangannya sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya komoditi pertanian yang digunakan sebagai
bahan baku untuk menghasilkan sebuah produk [19, 21-23]. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang
siap untuk dikonsumsi ataupun sebagai produk bhan baku industri lain [19].
Kesimpulan
Saran
Berkaitan dengan hasil penelitian ini, beberapa hal yang disarankan adalah :
1. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan perlu lebih mendetailkan komoditi dan
wilayah pengembangan pertanian yang didukung dengan perbaikan dokumen tata ruang melalui
penetapan zonasi wilayah pengembangan komoditi pertanian di Kabupaten 50 Kota.
2. Dinas Perindustrian perlu melakukan identifikasi lebih detail tentang agroindustri yang sebaiknya
dikembangkan dan lokasi pengembangannya dengan berpedoman pada komoditi unggulan daerah, hal
ini juga memerlukan dukungan dokumen tata ruang terkait dengan wilayah strategis pengembangan
agroindustri
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Mosher, Getting Agricultural Moving. New York: A Praegr, Inc Publisher, 1966.
[2] BPPN, Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2012-2013 : Memperkuat Perekonomian
Domestik bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 22012.
[3] Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor : 10 Tahun 2011 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 P. D. K. Kota,
2011.
[4] BAPPENAS, Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan : Untuk Percepatan Pembangunan
Daerah. Jakarta: BAPPENAS, 2004.
[5] Kementan, Manajemen Pengembangan Kawasan Pertanian. Jakarta: Biro Perencanaan, Se kretariat
Jenderal, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia, 2015.
[6] J. W. Creswell, Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. nited
States of America: SAGE Publications, Inc., 2014.
[7] L. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
[8] E. Rustiadi, S. Saefulhakim, and D. R. Panuju, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
[9] BAPPENAS, "Integrasi Rencana RTRW, RPJP dan RPJM," B. P. P. N. (BAPPENAS), Ed., ed. Jakarta:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012.
[10] BAPPENAS, Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Andalan : Membangun Model
Pengelolaan dan Pengembangan Keterkaitan Program. Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasa n
Khusus dan Tertinggal Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional. BAPPENAS.,
2006.
[11] Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor : 10 Tahun 2011 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 P. K. L. Kota,
2011.
[12] BPS, "Kabupaten Lima Puluh Kota dalam Angka 2016," ed. Kabupaten Lima Puluh Kota: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota, 2016.
[13] BPS, Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2015. Padang, Sumatera Barat.: Badan Pusat Statistik,
Provinsi Sumatera Barat, 2015.
[14] Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2016-2021, P. K. L. Kota, 2016.
[15] Rencana Strategis Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota,
H. d. P. K. L. K. Dinas Tanaman Pangan, 2015.
[16] Keputusan Bupati Limapuluh Kota Nomor 678 Tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Pertanian
Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota, 2013.
[17] Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2011-2031, B. P. P. D. B. K.
L. Kota, 2010.
[18] MENDAGRI, "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah ", ed. Jakarta: Kementerian Dalam Negri, Pemerintah Republik Indonesia,
2009.
[19] J. E. Austin, Agroindustry Project Analysis. USA: The Johns Hopkins University Press, 1981.
[20] Kementan, Metode Perencanaan Pertanian. Jakarta: Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal,
Kementerian Pertanian, Republik Indonesia 2014.
[21] J. G. Brown, Agroindustrial Investment and Operations. Washington D.C: The World Bank, 1994.
[22] S. Henson and J. Cranfield, "Building the Political Case for Agro-industries and Agribusiness in
Developing Countries," in Agro-Industries For Development, C. A. d. Silva, D. Baker, A. W. Shepherd, C.
Jenane, and S. Miranda-da-Cruz, Eds., ed USA: The Food and Agriculture Organization of the United
Nations and The United Nations Industrial Development Organization, CAB International, 2009.
[23] Soekartawi, Pengantar Agroindustri. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001.
[24] Rincana Strategis Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Limapuluh Kota, P. d. P.
K. K. Dinas Koperasi, 2010.
[25] Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia NOMOR : 93/M-IND/PER/8/2010 tentang Peta
Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat 2011.