Disusun oleh :
Adelin Theresia Chan 16/397224/FA/10907
Ummi Maryam Zulfin 16/397330/FA/11013
Adzilla Fikria 16/397225/FA/10908
Ririn Febri Suryani 16/393408/FA/10876
Ave Rahman 16/393352/FA/10820
Yuniar Intan Hartono 16/393418/FA/10886
Rahajeng Fitria W. 16/393406/FA/10874
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ABSTRAK
iPSCs paling sering diperoleh dari fibroblast yang didapatkan dari biopsi kulit yang
kecil (misalnya: 4 mm). Satu set cDNA yang mengandung 4 gen spesific (“Yamanaka factor”),
yaitu POU5F1 (Oct3/4 in the mouse), SOX2, KLF4, and MYC (Takahashi and Yamanaka,
2006), dimasukkan ke dalam sel untuk menginduksi pluripontensi. Awalnya, faktor
reprogramming ini dimasukkan menggunakan vektor retrovirus. Walaupun berhasil, sel
mengalami mutasi karena retrovirus terintergrasi sampai ke host genome. Untuk mengatasi
masalah ini, cara memasukkan faktor reprogramming diganti menggunakan plasmid, protein
menyatu dengan peptida penetrasi sel, mRNA, dan non-intergrating Sendai virus vektor
(reviewed in Schambach et al., 2010).
Kaitannya dengan proses penentuan apakah iPSC telah mengalami perubahan ataupun
tidak, koloni iPSC dievaluasi melalui ekspresi gen yang berhubungan dengan pluripoten,
seperti NANOG, SSEA-3, dan TRA1-60. Selanjutnya, abnormalitas genetik dinilai dengan
analisis kariotipe seperti evaluasi pada jumlah kromosom dan strukturnya. Pada tahap terakhir,
sebagai bukti bahwa telah diperolehnya pluripoten, dilakukan penilaian terhadap kemampuan
iPSC dalam berdiferensiasi menjadi tipe sel yang menggambarkan tiga layer germ (endoderm,
ectoderm, mesoderm) secara in vivo atau in vitro. Contohnya, human pluripotent iPSCs
diinjeksi secara i.m atau s.c ke mencit yang immune-compromised sehingga akan berkembang
menjadi teratomas, yaitu tumor yang terdiri dari sel-sel yang mewakili masing-masing dari tiga
lapisan kuman.
PENDAHULUAN
METODE
Treatment iPSC dengan asam retinoat dan BMP4 pada kultur sel mengarahkan
diferensiasi sel menuju keratinosit. Sel-sel ini mengekspresikan marker keratinosit matang,
seperti KRT14 dan TP63, dapat diisolasi sebagai populasi sel murni menggunakan
fluorescence-activated cell sorting dengan antibodi dari marker di permukaan sel keratinosit,
seperti ITGA6 dan ITGB4. Lebih jauh lagi, keratinosit yang diperoleh dari iPSC mengalami
tahap diferensiasi akhir melalui paparan kalsium, yang ditandai dengan munculnya marker
diferensiasi keratinosit, seperti KRT1 dan loricrin. Pada akhirnya, keratinosit yang diperoleh
dari iPSC dapat membentuk epidermis yang tersusun sempurna, baik secara in vitro, maupun
ketika ditransplantasikan kepada mencit yang dibuat imunodefisiensi. Selain keratinosit,
komponen lain dari kulit manusia, seperti melanosit dan fibroblast juga dapat dibuat dari iPSC.
Dengan mengkombinasikan tiga komponen utama dari kulit manusia, yaitu keratinosit,
fibroblas, dan melanosit, maka akan sangat memungkinkan untuk meregenerasi kulit manusia
yang berfungsi secara penuh (penjelasan ditunjukkan dalam Gambar 1.).
Gambar 1. Treatment iPSC dengan asam retinoat dan BMP4 pada kultur sel.
Selain membuat epidermis, teknologi iPSC dapat digunakan untuk membuat tambahan
kulit. Sebagai contoh, dua kelompok menunjukkan bahwa human iPSC-derived ectodermal
precursor cells (EPCs) dapat berkontribusi dalam pembentukan folikel rambut secara in vivo.
Dalam kedua studi, human iPSC-derived EPCs dikombinasikan dengan trichogenic neonatal
mouse dermal papilla cells kemudian ditransplantasikan kepada mencit yang dibuat
imunodefisiensi. Beberapa pekan kemudian, folikel rambut yang baru terlihat pada bagian yang
berasal dari human EPCs. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan seluruh komponen
utama kulit manusia sangat dimungkinkan dilakukan di laboratorium
iPSCs memiliki kemampuan untuk berkembang dengan tak terbatas. iPSCs yang
jumlahnya tidak terbatas dapat dikembangkan menjadi sebuah model kulit. Model tersebut
digunakan untuk meningkatkan pemahaman terkait mekanisme patologis berbagai penyakit
kulit, dan pemahaman regenerasi sel untuk identifikasi senyawa yang mempengaruhi fenotip
penyakit tertentu.
Gambar 3. Kerangka prinsip dasar teknologi induced pluripotent stem cell (iPSC) pada
penggunaannya sebagai modelpenyakit dan untuk pengembangan terapi pengganti jaringan secara
regenerasi.
Pada aplikasinya, terapi dengan IPSCs digunakan dengan tujuan untuk mengkoreksi
terjadinya kelainan genetik pada keratinosit pasien yang terkena penyakit kulit akibat mutasi
genetik. Studi oleh Tolar, dkk (2013) menunjukan koreksi gen dengan iPSCs yang
dikembangkan dari sel kulit pasien dengan bentuk mosaik dari Recessive Dystrophic
Epidermolysis Bullosa (RDEB). RDEB terjadi disebabkan oleh mutasi pada COL7A1, gen
yang mengkode kolagen VII. Mutasi tersebut menghambat sintesis kolagen VII dalam jumlah
yang cukup signifikan, merujuk pada terjadinya skin blistering. Pasien pada studi tersebut
memperlihatkan tambalan dari kulit yang terpapar normal, dimana gen COL7A1, secara
spontan terkoreksi (Gambar 5a dan b). Pengembangan terhadap iPSCs yaitu keratinosit yang
diturunkan dari iPSCs (Gambar 5e), dapat membuktikan bahwa prinsip teknologi iPSCs dapat
digunakan untuk menghasilkan jumlah epidermis normal yang secara klinis tidak terbatas dari
pasien dengan bentuk mosaik RDEB.
Gambar 5. Perkembangan fenotip normal keratinoit dari pasien yang terkena bentuk mosaik RDEB
menggunakan teknologi iPSCs.
Pendekatan ini tidak dapat diterapkan untuk pasien dengan kelainan kulit non-mosaik
karena pada kasus tersebut, mutasi genetik harus diperbaiki secara in vitro untuk menghasilkan
kulit pengganti yang sehat. Sebagai gantinya dapat diatasi dengan sequence-specific DNA
nucleases yang didesain untuk memotong sekuens DNA secara spesifik (Miller et al., 2011).
Jika nuklease ini secara bersamaan dimasukkan ke dalam sel yang diturunkan dari pasien
dengan plasmid yang mengandung sekuens DNA terkoreksi, rekombinasi homolog akan
mengarah pada perbaikan mutasi penyebab penyakit (Koch et al., 2014; Koster et al., 2014).
IPSCs yang mengandung gen terkoreksi merupakan sumber cangkok kulit ideal dan tak
terbatas yang bersifat patient-specific (kemungkinan besar dapat ditoleransi dengan baik secara
imunologis). Koreksi gen dapat dilakukan pada iPSCs maupun pada sel primer pasien. Sebagai
contoh, Osborn pada tahun 2013 mengoreksi mutasi COL7A1 yang menyebabkan RDEB pada
fibroblas pasien. Fibroblas diubah menjadi iPSC dan kemudian menjadi keratinosit yang
mengekspresikan kolagen VII, menunjukkan bahwa teknologi ini memang dapat digunakan
untuk mengobati genodermatosis dengan jaringan turunan pasien yang telah dilakukan koreksi
gen.
KESIMPULAN
2. Penelitian ini dapat digunakan untuk screening sel pasien dalam mengidentifikasi
senyawa yang mampu mengkoreksi defect pada keratinosit pasien. Dalam jangka
panjang, teknologi ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan kulit buatan yang
berasal dari sel pasien dengan gen terkoreksi sehingga mengarah pada pengembangan
terapi baru untuk penyakit kulit genetik seperti kulit melepuh atau skin fragility
disorders yang tidak ada terapinya saat ini.
3. Meskipun potensi penelitian iPSCs ini tidak diragukan secara signifikan, tetapi masih
ada kekhawatiran mengenai keamanan penggunaan teknologi ini untuk perawatan
pasien, seperti :
b. Prolonged culture memiliki potensi untuk menginduksi mutasi pada genom iPSC.
Untuk mengatasi masalah ini, sedang dikembangkan metode untuk menghasilkan
populasi sel target yang murni, seperti keratinosit yang tidak mengandung
undifferentiated iPSC serta perlunya dilakukan sequencing untuk mengidentifikasi
mutasi pada iPSCs sebelum digunakan secara terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Dinella, J., Koster, M. I., & Koch, P. J., 2014, Use of Induced Pluripotent Stem Cells in
Dermatological Research. Journal of Investigative Dermatology, 134(8), 1–5.
https://doi.org/10.1038/jid.2014.238