Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

Volume 4, No 2, October 2017 (140-156)


Online: http://journal.uny.ac.id/index.php/jitp

STUDI ETNOGRAFI PENDIDIKAN PADA SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA:


KETAHANAN DAN KETIDAKTAHANAN BELAJAR KELOMPOK
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono
1,2)Universitas Negeri Yogyakarta

trilisiana@gmail.com, bayu_wahyono@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan kontribusi ketahanan dan ketidaktahanan
belajar kelompok siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif yang mengacu pada penelitian etnografi di sekolah. Pengumpulan data dilakukan
melalui observasi terlibat, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data yang terkumpul
dibuat ke dalam transkrip, pengkodean, serta pemunculan tema. Data dianalisis dengan
menggunakan konsep dinamika kelompok dan belajar kooperatif. Hasil penelitian ini
mengidentifikasi adanya dua kondisi belajar kelompok, dimana minoritas kelompok siswa
menunjukkan ketahanan sedangkan mayoritas menunjukkan ketidaktahanan. Ketahanan
belajar kelompok dapat tercipta karena adanya kesadaran kolektif, saling percaya, saling
bekerja sama, dan tanggung jawab antar anggota. Ketidaktahanan belajar kelompok dapat
tercipta karena adanya egosentrisme, sekadar formalitas, saling bersaing, dan pragmatisme
belajar. Semakin cepat terjadinya transformasi dari faktor yang melemahkan kelompok
kepada kepentingan kelompok, semakin lama ketahanan belajar kelompok, dan begitu
sebaliknya.
Kata kunci: etnografi, dinamika kelompok, ketahanan, ketidaktahanan, belajar kelompok

ETHNOGRAPHIC STUDY OF EDUCATION AT SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA: THE


DURABILITY AND NOT DURABILITY OF STUDY GROUPS
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono
1,2)Universitas Negeri Yogyakarta

trilisiana@gmail.com, bayu_wahyono@yahoo.com
Abstract
This article concerns a research aimed at revealing durability of study group contributions and
contribution of the not durability of study groups at SMA Negeri 6 Yogyakarta. This study was
qualitative research referring to the ethnography in school. The data were collected through participant
observations, in-depth interviews, and documentation. The collected data were interpreted into
transcript, coded, and thematized. The data were analyzed by using the concepts of group dynamics
and cooperative learning. The results of the study identified two conditions of study groups that
minority groups of students showed durable while the majority showed not durable. The durability of
study groups could be created because there are a collective awareness, mutual trust, mutual
cooperation and responsibility among the members. The not durability of study groups could be
created because there are students’ egocentrism, formality, competing and pragmatism in learning.
The faster the transformation from the factors that weaken the group to the benefit of the group, the
longer durability study groups, and vice versa
Keywords: ethnography, group dynamics, durability, not durability, study groups

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


ISSN 2407-0963 (print) ISSN 2460-7177 (online)
Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 141
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

Pendahuluan lebih tinggi (Acar & Tarhan, 2007; Johnson,


2013; Foldnes, 2016). Para siswa yang aktif
Belajar kelompok merupakan salah
satu strategi pembelajaran yang men- ketika mencari pengetahuan maupun mem-
dukung pembelajaran aktif bagi siswa berikan solusi akan lebih sukses secara aka-
(Sanjaya, 2010, p. 128). Pembelajaran kelom- demik daripada teman sebayanya yang
lebih aktif secara sosial sedangkan siswa
pok menarik untuk diamati karena siswa
yang pasif menampilkan hasil akademik
adalah manusia yang dalam memenuhi
yang rendah (Shoval & Shulruf, 2011). Ke-
kebutuhannya tidak terlepas dari bantuan
terampilan seperti mampu bekerja dalam
orang lain. Adanya fenomena bahwa ma-
tim, mampu memecahkan masalah, dan
nusia selalu memerlukan kehidupan ber-
menguasai teknologi informasi, adalah ka-
kelompok untuk memenuhi kebutuhan-
pasitas yang dibutuhkan di lapangan
nya, oleh Gibson (Munir, 2001, p. 9) dilalui
pekerjaan manapun (Barrow, Bradshaw &
terlebih dahulu dengan adanya kedekatan,
daya tarik, kesamaan tujuan, dan alasan Newton, 2001, p. 5).
ekonomi. Sebab itulah, hampir tidak ada Pelaksanaan pembelajaran di Indo-
nesia, pada kenyataannya, mengacu pada
upaya seseorang individu yang tidak ber-
sentuhan atau tidak memerlukan campur Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013
tangan orang lain (Munir, 2001). Dengan tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah yang dibagi menjadi tiga,
kata lain, kelompok dipandang sebagai
yakni pendahuluan, inti, dan penutup
medan yang memungkinkan setiap indivi-
(Kunandar, 2013, p.8). Peraturan tersebut
du menjadi sistem yang saling terkait seca-
mengatur tentang pemilihan pendekatan
ra dinamis dan saling mempengaruhi satu
seperti tematik, saintifik, inkuiri, penying-
sama lain dalam tanggung jawab sehingga
kapan (discovery), dan atau Project Based
tidak ada yang dapat eksis lebih lama
Learning (PBL), yang dapat disesuaikan de-
manakala terpisah dari kelompok (Lewin,
1948). ngan karakteristik kompetensi dan jenjang
Belajar kelompok adalah cara yang pendidikan. Pendekatan yang diatur terse-
efektif dilakukan untuk meningkatkan hu- but mendorong tingkat satuan pendidikan
bungan, mengaktifkan partisipasi/keter- untuk melaksanakan proses pembelajaran
berbasis proyek maupun kelompok demi
libatan di dalam diskusi dan menunjukkan
peningkatan kualitas pembelajaran. Seperti
pentingnya bekerja sama satu dengan yang
manfaat pendekatan PBL yang dapat me-
lain secara lebih akrab (Wilson, 2014, p. 4).
ningkatkan motivasi, kreativitas, dan pe-
Sebab, menurut Michaelsen & Sweet (2011,
mahaman konsep (Pradipta & Sofyan, 2015).
pp. 41-51) bahwa belajar kelompok memi-
Guru memiliki peran yang penting
liki unsur yang meliputi adanya pembagi-
dalam mewujudkan pembelajaran kelom-
an kelompok yang merata, adanya pema-
haman tanggung jawab tiap individu da- pok. Semboyan Sistem Among yang telah
lam kelompok, adanya umpan balik, dan dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara da-
adanya perancangan tugas berupa pemba- pat membantu guru dalam mewujudkan
gian tugas dan peran yang jelas. Peran pembelajaran kelompok yang aktif (Sis-
woyo, 2008, p. 171). Selain itu, pengalaman
kelompok dengan variasi gender yang be-
guru mengajar merupakan faktor penting
rbeda dapat diperhitungkan dalam pening-
dalam kesuksesan penerapan metode pem-
katan belajar kelompok (Adkinson, 2007).
belajaran kelompok yang kooperatif (Wil-
Dalam jangka waktu tertentu, ang-
liams, 2013, pp. 95-97). Kemampuan guru
gota yang sering terlibat dalam kelompok
menciptakan suasana dimana, baik guru
akan pandai mengasah keterampilan me-
maupun siswa saling menghadapi tantang-
mecahkan masalah di dalam kelompok
(Whitener, 2016; Varvarigou, 2016) dan me- an dan membangun pengetahuan melalui
miliki pencapaian skor hasil belajar yang kelompok yang saling berkolaborasi, mene-
pis diskursus belajar sekadar transfer pe-

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
142 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

ngetahuan (Burress & Peters, 2015; Langer, na saja dengan bimbingan siapa saja. Era
Colton, & Goff, 2003, p. 27). digital ini menjadikan jaringan siswa sema-
Pembelajaran kelompok perlu menja- kin luas. Ada pemeo di kalangan masyara-
di tradisi yang biasa di dalam proses pem- kat bahwa era digital dapat mendekatkan
belajaran di sekolah. Siswa idealnya tidak yang jauh dan sebaliknya, menjauhkan yang
lagi canggung mengungkapkan pendapat- dekat. Era digital mampu memperpendek
nya maupun berpikir kritis di dalam ke- jarak dan menghemat waktu sehingga seti-
lompok sesuai dengan tingkat perkembang- ap orang dapat lebih mudah mendapatkan
an emosi-sosial mereka. Dapat diketahui informasi.
bahwa tradisi belajar kelompok tentu me- Era digital tidak lepas membentuk
merlukan waktu yang relatif lama untuk pola kesenangan para pelajar di Indonesia.
membentuknya. Hal ini dapat menjadi su- Rerata situs yang sering diakses adalah je-
atu potensi masalah karena ketersediaan jaring media sosial seperti, Facebook,
waktu belajar di sekolah terbatas. Belum Twitter, Instagram maupun fasilitas chatting
lagi ketidak-kondusifan siswa dalam men- seperti, Whatsapp, BBM, Telegram dan se-
jalankan peran sebagai anggota kelompok. bagainya. Mereka mengakses media sosial
Beberapa siswa boleh jadi mendominasi untuk kebutuhan eksistensi diri. Rerata
kelompok dan beberapa yang lainnya me- akses situs yang berisi konten pembelajar-
narik diri sehingga tugas kelompok diker- an seperti e-learning masih lebih rendah
jakan oleh hanya orang yang sama. dibandingkan situs jejaring sosial. Raphael,
Saat studi dokumen dan observasi Bachen, & Hernández-Ramos (2012) mene-
awal, peneliti menemukan di dalam Renca- mukan bahwa belajar kooperatif yang ber-
na Program Pembelajaran (RPP) SMA Ne- kualitas dan dikemas ke dalam permainan
geri 6 Yogyakarta yang mencantumkan strate- (game) dapat meningkatkan pengetahuan
gi belajar kelompok untuk mencapai tujuan maupun skil kewarganegaraan.
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa Belajar kelompok sebenarnya mem-
faktanya, strategi belajar kelompok diterap- berikan implikasi kemajuan (progress) da-
kan di sekolah tersebut. Hal ini menjadi ke- lam aspek kerja sama siswa ataukah belajar
tertarikan peneliti untuk mengetahui lebih kelompok menjadi beban bagi perorangan
dalam mengenai kualitas belajar dalam bel- siswa sehingga sebenarnya mengalami ke-
ajar kelompok di tengah gangguan seperti munduran (regress) pada aspek kerja sama
fenomena budaya titip nama, pembagian antara para siswa. Dengan kata lain, belajar
kerja yang tidak jelas, sistem evaluasi yang kelompok sudahkah benar-benar tahan atau
kurang relevan, dan gangguan lainnya hanya sekadar tugas kelompok yang mem-
yang dapat ditemukan saat penelitian. buat siswa seperti bekerja secara individual.
Kelompok belajar yang tumbuh pesat Belajar merupakan objek formal da-
diiringi pula dengan adanya kelompok yang lam bidang keilmuan Teknologi Pembela-
memiliki kesamaan tujuan tetapi tidak jaran yang dapat terjadi pada manusia, baik
berorientasi pada belajar yang postif. Tidak sebagai pribadi maupun yang tergabung di
dapat dipungkiri adanya kelompok terse- dalam organisasi (Miarso, 2009). Sepanjang
lubung seperti geng sekolah yang menun- masih terdapat masalah dalam pendidikan
jukkan eksistensi kelompok dengan tawur- terutama kelas-kelas pembelajaran, sepan-
an dan aksi vandalisme. Belum lagi banyak jang itu pula masih dibutuhkannya keilmu-
bermunculan kelompok penggemar artis an Teknologi Pembelajaran. Permasalahan-
yang gandrung di kalangan siswa. Mereka permasalahan yang dapat ditemukan di
berkelompok tetapi tidak didasarkan pada dalam pelaksaan belajar kelompok dapat
tujuan pembelajaran di sekolah dan bim- diteliti sehingga keilmuan Teknologi Pem-
bingan guru. belajaran menjadi berkembang, terutama
Belajar kelompok yang semula di terkait pada metode pembelajaran yang
sekolah sepatutnya dapat dilakukan dima- bersifat preskriptif. Oleh karena itu, belajar

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 143
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

kelompok menjadi garapan keilmuan yang siapan, perizinan, sampai peneliti meng-
penting untuk diteliti. ambil data. Khusus pengambilan data me-
Fenomena tersebut menjadi gambar- makan waktu selama 3 bulan, dari awal
an awal untuk melakukan studi mendalam Maret sampai akhir Mei tahun 2016.
tentang perilaku dan budaya yang berkait- Subjek penelitian ini merupakan
an dengan seberapa besar ketahanan bela- informan kunci dan informan. Informan
jar kelompok yang dimiliki oleh siswa dan kunci dipilih dengan menggunakan teknik
bagaimana kontribusi yang menjadi penye- pertimbangan secara purposif, yaitu me-
bab. Oleh sebab itu, diperlukan studi terha- milih tokoh-tokoh sekolah yang mengeta-
dap ketahanan belajar kelompok dalam hui dan menyelenggarakan belajar kelom-
rangka mengetahui kemampuan siswa un- pok di kelas. Informan kunci yang didapat-
tuk bertahan melakukan pembelajaran ke- kan adalah wakil kepala sekolah bidang
lompok yang berorientasi pada belajar yang humas, bidang kesiswaan, bidang kuriku-
positif. Subjek studi adalah siswa SMA Ne- lum, dan guru. Selanjutnya, informan dipi-
geri 6 Yogyakarta. Fokus penelitian dalam lih secara purposif atas penunjukkan infor-
penelitian kualitatif ini mengenai praktik man kunci dengan menggunakan pertim-
belajar kelompok di SMA N 6 Yogyakarta bangan yang sama seperti ketika memilih
dan sejauh mana belajar kelompok dapat informan kunci. Mereka adalah siswa-siswi
berdaya tahan beserta kontribusi yang men- yang menjalankan aktivitas belajar kelom-
dukung. Berdasarkan uraian tersebut, pe- pok. Jumlah informan ditentukan secara
nelitian ini bertujuan mengungkapkan snowball, dalam arti wawancara terhadap
kontribusi ketahanan dan ketidaktahanan informan dihentikan apabila data yang di-
belajar kelompok siswa SMA Negeri 6 peroleh dipandang sudah memadai, dalam
Yogyakarta arti sesuai dengan tujuan penelitian. Terda-
pat 23 informan yang berada di dua kelas.
Metode Peneliti melakukan studi pustaka
dan studi lapangan untuk menentukan fo-
Pendekatan penelitian ini adalah kus penelitian. Pada Desember 2015, pene-
kualitatif. Jenis metode penelitian kualitatif liti memulai melakukan pra survei untuk
yang digunakan adalah etnografi. Etnogra- menemukan kemungkinan-kemungkinan
fi merupakan suatu proses dan hasil dari masalah dari praktik belajar kelompok di
sebuah penelitian yang melibatkan peng- kelas. Peneliti mewawancarai wakil kepala
amatan yang cukup panjang terhadap sua- sekolah urusan humas, kurikulum, dan ke-
tu kelompok (Darmadi, 2014, p. 290; Cres- siswaan untuk mendapatkan informasi se-
well, 2015). Penelitian etnografi dapat dila- putar sejarah, kurikulum, adat kebiasaan
kukan di dalam lingkungan sekolah mau- warga sekolah, maupun kegiatan kesiswa-
pun kelompok sekolah antarperseorangan an. Bulan Februari hingga Mei 2016, pene-
yang lebih kecil (Hammersley, 1994). Sela- liti berpartisipasi dalam pembelajaran ke-
ma pengamatan tersebut, peneliti terlibat lompok di kelas. Setidaknya setiap empat
dalam keseharian hidup dan mewawan- hari, peneliti terlibat dan mengamati ling-
carai subjek penelitian sebagai anggota ke- kungan sekolah baik saat jam pelajaran
lompok sehingga peneliti dapat mempel- maupun jam istirahat. Para siswa yang pe-
ajari makna dari setiap perilaku, bahasa, neliti teliti kebanyakan adalah perempuan
dan interaksi dalam kelompok belajar di karena perbandingan perempuan dengan
sekolah. laki-laki di lokasi adalah 4:1. Peneliti ber-
Penelitian dilakukan di SMA Ne- usaha membangun interaksi dengan para
geri 6 Yogyakarta dan tempat-tempat yang siswa selayaknya teman agar mereka bisa
mendukung terselenggaranya proses bela- terbuka dalam mengungkapkan persepsi
jar kelompok para siswa. Waktu penelitian ataupun pemaknaan sebagai data yang pe-
terlaksana selama 4 bulan, mulai dari per- neliti butuhkan.

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
144 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

Selain melakukan wawancara yang penelitian yang sifatnya masih dapat ber-
formal, peneliti berusaha menghindari dis- ubah. Selama dan setelah penelitian ber-
torsi informasi dengan melakukan perbin- langsung, analisis data mengacu pada mo-
cangan pada saat siswa menjalankan kegi- del Miles dan Huberman yang dikutip oleh
atan sehari-hari sehingga siswa dibuat se- Sugiyono (2011). Analisis data tersebut ter-
dapat mungkin tidak menyadari apabila diri dari reduksi data, penyajian data, ke-
dirinya sedang diwawancarai. Setelah pe- mudian penarikan kesimpulan. Ketiga ta-
neliti mengamati subjek maupun objek pe- hapan analisis tersebut diuraikan menjadi
nelitian, sesegera mungkin peneliti mem- beberapa strategi umum berdasarkan
buat catatan lapangan. Catatan lapangan Creswell (2015, p.253) yang antara lain, (a)
yang dibuat setiap saat menjadi bahan menulis catatan pinggir pada catatan la-
analisis penelitian sehingga peneliti dapat pangan; (b) menulis kalimat reflektif pada
menentukan data apalagi yang harus dicari catatan; (c) membuat lembar rangkuman
ataupun data apalagi yang harus diperiksa tentang catatan lapangan; (d) membuat
keabsahannya. Setelah data dirasa jenuh metafora; (e) menulis kode, memo; (f) men-
atas penggalian informasi dan pengamatan catat pola dan tema; (g) menghitung fre-
terlibat, peneliti menghentikan penelitian. kuensi dari kode; (h) mencatat hubungan
Data diperoleh bersumber dari in- di antara variabel, membentuk rantai-bukti
strumen penelitian yang dikumpulkan de- logis; serta (i) membuat kontras dan per-
ngan teknik observasi terlibat/berpartisi- bandingan.
pasi, wawancara mendalam, dan doku- Peneliti dengan tekun mengkode ca-
mentasi. Data penelitian diambil berdasar- tatan-catatan lapangan menggunakan kom-
kan instrumen pengumpulan data, yang puter serta memeriksa ulang kode-kode
terdiri dari lembar observasi kelas, lembar yang membentuk tema. Tema-tema yang
observasi kelompok, panduan wawancara muncul kemudian diperiksa dari berbagai
informan kunci (wakil kepala sekolah dan strategi keabsahan data seperti triangulasi,
guru), panduan wawancara informan (sis- meningkatkan ketekunan peneliti, meng-
wa), dan panduan dokumentasi pendu- klarifikasi bias, membahas bukti kontradik-
kung aktivitas belajar kelompok. Data-data tif, memperpanjang waktu penelitian, mau-
yang dikumpulkan seperti persepsi subjek pun mengajak dosen pembimbing serta re-
dan perilaku belajar kelompok siswa. kan sejawat untuk berdiskusi dan meme-
Analisis data dalam penelitian ini riksa temuan-temuan. Kegiatan-kegiatan
bersifat induktif, yaitu analisis yang ber- tersebut menjadi satu kesatuan dalam ke-
mula dari data yang diperoleh, selanjutnya giatan analisis data yang dilakukan dalam
dikembangkan menjadi asumsi/gagasan penelitian etnografi. Analisis tersebut meng-
(Bogdan & Taylor, 1992; Creswell, 2015). hasilkan tesis-tesis yang berkaitan dengan
Asumsi/gagasan tersebut selanjutnya dica- ketahanan maupun ketidaktahanan belajar
rikan data kembali secara berulang-ulang kelompok.
sehingga kemudian dapat disimpulkan
apakah hipotesis tersebut dapat menjadi Hasil dan Pembahasan
tesis/teori yang sifatnya substantif pada Hasil
penelitian yang tunggal (single social
situation) di SMA N 6 Yogyakarta. SMA Negeri 6 Yogyakarta dan Siswanya
Analisis data dalam penelitian ini Setiap sekolah memiliki ciri yang
berlangsung saat sebelum di lapangan, saat cukup berbeda satu dengan yang lainnya,
pengumpulan data berlangsung, dan sete- terutama jika membandingkan sekolah ne-
lah selesai pengumpulan data. Analisis se- geri dengan swasta. Namun demikian, da-
belum peneliti memasuki lapangan, dilaku- lam hal kurikulum dan pendekatan pem-
kan terhadap data hasil studi pendahuluan belajaran tiap sekolah negeri memiliki ba-
yang digunakan untuk menentukan fokus nyak kesamaan. Sekolah negeri, terutama

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 145
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

jenjang menengah atas, menyelenggarakan ekstrem terjadi pada rentang waktu 2003-
berbagai pembelajaran berbasis kelompok, 2007 serta salah satu kasus di penghujung
baik di dalam maupun di luar kelas. Ham- tahun 2009 menyebabkan tewasnya salah
pir di setiap proses mencapai kompetensi seorang alumni SMA N 6 dan seorang lain-
pembelajaran, metode pembelajaran yang nya sempat koma karena mengalami han-
diterapkan adalah belajar kelompok, seper- taman serta remuk di bagian wajah. Na-
ti diskusi, berbasis masalah, berbasis pro- mun demikian, sekolah terus membenahi
yek, dan metode-metode yang membuat reputasi melalui peran manajemen sekolah
siswa menjadi lebih aktif. Sebab, sekolah yang mendeklarasikan diri sebagai “Re-
memiliki kewajiban untuk menghasilkan search School of Jogja” sehingga kegiatan
siswa yang mampu bekerja sama, aktif, belajar dan pembelajaran diarahkan pada
terbuka, mandiri dan bertanggung jawab. kegiatan penelitian.
Pertimbangan dalam memilih lo- Kebanyakan siswa di sekolah terse-
kasi penelitian ini adalah terletak pada but merupakan orang asli Yogyakarta yang
kenyataan bahwa tiap sekolah negeri me- berdomisili di daerah Kota Yogyakarta dan
miliki desain pembelajaran yang tidak ber- perbatasan Kota Yogyakarta dengan Sle-
beda jauh satu dengan yang lainnya. Seko- man. Ada juga siswa yang merupakan war-
lah menengah atas dipilih karena merupa- ga pendatang seperti, Jakarta maupun Su-
kan sekolah yang memiliki siswa dengan matera Selatan yang disebabkan orang tua-
rentang usia 14-18 tahun. Siswa SMA nya bekerja di Yogyakarta. Siswa di kedua
tergolong memiliki pergaulan yang lebih kelas tergolong masyarakat urban karena
luas serta pengalaman berkelompok yang bersekolah di pusat Ibukota DIY akan te-
diyakini lebih lama dibandingkan jenjang tapi mereka tetap terlihat menjunjung ting-
di bawahnya. Pertimbangan selanjutnya gi nilai budaya Yogyakarta.
adalah pada keunikan suatu institusi seko- Para siswa memiliki komunitas di
lah yang memiliki sejarah aktivitas kelom- dunia nyata dan dunia maya yang mereka
pok dari yang negatif hingga positif. Seko- merasa harus aktif bersosialisasi. Sering
lah yang mampu mengubah reputasi yang peneliti menemukan bahwa siswa sedang
semula buruk menjadi baik menjadi per- asyik membuka media sosial internet saat
timbangan untuk diselidiki lebih dalam pembelajaran kelompok berlangsung. Saat
meskipun fokus penelitian terletak pada mereka berkumpul bersama di jam istira-
belajar kelompok yang sifatnya untuk men- hat pun mereka tidak pernah lepas untuk
capai kompetensi-kompetensi bidang studi. membuka media sosial internet melalui
Penelitian ini berlokasi di SMA N 6 gadget masing-masing. Hal ini menanda-
Yogyakarta, Jalan Cornelis Simanjuntak 2, kan bahwa berkelompok pun harus meng-
Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusu- ikuti perkembangan teknologi meskipun
man. Sekolah ini didirikan pada 17 Sep- banyak tantangan yang bisa menjadi
tember 1949 dengan nama awal adalah gangguan.
SMA Yuridis Ekonomi. Di awal masa ber-
dirinya, SMA N 6 Yogyakarta dikenal Tiada Hari Tanpa Belajar Kelompok
mempunyai reputasi yang baik. Reputasi Selama peneliti terlibat di kelas,
sekolah mulai terguncang mulai tahun setiap pertemuan pembelajaran, kecuali
1995 dan seterusnya karena dianggap seba- ulangan harian, diisi dengan menggunakan
gai era bermunculannya aktivitas kelom- strategi belajar kelompok. Setidaknya, dua
pok seperti tawuran antar pelajar. SMA N 6 orang siswa adalah ukuran terkecil kelom-
Yogyakarta bertahun-tahun mendapatkan pok yang dibentuk untuk saling berbagi
label sekolah biang keonaran karena ulah ide dan gagasan. Para siswa bertugas un-
siswa-siswanya yang sulit diatur. Anggita tuk mengidentifikasi, menganalisis, mem-
(2014) mengungkapkan hasil penelitiannya buat, dan mendiskusikan suatu topik mau-
bahwa aksi keberutalan siswa yang cukup pun tugas pembelajaran. Mereka dilatih

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
146 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

untuk membuat sesuatu sesuai kemampu- belajar kelompok. Peneliti kemudian meng-
an kognitif, afektif, maupun psikomotor gali apa motivasi siswa tergerak untuk bel-
yang kemudian membagikannya satu sama ajar kelompok. Belajar kelompok dianggap
lain untuk mendapatkan umpan balik dan menyenangkan atau tidak tergantung pada
konfirmasi kebenaran. motivasi siswa melakukannya. Ketika sis-
wa mengungkapkan perasaannya tentang
Siswa Memaknai Belajar Kelompok motivasi melakukan belajar kelompok, pe-
Secara keseluruhan, persepsi siswa neliti mendapatkan kenyataan bahwa tidak
perihal pengertian belajar kelompok dapat semua siswa menyukai belajar kelompok.
dirangkum ke dalam Tabel 1. Namun demikian, sebagian besar siswa se-
nang belajar kelompok dengan berbagai
Tabel 1. Persepsi Siswa Perihal Pengertian macam motivasi. Berikut ini adalah variasi
Belajar Kelompok motivasi para siswa terhadap belajar ke-
lompok.
No Pengertian Belajar Kelompok
1 Belajar (mendalami materi) bersama-sama;
Tabel 2. Persepsi Siswa Perihal Manfaat
2 Mengerjakan tugas bersama-sama;
3 Bertanya dan mengajari; Belajar Kelompok
4 Saling kerja sama (team work); No Manfaat Belajar Kelompok
5 Pembagian tugas-tugas; 1 Tugas kelompok menjadi lebih cepat selesai;
6 Tanggung jawab masing-masing anggota 2 Menjadi lebih paham materi pelajaran;
kelompok; 3 Kemampuan komunikasi dapat terasah;
7 Berdiskusi untuk menyelesaikan masalah;
4 Hubungan interpersonal menjadi lebih dekat;
8 Ada interaksi dan komunikasi antar-anggota.
5 Dapat mengetahui kepintaran teman sehingga
dapat dijadikan referensi bertanya.
Data yang terkumpul mengenai
persepsi siswa terhadap belajar kelompok Tabel 3. Motivasi Siswa Belajar Kelompok
dapat peneliti kerucutkan ke dalam dua
Kurang Menyukai Belajar Kelompok:
hal. Pertama, belajar kelompok berarti ke- 1. Merasa lebih nyaman ketika belajar sendiri.
inginan siswa untuk aktif terlibat di dalam 2. Ingin berusaha mengerjakan sesuai
proses pembelajaran kelompok. Kedua, kemampuannya terlebih dahulu.
belajar kelompok berarti belajar mengasah 3. Merasa lebih cepat mempelajari suatu hal secara
sendiri.
keterampilan berinteraksi dengan orang
4. Merasakan bahwa belajar sendiri dapat lebih
lain (interpersonal skills). mudah fokus dan dirasa lebih tenang
Siswa juga memaknai apa yang dibandingkan belajar kelompok.
menjadi manfaat belajar kelompok ke da- 5. Tidak ingin membebani dan terbebani orang lain
lam pengertian belajar kelompok yang me- dalam tugasnya.
6. Tidak bisa bekerja sama dengan mereka yang
reka pahami. Manfaat belajar kelompok tidak bertanggung jawab mengerjakan tugas.
yang didapatkan oleh siswa dapat peneliti 7. Tugas yang dikerjakan oleh temannya tidak
kerucutkan menjadi beberapa hal. Pertama, sesuai harapan atau ekspektasinya.
belajar kelompok bermanfaat untuk menca- Menyukai Belajar Kelompok:
1. Ingin menjadi bagian dari aktivitas berbagi ilmu.
pai keefektifan pembelajaran dengan indi-
2. Saat menemukan materi pelajaran yang sulit
kasi pemahaman siswa terhadap suatu ma- dipahami.
teri menjadi meningkat. Kedua, belajar ke- 3. Menyadari ada manfaat yang diperoleh. Seperti
lompok bermanfaat untuk memudahkan menjadi lebih paham materi pelajaran dan tugas
siswa belajar dengan cepat bersama teman kelompok menjadi lebih cepat selesai. Ada juga
yang mendapatkan manfaat belajar kelompok
sebayanya. Ketiga, belajar kelompok ber- berupa kesempatan bermain dengan teman-
manfaat untuk melatih keterampilan sosial temannya.
kooperatif (cooperative social skills). 4. Mengerjakan tugas kelompok bersama-sama
Manfaat belajar kelompok menjadi dengan teman yang sudah akrab.
5. Ingin meningkatkan kualitas hubungan
alasan siswa termotivasi untuk melakukan
interpersonal

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 147
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

Motivasi siswa melakukan belajar interpersonal menjadi lebih baik. Siswa yang
kelompok bervariasi karena orientasi yang seperti ini menyukai berkelompok dengan
ingin dicapai berbeda. Orientasi pertama siapa saja tetapi ketika telah menemukan
adalah orientasi pada akademik (academic kelompok yang mapan maka akan dijaga
oriented). Para siswa cenderung fokus pada kemapanan itu. Hanya saja, orientasi pada
peningkatan pemahaman ataupun penca- tugas atau materi pelajaran menjadi di-
paian terhadap pelajaran daripada berin- kesampingkan sehingga tidak jarang mere-
teraksi dengan sesama teman. Orientasi ke- ka tidak optimal dalam kualitas tugas atau
dua adalah orientasi pada kelompok (coop- materi pelajaran yang dikerjakan.
eratively oriented). Ketika siswa berorientasi
pada kelompok, siswa cenderung suka Pembentukan Kelompok
menghargai sesama temannya, tidak ma- Belajar kelompok dapat terseleng-
salah pada level mana kecerdasan mereka. gara dari inisiatif siswa sendiri. Belajar ke-
Siswa yang termotivasi belajar ke- lompok atas inisiatif sendiri biasanya ter-
lompok karena sebagian besar orientasi bentuk atas kesadaran siswa yang memiliki
pada akademik (academic oriented) terlihat kedekatan emosional. Semula, mereka me-
lebih senang mengerjakan tugas secara sen- rupakan sekumpulan orang yang sering
diri dan merasa kurang menyukai belajar berinteraksi tetapi menjadi kelompok bel-
kelompok. Belajar sendiri dapat membuat ajar ketika satu sama lain memiliki kesa-
siswa memahami pelajaran ataupun me- maan motif, misalnya sama-sama ingin bel-
nyelesaikan tugas tanpa perlu terganggu ajar. Tiap anggota kelompok menjadikan
oleh siswa lainnya. Mereka beranggapan berkelompok sebagai modal sosial yang
bahwa tidak perlu khawatir menyinggung dilandasi perasaan nyaman satu sama
perasaan teman ataupun melakukan kesa- lainnya. Perasaan merasa nyaman inilah
lahan pada hubungan sosial. Mereka tidak yang oleh ahli Sosiologi sebagai salah satu
perlu menggantungkan diri kepada teman- pembeda kelompok dengan kumpulan
temannya karena tugas dari guru bisa (Schaefer, 2012, p.13).
diselesaikan sendiri. Belajar kelompok dapat terseleng-
Mereka yang lebih menyukai bela- gara juga karena diarahkan dan dikondisi-
jar sendiri bukan berarti tidak melakukan kan oleh guru. Kenyataan ini lebih men-
belajar kelompok karena mereka juga dominasi daripada belajar kelompok atas
masih dikondisikan oleh guru untuk saling inisiatif siswa sendiri. Guru memiliki peran
berinteraksi. Apalagi ketika bisa satu ke- sentral dalam persiapan pembelajaran ke-
lompok dengan teman yang disukai, siswa lompok. Guru biasanya memberikan tugas
akan merasa senang belajar kelompok. yang harus dikerjakan secara berkelompok
Hanya saja, kesadaran atas manfaat belajar kepada para siswa. Tiap tugas perlu dise-
kelompok di kelompok yang heterogen lesaikan dengan variasi ukuran kelompok
masih terbatas. Anggapan dan perasaan yang berbeda-beda dan tergantung pada
seperti berasal dari siswa yang tergolong jenis-jenis tugas.
menonjol secara akademik. Berdasarkan pengamatan peneliti,
Selanjutnya adalah siswa yang ter- setidaknya ada tiga cara menentukan ang-
motivasi belajar kelompok karena sebagian gota kelompok dalam pembelajaran kelom-
besar orientasi pada kelompok (cooperative- pok di kelas, yaitu dengan cara (1) berhi-
ly oriented). Siswa yang seperti ini memiliki tung, (2) siswa memilih sendiri, atau (3)
solidaritas yang tinggi terhadap sesama guru yang menentukan. Sebelum menentu-
teman. “Masalah kamu adalah masalah aku kan cara menentukan anggota kelompok,
dan masalah aku adalah masalah kamu”. guru terlebih dahulu menjelaskan tugas
Siswa akan berusaha membangun integritas dan tujuan pembelajaran kelompok sehing-
diri di hadapan teman-temannya. Mereka ga dapat tergambar ukuran kelompok yang
akan membangun dan merawat hubungan seharusnya terbentuk.

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
148 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

Para siswa cenderung menyukai sebagai kesatuan kolektif yang prestatif


pembentukan kelompok dengan memilih dan di luar komposisi tersebut, mereka ang-
sendiri karena mereka dapat memilih te- gap akan sulit berprestasi. Namun demi-
man berdasarkan motif yang diinginkan. kian, kelompok belajar yang berisi semua
Alasan memilih teman ini diakui siswa se- laki-laki maupun campuran dimaknai oleh
bagai jaminan atas keberlangsungan kelom- siswa laki-laki sebagai kesatuan yang
pok belajar mereka. Berikut adalah variasi berpeluang sama untuk berprestasi.
alasan siswa memilih teman untuk diajak
belajar kelompok: Peran Individu dalam Kelompok
Guru berperan dalam penentuan
Tabel 4. Variasi Alasan Memilih Teman
peran siswa di tiap kelompok tersebut. Bia-
Sekelompok
sanya, guru langsung menunjuk individu
No Kriteria siswa untuk menjadi ketua kelompok dan
1 Rajin mengerjakan tugas; biasanya guru membebaskan siswa untuk
2 Pintar; berinteraksi secara alamiah, tanpa ada in-
3 Sudah mengenal dekat/akrab;
tervensi yang banyak dari guru. Ada ketua
4 Mau bekerja sama;
5 Bertanggung jawab; kelompok yang mempraktikkan pengatur-
6 Enak diajak diskusi; an peran di dalam kelompok maupun
7 Komunikasi bagus; mengontrol jalannya diskusi dalam kelom-
8 Mudah diajak berkumpul; pok. Namun, ada pula siswa yang tidak
9 Terbuka, fleksibel, dan santai. menyadari bahwa siswa tersebut adalah
ketua sehingga melemparkan tanggung
Cara-cara menentukan anggota ke- jawab kepada semua anggota kelompok.
lompok memiliki implikasi pada komposi- Anggota kelompok pun menganggap tidak
si anggota kelompok. Komposisi anggota penting adanya ketua, apalagi kelompok
kelompok dapat terbentuk seperti kompo- yang berukuran tiga sampai lima orang.
sisi beraneka-ragam (heterogeneous), sera- Mereka mementingkan bahwa semua orang
gam (homogeneous), dan berdasarkan tujuan memiliki tanggung jawab yang sama dan
tertentu (purposive oriented). Guru meng- harus bekerja optimal.
akui bahwa komposisi acak merupakan Beberapa kelompok bekerja secara
ruang heterogenitas yang dihasilkan tanpa kooperatif dan sebagian besar kelompok
memilih-milih teman sehingga setiap anak tidak selalu bekerja bersama. Kelompok
dianggap utama dan diakui perannya. Kom- yang terlihat bekerja bersama berperilaku
posisi heterogen adalah komposisi yang pa- seperti mendiskusikan ide-ide, menemu-
ling didukung oleh guru meskipun sebagi- kan solusi, dan berbagi jawaban. Kadang-
an besar siswi lebih menyukai komposisi kadang, satu siswa muncul sebagai pemim-
homogen. Pada kenyataannya, siswa cen- pin, memonitor kelompok, dan membagi-
derung menyukai kondisi yang semua ang- bagi tugas. Mereka satu sama lain saling
gotanya mau bekerja sama dan rajin (homo- bertatap muka menyimak pendapat masing-
gen dalam kinerja) sedangkan guru cende- masing. Fenomena ini menunjukkan dalam
rung menempatkan siswa yang rajin dengan kelompok terjadi pembagian peran yang
yang kurang rajin dalam satu kelompok. kooperatif.
Komposisi kelompok berdasarkan Sebagian besar kelompok tidak se-
gender merupakan persoalan yang sensitif lalu bekerja bersama. Walaupun posisi du-
dalam ruang negosiasi siswa saat belajar duk mereka sudah representatif, mereka
kelompok. Sebagian besar siswa memper- terlihat bekerja sendiri-sendiri. Kelompok
tunjukkan perilaku saling berbagi beban semula terdengar sibuk membagi-bagi tugas
menjadi kesatuan kolektif. Kelompok bel- dan selebihnya terlihat hening pada sisa-
ajar yang berisi semua perempuan dimak- sisa waktu pembelajaran. Keheningan ini
nai oleh anggota yang terlibat di dalamnya

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 149
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

disebabkan oleh dua hal. Penyebab perta- bagian yang bisa dikerjakan oleh perorang-
ma adalah setiap siswa mendapatkan tugas an. Kemudian tugas perorangan tersebut
untuk memecahkan masalah yang berbeda- disatukan sesuai waktu yang disepakati.
beda dan dilakukan secara sendiri sehingga Ketika ada yang tidak menepati
pertukaran pendapat dari yang lain tidak janji atau tidak bertanggung jawab pada
terjadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa tugas perorangan, ada anggota lainnya
peran-peran kooperatif sedikit bergeser yang mengambil peran untuk menyelesai-
pada peran yang individualistis meskipun kan tugas tersebut. Sementara yang lain
masih dalam satu kelompok. menggerutu di belakang, anggota yang ti-
Penyebab kedua adalah adanya dak bertanggung jawab ini merasa ter-
gangguan yang menyita perhatian anggota bantu dengan adanya satu orang yang me-
dalam kelompok. Konsentrasi siswa men- ngerjakan tugasnya. Tugas kelompok men-
jadi terpecah karena membuka media sosi- jadi selesai dan terlihat kompak karena sa-
al di smart phone masing-masing. Mereka tu sama lain melengkapi. Namun demi-
lebih tertarik pada konten yang disuguh- kian, ada dampak negatif yang berkaitan
kan di internet seperti, media bincang-bin- dengan hubungan interpersonal. Di satu
cang LINE, Facebook, dan Twitter. Akibat- sisi, integritas siswa yang tidak bertang-
nya, sebagian siswa mengikuti belajar ke- gung jawab menjadi lemah sehingga akan
lompok secara setengah hati. Hanya sedikit cenderung dijauhi temannya dan di sisi ber-
siswa yang sadar yang kemudian menger- beda, siswa yang lain memendam perasaan
jakan tugas kelompok tersebut meskipun tidak enak. Saat pembelajaran kelompok
harus menanggung lebih banyak beban ka- selesai, berarti selesai pula hubungan kerja
rena konsentrasi anggota kelompok yang sama mereka, tanpa ada evaluasi pada
lain terpecah. internal kelompok.
Sebagian besar kelompok yang lain,
Aktivitas dan Suasana Belajar Kelompok terlihat santai dalam aktivitas kelompok.
Pembelajaran kelompok dapat ter- Santai dalam artian mereka banyak berbin-
jadi tidak terlepas dari peran penting guru. cang sesuatu yang di luar topik belajar ke-
Beberapa langkah yang dilakukan guru lompok. Mereka bercanda satu sama lain-
meliputi: menyajikan sedikit materi seba- nya, lebih sering membuka smart phone, dan
gai wawasan awal kepada siswa, memberi menunda-nunda penyelesaian tugas. Mere-
tahu tujuan pembelajaran yang melibatkan ka seolah sibuk dengan kesukaannya saat
kelompok, menentukan ukuran kelompok, itu sehingga terlihat tidak sedang belajar
membantu pembentukan kelompok, meng- kelompok. Walaupun posisi duduk sudah
awasi proses belajar kelompok, menjawab mendukung, mereka sedikit sekali memba-
kebingungan siswa, menegur siswa yang has bagaimana mencapai tujuan pembel-
melenceng dari pembelajaran, memberikan ajaran kelompok dan menyelesaikan tugas.
koreksi pemahaman siswa, dan memberi- Ketika guru mendekati, konsentrasi mere-
kan penilaian atas pencapaian siswa dalam ka kembali pada kelompok, biasanya mere-
kelompok. ka akan bersahut-sahutan dalam menyam-
Selama belajar kelompok, siswa paikan ide. Suasana belajar menjadi terasa
yang kelompoknya terlihat kompak me- tidak terarah dengan baik (sporadis).
nunjukkan sikap saling menolong satu sa- Sebagian besar siswa lebih nyaman
ma lain. Misalnya, siswa membantu men- jika mengerjakan tugas kelompok di kelas.
jawab soal di buku latihan ataupun menyi- Mereka memanfaatkan jam istirahat mau-
mak dan saling mendukung melalui komu- pun jam pelajaran yang kosong untuk mem-
nikasi yang aktif. Mereka juga terlihat mem- bagi-bagi tugas pada tiap individu. Tugas-
bagi-bagi tugas (seperti tugas membuat tugas yang telah dibagi menjadi tanggung
karya tulis dan makalah) menjadi bagian- jawab individu untuk mencari dan menye-
lesaikannya selama tenggang waktu yang

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
150 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

disepakati bersama. Pembagian tugas di- serta konsentrasi terpecah. Penyebab kon-
yakini beberapa siswa dapat mempercepat flik tersebut dapat mengakibatkan tujuan
tugas selesai. Setelah tiap individu menye- kelompok tidak dapat tercapai. Namun ke-
lesaikan tanggung jawab-nya, hasil pekerja- lompok belajar yang tahan berusaha meng-
an tiap individu disatu-kan secara bersama- atasi konflik sesuai dengan pengalaman
sama ataupun oleh sa-lah seorang di antara berinteraksi dengan orang lain.
mereka. Pada masa-masa saat ini, biasanya
akan muncul konflik. Tabel 5. Konflik Kelompok dan Reaksi
Ketika tugas yang dikumpulkan in- Penyelesaiannya
dividu siswa tidak selesai dan tidak sesuai Penyebab Akibat Reaksi
harapan, sementara waktu pengumpulan 1) Salah 1) Tujuan 1) Memilih untuk
sudah di depan mata, suasana kelompok Pengertian dan kelompok tidak Mengalah;
salah persepsi; tercapai 2) Membantu yg
menjadi kisruh. Akibatnya, kegiatan-kegi- 2) Pembagian 2) Tugas kelompok lain
atan seperti diskusi dan mengasah kete- tugas yang yang tidak mengerjakan
tidak seimbang selesai; tugas yang
rampilan sosial kooperatif, terjadi sangat dan 3) Tugas kelompok belum selesai;
singkat. Kelompok menjadi sekadar beban merugikan; yg tidak 3) Mengingatkan
3) Konsentrasi memuaskan yang lain untuk
untuk menyelesaikan tugas dari guru. terpecah; guru; kembali pada
Tugas kelompok yang telah selesai 4) Tidak 4) Belajar kelompok tujuan belajar
dikerjakan, kemudian dikumpulkan kepa- mendengarkan tidak sesuai kelompok;
arahan guru; harapan. Hanya 4) Meminta
da guru dan siswa melakukan presentasi di 5) Egoisme main-main; kesempatan
muka kelas. Saat presentasi kelompok ber- individu; 5) Pemahaman kedua dari guru;
6) Bertindak anggota 5) Mendiskusikan
langsung, idealnya adalah semua siswa semaunya; kelompok tidak perbedaan;
yang tidak sedang presentasi harus me- 7) Merasa tidak merata; 6) Menyatakan
membutuhkan 6) Hubungan perasaan apa
nyaksikan dan menyimak kelompok penya- orang lain; menjadi tidak adanya kepada
ji (presenter). Akan tetapi terjadi fenomena baik; teman;
7) Muncul label 7) Tidak
bahwa sebagian besar siswa sibuk dengan negatif. memedulikan
pekerjaannya masing-masing. Ada yang teman.
membuka laptop, memainkan smart phone,
ataupun mengerjakan tugas lain yang tidak
berkaitan dengan pelajaran saat itu. Pene- Pembahasan
liti melihat bahwa kelompok penyaji tidak Kontribusi Ketahanan Belajar Kelompok
mampu mengambil perhatian teman-te-
Sebagaimana pula kelompok yang
mannya untuk fokus pada mereka. Dengan
terbentuk karena tujuan-tujuan pembela-
kata lain, penyaji maupun presentasinya
jaran di kelas, ada kelompok yang tahan
tidak cukup menarik untuk disimak.
dan ada kelompok yang tidak tahan. Ber-
Aktivitas belajar kelompok yang
dasarkan perilaku-perilaku siswa di dalam
terjadi di kelas tidak terlepas dari berbagai
tiap kelompok, menunjukkan bahwa ada
kemunculan konflik. Konflik biasanya akan
kontribusi yang membuat sebuah kelompok
muncul ketika nampak ketidakharmonisan
dapat mendekati tahan. Meskipun sebagi-
antar individu. Peneliti mereduksi data te-
an besar kelompok-kelompok di kelas yang
muan mengenai konflik-konflik yang terja-
terbentuk karena strategi belajar kelompok
di selama siswa belajar kelompok ke dalam
hanya sekadar belajar kelompok yang me-
Tabel 5.
ngerjakan tugas sehingga mengaktifkan
Penyebab konflik merupakan gang-
siswa yang satu dan mempasifkan siswa
guang dalam belajar kelompok sehingga
yang lain.
belajar kelompok dapat menjadi tidak
Perilaku siswa yang terjadi dalam
tahan. Gangguan yang sering terjadi pada
menyikapi belajar kelompok merupakan
kelompok belajar di sekolah adalah salah
cerminan budaya yang melekat dalam diri
pengertian dan salah persepsi, pembagian
dan lingkungan siswa. Siswa belajar dari
tugas yang tidak seimbang dan merugikan,

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 151
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

orang tua, guru, dan teman dalam menyi- wujudkannya. Kontribusi tersebut dapat
kapi kebutuhan berkelompok. Orang-orang berupa faktor ataupun hal-hal yang men-
di sekitar siswa membawa pengaruh yang jadi sebab tercapainya ketahanan belajar
mampu mengarahkan persepsinya sebagai kelompok. Kontribusi kelompok dapat men-
individu yang membutuhkan kebersamaan jadi tahan: (a) persepsi terhadap esensi bel-
dalam belajar ataupun terbiasa belajar ajar kelompok yang kooperatif dan tidak
tanpa perlu mementingkan orang lain. individualistik. Faktor budaya komunal
Namun selalu ada sekelompok mendukung ini; (b) rasa percaya di antara
siswa yang percaya bahwa belajar haruslah anggota yang tercipta dari usaha menge-
bersama meskipun harus mengesamping- nal/menjadi dekat antar anggota; (c) saling
kan egoisme pribadi yang mampu maju ke bergantung, saling mendukung, saling be-
depan sendiri dengan lebih cepat. Sekelom- kerja sama, saling menolong, dan saling ber-
pok siswa tersebut meyakini bahwa impresi bagi beban di dalam kelompok; serta (d)
dari belajar kelompok dapat membuat pe- tanggung jawab tiap anggota yang diperan-
kerjaan menjadi lebih cepat selesai, berbe- kan dengan tepat dan proporsional. Beri-
da dari pandangan sinis kaum yang meng- kut pembahasan mengenai kontribusi keta-
utamakan pembelajaran individu yang hanan belajar kelompok.
mengakselerasi. Bahwa belajar tidak hanya Apa yang Johnson, Johnson &
menambah pengetahuan tetapi juga kete- Holubec (2010, p.60) simpulkan dari pene-
rampilan sosial, menjadi persepsi siswa me- litiannya mengembangkan belajar kelom-
ngenai manfaat belajar kelompok. Persepsi pok melalui tipe Learning Together hampir
inilah yang membuat sekelompok siswa merepresentasikan penemuan-penemuan
menjalani belajar kelompok dengan antu- dalam tesis ini. Johnson, Johnson, & Holu-
sias dan berusaha mengerti satu sama lain. bec menyimpulkan bahwa kelompok belajar
Perilaku-perilaku maupun dinami- untuk menjadi kooperatif haruslah memi-
ka kebudayaan yang terjadi di kelas dapat liki interdependensi positif yang jelas, para
menjadi kompak dan kooperatif direpresen- anggotanya harus saling mendorong pem-
tasikan sebagai kelompok yang memiliki belajaran dan keberhasilan satu sama lain
ketahanan yang tahan, kuat, dan bagus da- dalam kegiatan tatap muka, mendukung
lam mengawali dan mengakhiri kelompok. satu sama lain secara personal, bertanggung
Ketahanan belajar kelompok merupakan jawab secara individual untuk melakukan
esensi dari budaya yang tercipta dari ke- porsi kerja yang wajar, dan memproses
lompok siswa yang mampu bertahan dan seberapa efektif mereka telah bekerja sama.
berprestasi bersama di dalam kelompok. Teori Lewin dapat direfleksikan pa-
Makna di balik ketahanan belajar da komponen ketercapaian tujuan belajar.
kelompok yang terjadi di SMA N 6 Yogya- Lewin yang menemukan teori interdepen-
karta adalah kemampuan suatu kelompok densi sosial (Social Interdependence Theory)
belajar dapat tahan dalam kondisi apapun bahwa interdependensi sosial dapat terjadi
dalam melaksanakan aktivitas belajar koo- ketika tiap individu bersama-sama me-
peratif sehingga bertambah pengetahuan, nanggung sebuah tujuan bersama, dan tiap
keterampilan, dan sikap anggotanya. Ada hasil individu distimulasi (dibangkitkan)
tiga bagian yang melingkupi makna dari dari langkah-langkah tiap individu yang
ketahanan belajar kelompok yaitu, (a) ke- ada di dalam kelompok. Lewin mengklaim
mampuan kelompok belajar yang tahan bahwa tiap orang dapat bergabung dalam
dalam kondisi apapun; (b) melasanakan satu kelompok dengan watak dan ide yang
aktivitas belajar kooperatif; (c) bertambah berbeda-beda, tetapi dapat bekerja sama
pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mencapai tujuan bersama sepanjang
anggotanya. mereka memahami dan setuju dengan
Ketahanan belajar kelompok dapat tujuan bersama atau target akhir. Asalkan
tercipta karena adanya kontribusi yang me- tujuan bersama dipahami dengan baik

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
152 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

(Lewin, 1948). Kelompok yang memiliki in- ajar kelompok menjadi kooperatif sehingga
terdependensi positif secara signifikan kelompok nampak kohesif dan tahan. Sa-
dapat menghasilkan pencapaian yang baik ling bergantung satu sama lain mengarah-
(Nam, 2008). kan siswa pada pengambilan sikap yang
Sepanjang setiap individu dalam mementingkan kepentingan kelompok ka-
kelompok memiliki keinginan untuk berin- rena keberhasilan teman merupakan keber-
teraksi secara intens maka rasa percaya hasilan juga bagi dirinya sendiri.
akan tumbuh. Allport dalam (Slavin, 2009, Tiap anggota kelompok mengerti
p.101) melalui teori kontak menyatakan bahwa masing-masing punya tanggung ja-
bahwa terjadinya kontak sangat penting wab. Saat diskusi kelompok menghasilkan
sehingga mampu membangun hubungan ide yang disepakati untuk dicapai, maka
pada individu yang berbeda ras. Apalagi kelompok siswa yang sudah saling menge-
antar-individu yang memiliki kesamaan nal secara dekat tersebut memberikan tang-
ras, tentu peluang tumbuhnya rasa saling gung jawab sesuai keahlian masing-masing.
percaya menjadi terbuka lebar. Mereka percaya satu dengan yang lainnya
Rasa saling percaya akan tumbuh mampu memberikan upaya yang optimal.
di dalam kelompok ketika kelompok masuk Hal ini melahirkan konsekuensi untuk ber-
ke dalam fase pembentukan norma (norm- tanggung jawab kepada tujuan kelompok.
ing) dalam kelompok (Tuckman et.al. dalam
Munir, 2001, p. 13). Siswa semula tidak sa- Kontribusi Ketidaktahanan Belajar Kelompok
ling mengenal ketika bergabung ke dalam Perilaku-perilaku maupun dinami-
kelompok. Mereka membutuhkan waktu ka kebudayaan yang terjadi di kelas dapat
untuk menyamakan persepsi dan norma menjadi tidak kompak dan cenderung men-
demi mencapai tujuan bersama. Penyama- jadi individualistis direpresentasikan seba-
an persepsi ini sifatnya terus menerus se- gai kelompok yang memiliki ketahanan
panjang interaksi dalam peristiwa-peristi- yang tidak tahan, tidak kuat, dan tidak
wa kelompok. Maka rerata kelompok yang kompak dalam mengawali dan mengakhiri
dapat menumbuhkan rasa saling percaya kelompok. Hal ini dapat disebut sebagai
di antara anggotanya adalah mereka yang ketidaktahanan kelompok. Ketidaktahanan
sudah saling mengenal. Tidak heran bila belajar kelompok merupakan esensi dari
para siswa di kelas lebih menyukai memi- budaya yang tercipta dari kelompok siswa
lih sendiri anggota kelompoknya saat pe- yang tidak mampu bertahan dan berpres-
nentuan kelompok. Mereka cenderung me- tasi bersama di dalam kelompok.
milih anggota kelompok yang dekat atau Makna di balik ketidaktahanan bel-
sudah dikenal baik sehingga tidak akan me- ajar kelompok yang terjadi di SMA N 6
rasa canggung ketika berkomunikasi. Inter- Yogyakarta adalah kemampuan suatu ke-
aksi kelompok yang menumbuhkan rasa lompok belajar, tidak tahan dalam melak-
percaya sehingga membuat kelompok men- sanakan aktivitas belajar kooperatif, me-
jadi tahan, disebut oleh (Johnson et al., nimbulkan konflik kelompok yang tidak
2010; Stahl, 1994) sebagai face-to-face inter- diselesaikan, dan cenderung individualistik
action (interaksi promotif tatap-muka). sehingga tujuan belajar kelompok menjadi
Setiap anggota dalam kelompok tidak tercapai. Ada tiga bagian yang me-
yang tahan menunjukkan perilaku seperti lingkupi makna dari ketidaktahanan bela-
ketergantungan satu sama lain dalam men- jar kelompok yaitu, (a) kemampuan kelom-
capai tujuan, saling mendukung, bertang- pok belajar yang tidak tahan dalam belajar
gung jawab pada dirinya atas tugas-tugas kooperatif; (b) cenderung individualistik;
yang diperankan, berdiskusi, berkomuni- dan (c) tujuan belajar kelompok menjadi
kasi, memecahkan masalah, bahkan bisa tidak tercapai.
mendengarkan pendapat orang lain. Peri- Kontribusi ketidaktahanan belajar
laku-perilaku ini menunjukkan bahwa bel- kelompok meliputi, (a) persepsi terhadap

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 153
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

esensi belajar kelompok sebagai kompetisi. Fenomena ini menunjukkan bahwa


Orientasi individualistik dan akademik belajar kelompok adalah tugas yang harus
mendominasi; (b) sekadar formalitas kare- dibagi-bagi kepada anggota yang terlibat
na tuntutan sistem sehingga siswa setengah di dalamnya. Perkara siswa mengerjakan-
hati membangun kelompok; (c) saling ber- nya secara individu, tidak menjadi perma-
saing tanpa peduli kemajuan bersama mi- salahan karena rajin atau tidak rajinnya
salnya, bersikap menentang, mendominasi, siswa, tugas kelompok akan tetap selesai
mencari muka; (d) pragmatisme belajar de- oleh sebagian kecil siswa yang berorientasi
ngan mendompleng tanggung jawab orang pada tugas. Siswa yang berorientasi pada
lain. tugas menganggap bahwa kemajuan siswa
Belajar kelompok yang tidak tahan tergantung pada pribadi masing-masing.
didominasi dengan persepsi siswa menge- Interaksi yang formalitas dalam
nai belajar kelompok sekadar mengerjakan pengkondisian belajar kelompok tercipta
tugas dari guru tanpa memandang penting dari setidaknya dua jenis siswa. Jenis perta-
adanya tujuan pengembangan keterampil- ma adalah siswa yang senang berkumpul
an sosial. Motivasi siswa cenderung tidak dengan teman-temannya tetapi membahas
terlalu menyukai belajar kelompok. Siswa topik di luar pelajaran sedangkan jenis ke-
terlihat tidak terlalu membutuhkan belajar dua adalah siswa yang berorientasi pada
kelompok. Hal ini tercermin dari perilaku tugas dan menganggap berkumpul dengan
siswa yang individualistis, sulit memak- siswa yang suka mengobrol sebagai sia-sia
lumi perbedaan dan menganggap setiap dan tidak produktif. Ketika kedua jenis
siswa memiliki standar yang sama dengan- siswa ini menjadi satu dan tidak menurun-
nya. Siswa tersebut akan lebih menyukai kan ego pribadi, maka belajar kelompok
belajar sendiri karena tidak perlu menya- menjadi tidak kohesif. Dengan kata lain,
makan persepsi dan memahamkan agar mereka tidak siap untuk berdiri bersama
siswa lain dalam kelompoknya paham. Sis- dan menanggung beban (Lewin, 1948).
wa juga mengaku trauma belajar kelompok Interaksi yang formalitas menjadikan siswa
jika dengan anggota kelompok yang tidak cenderung bersaing demi kepentingan pri-
bisa diajak kerja sama. badi karena berkelompok tidak menjadi
Persepsi siswa yang individualistis kebutuhan.
ini akan melahirkan tindakan-tindakan ha- Interdependensi negatif (berupa
sil dari persepsi yang berupa kompetisi. persaingan) akan menghasilkan interaksi
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbeda- yang sifatnya oposisional (menentang) di-
an tujuan yang dipahami oleh tiap indivi- mana setiap individu saling menjatuhkan
du. Akibatnya anggota kelompok sering dan mematahkan usaha satu sama lain un-
mengalami konflik persepsional. tuk mencapai sesuatu. Seperti, mengung-
Belajar kelompok yang tidak tahan, gulkan diri sendiri dapat menafikan kepen-
bermula dari pertumbuhan kelompok yang tingan kelompok. Hal ini berdampak pada
tidak terjadi secara utuh. Upaya-upaya kepuasan maupun ketidakpuasan anggota
awal untuk membangun komunikasi di an- kelompok.
tara anggota kelompok terjadi sangat sing- Para siswa yang lemah atau kurang
kat bahkan dianggap tidak penting. Bagi berorientasi pada akademik menjadi ber-
siswa, belajar kelompok adalah perintah gantung secara personal kepada orang lain.
dari guru yang harus diselesaikan. Maka Mereka menjalani aktivitas belajar kelom-
tidak heran jika kebanyakan kelompok di pok menjadi sekadarnya, seperti muncul
kelas, baru memulai mendiskusikan masa- pandangan karena ada si A, tugas dapat
lah kelompok ketika menjelang batas akhir selesai tepat waktu walaupun yang ber-
tugas kelompok dikumpulkan kepada guru. sangkutan tidak memberikan kontribusi
Saat berkumpul bersama, konsentrasi sis- nyata. Pragmatisme belajar ini tercermin
wa pun mengalami gangguan. dari seringnya siswa mendompleng tang-

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
154 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

gung jawab orang lain dengan sekadar an harus memenuhi prasyarat untuk me-
menitip nama dalam hasil kelompok. laksanakan belajar kelompok yang ideal.
Misalnya, perlu mendukung hal yang men-
Simpulan jadi kontribusi ketahanan belajar kelompok
serta meminimalisir kontribusi ketidakta-
Fenomena ketahanan belajar kelom- hanan belajar kelompok. Kontribusi-kon-
pok yang terjadi di sekolah dapat dimaknai tribusi tersebut merupakan tesis dalam pe-
sebagai kemampuan suatu kelompok bel- nelitian tunggal di satu sekolah menengah
ajar dapat tahan dalam kondisi apapun atas ini. Oleh karena itu, diperlukan variasi
melaksanakan aktivitas belajar kooperatif penelitian yang lebih luas dan banyak,
sehingga bertambah pengetahuan, keteram- terkait belajar kelompok dilihat dari sisi
pilan, dan sikap anggotanya. Kontribusi ketahanan maupun sebaliknya.
kelompok dapat menjadi tahan: (a) persep-
si terhadap esensi belajar kelompok yang
Daftar Pustaka
kooperatif (kesadaran kolektif) dan tidak
individualistik. Faktor budaya komunal Acar, B., & Tarhan, L. (2007). Effect of
mendukung ini; (b) rasa percaya di antara cooperative learning strategies on
anggota yang tercipta dari usaha menge- students' understanding of concepts in
nal/menjadi dekat antar anggota; (c) saling electrochemistry. International Journal
bergantung, saling mendukung, saling be- of science and mathematics education,
kerja sama, saling menolong, dan saling ber- 5(2), 349-373.
bagi beban di dalam kelompok; serta (d)
Adkinson, J. E. (2007). Does cooperative
tanggung jawab tiap anggota yang dipe-
learning affect girls' and boys' learning
rankan dengan tepat dan proporsional. and attitudes toward mathematic
Fenomena ketidaktahanan belajar transformation skills in single -sex and
kelompok yang terjadi di sekolah dimaknai mixed -sex classrooms? (Disertasi
sebagai kemampuan suatu kelompok bela- doktor, University of South Alabama,
jar, tidak tahan dalam melaksanakan akti- 2007). ProQuest Dissertations &
vitas belajar kooperatif, menimbulkan kon- Theses Global. (304762732).
flik kelompok yang tidak diselesaikan, dan
cenderung individualistik sehingga tujuan Anggita, D. R. (2014). Dinamika konstruksi
belajar kelompok menjadi tidak tercapai. nilai kelompok pelajar sekolah menengah
Kontribusi ketidaktahanan belajar kelom- atas Yogyakarta (studi fenomenologis
pok yang merupakan faktor pengganggu konstruksi nilai kelompok pada GNB di
ketahanan belajar kelompok meliputi, (a) SMA Negeri 6 Yogyakarta). Skripsi,
persepsi terhadap esensi belajar kelompok tidak diterbitkan, Universitas Gadjah
sebagai kompetisi. Orientasi individualistik Mada, Yogyakarta.
(egosentrisme) dan akademik mendomina- Barrow, G., Bradshaw, E., & Newton, T.
si; (b) sekadar formalitas karena tuntutan (2001). Improving behaviour and raising
sistem sehingga siswa setengah hati mem- self-esteem in the classroom: A practical
bangun kelompok; (c) saling bersaing tan- guide to using transactional analysis.
pa peduli kemajuan bersama misalnya, ber- Great Britain: David Fulton Publisher.
sikap menentang, mendominasi, mencari
Bogdan, R. & Taylor, S. J. (1992). Pengantar
muka; (d) pragmatisme belajar yang mun-
metode penelitian kualitatif. (Terjemahan
cul dari anggota kelompok dengan men-
Arief Furchan). Surabaya: Usaha
dompleng tanggung jawab orang lain.
Nasional.
Setelah ditemukan secara kualitatif,
ada kontribusi yang menyebabkan belajar Burress, M. D., & Peters, J. M. (2015).
kelompok menjadi tahan ataupun tidak ta- Collaborative Learning in a Japanese
han, maka guru maupun praktisi pendidik- Language Course: Student and

Volume 4, No 2, October 2017


Studi Etnografi Pendidikan pada SMA Negeri 6 ... 155
Novi Trilisiana, Sugeng Bayu Wahyono

Teacher Experiences. SAGE Open, 5(2). W. Lewin, Ed.). New York: Harper &
https://doi.org/10.1177/21582440155 Brothers.
81016
Miarso, Y. (2009). Menyemai benih teknologi
Creswell, J. W. (2015). Penelitian kualitatif & pendidikan. Cetakan ke 5. Jakarta:
desain riset: memilih di antara lima Kencana Prenada Media Group.
pendekatan (Terjemahan Ahmad Lintang
Michaelsen, L. K., & Sweet, M. (2011).
Lazuardi). (edisi ketiga). Yogyakarta:
Team-based learning. New Directions
Pustaka Pelajar.
for Teaching and Learning, 2011(128),
Darmadi, H. (2014). Metode penelitian 41–51. https://doi.org/10.1002/tl.467
pendidikan dan sosial. Bandung:
Munir, B. (2001). Dinamika kelompok:
Penerbit Alfabeta.
Penerapannya dalam laboratorium ilmu
Foldnes, N. (2016). The flipped classroom perilaku. Palembang: Percetakan
and cooperative learning: evidence Universitas Sriwijaya.
from a randomised experiment. Active
Nam, C. W. (2008). The relative effectiveness
Learning in Higher Education, 17(1), 39–
of positive interdependence and group
49.
processing on student achievement,
Hammersley, M. (1994). Etnografi ruang interaction, and attitude in online
kelas: Esai empiris dan metodologis. cooperative learning (Disertasi doktor,
(Terjemahan Warsono). Semarang: IKIP Texas A&M University, 2008).
Semarang Press. ProQuest Dissertations & Theses
Global. (288105869).
Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Holubec,
E. J. (2010). Collaborative Learning: Pradipta, A. W. & Sofyan, H. (2015).
Strategi pembelajaran untuk sukses Implementasi PBL untuk
bersama (Terjemahan Narulita Yusron). meningkatkan motivasi, kreativitas,
Bandung: Nusa Media. dan pemahaman konsep. Jurnal Inovasi
Teknologi Pendidikan, 2(1), 32-48.
Johnson, S. L. L. (2013). The impact of
cooperative and traditional learning on Raphael, C., Bachen, C. M., & Hernández-
the academic achievement of third grade Ramos, P. F. (2012). Flow and
students in selected rural school districts cooperative learning in civic game
in Northeast, South Carolina (Disertasi play. New Media & Society, 14(8), pp.
doktor, South Carolina State 1321–1338.
University, 2013). ProQuest
Sanjaya, W. (2010). Strategi pembelajaran
Dissertations & Theses Global.
berorientasi standar proses pendidikan.
(1586074629).
Jakarta: Kencana.
Kunandar. (2013). Penilaian autentik
Schaefer, R. T. (2012). Sosiologi buku 1.
(penilaian hasil belajar peserta didik
(Terjemahan Anton Novenanto, Diah
berdasarkan kurikulum 2013). Jakarta:
tantri Dwiandani). Jakarta: Penerbit
Rajawali Pers.
Salemba Humanika.
Langer, G. M., Colton, A. B., & Goff, L.S.
Shoval, E., & Shulruf, B. (2011). Who
(2003). Collaborative analysis of student
benefits from cooperative learning
work: Improving teaching and learning.
with movement activity?. School
Virginia: Association for Supervision
Psychology International, 32(1), 58–72.
and Curriculum Development (ASCD)
Publications. Siswoyo, D. (2008). Ki Hadjar Dewantara:
peletak dasar pendidikan nasional. In
Lewin, K. (1948). Resolving social conflicts:
D. Siswoyo (Ed.), Ilmu Pendidikan (pp.
Selected papers on group dynamics. (G.

Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan


Volume 4, No 2, October 2017
156 - Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan

163-171). Yogyakarta: UNY Press. 130.


Slavin, R. E. (2009). Cooperative learning: Whitener, J. L. (2016). Using the elements
Teori, riset dan praktik (Terjemahan Lita). of cooperative learning in school band
London: Allyn dan Bacon. classes in the United States.
Stahl, R. J. (Ed.). (1994). Coopetaive learning International Journal of Music Education,
in social studies: A handbook for teachers. 34 (2) 219–233.
Menlo Park: Addison-Wesley Williams, C. A. (2013). Relative advantage
Publishing Company. and, simplicity as predictors of the
adoption of cooperative learning practices
Sugiyono. (2011). Metode penelitian
(Disertasi doktor, Welden University,
kuantitatif kualitatif dan R & D.
2013). ProQuest Dissertations &
Bandung: Alfabeta.
Theses Global. (1353672107).
Varvarigou, M. (2016). „I owe it to my
Wilson, M. L. (2014). Team-based learning.
group members… Who critically
American Journal of Clinical Pathology,
commented on my conducting‟–
142(1), 4–4.
cooperative learning in choral
conducting education. International https://doi.org/10.1309/AJCPAYGZ
Journal of Music Education, 34(1), 116– DC2ZHS7W

Volume 4, No 2, October 2017

Anda mungkin juga menyukai