Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang
sekitar 10% penduduk yang berusia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus ini cenderung untuk meningkat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, pada tahun 2030 PPOK akan jadi peyebab kematian
ketiga di dunia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 1990 penyakit PPOK menempati urutan ke-6
sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002). Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta dolar
dalam setahun untuk menanggulangi PPOK dengan jumlah penderita sebanyak 16 juta orang dan lebih
dari 100 orang meninggal dunia (Depkes RI, 2004).
Saat ini banyak pasien PPOK yang datang ke rumah sakit setelah penyakit menimbulkan dampak
lanjut. Ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga terhadap pengetahuan tentang
pencegahan dan penanganan PPOK secara cepat dan tepat sehingga dalam kondisi yang dengan tahap
lanjut pasien baru dibawa ke pelayanan kesehatan.
Menurut laporan dari rumah sakit pemerintah propinsi se-propinsi Riau yag diterima Dinas
Kesehatan Propinsi Riau didapatkan 1.814 pasien baru dan 3.986 kunjungan ulang sehingga pada tahun
2006 penderita PPOK menempati urutan ketiga setelah hipertensi dan diabetes mellitus (Profil DinKes
Propinsi Riau, 2006).
Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, maka Penulis melalui makalah ini akan membahas
tentang Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang Penulis ambil yaitu bagaimana penatalaksanaan fisioterapi
terhadap kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?

1.3 Tujuan Masalah


Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi PPOK

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh
adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini
umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (WHO,2006). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya (PDPI, 2003).
 Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
 Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

2
2.2 Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor
paparan lingkungan dan faktor host.
Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah:
1) Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko 30 kali lebih besar pada
perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK.
Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan
banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK
berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. 10% orang yang tidak
merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap
rokok) juga berisiko menderita PPOK.
2) Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika,
atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih
besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
3) Polusi udara
Pasien yang mempunyai gangguan paru akan semakin memburuk gejalanya dengan adanya
polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari asap dapur, asap pabrik, dan lain-lain.
Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1) Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang didiagnosa
PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi
α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
2) Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan kebiasaan
merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena
meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
3) Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK, misalnya defisiensi
Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan

3
bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-parulebih
besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko terhadap
berkembangnya PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak normal
karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.

2.3 Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun pada emfisema paru. Bila
sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis
kronik sesak nafas terutama disebabkan karena perubahan pada saluran pernafaasan kecil, yang
diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernafasan besar juga
berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan
lebih menyempit. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada
penderita emfisema paru dan bronchitis kronik, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan
lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat terjadi
alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi baik. sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah alveoli, tidak sama dan merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh lagi
hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. terjadi HT pulmonal,
yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor pulmonal.

4
2.4 Manifestasi klinis
1) Batuk produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang berlebihan di saluran
nafas.
2) Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik. Berhubungan dengan
menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di
udara.
3) Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi hari saja kemudian
berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya dengan pengeluaran
sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi
sputum berkurang ketika pasien berhenti merokok (GOLD,2005).
4) Mengi, Terjadi karena obstruksi saluran nafas
5) Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar hanya untuk
bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan bernafas pada saat makan sehingga
nafsu makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti
kalori yang terpakai.Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
6) Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan ventrikel kanan tidak
berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati
akan timbul edema padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga
dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites).

2.5 Problematika Fisioterapi


Permasalahan fisioterapi pada pasien ini adalah sebagai berikut :
1) Adanya sesak nafas
2) Adanya batuk dengan sputum yang sulit keluar
3) Spasme otot- otot bantu pernafasan
4) Penurunan ekspansi sangkar Thorak

5
5) Penurunan toleransi aktifitas

2.6 Modalitas Fisioterapi


1) Infra Red.
Tujuan penyinaran untuk mendapatkan relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga untuk
memperbaiki sirkulasi darah (vasodilatasi pmbuluh darah).
2) Breathing Exercise.
Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma,
memelihara elastisitas jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
3) Postural Drinage
Merupakan suatu teknik untuk mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluran nafas
yang lebih besar, dengan menggunakan pengaruh gravitasi dan pengaruh posisi pasien yang sesuai
dengan letak sputumnya. Sebelum dilakukan PD memperbanyak minum dahulu, ± 1 jam sebelum
dilakukan PD.
4) Tapotement
Tujuannya untuk memindahkan sputum ke cabang bronkus utama yang kemudian pasien disuruh
untuk batuk.
5) Batuk efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dari dalam
saluran pernafasan
6) Terapi latihan (Mobilisasi sangkar Thorak)
Latihan ini meliputi gerakan-gerakan pada trunk dan anggota gerak atas,dapat dilakukan
bersamaan dengan breathing exercise. Sehingga otot-otot pernafasan dan otot bantunya yang
mengalami ketegangan akan menjadi rilex

2.7 Edukasi
Secara umum, pasien diberikan edukasi berupa, yaitu:
1. Pasien dianjurkan melanjutkan latihan nafas sendiri di rumah,
2. Istirahat jika terjadi keluhan sesak nafas / nyeri dada saat sedang aktifitas,
3. Pakai jaket bila udara dingin,
4. Meminum air putih banyak dan hangat,

6
5. Menghindari asap rokok dan polusi,
6.Pasien diminta untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit :


Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah

7
BAB III
CONTOH STATUS KLINIS

A. Keterangan Umum Penderita


Nama : N.R
Umur : 78 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Jl. Purwodadi

B. Segi Fisioterapi
1. Anamesis (Auto)
a) Keluhan Utama : Adanya Sesak nafas, Batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan
b) Tempat keluhan : Pada dada pasien
c) Waktu/Onset : Malam hari dan cuaca dingin
d) Penyebab keluhan : Tidak jelas penyebabnya, tapi saat masih bekerja pasien sering
mengendarai sepeda motor.
e) Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan :
Faktor yang memperberat: saat pasien melakukan aktivitas yang berat seperti mengangkat
barang, cuaca dingin, dan jalan jauh.
Faktor yang memperingan: saat diistirahatkan pasien merasakan nyaman.
f) Riwayat pengobatan :
± 3 Tahun yang lalu pasien periksa di dokter spesialis penyakit dalam RSUD Puri Husada dengan
keluhan sesak napas dan batuk-batuk. Pasien diberikan obat-obatan inhalasi. Pasien
mengkonsumsi obat selama 1 minggu. Setelah itu, batuk hilang sementara dan tak lama kemudian
kambuh lagi. Lalu, pasien ke rumah sakit lagi dan diperiksa. Lalu, pasien dirujuk ke fisioterapi.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-Tanda Vital :
1.Tekanan darah : 100/70 mmHg
2.Denyut nadi : 72 x / menit

8
3.Pernapasan : 22 x / menit
4.Suhu : Normal
b) Inspeksi :
- Statis : wajah pasien sedikit pucat, pasien tampak tenang, postur sedikit kyposis.
- Dynamis : pola napas abdominal, saat berjalan pasien terlihat sedkit khyposis, base tungkai
lebar.
c) Palpasi :
- Suhu pada dada dan punggung sama dengan suhu daerah lainnya.
- Spasme pada otot pembantu pernafasan, terutama Upper trapezius, sternocleidomastoideus dan
pectoralis mayor dan minor
d) Auskultasi :
- Wheezing (+)
- Ronchi (+) (paru kiri,lobus bawah, segmen lateral)
e) Gerakan Dasar :
- Gerak Aktif :
Pasien mampu melakukan gerakan respiratif yaitut inspirasi dan ekspirasi.
Rongga dada pasien mampu mengembang dan mengempis saat bernafas, namun kurang
maksimal karena sesak nafas dan adanya spasme otot bantu pernafasan.
- Gerak Pasif : Tidak dilakukan
- Gerak Isometrik Melawan Tahanan : Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Spesifik (Ft D)
a) Antropometri Sangkar Thorax
Titik pengukuran Inspirasi Exspirasi selisih
Axilla 77 cm 76 cm 1 cm
Costa 4-5 75 cm 73 cm 2 cm
Xyphoideus 70 cm 68 cm 2 cm

b) Spirometri
Parameter Measured Pre # 1 % Pred
FVC 1.76 2.86 62
FEV1 1.48 2.19 68

9
FEV1/FVC 84.1 7.3 131

c) Skala Borg nilai 3 (sedang)


Sesak Nafas Keterangan
0 Tidak ada
0,5 sangat sangat ringan
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 maksimal

d) Auskultasi
(1) Wheezing (+)
(2) Ronchi (+), (Paru Kiri Lobus bawah segmen lateral Basal)
e) Pola pernapasan : Pernapasan Diafragma
4. Diagnosis Fisioterapi
a) Impairment :
(1) Adanya keluhan sesak nafas
(2) Adanya batuk disertai dahak sulit keluar
(3) Adanya spasme otot pernapasan
(4) Penurunan Expansi Thorak
b) Fungsional limitation :
Toleransi aktivitas fungsional menurun karena pasien mengalami sesak nafas
5. Program / Rencana Fisioterapi
a) Tujuan Fisioterapi
(1) Jangka pendek :
- Mengurangi sesak nafas

10
- Membantu mengeluarkan sputum
- Mengurangi spasme otot bantu pernpasan
- Meningkatkan ekspansi sangkar thorak
- Membantu mengeluarkan sputum
(2) Jangka panjang :
- Melanjutkan program jangka pendek
- Meningkatkan aktivitas fungsional
b) Modalitas Fisioterapi
1. Infra Red.
Tujuan penyinaran untuk mendapatkan relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga untuk
memperbaiki sirkulasi darah (fasodilatasi pmbuluh darah).
2. Breathing Exercise.
Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma, memelihara
elastisitas jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
3. Postural Drinage
Merupakan suatu teknik untuk mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluran nafas
yang lebih besar, dengan menggunakan pengaruh gravitasi dan pengaruh posisi pasien yang
sesuai dengan letak sputumnya. Sebelum dilakukan PD memperbanyak minum dahulu, ± 1 jam
sebelum dilakukan PD.
4. Tapotement
Tujuannya untuk memindahkan sputum ke cabang bronkus utama yang kemudian pasien disuruh
untuk batuk.
5. Batuk efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dari dalam
saluran pernafasan
6. Terapi latihan (Mobilisasi sangkar Thorak)
Latihan ini meliputi gerakan-gerakan pada trunk dan anggota gerak atas,dapat dilakukan
bersamaan dengan breathing exercise. Sehingga otot-otot pernafasan dan otot bantunya yang
mengalami ketegangan akan menjadi rileks.
c) Edukasi :
1. Pasien di anjurkan melanjutkan latihan nafas sendiri di rumah,

11
2. Istirahat jika terjadi keluhan sesak nafas / nyeri dada saat sedang aktifitas,
3. Pakai jaket bila udara dingin,
4. Meminum air putih banyak dan hangat,
5. menghindari asap rokok dan polusi,
6. pasien diminta untuk menjaga kebersihan lingkungan.
d) Rencana Evaluasi :
1. Expansi Sangkar Thorax Dengan Antopometri
2. Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg
3. Uji Faal Paru Dengan Spirometri
4. Auskultasi dengan Stethoscope

C. Pelaksanaan Fisioterapi :
1) Infra Merah
Persiapan Alat : Siapkan alat kemudian cek keadaan lampu, cek kabel, ada yang terkelupas atau
tidak.
Persiapan Pasien : Posisikan pasien senyaman mungkin, bebaskan area yang akan diterapi dari
kain atau pakaian, sebelum diterapi kulit harus kering dan dilakukan tes sensibilitas terlebih dahulu
serta berikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi mengenai apa yang akan dirasakan dan
apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi.
Pelaksanaan : Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar infra merah dapat menjangkau
daerah dada dan punggung dengan jarak 30-45 cm. Posisi lampu sinar infra merah tegak lurus
daerah yang akan diterapi. Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian atur waktu 10- 15
menit. Selama proses terapi berlangsung fisioterapi harus mengontrol rasa hangat yang diterima
pasien, jika selama pengobatan rasa nyeri, pusing, ketegangan otot meningkat. Dosis harus
dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit menjauhkan sinar infra merah. Hal ini
berkaitan dengan adanya over dosis. Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan
seperti semula.
2) Breathing Excercise
Persiapan Pasien : pasien rileks, pasien duduk ditepi Bed
Pelaksanaan : Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas panjang melalui hidung dan
mengeluarkannya secara pelan- pelan melalui mulut pengulangan 2-5 kali.

12
3) Postural Drinage dan Tapotemen
Persiapan Alat : Bantal
Persiapan Pasien : Pasien pada posisi gravitasi untuk memudahkan pengeluaran sekret yaitu
miring kekanan sedikit diganjal bantal bagian samping perut.
Pelaksanaan : Terapis melakukan tapotement pada daerah lateral costa kiri pasien dengan posisi
tangan membentuk arcus gerakan fleksi ekstensi. Latihan dihentikan bila ada keluhan dari pasien
seperti nyeri dada dan jantung berdebar.
4) Mobilisasi Sangkat Torak
Persiapan Pasien : Pasien tidur telentang
Pelaksanaan : Pasien diberi contoh oleh
Terapis kemudian disuruh untuk mengulanginya, pasin disuruh ambil nafas panjang melalui hidung
bersamaan dengan itu pasien menggerakkan kedua lengannya keatas, kemudian disuruh untuk
menghembuskannya secara pelan-pelan melalui mulut sambil kedua tangannya diturunkan. Ulangi
1-8 kali.
5) Batuk Efektif
Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk ditepi bed
Pelaksanaan : Tarik nafas pelan & dalam dengan pernafasan diafragma, Tahan nafas 2 detik
atau hitung sampai 2 hitungan Batukkan 2 kali dengan mulut sedikit terbuka. Batuk pertama akan
melepaskan secret atau mucus dari tempatnya dan batuk kedua akan mendorong keluar
mucus tersebut. Batuk yang efektif adalah yang bersuara “hollow “. Sebagian penderita harus
didorong untuk berani batuk. Sugesti dapat diberikan dengan cara terapis batuk mendahului
penderita.

D. Evaluasi
1) Expansi Sangkar Thorax Dengan Antopometri
Titik pengukuran Inspirasi Exspirasi selisih
Axilla 78 cm 76 cm 2 cm
Costa 4-5 76 cm 73 cm 3 cm
Xyphoideus 71 cm 68 cm 3 cm

2) Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg

13
Sesak Nafas Keterangan
0 Tidak ada
0,5 sangat sangat ringan
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 maksimal

3) Uji Faal Paru Dengan Spirometri (Tidak dilakukan)


4) Auskultasi dengan Stethoscope (Bunyi Ronchi berkurang)

E. HASIL TERAPI
Untuk kesimpulan pasien atas nama I.S umur 72 tahun drngan diagnose PPOK dengan keluhan sesak
dan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan mempunyai beberapa permasalahan antara lain adanya sesak
nafas, dahak yang sulit keluar, adanya spasme pada otot bantu pernafasan dan dan penurunan ekspansi
sangkar thorak yang akhirnya menggangu aktivitas fungsional sehari- hari. Maka didapatkan hasil:
1. Infra Merah, Mekanisme Infra Merah menghasilkan Efek thermal kemudian terjadi vasodilatasi
pembuluh darah maka akan membuat rileksasi otot-otot bantu pernafasan menjadi baik dan sesak nafas
berkurang
2. Postural Drinage, Tapotement, Breathing Exercise,Batuk efektip, Latihan Mobilisasi Sangkar
Thorak. Adanya sputum dalam saluran pernafasan yang sulit keluar dan penurunan ekspansi sangkar
thoraxs, dengan postural drinage maka akan mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluaran
nafas yang lebih besar kemudian lakukan tapotement untuk memindahkan sputum ke bronkus utama
setelah itu berikan breathing excercise dan pasien disuruh batuk untuk mengeluarkan benda asing atau
sputum dalam saluran nafas dan instruksikan kepada pasien untuk mengerakan anggota gerak atas
kombinasikan dengan Breathing excercise maka ekspansi sangkar thorax akan bertambah.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh
adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini
umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya.
Dari proses pelaksanaan fisioterapi bahwa dalam mengurangi spasme, mengeluarkan sputum dan
menambah ekspansi sangkar Thorak dapat dilakukan dengan:
1. Infra Merah, Mekanisme Infra Merah menghasilkan Efek thermal kemudian terjadi vasodilatasi
pembuluh darah maka akan membuat rileksasi otot-otot bantu pernafasan menjadi baik dan sesak nafas
berkurang.
2. Postural Drinage, Tapotement, Breathing Exercise,Batuk efektip, Latihan Mobilisasi Sangkar Thorak.
Adanya sputum dalam saluran pernafasan yang sulit keluar dan penurunan ekspansi sangkar thoraxs,
dengan postural drinage maka akan mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluaran nafas
yang lebih besar kemudian lakukan tapotement untuk memindahkan sputum ke bronkus utama setelah itu
berikan breathing excercise dan pasien disuruh batuk untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dalam
saluran nafas dan instruksikan kepada pasien untuk mengerakan anggota gerak atas kombinasikan
dengan Breathing excercise maka ekspansi sangkar thorax akan bertambah.

3.2 Saran
1. Fisioterapi
a) Harus memahami dan mengerti tentang fisiologi pernapasan, sehingga mendapatkan hasil
yang maximal dalam pemeriksaan dan pengobatan
b) Dalam memberikan latihan sebaiknya dilakukan scara bertahap sesuai dengan toleransi
pasien.
c) Menambah pengetahuan agar dapat mengikuti perkembangan fisioterapi dan mempunyai pola
fikir yang baik dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
2. Pasien

15
a) Hendaknya pasien mau bekerja sama dengan terapis yaitu mau menghindari hal-hal yang
dapat memperparah kondisi.
b) Apabila dalam melakukan aktivitas merasa sesak nafas maka pasien segera untuk istirahat.
c) Hendaknya pasien menghindari asap rokok atau merokok dan debu yang dapat menimbulkan
sesak.
3. Keluarga
a) Menyarankan agar selalu memberikan dukungan mental kepada penderita, sehingga penderita
mempunyai semangat dalam melakukan latihan dan pengobatan.
b) Menganjurkan untuk menjaga kebersihan lingkungan setempat dari polusi
c) Keluarga sebaiknya mengawasi semua aktivitas pasien agar tidak terjadi sesak nafas saat
beraktivitas.
4. Masyarakat
a) Menyarankan kepada masyarakat untuk segera mungkin berobat jika terjadi keluhan seperti
masalah diatas.
b) Menyarankan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tidak menimbulkan polusi
udara.

16
DAFTAR PUSTAKA

PDPI., Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Indonesia,
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-isi2.html, diakses pada tanggal
16 November 2013.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2005. Pocket Guide to COPD
Diagnosis, Management, and Prevention. Dari http//www.goldcopd.org. diambil November 2013

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa:
Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

WHO. 2006, COPD: Diagnosis and Classification of severity, diambil dari


http://www.who.int/entity/respiratory/copd/en. tanggal 16 November 2013

17

Anda mungkin juga menyukai