Anda di halaman 1dari 5

1.

Latar belakang Green Chemistry


Green Chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah
produk ataupun proses yang mengurangi ataupun mengeliminir penggunaan dan penghasilan zat-
zat (substansi) berbahaya sehingga ramah lingkungan.

Istilah Green Chemistry pertama kali digunakan pada tahun 1991 oleh P. T Anastas
dalam program khusus yang diluncurkan oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika
Serikat untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dalam teknologi kimia dan kimia oleh
industri, akademisi dan pemerintah. Pada tahun 1995 penghargaan tahunan Presidentil Green
Chemistry Challenge Chemistry AS diumumkan. Penghargaan serupa segera diadakan di negara-
negara Eropa. Pada tahun 1996 Working Party on Green Chemistry, bertindak dalam kerangka
kerja International Union of Applied and Pure Chemistry (IUPAC). Satu tahun kemudian, Green
Chemistry Institute (GCI) dibentuk dengan cabang di 20 negara untuk memfasilitasi kontak
antara lembaga pemerintah dan perusahaan industri dengan universitas dan lembaga penelitian
untuk merancang dan mengimplementasikan teknologi baru. Konferensi pertama yang menyoroti
Green Chemistry diadakan di Washington pada tahun 1997. Sejak saat itu konferensi ilmiah
serupa juga diselenggarakan secara rutin. Buku-buku pertama dan jurnal tentang masalah Green
Chemistry diperkenalkan pada 1990-an, seperti Journal of Clean Processes and Products
(Springer-Verlag) and Green Chemistry yang disponsori oleh Royal Society of Chemistry. Jurnal
lainnya seperti Environmental Science and Technology dan the Journal of Chemical Education,
memiliki bagian khusus yang membahas Green Chemistry.

Konsep Green Chemistry itu sendiri berasal dari Kimia Organik, Kimia Anorganik,
Biokimia, dan Kima Analitik. Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi
pada sektor industri. Green Chemistry berbeda dengan Environmental Chemistry (Kimia
Lingkungan). Perbedaannya adalah sebagai berikut. Green Chemistry lebih berfokus pada usaha
untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan memaksimalkan efisiensi dari
penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan Environmental Chemistry lebih menekankan
pada fenomena lingkungan yang telah tercemar oleh substansi-substansi kimia.

Alasan utama dan tak bisa dibantah lagi karena hampir semua aspek dalam kehidupan
sehari–hari berkaitan dengan produk kimia. Kedua perkembangan produk kimia telah
menimbulkan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan bahkan efek-efek lain yang belum
diketahui. Salah satu contoh adalah pemakaian pestisida DDT. Mendorong pencegahan terhadap
polusi mulai dari tingkat molekuler melalui desain sintesis dan mendukung lebih lanjut
penemuan proses kimia yang lebih ramah lingkungan yang tidak hanya dapat mengurangi sisa
bahan beracun tapi menghilangkan sama sekali subtansi-substansi yang berpotensi racun dan
berbahaya.

Menurut Ryoji Noyori, peraih hadiah Nobel Kimia pada tahun 2001, terdapat 3 kunci
perkembangan Green Chemistry. Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai
pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan
penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis). Tinjauan beberapa sektor diatas
sebagai berikut:
1) Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid
phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur
31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam
industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki tidak
memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan
stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.
2) Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses
pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu
senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan
radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan
Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan
residu yang berbahaya. Selain itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).
3) Sintesis kiral (chiral synthesis), adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu
senyawa dengan elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis
kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). Pada intinya, teknik yang
dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K. Barry Sharpless ini menunjukkan
bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara
singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri
farmasi/obat-obatan.

2. Prinsip Green Chemistry


Paul Anastas Bapak Green Chemistry bersama John C.Warner telah mengembangkan 12
prinsip Green Chemistry yang dapat menterjemahkan teori menjadi tindakan. Adapun 12 prinsip
yang dijadikan pedoman untuk kampanye gerakan Green Chemistry ini adalah:
1) Prevention (Mencegah limbah): Mendesain sintesa kimiawi untuk mencegah limbah, daripada
mengolah atau membersihkan limbah.
2) Atom Economy (Memaksimalkan ekonomi atom): Mendesain sintesa agar produk akhir
mengandung proporsi maksimum dari materi awal yang digunakan. Kalau ada atom yang
terbuang, sebaiknya hanya sedikit.
3) Less Hazardous Chemical Syntheses (Mendesain sintesis kimia yang tak berbahaya):
Mendesain sintesa untuk digunakan dan menghasilkan zat kimia yang tidak atau hanya sedikit
menjadi racun bagi manusia dan lingkungannya atau mengurangi bahaya bahan kimia.
4) Designing Safer Chemicals (Mendesain zat kimiawi dan produk kimiawi yang aman):
Mendesain sintesa untuk digunakan dan menghasilkan zat kimia yang aman.
5) Safer solvents and Auxiliaries (Gunakan pelarut dan kondisi reaksi yang aman): Hindari
penggunaan pelarut, agen pemisahan, atau pelengkap kimia lain yang berbahaya.
6) Design for energy efficiency (Tingkatkan efisiensi energi): reaksi kimia dilakukan pada suhu
dan tekanan yang sesuai dengan lingkungan agar energy yang diperlukan dalam prosesnya lebih
sedikit.
7) Use of Renewable Feedstocks (Menggunakan bahan baku yang bisa diperbarui):
Menggunakan material dan bahan baku yang bisa diperbarui dari pada yang tidak bisa
diperbarui. Bahan baku yang bisa diperbarui biasanya dibuat dari produk agrikultur atau
merupakan limbah dari proses, sedangkan bahan baku yang tidak bisa diperbarui berasal dari
fosil atau merupakan hasil tambang.
8) Reduce Derivatives (Menghindari turunan senyawa kimia) : Menghindari penggunaan
senyawa derivative jika memungkinkan. Senyawa derivative menggunakan bahan reaksi
tambahan dan menghasilkan limbah.
9) Catalysis (Menggunakan pengkatalis): Meminimalkan limbah dengan reaksi katalik.
10) Design for Degradation (Mendesain zat kimia dan produk yang dapat terurai setelah
digunakan): Mendesain produk kimiawi yang terurai ke dalam zat yang tidak berbahaya setelah
digunakan supaya tidak terakumulasi dalam lingkungan.
11) Real-time analysis for Pollution Prevention (Menganalisa dalam waktu sesungguhnya
untuk mencegah polusi): Melakukan pemantauan dan pengontrolan waktu sesunggunya selama
sintesis berlangsung untuk meminimalkan atau menghilangkan pembentukan limbah.
12) Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention (Meminimalkan potensi terjadinya
kecelekaan): Mendesain zat kimia dan bentuknya untuk meminimalkan potensi terjadinya
kecelakaan kimiawi termasuk ledakan, kebakaran, dan pelepasan ke dalam lingkungan.

Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin
berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini.
Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam
mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, diberikan penghargaan
The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang
dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini,
dilakukan dengan satu tujuan yaitu untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.

Integrasi Kurikulum Keluarga Menurut nasution (2008), integrasi merupakan perpaduan,


kordinasi, harmonisasi, kebulatan keseluruhan. Integrasi kurikulum meniadakan batas-batas
antara berbagai mata pelajaran yang menyajikan bahan ajar dalam bentuk unit atau keseluruhan.
Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang
integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya yaitu keluaga dan lingkungan. Dalam skup
masyarakat kecil yaitu keluarga, seorang anak tumbuh dan berkembang pada tanggung jawab
orang tua. Pentingnya peran keluarga dalam pendidikan, dibutuhkan peran orang tua yang sangat
kompleks, artinya orang tua tidak hanya berkewajiban mencarikan nafkah dan biaya pendidikan
bagi anak, melainkan orang tua harus bisa mendidik, mengontrol dan mampu melihat
perkembangan anaknya. Integrasi kurikulum keluarga dapat diwujudkan dengan intensifnya
komunikasi dan tidak terputusnya komunikasi orang tua dengan sekolah, yaitu contohnya orang
tua selalu menghadiri pertemuan yang membahas perkembangan dan prestasi belajar anak dan
tentang kurikulum yang ada disekolah, selain hal tersebut orang tua harus mampu
mengembangkan dan membiasakan anak ketika dirumah agar menerapkan apa yang sudah
dipelajari disekolah. Misalnya disekolah diajarkan tentang sholat wajib lima waktu, maka ketika
dirumah orang tua harus mengembangkan materi tersebut dan mempraktekkan serta memberi
contoh agar anak dapat melaksanakan sholat dengan baik. Pemahaman dan penerapan tanggung
jawab individu maupun tanggung jawab sosial terhadap anak, sangat penting di biasakan sejak
dini yaitu dengan tahapan perkembangan tanggung jawab anak seiring dengan
perkembangannya. Misalnya, membiasakan anak yang sudah umur tiga tahun untuk memakai
baju sendiri,anak yang sudah TK sudah bisa mandi dan makan sendiri tanpa di suapin dan
seterusnya. Mengingat pentingnya integrasi kurikulum pendidikan keluarga, maka sudah
sepatutnya setiap keluarga memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Tidak cukup melepas
begitu saja pendidikan anak-anaknya hanya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal. Kalau
banyak orang tua berkelit merasa tidak bisa mendidik,patut menjadi pertanyaan, seharusnya
mendidik anak adalah naluri setiap orang tua, adapun pengetahuan dan ketrampilan, bisa
ditambah melalui sumber dan pelatihan-pelatihan. Dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan
orang tua dalam mendidik anak, Pemerintah dalam hal ini harus hadir, pemerintah harus
memberikan sosialisasi,pelatihan-pelatihan terhadap orang tua anak, agar dapat mendidik dan
membina anak-anaknya dikeluarga dengan baik.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mashur45/integrasi-kurikulum-pendidikan-
keluarga_5755b424377b613f092e4bda
http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Pustaka/TampilanBukuRoadmap-
pendidikankeluarga-okkbgt%2017okt.pdf

Anda mungkin juga menyukai