A. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja), dengan tinja berbentuk cair atau
setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat (Markum, 2008). Menurut
WHO (2014), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari dan diare terbagi
2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis.
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekwensi defekasi
(lebih dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g per hari) dan
perubahan konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).
B. ETIOLOGI
Etilogi diare menurut Brunner&Suddart (2014):
a. Faktor infeksi : Bakteri (Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
b. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-
anak).
c. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
d. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran
dimasak kutang matang.
e. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
f. Medikasi tertentu, formula untuk pemberian makanan melalui selang, gangguang
metabolisme dan endokrin, deficit sfingter anal, sindrom Zollinger-Ellison, ileus
paralitik, AIDS, dan obstruksi usus.
C. KLASIFIKASI
Diare diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Diare Akut
Diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam
sampai 7 atau 14 hari.
b. Diare Kronik
Diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang
dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.
Diare kronik dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Diare osmotik : Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akibat adanya
malabsorpsi karbohidrat, lemak, atau protein
2) Diare sekretorik : Terdapat gangguan transport akibat adanya perbedaan
osmotik dengan mukosa yang besar.
3) Diare inflamasi : Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai
dengan peradangan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis diare menurut Brunner&Suddart (2014):
a. Peningkatan frekwensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses
b. Kram abdomen, distensi, gemuruh di usus (borborigmus), anoreksia dan rasa haus,
kontraksi anus dan nyeri serta mengejan yang tidak efektif (tenemus) setiap kali
defekasi.
c. Feses cair, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil
d. Feses semi padat, lunak yang disebakan oleh gangguan pada usus besar
e. Terdapat lender, darah, dan nanah dalam feses, yang menunjukan kolitis atau
inflamasi
f. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis insufisiensi
pancreas dan diare nokturnal, yang merupakan manifestasi neuropatik diabetic
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
F. PATHWAYS
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
- feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
- AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis menurut Brunner&Suddart (2014):
a. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala,
mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit penyebab
b. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi) dan
antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)), defiknosilit (limotil)
dapat mengurangi tingkat keparahan diare.
c. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat diprogramkan
d. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau diare
tergolong berat
e. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat muda
atau pasien lansia.
f. Terapi obat menurut Markum (2008):
- obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
- obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
- antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada
umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
C. INTERVENSI
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40
x/mnt )
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
- Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Rasional: Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Rasional: koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
EVALUASI:
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
), turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, dan
konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
IMPLEMENTASI:
EVALUASI:
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C), Tidak terdapat
tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa).
Intervensi :
IMPLEMENTASI:
EVALUASI:
- suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C), Tidak terdapat tanda infeksi (rubur,
dolor, kalor, tumor, fungtio leasa).
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit
tidak terganggu dengan criteria hasil: Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet,
kebersihan terjaga dan keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal
dengan baik dan benar.
Intervensi :
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
Rasional: Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
Rasional: Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .
IMPLEMENTASI:
EVALUASI:
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga dan keluarga mampu
mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Intervensi :
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
Rasional: menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
5) Rasional: Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
DAFTAR PUSTAKA