Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENGARUH PERATURAN GANJIL GENAP


TERHADAP KUALITAS UDARA DENGAN
PARAMETER CO, PM 2,5 DAN PM 10

Oleh :
Hamasah Ibrahim

NIM :
082001600032

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri disertai dengan
melonjaknya produksi kendaraan, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas
yang merupakan salah satu sumber pencemar udara yang paling dominan untuk
daerah perkotaan seperti DKI Jakarta, sehingga mengalami penurunan kualitas
udara yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, disertai kemajuan dibidang
teknologi dan ekonomi akan melahirkan industri dan sistem transportasi modern.
Di daerah industri biasanya terdapat permukiman penduduk yang padat dan
kesibukan berbagai transportasi, semuanya berpotensi mengakibatkan pencemaran
udara. Sektor transportasi ternyata merupakan sektor terbesar yang menggunakan
BBM dimana peningkatan pemakaiannya seimbang dengan semakin banyaknya
kendaraan bermotor yang menyebabkan tingginya emisi zat pencemar disektor lalu
lintas di daerah perkotaan.
Provinsi DKI Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia. Menurut data dari
https://jakarta.bps.go.id pada tahun 2017 jumlah penduduk berkisar 10.374.235 juta
dan pada pagi/siang hari bisa melebihi dari 11 juta penduduk. Perbedaan penduduk
DKI Jakarta pada siang dan malam hari dapat berbeda karena banyaknya migrasi
penduduk dari kota-kota sekitar jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi (BODETABEK). Kegiatan migrasi yang dilakukan oleh warga yang tinggal
diwilayah BODETABEK seperti bekerja, bersekolah, berwisatan dan lain-lain.
Dengan masuknya para pekerja, pelajar, dan para penduduk dari wilayah
BODETABEK membuat volume kendaraan yang melintasi jakarta pun meningkat.
Dengan meningkatnya volume kendaraan yang ada di DKI Jakarta akan
mengakibatkan kemacetan dan meningkatnya emisi gas buang kendaraan bermotor.
Secara tidak langsung kemacetan merupakan aktivitas keseharian bagi pengguna

1
jalan salah satunya Jalan Sisingamangaraja hingga Jalan Merdeka Barat dan Jalan
Gatot Subroto terutama pada saat jam masuk kerja yaitu pukul 07.00-10.00 dan
pukul 16.00-20.00 yang merupakan jam pulang kantor. Dengan adanya kemacetan
tersebut daapt menimbulkan emisi kendaraan bermotor yang sangat buruk bagi
kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta untuk
mengurangi emisi kendaraan bermotor dan kemacetan di jalan tersebut seperti
membuat kebijakan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap. Kebijakan
pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap atau dikenal kebijakan ganjil-
genap merupakan kelanjutan manajemen rekayasa lalulintas yang ditetapkan
melalui Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 164 Tahun 2016.
Dengan adanya kebijakan ganjil-genap terhadap kendaraan bermotor yang
terdapat dibeberapa lokasi diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan
menurunkan emisi kendaraan bermotor. Namun dengan kondisi eksisting saat ini
kebijakan pembatasan kendaraan bermotor ganjil-genap yang diharapkan dapat
menekan angka kemacetan, tampaknya belum berjalan sesuai dengan harapan.
Masih terjadinya kemacetan disepanjang koridor jalan yang diberlakukan
pembatasan lalu lintas ganjil-genap sehingga dapat menimbulkan serta
meningkatnya emisi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Selanjutnya Pemda
DKI Jakarta memperluas area ganjil-genap dengan menerbitkan Peraturan
Gubernur Nomor 155 Tahun 2018 tentang pembatasan lalu lintas dengan sistem
ganjil-genap. Dengan adanya perluasan area ganjil-genap seberapa besar penurunan
emisi di DKI Jakarta khususnya area penerapan ganjil-genap tersebut, maka perlu
dilakukan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan perluasan
ganjil-genap tersebut dalam menurunkan pencemaran udara. Dalam penelitian ini
menggunakan alat Particle Counter HT 9600 untuk mengukur PM2,5 dan PM10 dan
GasAlert MicroClip XL BWTechnologies by Honeywell untuk mengukur konsentrasi
CO dimana parameter tersebut sangat berbahaya sehingga perlu dilakukan
pengukuran yang akan dilakukan dibeberapa titik pada area ganjil-genap.

2
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis konsentrasi CO dan NO2
pada parkir basement Mall X di Jakarta Barat dan potensi dampaknya terhadap
pekerja. Tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Mengukur kualitas udara di beberapa lokasi Ganjil Genap dengan parameter
PM2,5, PM10, dan CO.
2 Mengetahui pengaruh faktor-faktor lain seperti (suhu, kelembaban udara,
ventilasi dan jumlah kendaraan terhadap konsentrasi PM2,5, PM10, dan CO
di beberapa lokasi Ganjil Genap yang telah ditentukan.
3 Membandingkan nilai kosentrasi PM2,5, PM10, dan CO dengan baku mutu
dari Peraturan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001
Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat
Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.
4 Mengetahui dampak dari parameter PM2,5, PM10, dan CO terhadap
kesehatan pekerja.
5 Memberikan rekomendasi pengelolaan dapat berupa usaha pencegahan
sumber pencemar atau usaha pengendalian sumber pencemar

1.3 Ruang Lingkup


Untuk menjaga penelitan agar lebih terarah dan fokus, penulis membuat
batasan-batasan masalah berupa ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup untuk
penelitian ini antara lain:
1. Objek penelitian adalah area lokasi penerapan peraturan Ganjil Genap di
DKI Jakarta.
2. Parameter pencemaran udara yang diteliti hanya Karbon Monoksida (CO),
PM2,5, dan PM10,
3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur Particle Counter HT
9600 untuk mengukur PM2,5 dan PM10 dan GasAlert MicroClip XL BWTechnologies by
Honeywell untuk mengukur konsentrasi CO pada beberapa lokasi Ganjil Genap
yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan setiap hari selama dua minggu.
4. Baku mutu udara ambien yang digunakan adalah Peraturan Keputusan

3
Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu
Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.
5. Penelitian dilakukan di 5 titik area Ganjil Genap yang berlokasi di Jalan
M.H Thamrin sebagai titik 1, Jalan S. Parman sebagai titik 2, Jalan Jenderal
Sudirman sebagai titik 3, Jalan H.R Rusuna Said sebagai titik 4 dan Jalan
Gunung Sahari sebagai titik 5.
6. Potensi dampak akibat emisi kendaraan bermotor yang diteliti pada pekerja
yang bekerja di area Ganjil Genap.

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pencemaran Udara


Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Menurut Sumantri (2013), pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh
sumbersumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik
seperti polusi suara, panas, radiasi, atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi
udara.
Menurut Indrayani (2018) Kegiatan manusia secara langsung atau tidak
langsung maupun akibat proses alam menyebabkan kualitas udara turun sampai ke
tingkat tertentu sehingga menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Semakin meningkatnya pertumbuhan suatu
kota beriringan dengan meningkatnya kegiatan manusia dan bertambahnya jumlah
kendaraan di perkotaan maka mengakibatkan komposisi udara ambien mengalami
perubahan kualitas. Terjadinya penurunan kualitas udara diakibatkan kendaraan
bermotor di jalan yang padat. Akibat penurunan kualitas tersebut dapat
mengganggu dan membahayakan lingkungan sekitar terutama manusia, hewan
serta tumbuhan

3.2 Emisi Kendaraan Bermotor


Parameter yang akan diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak beraroma, dan
mempunyai rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu diatas -192ºC. Tidak
mudah larut dalam air perbandingan berat terhadap udara (1 atm ºC) 0.967 didalam
udara. Berdasarkan sifatnya yang tidak berbau, gas karbon monoksia (CO) biasanya

5
bercampur dengan gas-gas lain sehingga gas karbon monoksida (CO) dapat terhirup
secara tidak disadari bersamaan dengan terhirupnya gas lain yang berbau. Sifat gas
karbon monoksida (CO) adalah beracun karena gas karbon monoksia (CO) yang
terhirup akan bergabung dengan hemoglobin menjadi karboksihemoglobin (COHb)
yang menghalangi oksigen masuk dalam aliran darah (Arifin dan Sukoco, 2009).
Karbon ini berbentuk gas methan yang dapat menyebabkan leukimia dan
kanker. CO merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat pembakaran
yang tidak sempurna dalam proses kerja motor, CO diukur dalam satuan % volume.
Kendaraan pada saat beroperasi akan mengalami proses pembakaran. Pembakaran
sering terjadi tidak sempurna, sehingga akan menghasilkan polutan. Semakin besar
persentase ketidak sempurnaan pembakaran, akan semakin besar polutan yang
dihasilkan. Karbon monoksida dan asap kendaraan bermotor terjadi karena
pembakarannya tidak sempurna yang disebabkan kurangnya jumlah udara dalam
campuran yang masuk ke ruang bakar atau bisa juga karena kurangnya waktu yang
tersedia untuk menyelesaikan pembakaran (Jayanti, 2014).
Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di berbagai
perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta
disebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan bakar
solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari rasio
kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar
mesin diesel (WHO, 2006).
Menurut Sarifuddin dkk (2016) sumber gas karbon monoksida (CO) adalah
hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar minyak bumi. Bahan bakar
minyak bumi misalnya adalah bensin. Bensin merupakan bahan bakar kendaraan
bermotor yang banyak digunakan oleh masyarakat di kota-kota besar. Pembakaran
bensin yang terjadi di mesin kendaraan bermotor menghasilkan pembakaran tidak
sempurna dengan reaksi sebagai berikut :

2 C8H18(g) + 17 O2 (g) → 16 CO (g) + 18 H2O (g)

Sumber penghasil gas karbon monoksida selain dari bensin kendaraan


bermotor, pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan gas karbon monoksida

6
yaitu pembakaran sampah, pembakaran tidak sempurna yang terjadi pada proses
industri, kegiatan rumah tangga, letusan gunung berapi dan kebakaran hutan (Arifin
dan Sukoco, 2009)

PM2,5 dan PM10


Beberapa PM2.5 dilepaskan langsung ke atmosfer dari cerobong asap industri
dan kendaraan bermotor, tetapi persentase yang besar yang terbentuk di atmosfer
dari polutan lain seperti SO2, NOx dan VOC memproduksi partikulat sekunder.
Sumber tersebut polutan lainnya telah disebutkan dalam bagian lain. Senyawa ini
cenderung untuk menggabungkan untuk membentuk partikel dalam kondisi
atmosfer tertentu (Seinfeld 1986).
Sementara beberapa PM10 dihasilkan secara alami oleh semprotan garam laut,
angin dan gelombang erosi, debu vulkanik, tanah tertiup angin dan mikro-
organisme, mereka juga dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti konstruksi,
pembongkaran, pertambangan, debu jalan, keausan ban dan grinding proses tanah,
batu, atau logam. Banyak sumber, terutama sumber-sumber alam PM baik, tidak
baik ditandai (Ontario Kementerian Lingkungan Hidup 1999)

Total Suspended Partikulat (TSP) merupakan partikel atau aerosol <100 µm


partikel kasar tersaring dalam sistem pernafasan atas. PM10 partikel halus
berdiameter hingga 10µm dapat masuk kedalam sistem pernafasan, PM2,5 partikel
sangat halus dibawah 2,5µm yang dapat masuk ke dalam jaringan dalam paru-paru
sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti ISPA, gejala anemia,
penyakit jantung, hambatan dalam pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh yang
lemah, gejala autis, kanker paru-paru, bahkan kematian dini (Mukhtar,2012).

Temperature
Temperatur udara merupakan unsur iklim yang sangat penting dalam
mempengaruhi difusi dan transformasi zat pencemar di udara. Temperatur juga
dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara sesuai dengan kondisi cuaca.
Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi

7
pencemar semakin rendah. Temperatur udara biasanya diukur dengan
menggunakan thermometer air raksa. Temperatur udara diukur dalam derajat
Celcius, Fahrenheit, Reaumur, dan Kelvin. Di Indonesia secara umum digunakan
satuan derajat Celcius (Tjasyono. B, 2004).

Kelembaban Udara

Kelembaban udara menyatakan kondisi uap air yang terkandung dalam udara
(Siahaan, 2012). Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar
kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup maupun ruang terbuka
akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran.
Nilai kelembaban yang rendah mengakibatkan konsentrasi pencemar di atmosfer
meningkat (Oke, 1987). Kelembaban udara dapat mengakibatkan partikel-partikel
tersuspensi naik dan menghalangi pemanasan sinar matahari terhadap permukaan
bumi. Kondisi tersebut menyebabkan udara yang mengandung pencemar tidak akan
bergerak naik dan terperangkap pada suatu tempat sehingga menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan manusia (Lakitan, 1994).

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Prosedur Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahapan diantaranya adalah studi
kepustakaan (melalui buku, jurnal, atau website terkait pengumpulan data),
pengolahan data, analisis data, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan saran.
Studi kepustakaan dilakukan terhadap topik utama penelitian serta berbagai topik-
topik lainnya yang memiliki keterkaitan dengan topik utama.
Dalam penelitian ini penulis membutuhkan data-data penunjang yang akan
digunakan selama analisis. Data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat dibedakan
menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh secara langsung melalui sampling yang sudah ditentukan titik
samplingnya. Dalam pengukuran konsentrasi pencemar dengan menggunakan alat
GasAlert MicroClip XL BWTechnologies by Honeywell untuk mengukur konsentrasi
CO dan Particle Counter HT 9600 untuk mengukur PM2,5, PM10, temperatur dan
kelembapan. Kemudian data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu
dinas/instansi tertentu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer
sebagai data pembanding dari data sekunder. Diagram alir penelitian secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

9
Persiapan Penelitian
1. Studi Kepustakaan
2. Survey dan penentuan titik sampling
3. Penelitian Pendahuluan
4. Uji banding alat

Pengumpulan Data Sekunder: Pengumpulan Data Primer:


1. Peta lokasi diberlakukanya 1. Pengukuran kualitas udara di
penerapan sistem ganjil genap lokasi yang sudah ditentukan
2. Data pengukuran kualitas dengan parameter CO, PM2,5,
udara dari Dinas Lingkungan dan PM10
Hidup DKI Jakarta 2. Faktor yang mempengaruhi kualitas
udara, berupa data temperatur,
kelembaban.

Pengolahan Data:

1. Data sekunder dari konsentrasi CO, PM2,5, dan PM10 ditabulasikan pada Ms. Excel.
2. Hasil uji banding alat PM2,5, dan PM10, temperatur dan kelembapan dihitung faktor
koreksinya terhadap alat yang akan digunakan penelitian.
3. Data konsentrasi CO, PM2,5, dan PM10 yang telah didapat dirata-ratakan menjadi
konsentrasi perjam dan konsentrasi harian menggunakan Ms. Excel.
4. Data temperatur dan kelembapan dirata-ratakan menjadi data per jam dan data harian
menggunakan Ms.Excel

Analisis Data :
1. Analisis data sekunder
2. Analisis Regresi hasil uji banding
3. Analisis data konsentrasi pencemar terhadap baku mutu kualitas udara
4. Analisis korelasi antara konsentrasi pencemar terhadap temperatur dan kelembapan
5. Analisis korelasi antara konsentrasi CO, PM2,5, dan PM10
6. Analisis korelasi antara konsentrasi PM2,5, dan PM10

Hasil dan Pembahasan

Simpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitia

10
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di area penerapan ganjil-genap sesuai dengan
Peraturan Gubernur Nomor 155 Tahun 2018 tentang pembatasan lalu lintas dengan
sistem ganjil-genap. Dimana area tersebut terdapat kemacetan yang dapat
menimbulkan emisi kendaraan bermotor yang sangat buruk bagi kesehatan.
Penelitian ini dimulai pada bulan Maret dilakukan pengambilan dan pengukuran
sampel pada 5 titik sampling dengan interval waktu pagi dan sore. Waktu
pengambilan sampel untuk pagi hari ( jam 07.00 - 10.00 ) dan sore hari ( jam 16.00
- 20.00 ). Untuk lokasi titik sampling dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.1 Lokasi Penelitian
No Lokasi Keterangan
1. Bundaran Hotel Indonesia Jalan M.H Thamrin
2. Slipi Jaya Jalan S. Parman
3. FX Sudirman mall Jalan Jenderal Sudirman
4. Singapore Embassy Jalan H.R Rusuna Said
5. Farmers Market Jalan Gunung Sahari

3.3 Pengumpulan Data


3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara penelitian langsung di 5 titik
lokasi sampling yang ditentukan. Penelitian ini dilaksanakan setiap hari selama dua
minggu pada hari kerja (workdays). Data primer yang akan dilakukan terdiri dari:
1. Data survey lapangan untuk menentukan pengambilan titik sampling,
pengukuran konsentrasi pencemar CO, PM2,5, dan PM10.
2. Data pengukuran konsentrasi pencemar CO, PM2,5, dan PM10 diukur pada
5 titik lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan alat GasAlert
MicroClip XL BWTechnologies by Honeywell untuk mengukur konsentrasi
CO dan Particle Counter HT 9600 untuk mengukur PM2,5, dan PM10.
3. Data faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kuliatas udara yaitu pengukuran
temperatur dan kelembapan menggunakan alat Particle Counter HT 9600.

11
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung untuk melengkapi data primer
dipenelitian ini yang dapat diperoleh dari pihak dinas atau instansi tertentu. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta. Data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari:
1. Peta lokasi diberlakukanya penerapan sistem ganjil-genap.
2. Data konsentrasi CO dan PM10.

3.4 Metode Kerja


Analisis data pada penelitian lapangan berupa pengukuran CO, PM2,5, dan
PM10 ini menggunakan metode analisis statistik dengan analisis korelasi dan regresi
agar dapat dilihat hubungan antara jumlah kendaraan dengan konsentrasi pencemar
yang akan diteliti di 5 titik lokasi yang telah ditentukan. Kemudian data dianalisis
juga dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas udara
dalam ruang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti suhu,
kelembaban, dan sistem ventilasi.
1. Analisis Korelasi
Jika terjadi nilai–nilai suatu variabel menaik dan diikuti dengan menaiknya
variabel lain atau menurunnya nilai suatu variabel diikuti dengan menurunnya nilai
variabel lain. Kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif dan derajat
hubungan yang terjadi antara variabel – variabel tersebut dinamakan korelasi.
Koefisien korelasi dapat dicari dengan menggunakan rumus:
𝑛 𝛴 𝑋𝑖 . 𝑌𝑖 − 𝛴 𝑋𝑖. 𝑌𝑖
r=

√[ (𝑛𝛴𝑋2𝑖) − (𝛴𝑋𝑖)2 ] × [ (𝑛(𝑛𝛴𝑌2𝑖) − (𝛴𝑌𝑖)2 ]


Dimana :
r : Koefisien Korelasi
n : Jumlah Data
Xi : Jumlah dari variabel X
Yi : Jumlah dari variabel Y

12
2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi linier sederhana untuk mempelajari bagaimana eratnya
hubungan antara satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah variabel
dependen. Analisis regresi yang digunakan adalah regresi sederhana. Nilai R square

(R2) berkisar pada angka 0 – 1, sehingga semakin kecil angka R2, maka semakin

lemah hubungan kedua variabel. Nilai R2 diperoleh dari kuadrat koefisien korelasi.

3.5 Pengolahan Data


3.5.1 Pengolahan Data Primer
1. Data konsentrasi CO, PM2,5, dan PM10 yang didapat setiap 10 menit pada 5
titik selama 2 interval waktu (pagi hari dan sore hari) dirata-ratakn menjadi
konsentrasi per jam menggunakan Ms. Excel.
2. Data temperatur dan kelembapan udara yang didapat setiap 10 menit pada 5
titik selama 2 interval waktu (pagi hari dan sore hari) dirata-ratakan menjadi
konsentrasi perjam menggunakan Ms.Excel.
3.5.2 Pengolahan Data Sekunder
1. Data sekunder yang telah didapat dari Dinas pemerintah Jakarta seperti peta
lokasi diberlakukannya penerapan sistem ganjil-genap.
2. Data konsentrasi CO dan PM10 yang kemudian data tersebut diolah dengan
mencari nilai maksimum dari konsentrasi CO dan PM10 dengan
menggunakan Ms. Excel untuk dapat dilihat waktu mana yang terdapat
konsentrasi CO dan PM10 tinggi.

13
BAB IV
WAKTU PELAKSANAAN

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan mulai bulan November 2019 hingga bulan Juni 2019. Jadwal penelitian secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rincian Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Minggu Ke -
No. Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Bimbingan dan konsultasi
1.
topik penelitian
Pengumpulan data sekunder
2. dari DLH DKI Jakarta

3. Pengolahan data sekunder


Persiapan dan pelaksanaan
4.
sidang proposal
Pengukuran lapangan
5. (pengukuran konsentrasi
pencemar Karbon Monoksida
(CO), PM2,5, dan PM10)
6. Pengolahan data primer
7. Analisis data
8. Penyusunan laporan akhir

14
BAB V
RENCANA BIAYA

Pada penelitian ini disusun rencana perkiraan biaya dari awal penelitian hingga
penelitian selesai dengan tujuan agar dapat melihat perkiraan sementara biaya pada
penelitian yang akan dilakukan ini. Pada tabel 5.1 dapat dilihat rencana biaya
penelitiannya.
Tabel 5.1 Rencana Biaya Penelitian

No. Jenis Biaya Harga Total


1. Pembelian alat gas detector Rp. 2.000.000 Rp. 2.000.000
2. Biaya akomodasi Rp. 10.000 Rp. 200.000
3. Biaya penyusunan laporan Rp. 700.000
4. Biaya lainnya Rp. 400.000
TOTAL BIAYA PENELITIAN Rp. 3.300.000

15
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., dan Sukoco.2009. “Pengendalian Polusi Kenderaan”. Bandung: Alfabeta

Indrayani dan Sri Asfiyati. 2018. “Pencemaran Udara Akibat Kinerja Lalu Lintas
Kendaraan Bermotor Di Kota Medan”. Jurnal Permukiman Vol. 13 No. 1: 13-20

Jayanti Eka, dkk. 2014. “Emisi Gas Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon
(HC) Pada Rekayasa Jumlah Blade Turbo Ventilator Sepeda Motor “Supra X
125 Tahun 2006.” Jurnal Rotasi Teknik Mesin Vol. 16 No. 2 : 1-5
Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mukhtar Rita, dkk. “Komponen Kimia PM2,5 dan PM10 di Udara Ambien di

Serpong –Tangerang”. Jurnal Ecolab Vol. 7 No. 1: 1-48.

Oke, T.R. 1987. Boundary Layer Climates. 2nd Edition. London: Routledge

Ontario Kementerian Lingkungan Hidup. 1999. Sebuah Kompendium


Pengetahuan sekarang tentang Fine Particulate Matter di Ontario. Ontario
Kementerian Lingkungan Hidup, Toronto, Kanada. [Review terbaru di udara
partikulat dengan penekanan pada provinsi Ontario, Kanada.]

Sarifuddin Ahmad, dkk. 2016. “Pengukuran Gas, Karbon Monoksida (CO),


Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon (O3) Berbasis Labview”.Jurnal
Politeknologi Vol. 15 No. 2.

Seinfeld, JH 1986. Atmosfer Kimia dan Fisika Pencemaran Air. John Wiley &
Sons, New York, Toronto. [Dewa pengantar teks untuk kimia atmosfer.]

Siahaan, Jannes, Hernani Yulinawati. 2012. Peran Pemantauan Kualitas Udara

sebagai Pendukung Program MP3EI. Jakarta: Universitas Trisakti

Sumantri, Arif. 2013. Kesehatan Lingkungan. 3 ed. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB

WHO. 2006. Air Quality Guidelines. Denmark : WHO Europe

16

Anda mungkin juga menyukai