Anda di halaman 1dari 4

KEHILANGAN MUHAMMAD

Saat ini warga di kampung kerap kali membicarakan Muhammad. Lelaki yang sehari
berprofesi sebagai pengembala kambing. Berhari-hari pihak keluarga mencarinya kemana-
mana tapi tidak satupun ada yang memberi kabar baik. Awal-awal berita hilangnya
Muhammad tidak menimbulkan efek apapun bagi masyarakat di kampung kami. Memang
Muhammad hanyalah orang biasa seperti warga pada umumnya. Dia bukan tokoh masyarakat
maupun tokoh agama. Malah sebagian warga ada yang kurang nyaman dengan prilakunya.

Saya sering mendengar gunjingan warga yang diarahkan padanya. Misalnya dia dibilang
tidak tau diri, karena setiap masuk waktu salat, dia sendiri yang kerap adzan di masjid.
Lafadz adzannya sering keliru. Bahkanada yang bilang dia marah kalau keistiqamahan
adzannya diganti. Belum lagi tuduhan lain seperti menghalangi orang melaksanakan ibadah
haji dan umrah berkali-kali dengan alasan lebih baik uang itu disedekahkan pada masyarakat
atau kerabat sekitar yang hidupnya terlantung-lantung mencari makan.

Tapi aku dan beberapa orang yang tau langsung terhadap Muhammad sangat jauh dengan apa
yang dituduhkan. Misalnya mengenai adzan yang cendrung dimonopoli olehnya. Sebenarnya
dia tidak menginginkan hal itu. Tapi kami sendiri tidak bisa istiqamah dari jadwal yang sudah
ditentukan sesuai keputusan rapat Remas dan Pengurus Takmir Masjid. Mengenai lafadz
adzan yang sering keliru, Muhammad sebenarnya menyadari akan kekurangannya itu. Dia
sendiri sudah berusaha semampunya untuk memperbaiki walaupun belum total bisa.

Tapi anehnya orang yang biasa memberi teguran dan lebih fasih dalam hal itu, seringkali
marah jika diminta ikut menjadwal dirinya sebagai muaddzin. Termasuk tokoh agama yang
ada seperti merasa gengsi melakukan perbuatan yang sederhana dihadapan manusia dan
istimewa dihadapan Allah. Mereka biasanya hanya mau jadi khatib jumat. Menjadi bilal
jumat masih terasa risih.

Sebenarnya Muhammad sama sekali tidak pernah melarang tetangganya berkali-kali pergi
haji dan umrah. Dia hanya menyampaikan kalau ada beberapa tetangga sekitar yang hidupnya
susah mencari makan dan susah mendapat hutangan. Muhammad sendiri walaupun hidup
dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan dia seringkali enggan mengharap apapun saja dari
tetangganya termasuk mengemis belas kasihan sehingga menurunkan martabatnya.

Setelah salat Jumat, beberapa warga berkumpul di teras masjid. Pembicaraan masih menjurus
kepada hilangnya Muhammad dan keberadaannya hingga kini yang masih dipertanyakan.
Kami sekarang benar-benar merasa kalau keberadaan Muhammad di kampung kami sangat
banyak memberikan mamfaat dan pelajaran berharga.

" Kalau ada Muhammad, masjid ini pasti makmur dan terawat. Hampir setiap hari dialah
yang selalu berusaha membuat masjid ini hidup" Pak Kasful memulai perbincangan dengan
beberapa orang yang masih memilih bertahan di masjid.

" Satu hal yang biasa dilakukan Muhammad dan itu kutahu sendiri" Pak Anam menyambung
perkataan barusan.

" Apa itu?" tanya kami serentak. Dia selalu merapikan sandal siapapun yang sedang masuk
masjid terlebih ketika salat Jumat"

" Kelihatannya itu sangat sepele. Tapi kalau diniati dengan baik dan dilakukan dengan ikhlas
insya Allah termasuk amal baik"

" Banyak sudah cerita para orang saleh masuk surga gara-gara sesuatu yang semula dianggap
sepele. Misalnya Imam Ghazali yang masuk surga hanya perantara membiarkan seekor lalat
yang minum tintanya sewaktu dia mengarang kitab"

" Setahu saya, Muhammad selama masih ada di kampung ini sering saya lihat melakukan
kebaikan sederhana. Menutup lubang di jalan umum, menyingkirkan bebatuan dan duri-duri
yang ada di jalan"

" Kemarin ada tetangga bertamu ke rumah, dia bercerita kalau Muhammad seringkali
memberi hutang tanpa bunga dan tidak pernah menagih sampai orang itu kuat membayarnya.
Itu yang sulit kita menirunya"

Hampir satu jam perbincangan tentang Muhammad. Semua yang terlibat dalam perbincangan
itu mengurai tentang apa yang dilakukan Muhammad ketika dia masih ada. Kebaikan yang
dilakukan dan disembunyikan, pada akhirnya akan tersampaikan dengan sendirinya ketika dia
sudah tiada atau hilang seperti yang ada pada diri Muhammad.

Muhammad paling aktif mengikuti pengajian-pengajian tanpa membeda-bedakan atau


memilah dan memilih siapa kiai yang akan memberikan ceramah. Walaupun terkadang
penceramah yang diundang cendrung mengkampanyekan calon dukungannya dan membawa
agama ke ranah politik demi menguatkan alasan yang cendrung dibenar-benarkan sehingga
hal itu membuat masyarakat terkotak-kotak. Tapi dia sama sekali tidak melakukan reaksi apa-
apa semisal memprotes dan menggunjingnya kesana kemari. Muhammad hanya mengingkari
kalau itu kurang benar dan senantiasa mendoakan kebaikan bersama.

Sebelum Muhammad menghilang tanpa sebab yang jelas. Aku yang sempat bersamanya
semalam suntuk. Ia menyampaikan padaku bahwa dia punya keinginan bertemu Rasulullah
SAW. Bibirnya senantiasa basah oleh bacaan dzikir dan salawat. Ini yang disebut kalau
orang jatuh cinta maka dia akan sering menyebut namanya.

" Bukan hanya kamu yang memiliki keinginan itu. Semua umatnya pasti memiliki keinginan
yang sama bertemu dengan sosok manusia yang paling sempurna dan makhluk paling baik
dari sisi fisik dan akhlaknya" Aku memberi respon ucapannya tadi.

" Aku khawatir tidak diakui umatnya kelak diakhirat" kembali Muhammad mengeluarkan
kata-kata yang membuka kesadaranku. Air matanya menetes. Aku tertegun tidak bisa
melanjutkan kata-kataku. Muhammad terdiam dengan air mata yang semakin deras berlinang.
Tanpa terasa air mataku juga berguguran. Kami seperti dilanda kerinduan mendalam. Rasa
bersalah muncul dalam batinku. Istighfar berpijar bersama penyesalan yang semakin mekar.

" Aku ingin mencari Nabi Muhammad SAW yang lama diterlantarkan, diacuhkan. hilang dari
pikiranku, prilakuku, batinku, keputusanku"

Aku belum berani memotong apa yang diucapkan. Kubiarkan dia sesuka hati melampiaskan
isi hatinya. Aku belum sepenuhnya mengerti dengan ucapannya itu.

“ Kemana Muhammad mencari Nabi Muhammad SAW, padahal beliau sudah wafat?”
pertanyaanku muncul dalam batin tanpa kuungkapkan pada Muhammad. Kami mengakhiri
pertemuan malam itu sampai dini hari. Itupun setelah Muhammad pamit pulang. Sekitar
pukul 02.30 suara Muhammad kembali terdengar bertarhim di masjid. Suaranya begitu
berbeda dari biasanya. Seperti dia sedang melantunkan bacaan demi bacaan sambil menangis.
Begitu juga ketika adzan subuh dan berdzikir. Aku sempat ingin pergi ke masjid tapi cuaca
begitu dingin. Ternyata itu adzan subuh terakhir sebelum dia menghilang.

Sudah hampir setengah tahun Muhammad tanpa ada kabar. Kami sudah pasrah dengan jalan
takdir Allah. Aku terbangun dari tidurku setelah mendengar suara berkumandang dari masjid.
Tak ada yang istimewa dari suara yang senantiasa memecah kehinangan dengan bait-bait
bacaan munajat seorang hamba kepada tuhanNya. Tapi aku sudah lama merindukan suara
itu.
Asshalatu khairum minan nawm. Suara itu memberi peringatan bahwa salat lebih baik dari
tidur.

" Sepertinya itu suara Muhammad" bisikku dengan mata terpejam sambil kubenarkan selimut
untuk membentengi diri dari angin yang mengirim dingin.

" Tidak mungkin, aku salah menerka" kembali kuyakinkan diri. Tapi rasa penasaran semakin
kuat untuk mengetahui yang sebenarnya. Tapi suara itu sudah sirna. Aku segera beranjak
pergi ke masjid untuk salat subuh berjamaah. Kulepas selimut dari tubuhku. Kupakai sarung,
baju dan kopyah. Aku segera mengayunkan langkah menembus angin yang terus
mengirimkan runcing dingin. Entah tiba-tiba di halaman masjid banyak orang berkumpul.

" Tumben banyak warga sudah sadar untuk menunaikan salat berjamaah subuh" Aku berbisik
dalam hati. Tiba-tiba seseorang menghidupkan pengeras suara

" Inna lillahi wa inna ilahi rajiun, telah wafat saudara kita Muhammad"

Aku masih belum percaya kalau Muhammad yang meninggal adalah Muhammad yang lama
menghilang dan dinanti warga kampung setelah mendengar cerita Kiai Hariri.

Ini menjadi jawaban dari pertanyaan yang bergelanyut dalam pikiran sewaktu berbincang
dengan Muhammad beberapa waktu lalu.

Bondowoso, 10 Nopember 2019

NURTAUFIK,

Penulis beralamat di Dusun Airlangga RT 06 RW 02 Desa Suling Kulon Kecamatan Cermee


Kabupaten Bondowoso. Sehari-hari bergiat sebagai Guru Bahasa Indonesia MA Nurut
Taqwa Grujugan Cermee Bondowoso. Penulis bisa dihubungi melalui no WA/hp 082 334 483
842, email: iftaberkah@gmail.com, FB: Muhammad Nur Taufiq Mu’thi, IG: Muhammad N
Taufiq
Nomor Rekening 0318002223 (BANK JATIM) An. Nurtaufik

Anda mungkin juga menyukai