Anda di halaman 1dari 2

Mendesak pasangan memakai kondom: sulit untuk

perempuan HIV-positif
Oleh: Derek Thaczuk, aidsmap.com, 2 Juli 2007
Sebuah penelitian kualitatif yang kecil tentang perempuan HIV-positif di AS menemukan bahwa
sebagian besar menahan keinginan seksualnya atau hanya melalukan seks secara aman. Sementara
hampir semua perempuan yang sering melakukan seks tanpa pengaman (kondom) adalah pasangan setia
dari satu laki-laki (monogami), yang desakannya untuk memakai kondom selalu ditolak oleh pasangan
laki-lakinya. Akibatnya, perempuan selalu hidup dalam ketakutan akan menularkan pasangannya, serta
rasa bersalah dan tertekan karena ketidakmampuannya untuk mengendalikan pilihan seksualnya.
Penelitian ini diterbitkan dalam American Journal of Public Health edisi Juni 2007.
Penelitian terbaru melaporkan bahwa antara 17 dan 35 persen perempuan HIV-positif melakukan
hubungan seks tanpa kondom. Penelitian ini melakukan penyelidikan secara kualitatif tentang perilaku
seksual terhadap 55 perempuan HIV-positif dari daerah perkotaan dan pedesaan di Wisconsin, AS
selama sepuluh wawancara antara 2000 dan 2003, dengan tujuan “mengembangkan pemahaman yang
mendalam tentang pengalaman perempuan yang hidup dengan HIV”, termasuk perilaku seksual yang
berisiko. Perempuan yang dilibatkan berasal dari sampling dengan tujuan berdasarkan komunitas dan
berbeda-beda berdasarkan ras, pendidikan, stadium penyakit dan kelompok risiko. Usia rata-rata adalah
41 dan pendapatan per kepala keluarga adalah 14.000 dolar AS.
Berdasarkan pengakuan sendiri, 32 (58%) perempuan benar-benar abstinen (puasa seks), dan 13 (24%)
memakai kondom setiap kali mereka berhubungan seks. Sepuluh di antara perempuan (18%) secara rutin
melakukan hubungan seks tanpa kondom; seks yang tidak aman ini terjadi dalam hubungan monogami.
Hampir seluruh hubungan ini adalah hubungan serodiskordan; yaitu pasang laki-laki utama adalah
HIV-negatif. Laporan yang diterbitkan ini berfokus pada sepuluh perempuan ini untuk menjajaki situasi
dan alasan mereka untuk tetap melakukan hubungan seks tidak aman.
Para peneliti menemukan bahwa perempuan ini melakukan hubungan seks tidak aman “enggan, selalu
takut dapat menulari virus pada pasangan laki-lakinya.” Perempuan dalam penelitian ini “sangat penuh
kesukaran karena risiko seksual” dan “selalu menolak menempatkan orang lain dalam risiko.” Dinamika
dari hubungan mereka ini menyebabkan mereka untuk “membiarkan pasangannya menjadi lebih
dominan .... Gagal dalam usahanya untuk mengurangi risiko hubungan seks, mereka hidup dengan rasa
sangat takut karena tindakannya.”
Kutipan ucapan perempuan ini untuk menggambarkan keadaan mereka:
“Saya sudah membahas hal ini sampai sangat capek ... saya tetap menghadapi jalan buntu.”
“Saya tahu saya harus bertanggung jawab dan memakai kondom. Tetapi ini adalah masalah yang sulit ...
Dia marah dan berteriak ... Apa yang harus saya perbuat?”
“Kami selalu cekcok tentang kondom. Menjadi masalah hampir setiap minggu.”
“Saya tunjukkan semua pil saya yang saya pakai padanya dan mengatakan, ‘Apakah kamu bersedia
memakai semua ini?’... Tetapi tidak berhasil membuatnya melakukan apapun.”
Secara bermakna, “penyedia layanan kesehatan hampir tidak terlibat dalam ungkapan tentang risiko
seksual ini, kecuali sebagai pemain sekali-kali didorong untuk mewajibkan penggunaan kondom.”
Walaupun ini merupakan penelitian yang sangat kecil, penelitian AS lain menemukan bahwa sejumlah
besar pasangan heteroseksual, HIV-serodiskordan selalu melakukan hubungan seks tanpa aman. Para
penulis laporan ini mencatat bahwa, dalam penelitian mereka separuh dari perempuan yang berpasangan
dengan laki-laki HIV-negatif benar-benar melakukan hubungan seks yang aman atau menolaknya sama
sekali.
Apabila seks yang tidak aman terjadi dalam hubungan serodiskordan, para peneliti berpendapat bahwa
“pengalaman dan kebutuhan mungkin berbeda berdasarkan siapa ... yang terinfeksi HIV ... hubungan
yang berdasarkan kekuatan jender dapat membedakan hubungan ini”. Para peneliti menyimpulkan
bahwa, “apabila data ini dijadikan indikator tentang perjuangan yang mungkin dialami oleh sebagian

Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/


Mendesak pasangan memakai kondom: sulit untuk perempuan HIV-positif

perempuan yang terinfeksi HIV dalam hubungan serodiskordan, maka ada banyak kebutuhan yang belum
terpenuhi yang seharusnya dapat ditanggapi oleh penyedia layanan kesehatan.”
Ringkasan: Making partners use condoms: a struggle for HIV-positive women
Sumber:
Stevens P, Galvao L. “He won’t use kondoms”: HIV-infected perempuan’s struggles in primary relationships with serodiscordant pasangan.
American Journal of Public Health 97: 1015-1022, 2007.
Buchacz K et al. Sociodemographic, behavioral, dan clinical correlates of inconsistent kondom use in HIV-serodiscordant heteroseksual
couples. JAIDS 28: 289-297, 2001.

–2–

Anda mungkin juga menyukai