Anda di halaman 1dari 55

TAKHRIJ HADIS

LARANGAN MENJUAL BUAH YANG BELUM MATANG

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester

Mata Kuliah: Ulum Matan Hadis

Dosen Pengampu: Dr. H. Erwati Aziz. M. Ag

Oleh :

A. Fakhril Islam : 151111015

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Takhrij hadis memiliki arti penting dalam ilmu hadis, karena ada
kalanya hadis yang diterima atau ditemukan merupakan penggalan matan hadis,
bukan matan yang lengkap, dan kadangkala pula tidak pakai sanad, bahkan tidak
disebut perawinya. Selain itu, meskipun suatu hadis sudah ditemukan dalam kitab
yang memuatnya, seringkali kualitas ke-hujjah-annya tidak dijelaskan. Maka,
takhrij hadis-lah yang dapat mengantarkan seseorang untuk menemukan jawaban
atau penyelesaian atas masalah-masalah tersebut.

Oleh karena itu, makalah yang penulis susun ini akan menerangkan serta
memberikan suatu gambaran bagaimana proses men-takhrij hadis, atau meneliti
hadis dengan metode yang telah dirumuskan oleh para ulama hadis dalam kitab-
kitab ulumul hadis maupun kita takhrij hadis itu sendiri. Dalam penelitian tahrij
hadis kali ini, penulis akan meneliti hadis tentang larangan menjual buah yang
belum matang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij al-Hadis


ُ ‫( َخ َر َج َي‬
Secara etimologi kata “Takhrij” berasal dari akar kata ( ‫خر ُج‬
‫ ُخ ُرو ًجا‬mendapat tambahan tasydid/syiddah pada huruf ra (‘ain fi’il)
menjadi (‫ )خ ََّر َج يُ َح ِّر ُج ت َْخ ِّري ًجا‬yang berarti menampakkan, mengeluarkan,
menerbitkan, menyebutkan dan menumbuhkan. Louis Ma’luf dalam
Kamusnya al-Munjid menerangkan bahwa kata takhrij adalah bentuk
mashdar dari kata kerja kharraja, yukharriju, takhrij, kata ini diartikan
sebagai “menjadikan sesuatu keluar dari suatu tempat atau menjelaskan
suatu masalah”.1
Mahmud al-Thahan dalam kitabnya Usul al-Takhrij wa Dirasat al-
Asanid, menjelaskan bahwa at-takhrij menurut pengertian asal bahasanya
adalah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang
satu”. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ada tiga pengertian takhrij, yaitu
‫اإلستنباط‬ (mengeluarkan dari sumbernya), ‫التدريب‬ (melatih atau
membiasakan), dan ‫( التوجيه‬mengarahkan dan menjelaskan duduk
persoalan).2
Sedangkan menurut istilah, arti takhrij memiliki beberapa
pengertian di antaranya:
a) Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab koleksi hadis yang disusun oleh
para mutakhorrij-nya langsung.
b) Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber
dengan mengkut sertakan metode periwayatannya dan matarantai

1
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyariq, 1986), hal.
174.
2
Mahmud al-Thahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-
Ma’arif, 1991), hal. 97.

2
sanada masing-masng dengan dijelaskan keadaan para perawnya dan
kualitas hadisnya.3
B. Penelitian Hadis
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan kitab kamus Al-
Mu’jam Al-Mufahros Li Al-Fadz Al-Hadis An-Nabawi juz I dengan kata
kunci (‫ )بيع‬yang terdapat pada halaman 2464, metode ini mengkodifikasi
hadis menggunakan lafadz pertama-nya sesuai dengan huruf hijaiyyah
dengan mencari huruf pertama yaitu ‫ ب‬kemudian ‫ ي‬dan yang terakhir
huruf ‫ ع‬dengan metode ini dapat diketahui hadis tentang larangan
menjual buah yang belum matang. Di dalam kamus Al-Mu’jam Al-
Mufahros Li Al-Fadz Al-Hadis An-Nabawi larangan menjual buah yang
belum matang dapat diketahui keberadaannya pada beberapa kitab dengan
empat mukhorrij, yaitu An-Nasa’I, al-Bukhari, Abu Dawud dan Ahmad
bin Hanbal juga penulis menemukan hadis tersebut di dalam kitab Muslim,
jadi jumlah total yang penulis temukan adalah lima mukhorrij dengan 7
hadis, Berikut sanad dan matan yang selengkapnya:
1) An-Nasa’i jalur pertama5
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِّل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن َر‬ ُ ‫ع ْن اب ِّْن‬
َ ‫ع َم َر‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ ُ ‫أ َ ْخ َب َرنَا قُت َ ْي َبةُ قَا َل َحدَّثَنَا اللَّي‬
َ ‫ْث‬
َ ‫ص ََل ُحهُ نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ََل تَبِّيعُوا الث َّ َم َر َحتَّى يَ ْبدُ َو‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬
َ

“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah


menceritakan kepada kami Al-Laits dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari
Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah menjual buah hingga kelihatan
layaknya”, beliau melarang penjual dan pembeli”.

3
Moh. Ma’shum Zein, Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis, (Jombang: Darul Hikmah,
2008), hal. 218-219.
4
Arent Jan Weinsink, Al-Mu’jam Al-Mufahros Li Al-Fadz Al-Hadis An-Nabawi, juz 1,
(Leiden: Brill, 1936), hal. 246.
5
Abi Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali Al-Kharsani An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1971), hal. 730.

3
2) An-Nasa’i jalur kedua6
‫ع ْن أَبِّي ِّه أ َ َّن‬
َ ‫سا ِّلم‬ َ ‫ع ْن‬ ُّ ‫ع ْن ا‬
َ ِّ ‫لز ْه ِّري‬ َ ‫ان‬ ُ َ‫س ْفي‬
ُ ‫س ِّعيد قَا َل َحدَّثَنَا‬ َ ‫أ َ ْخ َب َرنَا قُت َ ْي َبةُ ب ُْن‬
َ ‫ع ْن بَيْعِّ الث َّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬
ُ‫ص ََل ُحه‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َر‬

“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, ia berkata;


telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az-Zuhri dari Salim dari
ayahnya bahwa Rasulullah Saw. melarang dari menjual buah hingga
kelihatan kelayakannya.”

3) Al-Bukhari7
َّ ‫ي‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬
ِّ ‫ع َم َر َر‬ َّ ‫ع ْب ِّد‬
ُ ‫َّللاِّ ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ ٌ‫ف أَ ْخبَ َرنَا َما ِّلك‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ‫س‬ ُ ‫َّللاِّ ب ُْن يُو‬
َّ ُ‫ع ْبد‬َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫ار َحتَّى يَ ْبدُ َو‬ ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع ْن ُه َما أ َ َّن َر‬
َ
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬ َ

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah


mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar
radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan
hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk
penjual dan pembeli.”

4) Abu Dawud8
‫ع َم َر أ َ َّن‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِّد‬
ُ ‫َّللاِّ ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ‫َّللاِّ ب ُْن َم ْس َل َمة القَ ْعنَبِّ ْي‬
َ ٌ‫ع ْن َما ِّلك‬ َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى‬ َ ‫َحتَّى َي ْبد َُو‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ‫ع ْن َبيْعِّ ا ِّلث َم‬
‫ار‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِّ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َر‬
‫ي‬َ ‫ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬

6
Ibid, hal. 730.
7
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-
Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1971), hal. 392.
8
Abi Dawud Sulaiman Ibn Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyah, 1971), hal. 540-541.

4
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah Al-
Qa’nabi dari Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah
Saw. melarang jual beli buah-buahan hingga sampai buah itu telah
nampak jadinya. Beliau melarang untuk penjual dan pembeli.”

5) Ahmad bin Hanbal9


‫سو َل‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬
ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬َ ٌ‫الرح َمن يعنِّي ابن َم ْهدِّي َحدَّثَنَا َما ِّلك‬ َّ ُ‫ع ْبد‬َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ ْم َرةِّ َحت َّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ
َ ‫َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman yakni Ibnu Mahdi


telah menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan hingga sampai
buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk penjual dan
pembeli.”

6) Muslim jalur pertama10


َّ ‫سو َل‬
ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬
ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬َ ٌ‫علَى َما ِّلك‬ َ ُ‫ي قَا َل قَ َرأْت‬َ ْ‫ي بن َيح‬ َ ْ‫َحدَّثَنَا َيح‬
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبدُ َو‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah berkata ,


telah aku bacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar
bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan hingga sampai
buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk penjual dan
pembeli.”

7) Muslim jalur kedua11

9
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 4, (Kairo: Dar Al-Hadis, t.th), hal.
294-295.
10
Imam Muslim, Shahih Muslim, juz 5, (Kairo: Dar Al-Hadis, t.th), hal. 439.
11
Ibid, hal. 439-440.

5
‫صلَّى‬
َ ‫ع َم َر عن النَّبي‬ ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬َ ‫ع ْن نَافِّع‬
َ ِّ‫عبَيدُللا‬ ُ ‫َحدَّثَنَا ِّإب ُْن نُ َمير َحدَّثَنَا أَبِّي َحدَّثَنَا‬
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫ع ْن َبيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى َي ْبدُ َو‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
“Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan
kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah dari
Nafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Saw. melarang jual beli buah-buahan
hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk
penjual dan pembeli.”

1. Penelitian Sanad
Dalam melakukan penelitian sanad, penulis akan memulai dengan
memaparkan seluruh sanad yang ada dengan gambar bagan sanad, setelah
itu memaparkan urutan periwayatan, meneliti pribadi periwayat yaitu
dengan cara menuliskan biografi dari tiap-tiap perowi, beserta Jarh wa
Ta’dilnya, serta mengambil natijah (kesimpulan) untuk sanad yang diteliti.
a. Al-i’tibar Sanad
Al-I’tibar sanad secara etimologis adalah peninjauan terhadap
berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang
sejenis. Sedangkan secara istilah al-i’tibar berarti menyertaan sanad-
sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, supaya dapat diketahui ada
tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadis yang dimaksud.
Tujuan adanya al-i’tibar adalah agar terlihat dengan jelas seluruh
jalur sanad yang diteliti, nama-nama periwayatnya, dan metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang
bersangkutan.12 Melalui al-i’tibar ini akan dapat diketahui apakah
sanad hadis yang diteliti memiliki muttabi’ dan syahid ataukah tidak.13
Matan hadis An-Nasa’i jalur pertama;
‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ِّ َّ ‫سو ِّل‬ ُ ‫ع ْن َر‬ َ ‫ع َم َر‬ ُ ‫ع ْن اب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَا ِّفع‬َ ‫ْث‬ ُ ‫أ َ ْخ َب َرنَا قُت َ ْي َبةُ قَا َل َحدَّثَنَا اللَّي‬

َ ‫ص ََل ُحهُ نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬


‫ي‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ََل تَبِّيعُوا الث َّ َم َر َحتَّى يَ ْبد َُو‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬
َ ُ‫َّللا‬َّ
12
Suryadi dan Muh. Alfatih Suryadilaga, Metode Penelitian Hadis, (Yogyakarta: Teras,
cet. 1, 2009), hal. 67.
13
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
hal. 52.

6
Berikut tabel jalur riwayat An-Nasai jalur pertama:

Nama Periwayat Urutan Sebagai Urutan Sebagai


Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad IV
2 Nafi’ Perawi II Sanad III
3 Al-Laits Perawi III Sanad II
4 Qutaibah Perawi IV Sanad I
5 An-Nasa’i Perawi V Mukhorrij al-Hadis

Matan Hadis An-Nasai jalur kedua;

‫ع ْن أ َ ِّبي ِّه أ َ َّن‬ َ ‫ع ْن‬


َ ‫سا ِّلم‬ ُّ ‫ع ْن‬
َ ِّ ‫الز ْه ِّري‬ َ ‫ان‬ ُ ‫س ْف َي‬
ُ ‫س ِّعيد قَا َل َحدَّثَنَا‬ َ ‫أ َ ْخ َب َرنَا قُت َ ْي َبةُ ب ُْن‬
َ ‫ع ْن بَيْعِّ الث َّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬
ُ‫ص ََل ُحه‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َر‬

Berikut tabel jalur riwayat An-Nasai jalur kedua :

Nama Periwayat Urutan Sebagai Urutan Sebagai


Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad V
2 Salim Perawi II Sanad IV
3 Az-Zuhri Perawi III Sanad III
4 Sufyan Perawi IV Sanad II
5 Qutaibah Perawi V Sanad I
6 An-Nasa’i Perawi VI Mukhorrij al-Hadis

Matan hadis al-Bukhari;

7
‫ي‬
َ ‫ض‬ ِّ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫َّللاِّ ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِّد‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ٌ‫ف أ َ ْخ َب َرنَا َما ِّلك‬
َ ‫س‬ُ ‫َّللاِّ ب ُْن يُو‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
‫ار َحتَّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن ُه َما أ َ َّن َر‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬ َ
Berikut tabel jalur periwayatan dari al-Bukhari:
Nama Periwayat Urutan Sebagai Urutan Sebagai
Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad IV
2 Nafi’ Perawi II Sanad III
3 Malik bin Anas Perawi III Sanad II
4 Abdullah bin Yusuf Perawi IV Sanad I
5 Al-Bukhari Perawi V Mukhorrij al-Hadis

Matan hadis Abu Dawud;

‫ع َم َر‬ َ ‫ع ْن‬
ِّ َّ ‫ع ْب ِّد‬
ُ ‫َّللا ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ‫َّللاِّ ب ُْن َم ْس َل َمة ال َق ْعنَبِّ ْي‬
َ ٌ‫ع ْن َما ِّلك‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
َ ‫ار َحتَّى يَ ْبد َُو‬
‫ص ََل ُح َها‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬ َ ‫ع َل ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِّ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
َ ‫نَ َهى ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬

Berikut tabel periwayatan dari Abu Dawud:


Nama Periwayat Urutan Sebagai Urutan Sebagai
Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad IV
2 Nafi’ Perawi II Sanad III
3 Malik Perawi III Sanad II
4 Al-Qa’nabi Perawi IV Sanad I
5 Abu Dawud Perawi V Mukhorij al-Hadis

Matan hadis Ahmad bin Hanbal;

8
‫ع َم َر أ َ َّن‬
ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬َ ٌ‫الرح َمن يعنِّي ابن َم ْهدِّي َحدَّثَنَا َما ِّلك‬ َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫ع ْن َبيْعِّ الثِّ ْم َرةِّ َحتَّى َي ْبد َُو‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِّ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َر‬
َ ‫ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬

Berikut periwayatan dari Ahmad bin Hanbal:


Nama Periwayat Urutan Sebagai UrutanSebagai
Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad IV
2 Nafi’ Perawi II Sanad III
3 Malik Perawi III Sanad II
4 Ibnu Mahdi Perawai IV Sanad I
5 Ahmad bin Hanbal Perawi V Mukhorrij al-Hadis

Matan hadis Muslim jalur pertama;


‫سو َل‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬
ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬ َ ٌ‫علَى َما ِّلك‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ُ‫ي قَا َل قَ َرأْت‬َ ْ‫ي بن يَح‬ َ ْ‫َحدَّثَنَا يَح‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْال َبا ِّئ َع‬
َ ‫الث َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ِّ‫ع ْن َبيْع‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ
َ ‫َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬

Berikut tabel periwayatan dari Muslim jalur pertama:


Nama Periwayat Urutan Sebagai UrutanSebagai
Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad IV
2 Nafi’ Perawi II Sanad III
3 Malik Perawi III Sanad II
4 Yahya bin Yahya Perawai IV Sanad I
5 Muslim Perawi V Mukhorrij al-Hadis

Matan hadis Muslim jalur kedua;

9
‫ع َم َر عن النَّبي‬ ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬َ ِّ‫عبَيدُللا‬ ُ ‫أ َ ِّبي َحدَّثَنَا‬ ‫َحدَّثَنَا ِّإب ُْن نُ َمير َحدَّثَنَا‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْال َبائِّ َع‬
َ ‫ع ْن َبيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى َي ْبد َُو‬َ ‫نَ َهى‬ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫ع‬ ْ
َ ‫َوال ُم ْبت َا‬

Berikut tabel periwayatan dari Muslim jalur kedua:


Nama Periwayat Urutan Sebagai Urutan Sebagai
Perawi Sanad
1 Ibnu Umar Perawi I Sanad V
2 Nafi’ Perawi II Sanad IV
3 ‘Ubaidullah Perawi III Sanad III
4 Abdullah bin Numair Perawai IV Sanad II
5 Ibnu Numair Perawi V Sanad I
6 Muslim Perawi VI Mukhorrij al-Hadis

10
‫‪Bagan Sanad An-Nasai jalur satu dan dua‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬


‫عن‬ ‫ان‬
‫ابن عمر‬

‫عن‬ ‫عن‬
‫نافع‬ ‫سالم‬

‫عن‬ ‫عن‬

‫اللَّيث‬ ‫هري‬ ‫ُّ‬


‫الز ِ‬

‫عن‬ ‫عن‬

‫سفيان‬

‫قال‬

‫قُتيبَة بن سعيد‬

‫أخبرنا‬ ‫أخبرنا‬

‫النسائي‬

‫‪11‬‬
‫‪Bagan Sanad al-Bukhari‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬

‫قال‬
‫ابن عمر و عمر بن الخ ّ‬
‫طاب‬
‫عن‬
‫نافع‬
‫عن‬
‫مالك بن انس‬

‫أخبرن‬
‫عبدهللا بن يوسف‬ ‫ا‬

‫حدّثنا‬
‫البخاري‬

‫‪12‬‬
‫‪Bagan Sanad Abu Dawud‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬

‫ّ‬
‫ان‬
‫ابن عمر‬
‫عن‬
‫نافع‬

‫عن‬
‫مالك بن انس‬
‫عن‬
‫عبدهللا بن مسلمة القعنبي‬
‫بن سعيد‬ ‫حدّثنا‬
‫أبو داود‬

‫‪13‬‬
‫‪Bagan Sanad Ahmad bin Hanbal‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬


‫ّ‬
‫ان‬
‫ابن عمر‬
‫عن‬
‫نافع‬

‫عن‬
‫مالك بن انس‬

‫حدَّثنا‬

‫عبد الرحمن بن مهدي‬

‫حدَّثنا‬

‫أحمد بن حنبل‬

‫‪14‬‬
‫‪Bagan Sanad Muslim jalur satu dan dua‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬

‫عن‬ ‫َّ‬
‫ان‬
‫ابن عمر‬

‫عن‬ ‫عن‬
‫نافع‬

‫عن‬
‫عن‬

‫عُبيدهللا بن عمر‬ ‫مالك بن انس‬

‫حدّثنا‬
‫عبدهللا بن نمير‬ ‫قرأة‬

‫حدّثنا‬
‫يحي بن يحي‬
‫مح ّمد بن عبدهللا‬

‫حدّثنا‬ ‫حدّثنا‬

‫مسلم‬

‫‪15‬‬
‫‪Bagan Sanad Keseluruhan‬‬

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬

‫ابن عمر‬

‫نافع‬
‫سالم‬

‫مالك‬
‫الزهر‬ ‫اللّيث‬
‫ي‬

‫سفيان‬ ‫القعنبي‬
‫عبيدُهللا‬
‫إبن مهدي‬
‫قتيبة‬
‫عبد هللا بن‬
‫نمير‬
‫عبد هللا بن‬
‫النسا ئي ‪2 &1‬‬ ‫يوسف سعيد‬
‫إبن نمير‬ ‫يحيى بن يحيى‬

‫مسلم ‪2‬‬ ‫أبو داود‬

‫أحمد بن حنبل‬ ‫مسلم ‪1‬‬ ‫البخاري‬

‫‪16‬‬
b. Naqd Sanad
Sebuah sanad bisa disebut shahih jika memenuhi lima kriteria
persyatan yang disepakati oleh para ulama. Kelima persyatan itu
adalah pertama bersambungya sanad, kedua keadilan perowi hadis,
ketiga ke-dhabitan perawi hadis, keempat terhindar dari syadz dan
kelima terhindar dari ‘illat.14 Berikut akan penulis paparkan biografi
rowi;
a) Biografi rowi dari jalur an-Nasa’i jalur pertama
1) Ibnu ‘Umar
Nama lengkap Ibnu Umar adalah Abdullah bin Abdullah Umar
bin Khattab Al-Qurasy Al-Adawi.
Guru-guru :
Nabi Rasulullah Saw, Bilal Mu’adzinu Rasulullah saw, Rafi’
bin Khadij, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Khattab, Abu Lubabah, Abi
Lababah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Shuhaib bin Sinan, ‘Amir bin
Rabi’ah, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Utsman bin Thalhah, Bilal,
‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Abihi ‘Umar bin Khattab,
Abu Bakar Asshidiq, Abi Sa’id Al-Khudriy, Hafshah ummul
mukminin, ‘Aisyah Ummul Mukminin.
Murid-murid:
Adam bin ‘Aliy Al-Bakri Al-‘Ijli, Aslam Maula ‘Umar bin
Khattab, Isma’il bin ‘Abdurrahman bin Abi Dzu’aib Al-Qurasyi,
Aghra Al-Muzani, Anas bin Sirin, Basyar bin Sa’id Al-Madani,
Basyar bin Al-Muhtafir, Ibnuhu Bilal bin ‘Abdullah bin ‘Umar,
Tamim bin ‘Iyadh, Tsabit bin Aslam Al-Bunani, Hasan bin Abi Al-
Hasan Bashri, Zaid bin Aslam, Salim bin ‘Abdullah bin Umar,
‘Abdullah bin Buraidah, ’Abdurrahman bin ‘Alqamah, Ghutaif,
Qais bin ‘Ubaid, Muhammad bin Sirin, Maimun bin Mihran, Nabil
Shohibul ‘Aba’, Nafi’ Maulahu, Nusair bin Dzu’luq, Nu’aim Al-

14
Irham Khumaidi, Ilmu Hadis Untuk Pemula, (Jakarta: Artha Rivera, t.th), hal. 98-117.

17
Mujmir, Wasi’ Ibnu Hibban, Baroh bin Abdurrahman, dan lain-
lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Hafshah: Rojulun Sholihun, dan mengenai wafatnya
banyak perbedaan pendapat antara lain; menurut Zubair bin Bakkar
wafat tahun 73 H, sedangkan menurut Al-Waqdiy Ibnu Umar wafat
tahun 74. 15
2) Nafi’
Nama lengkapnya adalah Nafi’ Maula Abdillah bin Umar bin
Khattab.
Guru-guru:
Ibrahim bin Abdulah bin Hunain, Ibrahim bin Abdullah bin
Ma’bad bin Abbas, Aslam Maula Umar bin Khatab, Rafi’ bin
Khadij, Zaid bin Abdullah bin Umar, Salim bin Abdullah bin Umar
(saudara Zaid), Sa’id bin Ibnu Hindi, Abdullah bin Hunain,
Abdullah bin Abdullah bin Umar, ‘Maulahu’ Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Muhammad bin Abi Bakr Sidiq, Ubaidillah
bin Abdullah bin Umar, ‘Amar bin Abi ‘Amar, Maula Bani
Hasyim, ‘Amru bin Tsabit Al-‘Utwari, Qasim bin Muhammad bin
Abi Bakar Sidiq, Masruh (Muadzin bagi Umar), Mughirah bin
Hakim As-San’aní, Nubaih bin Wahab Al-‘Abdarí, Abi Saíd Al-
Khudrí, Abi Salmah bin Abdurrahman, Abi Lubabah bin Abdul
Mundzar, Abi Hurairah, Ar-Rubayyi’ binti Mu’awidz bin ‘Afra,
Sâibah Maula Al-Faqih bin Mughirah, Safiyah binti Abi Ubaid,
Istrinya Abdullah bin Umar, ‘Aisyah, Ummu Salamah (istri Nabi
SAW).
Murid-murid:
Aban bin Shalih, Aban bin Thariq, Ibrahim bin Sa’id al-
Madani, Ibrahim bin Abdurrahman, Usamah bin Zaid bin Aslam,

15
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 10, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 356-362.

18
Usamah bin Zaid Al-Laitsu, Ishaq bin Abdullah bin Farwah, Ismail
bin Ibrahim bin ‘Uqbah, Ismail bin Umayah Al-Quraisyi, Aufa bin
Alham Al-‘Adawi, Burdi bin Sinan Asy-Syami, Ubaidillah bin Abi
Ja’far Al-Mishry, Ubaidulah bin Umar Al-Umari, ‘Atho Al-
Khurasani, ‘Athof bin Khalid Al-Makhzumi, Fudhail bin Ghazwan
Ad-Dhabi, Fulaih bin Sulaiman Al-Madani, Katsir bin Farqad, Al-
Laits bin As-Sa’di Al-Mishri, Laits bin Abi Sulaim Al-Kufi,
Malik bin Anas, Malik bin Mighwal Al-Kufi, Wasith bin Al-
Harits, Waqid bin Muhammad bin Zaid Al-‘Umari, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Ibnu Said berkata: Tsiqah dan banyak meriwayatkan Hadis.16
Al-‘Ijli menyatakan: Madani, Tabi’i, Tsiqah. Ibnu Khirasy
menyatakan: Tsiqah, Nabil. Harun bin Hatim menyatakan beliau
wafat pada tahun 116 H, Abu ‘Ubaid mengatakan bahwa Nafi’
wafat tahun 120 H, pernyataan beliau diperkuat oleh Ali Ibnu
Abdullah At-Tamimi. Abu Bakar bin Abi Al-Khutsaimah berkata
dari Yahyâ bin Mu’in: beliau wafat pada tahun 120 H. Abu
Sulaiman bin Az-Zabri, dari Ayahnya, dari Ahmad bin ‘Ubaid, dari
Al-Haitsam bin ‘Adi beliau wafat pada tahun 117 H. Sufyan bin
‘Uyainah dan Ahmad bin Hanbal berkata bahwa beliau meninggal
pada tahun 119 H. Abu ‘Umar ad-Dharir berkata wafat pada tahun
120H. Pernyataan ini diperkuat oleh Ali bin Amru Al-Anshari dan
yang lainnya dari berbagai jamaah.17
3) Al-Laits
Nama lengkapnya adalah Laits bin Sa’d bin Abdirrahman Al-
Fahmi.
Guru-guru:
Ibrahim bin Abi ‘Ablah, Bukair bin Abdullah, Khalil bin
Murrah, Darraj Abi Samh, Rabi’ah bin Abi Abdirrahman, Said bin

16
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 19, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 32-35
17
Ibid, hal. 35-37.

19
Abi Said, Shafwan bin Sulaim, Syuaib bin Ishaq, Amir bin Yahya,
Abdullah bin Ubaidullah Abdurrahman bin Al-Qasim, Abdul
‘Azziz bin Abdullah, Uqail bin Khalid, Muawiyah bin Shaleh,
Musa bin ‘Ulayy bin Rabbah, Nafi’ Maula Ibnu ‘Umar, Najih
Abi Ma’syar, Yazid bin Abi Habib, dan lain-lain.
Murid-murid:
Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Hajjaj bin Muhammad, Said
bin Syurahbil, ‘Ashim bin Ali bin ‘Ashim, Abdullah bin Abdul
Hakim, Abdullah bin Nafi’, Utsman bin SHaleh, ‘Aththaf bin
Khalid, Ali bin ‘Ayyasy, ‘Isa bin Hammad, Qassim bin Katsir,
Qutaibah bin Sa’id Al-Balkhi, Muhammad bin Bakr, Muhammad
bin AJlan, Abu Salamah Manshur, Husyaim bin Basyir, dan lain-
lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Ahmad bin Hambal berkata bahwa Al-Laits adalah Shahih al-
Hadis, dan menurut Yahya bin Ma’in, al-Ijli yang mengatakann
bahwa Al-Laits adalah tsiqah.18
4) Qutaibah bin Sa’id
Nama lengkapnya yaitu Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif
bin Abdillah Ats-Tsaqafi.
Guru-guru:
Ibrahim bin Said Al=Madani, Ismail bin Abi Aus, Ayyub bin
Jabir, Hatim bin Ismail, Hajjaj bin Muhammad, Hummaid bin
Abdurrahman, Dawud bin Abdurrahman, Said bin Muzahim,
Sufyan bin Uyainah, Syarik bin Abdullah, Abdullah bin Al-
Mubarak, Abdul Aziz bin Muhammad, Fudhail bin ‘Iyadh, Al-
Qasim bin Muhammad, Al-Lais bin Said, Muhammad bin Yazid,
Mu’adz bin Mu’adz, dan lain-lain.

18
Lebih jelass baca Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-
Kamal fi Asmai Ar-Rijal, juz 15, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hal. 436-449..

20
Murid-murid :
Ibnu Majjah, Ibrahim bin Ishaq, Ahmad bin Hanbal, Ahmad
bin Sa’id, Ahmad bin Sayyar Al-Marwazi, Ahmad bin
Abdurrahman bin Basyar An-Nasa’i, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Ibnu Khirasy berkata bahwa ia Shaduq, Yahya bin Ma’in dan
Abu Hatim berkata bahwa tsiqqah.19
5) An-Nasa’i
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan
bin Bahr bin Dinar.
Guru-guru :
(Tidak dijelaskan).
Murid-murid :
Ibrohim bin Ishaq bin Ibrohim bin Ya’qub bin Yusuf Al-
Askandari, Abu Ishaq Ibrohim bin Muhammad bin Sholih bin
Sinan Al-Quraisy Al-Dimasyqi, Abu Al-Abbas Abyadh bin
Muhammad bin Al-Harits bin Abyadh Al-Quraisy Al-Fihri Al-
Mishri, Ahmad bin Ibrohim bin Muhammad bin Asyhab bin Abdul
Aziz Al-Qaisi Al-‘Amiri, Ahmad bin Abdullah bin Al-Hasan Ali
Al-Adawi Al-Ma’ruf, Sa’id bin Qahlaun bin Sa’id Al-Bajjani, Abu
Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Ath-Thabrani, dan lain-
lain.20
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Dar al-Quthni : Katsir Al-Hadis, menurut Abu Bakar:
Ma’mun, menurut Abu Said Yunus : Tsiqah, Hafidz.21

19
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 15, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 236-244.
20
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 151-158.
21
Ibid, hal. 151-158.

21
Biografi rowi an-Nasa’i jalur kedua
1) Ibnu Umar (telah dipaparkan di atas)
2) Salim bin Abdillah bin Umar
Nama lengkap Salim adalah Salim bin Abdillah bin Umar bin
Khattab Al-Qurasy, Al-Adawi.
Guru-guru:
Rafi bin Khadij, Said bin Al-Musayyab, Safinah Maula Ummu
Salamah, Abihi Abdullah bin Umar, Abdullah bin Muhammad
bin Abi Bakr Ash-Shiddiq, Akhihi Al-Qasim bin Muhammad, dan
lain-lain.
Murid-murid:
Ibrahim bin Abi Hanifah Al-Yamamiy, Ibrahim bin Uqbah,
Jabir Al-Ju’fi, Harist bin Abdurrahman, Abdullah bin Al-Ala,
Shaeh bin Muhammad, Abr bin Dinar Al-Maki, Al-Fadl bin
Athiyyah, Al-Fadl bin Mubasysyar Al-Anshari, Fudhail bin
Ghazwan, Muhammad bin Abdurrahman, Muhammad bin Salim
bin Syihab Az-Zuhri, Muqtal bin Hayyan, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Al-Ijli, Salim bin Abdillah bin Umar tsiqqah dan
menurut Muhammad bin Sa’id, tsiqqah dan banyak meriwayatkan
Hadis.22
3) Az-Zuhri
Nama lengkap Az-Zuhri adalah Muhammad bin Muslim bin
Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah bin Al-Harits bin
Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luaiy bin Ghalib Al-
Qurasy Az-Zuhri.
Guru-guru:
Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Ismail bin Muhammad bin
Saad, Jabir bin Abdullah, Ja’far bin Amr, Hassan bin Muhammad,

22
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 7, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 15-20.

22
Hafsh bin “Ashim, Hamzah bin Abdullah, Handzalah bin Ali, Rafi‘
bin Khadij, Salim bin Abdullah bin Umar, Muhammad bin
Abdurrahman bin Tsauban, Yahya bin Urwah, dan lain-lain.
Murid-murid:
Ibrahim bin Ismail bin Mujamma‘, Ibrahim bin Abi Ablah,
Usamah bin Zaid, Ayyub bin Musa, Bukair bin Abdullah bin Al-
Asyaj, Ja’far bin Rabi’ah, Hakim bin Hakim bin Abad, Rauh bin
Janah, Zam’ah bin Shaleh, Zaid bin Alam, Salim bin Al-Afthas,
Sa’id bin Basayir, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Arqam,
Sulaiman bin Musa, Abdurrahman bin Hassan, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Muhammad bin Sa’id: tsiqqah dan banyak
meriwayatkan Hadis.23
4) Sufyan
Nama lengkap Sufyan adalah Sufyan bin Uyainah bin Abi
Imran Al-Kufi.
Guru-guru:
Ibrahim bin Uqbah, Ibrahim bin Muslim Al-Hajariy, Israil Abi
Musa, Ismail bin Umayyah, Jabir bin Yazid Al-Ju’fi, Abdullah bin
Dinar, Abdul Aziz bin Rafi‘, Abdul Karim Abi Umayyah,
Ubaidulah bin Umar, Utsman bin Abi Sulaiman, ’Átha bin As-
Saib, Ali bin Zaid, Umar bin Habib, Muhammad bin Ass-Saib,
Muhammad bin Abdurrahman, Muhammad bin ’Uqbah,
Muhammad bin Amr bin ’Álqamah, Muhammad bin Muslim bin
Syihab Az-Zuhri, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, dan lain-lain.
Murid-murid:
Ibrahim bin Basyar Ar-Ramadiy, Ibrahim bin Dinar At-Tamr,
Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad, Ishaq bin Israil, Ayyub bin
Hassan, Abu Basyr bin Bakr bin Khalaf, Hamid bin Yahya, Hajjaj

23
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 17, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 220-232.

23
bi Minhal, Abu Ammar Al-Hussain bin Huraits, Ali bin Hajr, Ali
bin Khasyram, Ali bin ’Ayyasy Al-Himshi, Al-Fadhl bin Ash-
Shobah Al-Baghdadi, Qutaibah bin Sa’id, Qais bin Ar-Rabi‘,
Mujahid bin Musa, Muhammad bin Sulaiman, Abu Kuraib
Muhammad bin Al-’Ala, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Ahmad bin Abdullah Al-’Ijli, tsiqqah dan tsubut.24
5) Qutaibah (telah dipaparkan di atas)
6) An-Nasa’i (telah dipaparkan di atas)

b) Biografi rowi dari jalur Al-Bukhari


Khusus pada jalur periwayan dari al-Bukhari, terdapat dua rowi
a’la yang tertera dengan kata ‫ عنهما‬yang berarti hadis tersebut
diriwayatkan oleh dua rowi yakni, Ibnu Umar dan Umar bin
Khatab (bapaknya).
1) Umar bin Khatab
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khatab bin Nufail bin
‘Abdil ‘Uzza bin Riyah bin ‘Abdillah bin Qurth bin Razah bin
‘Adiyy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasy Al-‘Adawy.
Guru-guru:
Nabi Rasulullah Saw., Ubay bin Ka’ab, Abi Bakr Ash-Shidiq.
Murid-murid:
Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Maulahu Aslam, Hamzah
bin Amr Al-Aslami, Sufyan bin Wahab Al-Khaulaniyy, ‘Ashim bin
‘Amr Al-Bajaly, Abdullah bin ‘Amir, Abdullah bin Abdurrahman
bin Abdil Qariy, Ibnuhu Abdullah bin Umar bin Khattab, ‘Amr
bin Maimun Al-Audiy, Qais bin Abi Hazim, Qais bin Marwan
Nu’man bin Basyir,Ya’qub, Abu Idris Al-Khaulani, dan lain-lain.

24
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 7, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 368-382.

24
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut ‘Ashim bin Ubaidullah, Umar bin Khattab adalah
yahtajju (orang yang menjadi hujjah).25 Menurut Anas dan Ibnu
Umar, banyak ilmunya.26
2) Ibnu Umar (telah dipaparkan di atas)
3) Nafi’ (telah dipaparkan di atas)
4) Malik
Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi
‘Amir bin ‘Amr bin Al-Harits bin Utsman bin Jutsail.
Guru-guru :
Ibrohim bin Abi Ablah al-Maqdasi, Ibrohim bin ‘Uqbah, Ishaq
bin Abdullah bin Abi Thalhah, Ismail bin Abi Hakim, Ayyub Abi
Tamimah As-Sakhtiani, Ayyub bin Habib Az-Zuhri, Tsaur bin
Yazid Ad-Dili, Ja’far bin Muhammad Ash-Shodiq, Humaid bin
Qais Al-Makki Al-A’roj, Muhammad bin Yahya bin Hibban,
Mahzamah bin Sulaiman, Miswar bin Rifa’ah Al-Qurodzi, Nafi’
Maula Ibnu Umar, Nu’aim bin Abdullah Al-Mujmir, Abi Ubaid
Hajib Sulaiman bin Abdul Malik, Abi Laila bin Abdullah bin
Abdurrohman bin Sahl Al-Anshari, ‘Aisyah bint Sa’d bin Abi
Waqash, dan lain-lain.
Murid-Murid:
Ibrohim bin Thahman, Ibrohim bin Abdullah bin Quraim Al-
Anshari (Qadhi Madinah), Ibrohim bin Umar bin Abi Al-Wazir,
Abu Hudzafah Ahmad bin Ismail bin Yunus, Ishaq bin Sulaiman
Ar-Razi, Asyhab bin Abdul Aziz, Bisyr bin Umar Az-Zahroni,
Juwairiyah bin Asma’, Habib bin Abi Habib, Dawud bin Abdullah
bin Abi Al-Karom Al-Ja’fari, Suwaid bin Sa’id, Syu’bah bin Al-
Hajjaj, Syu’aib bin Al-Harb, Abdullah bin Abdul Wahab Al-

25
Yahtajju merupakan ta’dil tingkat pertama menurut Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, lihat:
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), hal. 46.
26
Lebih jelas baca: Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-
Kamal fi Asmai Ar-Rijal, juz 14, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 50-57.

25
Hajabi, Abdullah bin Al-Mubarok, Abdullah bin Muhammad An-
Nufaili, Abdullah bin Maslamah Al-Qa’nabi, Abdullah bin Nafi’
Az-Zubairi, Abdullah bin Nafi’ Ash-Shoigh, Abdullah bin Wahab,
Abdullah bin Yusuf At-Tinisiy, Abdurrohman bin ‘Amr Al-
Auza’i, Abdurrohman bin Ghazwan Al-Ma’ruf, Abdurrohman bin
Al-Qasim Al-Mishri, Abdurrohman bin Mahdi, Abu Nu’aim Al-
Fadl bin Dukain, Al-Qasim bin Yazid Al-Jarmiy, Qutaibah bin
Sa’id Al-Balkhi, Kamil bin Thalhah Al-Jahdari, Laits bin Sa’ad
Muawiyah bin Hisyam Al-Qashr, Mu’ala bin Manshur Ar-Razi,
Ma’n bin Isa Al-Qazzaz, Hisyam bin ‘Ammar Ad-Dimasyqi,
Yahya bin Yahya An-Naisaburi, Yahya bin Zakariyya bin Abi
Zaidah, Abu Al-Walid Ath-Thayalisi, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Muhammad bin Sa’id: Tsiqah, ‘Alim, Hujjah,
Ma’mun.27
5) Abdullah bin Yusuf
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Yusuf At-Tinnisiy, Abu
Muhammad Al-Kala’i Al-Mishri.
Guru-guru:
Ismail bin Rabi’ah bin Hisyam bin Ishaq Bin Kinanah, Salamah
bin ’Ayyar, Shabih Al-Murayy, Sa’id bin Basyir, Abdullah bin
Salim Al-Himshi, Abdullah bin Wahab, Abdurrahman bin
Maisaroh, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, Al-Laits bin Said,
Malik bin Anas, Muhammad bin Muhajjir, Mughirah bin
Mughirah Ar-Ramli, dan lain-lain.
Murid-Murid:
Al-Bukhari, Ibrahim bin Hani‘ An-Naisaburi, Ibrahim bin
Ya’qub, Ismail bin Abdullah Amr bin Manshur An-Nasa’i,
Muhammad bin Ishaq, dan lain-lain.

27
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 17, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 381-389.

26
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Ahmad bin Abdullah Al-’Ijli : Tsiqah.28
6) Al-Bukhari
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Al-Mughirah bin Badzdizbah.
Guru-guru:
Ibrahim bin Hamzah Az-Zubairy, Ibrahim bin Al-Munzir Al-
Khizami, Ishaq bin Rohawaih, Hasan bin Bassyr Al-Bajaly, Dawud
bin Syabib Al-Bahali, Sa’id bin Sulaiman, Sa’id bin Katsir bin
’Ufair, Abi Ashim Ad-Dhahhak, Abi Bakr Abdullah bin Abi Al-
Ausad, Abdullah bin Zubair Al-Humaidy, Abdullah bin Yusuf
At-Tinnisy, Abdurrahman bin Ibrahim Duham, ’Affan bin
Muslim, Qais bin Hafsh, dan lain-lain.
Murid-Murid:
Tirmidzi, Ibrahim bin Ishaq Al-Harbi, Ibrahim bin Ma’qil An-
Nasafy, Abu Bakr Ahmad bn Muhammad bin Shadaqoh Al-
Baghdadi, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Ahmad bin Sayyar Al-Marwazi: Hafidz.29

c) Biografi rowi dari jalur Abu Dawud


1) Ibnu Umar (telah dipaparkan di atas)
2) Nafi’ (telah dipaparkan di atas)
3) Malik (telah dipaparkan di atas)
4) Al-Qa’nabi
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Maslamah Al-Qa’nabi
Al-Haritsi.

28
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 10, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 652-655.
29
Ibid, juz 16, hal. 84-90.

27
Guru-guru:
Ibrohim bin Ismail bin Abi Habibah Al-Asyhali, Ibrohim bin
Sa’d Az-Zuhri, Usamah bin Zaid bin Aslam, Ishaq bin Abi Bakr
Al-Madani, Aflah bin Humaid, Isa bin Haafsh bin ‘Ashim bin
Umar Al-Khotob, Isa bin Yunus, Fudhail bin ‘Iyadh, Katsir bin
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf Al-Muzani, Laits bin Sa’id, Malik bin
Anas, Muhammad bin Abdullah bin Muslim Ibn Abi Az-Zuhri,
Muhammad bin Abdurrohman bin Abi Adz-Dzi’b, Mu’tamar bin
Sulaiman, Al-Mughiroh bin Abdurrohman Al-Hizami, Nafi’ bin
Abdurrohman, Nafi’ bin Umar Al-Jumahiy, Hisyam bin Sa’d,
Waki’ bin Al-Jiroh, Yazid bin Ibrohim At-Tustari, Yazid bin
Zurai’, Ya’qub bin Muhammad bin Thahla’, dan lain-lain.
Murid-murid:
Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Ibrohim bin Harb Al-
‘Askari, Abu Ibrohim bin Abdullah Al-Kasyi, Ahmad bin Al-
Hasan At-Tirmidzi, Ahmad bin Sinan Al-Qathan, Abu Mas’ud
Ahmad bin Al-Furat Ar-Razi, Ishaq bin Al-Hasan Al-Harbi, Ismail
bin Ishaq Al-Qadhi, Ismail bin Abdullah Al-Ashobihani, Hammad
bin Ishaq bin Ismail bin Hammad bin Zaid, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Abdurrohman dari Abi Hatim : Tsiqah, Hujjah.
Menurut Ahmad bin Abdullah Al-‘Ijli : Tsiqah, Rojulun Sholih.30
5) Abu Dawud
Nama lengkapnya adalah Sulaiman Al-Asy’at bin Ishaq bin
Basyr Ibn Syadad bin ‘Amr bin ‘Amir.
Guru-guru:
Ibrohim bin Basyr Ar-Romadi, Ibrohim bin Al-Hasan Al-
Mishshi, Ibrohim bin Al-‘Ala Az-Zubaidi, Ibrohim bin Mustamir
Al-‘Aruqi, Ibrohim bin Mahdi Al-Mishshi Abdullah bin Sa’id Al-

30
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 10, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal.540-545.

28
Asyaj, Abi Ma’mar Abdullah bin ‘Amr Al-Minqari Al-Muq’ad,
Abi Ja’far Abdullah bin Muhammad An-Nufaili, Abdullah bin
Maslamah Al-Qa’nabi, Abdul Malik bin Habib Al-Mishshi,
Ubdah bin Sulaiman Al-Marwazi, Ali bin Al-Maadani, ‘Amr bin
‘Aun Al-Wasithi, ‘Amr bin Marzuq, Muhammad bin Baakar bin
Royan, Muhammad bin Abi Ghalib Al-Qumasi, Yahya bin Ma’in,
Yazid bin Kholid bin Mauhab Al-Hamdani Ar-Romli, Ya’qub bin
Ibrohim Ad-Dauroqi, Yusuf bin Musa Al-Qathan, Abi Hashin
Aar-Razi, Abi Al-Abbas Al-Qalawwari, dan lain-lain.
Murid-murid:
Tirmidzi, Ibrohim bin Hamdan, Ibrohim bin Yunus Al-Aquli,
Abu Hamid Ahmad bin Ja’farAl-Asy’ari, Abu ‘Amr Ahmad bin
Ali bin Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad bin Mukhollad bin Hafsh
Ad-Duri, Muhammad bin Al-Mundzir Al-Harowi Syakr,
Muhammad bin Yahya bin Mirdas, Abu Bakr Muhammad bin
Yahya Ash-Shuli, Abu ‘Iwanah Ya’qub bin Ishaq Al-Isfaroyayni
Al-Hafidz, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil)
Menurut Abu ‘Ubaid Muhammad bin Ali bin ‘Utsman : Abu
Dawud dilahirkan pada tahun 220 dan meninggal pada bulan
Syawwal tahun 275 di Bashrah. Tsiqah, Hafidz.31

d) Biografi rawi jalur Ahmad bin Hanbal


1) Ibnu Umar (telah dipaparkan di atas)
2) Nafi’ (telah dipaparkan di atas)
3) Malik bin Anas (telah dipaparkan)
4) Ibnu Mahdi
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Mahdi bin Hassan
bin ‘Abdirrahman Al-‘Anbariyy.

31
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 8, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 5-14.

29
Guru-guru:
Ibrahim bin Sa’ad Az-Zuhri, Aiman bin Nabil, Shalih bin Abi
Al-Akhdhar, Abdullah bin Ja’far Al-Makhramiy, Abdul Aziz bin
Abi Rawwad, ‘Azrah bin Tsabit, Umar bin Abi Zaidah, Malik bin
Anas, Malik bin Mighwal, Muhammad bin Rasyid, Muhammad
bin Muslim Ath-Thaifi, Mahdi bin Maimun, Hisyam bin Sa’ad, dan
lain-lain.
Murid-murid:
Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi, Ibrahim bin
Muhammad bin ‘Ar’arah, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqy,
Ahmad bin Sinan Al-Qaththan, Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal, Ismail bin Mas’ud Al-Jahdari, Muhammad bin Yahya
Adz-Dzahli, Yahya bin Main, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Ahmad bin Muhammad Al-‘Ijli, Muhammad bin
Yahya: Hafidz. Menurut Nu’aim bin Hammad : Shahih al-Hadis,
dan Muhammad bin Sa’ad: tsiqqah.32
5) Ahmad bin Hanbal
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
bin Hilal bin Asad Asy-Syaibaniy.
Guru-guru:
Ibrahim bin Khalid Ash-Shan’ani, Ibrahim bin Sa’ad Az-Zuhri,
Ishaq bin Yusuf Al-Azraq, Ismail bin ‘Ulayyah, Hafsh bin Ghiyats,
Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi, Safwan bin ‘Isa Az-Zuhri,
Abdullah bin Bakr, Abi Mushir Abdul A’la bin Mushir Al-
Ghassani Ad-Dimisyqi, Abdurrahman bin Ghazwan Al-Ma’ruf,
Abdurrahman bin Mahdi, Abi Salamah Manshur bin Salamah,
Husyaim bin Abi Sasan Al-Kufi, Wahab bin Jarir bin Hazim, dan
lain-lain.

32
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 11, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 386-393..

30
Murid-murid:
Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibrahim bin Ishaq, Ahmad
bin Al-Hassan bin Junaidib At-Tirmidzi, Salamah bin Syabib An-
Naisaburi, Abdullah bin Umar bin Muhammad, Abu Bakr
Abdullah bin Muhammad bin Abiddunya, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Abu ’Abid: Shaduq.33

e) Biografi rowi dari jalur Muslim pertama


1) Ibnu Umar (telah dipaparkan)
2) Nafi’ (telah dipaparkan)
3) Malik (telah dipaparkan)
4) Yahya bin Yahya
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Yahya bin Bakr bin
Abdirrahman bin Yahya bin Hammad At-Tamimy Al-Handzaly.
Guru-guru:
Ibrahim bin Ismail Ash-Shaigh, Ibrahim bin Sa’d Az-Zuhri,
Azhar bin Sa’d As-Samman, Jarir bin Abdul Hamid, Hafsh bin
Ghiyats Hammad bin Zaid, Dawud bin Abdurrahman Al-’Aththar,
Ubaidullah bin Iyad bin Laqith, Ali bin Umar bin Ali Al-
Muqaddamiy, Fudhail bin ’Iyadh, Malik bin Anas, Mu’awiyah bin
Sallam bin Abi Sallam, Musa bin A’yan, Mu’tamir bin Sulaiman,
dan lain-lain.
Murid-murid:
Al-Bukhari, Muslim, Ibrahim bin Abdullah As-Sa’di, Ibrahim
bin Ali Adz-Dzhuli, Ahmad bin Hafsh bin Abdullah As-Sulamy,
Ahmad bin Salamah An-Naisabury, Ahmad bin Yusuf, Ishaq bin
Rahawaih, Ja’far bin Muhammad bin Al-Husain Al-Ma’ruf, dan
lain-lain.

33
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 226-253.

31
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Ahmad bin Sayyar Al-Marwazi, tsiqqah dan menurut
An-Nasa’i: tsiqqah tsubut.34
5) Muslim
Nama lengkapnya adalah Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-
Qusyairy.
Guru-guru:
Ibrahim bin Khalid Al-Yasykury, Hajib bin Walid, Hajjaj bin
Sya’ir, Sa’id bin Muhammad Al-Jarmy, Suwaid bin Sa’id Al-
Haddatsany, Syujja‘ bin Mukhallad, Ali bin Nashir bin Ali Al-
Jahdhamy,’Amr bin Suwaid Al-’Amiry, Muhammad bin Rafi‘ An-
Naisabury, Muhammad bin Abdullah bin Quhzadz Al-Marwazi,
Muhammad bin Abdullah bin Numair, Muhammad bin Abdul
A’la Ash-Shan’ani, Harun bin Abdullah Al-Hammal, Yahya bin
Yahya An-Naisabury, Yusuf bin Ya’qub Ash-Shafar, Abi Bakr
bin Abi An-Nadhr, dan lain-lain.
Murid-murid:
Ibrahim bin Ishaq, Ibrahim bin Abi Thalib, Ibrahim bin
Muhammad bin Hamzah, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan Al-
Faqih, Abu Hamid Ahmad bin Hamdun bin Rustam Al-A’masy,
dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Umar bin Ahmad Az-Zahid dan al-Hakim: tsiqqah.
Dilahirkan pada tahun 224 H dan meningeal pada tahun 261 H
menurut Abdullah Al-Hafidz.35

Biografi rowi jalur Muslim kedua


1) Ibnu Umar (telah dipaparkan)
2) Nafi’ (telah dipaparkan)
34
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 20, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 253-257.
35
Ibid, juz 18, hal. 68- 72.

32
3) Ubaidullah
Nama lengkapnya adalah Ubaidullah bin Umar bin Hafsh bin
’Ashim bin Umar bin Khattab Al-Qurasy Al-’Adawy Al-’Umry.
Guru-guru:
Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah bin Jahsy Al-Asadi,
Ayyub bin Musa AL-Quraisy, Tsabit Al-Bunaniy, Salim bin Abi
An-Nadhr, Umar bin Nafi‘ Maula ibnu Umar, ’Amr bin Syu’aib,
Abdurrahman bin Ya’qub, Kuraib Maula Ibnu ’Abbas, Muhammad
bin Yahya bin Habba, Nafi‘ Maula Ibnu Umar, Hisyam bin
’Úrwah, Yazid bin Ruman dan lain-lain.
Murid-murid:
Ahmad bin Basyir Al-Kufi, Zaidah bin Qudaman, Zuhair bin
Mu’awiyah, Sulaim bin Ahdhar, Syu’bah bin Al-Hajjaj, Abdullah
bin Idris, Abdullah bin Raja‘, ’Abbad bin ’Abbad Al-Muhallabiy,
Abdullah bin Numair, Muhammad bin Basyr Al-’Abdi, Al-Qasim
bin Yahya bin ’Atho bin Muqaddam, Yahya bin Sa’id Al-Anshari,
Yahya bin Sa’id Al-Qaththan dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Abu Hatim dan Abu Zur’ah: tsiqqah, dan menurut
An-Nasa’i: tsiqqah tsubut.36
4) Abdullah bin Numair
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Numair Al-Hamdaniy
Al-Kharifiy.
Guru-guru:
Ibrahim bin Al-Fadhl Al-Makhzumy, Ismail bin Ibrahim bin
Muhajir, Ismail bin Abi Khalid, Badr bin ’Utsman, Basyir bin
Muhajir, Sa’d bin Sa’id Al-Anshori, Saif bin Sulaiman Al-Makkiy,
Abdurrahman bin ’Amr Al-Auza’i, Abdul Aziz bin Siyah, Abdul
Aziz bin Umar bin Abdul Aziz, Ubaidullah bin Umar Al-Umri,

36
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 12, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 246-250.

33
Fudhail bin Ghazwan, Utsman bin Hakim, ’Amr bin Utsman bin
Mauhab, dan lain-lain.
Murid-murid:
Ahmad bin Budail Al-Iyami, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin
Abi Syu’aib, Husain bin Abdurrahman Al-Jarjara’I, Zakariyya bin
Yahya Al-Balkhi, Ali bin Muhammad bin Abi Syaibah, ’Amr bin
Ali Ash-Shairfy, Muhammad bin Ismail Al-Hassani, Muhammad
bin Sallam Al-Baikandiy, Ibnuhu Muhammad bin Abdullah bin
Numair, Abu Musa Muhammad bin Al-Mutsanna, Mukhallad bin
Khalid Asy-Sya’iry, dan lain-lain.
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Utsman bin Said Ad-Darimi: tsiqqah.37
5) Ibnu Numair
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdillah bin Numair
Al-Hamdani Al-Kharifiy.
Guru-guru:
Ahmad bin Basyir Al-Kufi, Abi Al-Jawwab Al-Ahwash bin
Jawwab, Hakkam bin Sallam Ar-Razi, Abi Usamah Hammad bin
Usamah, Zakariyya bin ’Adiyy, Zaid bin Al-Hubbab, Sufyan bin
’Uyainah, Syuja‘ bin Al-Walid, Abi ’Ashim Adh-Dhahhak bin
Mukhallad, Abihi Abdullah bin Numair, Muhammad bin Fudhail
bin Ghazwan, Manshur bin Wardan, Waki‘ bin Al-Jarrah, dan lain-
lain.
Murid-murid:
Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Ya’la Ahmad bin Ali
bin Al-Mutsanna Al-Mausholiy, Ahmad bin Mula’ib bin Hayyan
Al-Baghdadi, dan lain-lain.

37
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 10, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 589-591.

34
Pendapat Ulama (Jarh wa Ta’dil):
Menurut Al-’Ijli: tsiqqah, menurut Abu Hatim: tsiqqah dan
yuhtajju bihadisih, dan menurut An-Nasa’i: tsiqqah dan ma’mun.38
6) Muslim (telah dipaparkan)

c. Analisis Tahammul Ada


Tahammul ada adalah suatu kegiatan menerima dan
menyampaikan riwayat hadis secara lengkap, baik berkenaan dengan
matarantai sanad maupun matan, sebab matarantai sanad selain
memuat nama-nama perawi, memuat juga kode-kode atau lafal-lafal
yang memberikan petunjuk tentang metode periwayatan hadis yang
digunakan oleh masing-masing perawi yang bersangkutan, sehingga
dengan kode-kode tersebut dapat diteliti sejauh mana tingkatan metode
periwayatan hadis yang digunakan oleh para perawi yang nama-
namanya termuat di dalam matarantai sanad.39
Persambungan sanad adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad
hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya,
keadaan itu berlangsung sampai akhir sanad dari hadis itu. Dalam hal
ini yang akan diteliti adalah persambungan sanad dari jalur
periwayatan An-Nasa’i, al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal
dan Muslim.
1. Jalur Periwayatan an-Nasa’i Pertama dan Kedua
Pada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i metode
periwayatannya memiliki empat jenis lafadz yaitu: anna, ‘an,
ahbarona dan qala. Sighat qala dan ahbarona termasuk lambang
yang dipakai dalam tahammul ada dengan metode as-Sima’.40

38
Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazzi, Tahdzib Al-Kamal fi Asmai Ar-
Rijal, juz 16, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), hal. 467-469.
39
Muh. Ma’shum Zein, Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis, (Jombang: Darul Hikmah,
2008), cet. 1, hal. 213.
40
Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, (Yogyakarta: Teras,
2009), hal. 69.

35
Sedangkan, lambang jenis lafadz ‘an dan anna, sebagian ulama
menyatakan bahwa sanad hadis yang mengandung huruf ‘an dan
anna adalah sanad terputus. Tetapi mayoritas ulama menilai bentuk
‘an dan anna itu adalah as-Sima’, apabila dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Dalam sanad yang mengandung harf ‘an dan anna tersebut
tidak terdapat penyembunyian informasi (tadlis) yang
dilakukan oleh periwayat.
2) Antara periwayat dengan periwayat yang terdekat
dimungkinkan terjadi pertemuan.
3) Malik bin Anas, Abdullah bin Abd Al-Barr dan Al-‘Iraqiy
menambahkan satu syarat lagi yaitu para periwayatnya haruslah
orang-orang yang dapat dipercaya.41

Sebagaimana pendapat para ulama di atas, maka penulis


menyimpulkan bahwa pada jalur sanad riwayat an-Nasa’i terjadi
ketersambungan sanad di antara para perowinya, dengan alasan
sebagai berikut:
a. Para perowi tersebut tidak terdapat tadlis (penyembunyian
informasi).
b. Terdapat hubungan guru dan murid di antara para perowi hadis.
c. Jarak waktu wafat yang tidak terlampau jauh, yang
memungkinkan telah terjadi pertemuan di antara para perowi.
d. Para perowi tersebut terkenal tsiqah.

2. Jalur Periwayatan Al-Bukhari


Pada hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, metode
periwayatannya memiliki empat jenis lafadz yaitu ‘an, qala,
ahbarona dan haddatsana. Menurut M. Syuhudi Ismail, Sighat

41
Muh. Ma’shum Zein, Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis, (Jombang: Darul Hikmah,
2008), cet. 1,hal. 218.

36
ahbarona dan haddatsana masuk dalam kelompok as-Sima’, yang
memberikan kemungkinan bahwa seorang rawi mendengar hadis
itu secara langsung.42
Sedangkan sighat ‘an dan qala, sudah penulis singgung dalam
riwayat an-Nasa’i. Kemudian mengenai analisis ketersambungan
sanad, memiliki alasan yang sama dengan jalur periwayatan an-
Nasa’i.

3. Jalur Periwayatan Abu Dawud


Pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud metode
periwayatannya memiliki tiga jenis lafadz yaitu ‘an, anna, dan
haddatsana. Yang ketiganya sudah penulis singgung dalam
periwayatan an-Nasa’i dan al-Bukhari. Analisis ketersambungan
sanad, sudah penulis paparkan dijalur periwayatan an-Nasa’i.

4. Jalur Periwayatan Ahmad bin Hanbal


Pada riwayat dari Ahmad bin Hanbal, metode periwayatannya
menggunakan tiga jenis lafadz yaitu anna, ‘an dan haddatsana.
Yang ketiga-tiganya sudah penulis singgung dan analisis
ketersambungan sanad, sama dengan jalur periwayatan yang sudah
penulis paparkan pada jalur an-Nasa’i.

5. Jalur Periwayatan Muslim Pertama dan Kedua


Pada hadis yang diriwayatkan oleh Muslim metode
periwayatannya memiliki empat jenis lafadz yaitu haddatsana,
qiro’ah, ‘an dan anna. Ketiga jenis lafadz haddatsana, ‘an dan
anna sudah penulis singgung. Sedangkan Sighat qara’a adalah
sighat tahammul dengan metode al-qiro’ah ‘ala asy-Syaikh.

42
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
2005), hal. 64.

37
Kemudian, mengenai kesimpulan ketersambungan sanad dalam
jalur riwayat Muslim ialah sama seperti jalur riwayat sebelumnya
yaitu adanya ketersambungannya sanad dengan alasan sama seperti
pada jalur riwayat an-Nasa’i.

d. Kesimpulan Hasil Penelitian Sanad


Setelah penulis teliti dan menganalisa terhadap sanad-sanad yang
terdapat di dalam periwayatan an-Nasa’i, al-Bukhari, Abu Dawud,
Ahmad bin Hanbal dan Muslim, pada hadis di atas, sebagian ulama
berpendapat tentang kepribadian mereka yang tsiqah, tsiqah tsubut,
hafidz, rojulun sholih, yahtajju, shaduq dan ma’mun, serta adanya
ketersambungan sanad antara guru dan murid. Oleh sebab itu, penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa sanad hadis yang di riwayatkan
oleh empat Mukhorrij pada hadis di atas adalah Shahih as-Sanad.
Berikut, penulis akan paparkan daftar tabel penelitian sanad yang
selengkapnya;

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan an-Nasa’i jalur


pertama
Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
sanad guru Keterangan
sanad perawi kesezamanan ta’dil
dan murid
Rajulun
1. Ibnu ‘Umar 73 H Ada
Bersambung Shalih
2. Nafi’ 117 H Ada
Tsiqah
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Bersambung
3. al-Laits 176 H Ada Tsiqah
al-Laits 176 H Ada Tsiqah
Bersambung
4. Qutaibah 240 H Ada Tsiqah

38
Qutaibah 240 H Ada Tsiqah
Bersambung
5. an-Nasa’i 303 H Ada Tsiqah

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan an-Nasa’i jalur kedua


Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
sanad guru Keterangan
sanad perawi kesezamanan ta’dil
dan murid
Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rajulun
1.
Shalih
Bersambung
Salim bin
2.
Abdillah 105 H Ada Tsiqah
Salim bin 105 H Ada Tsiqah
Abdillah
Bersambung

3. az-Zuhri 123 H Ada Tsiqah


az-Zuhri 123 H Ada Tsiqah
Bersambung
4. Sufyan 198 H Ada Tsiqah
Sufyan 198 H Ada Tsiqah
Bersambung
5. Qutaibah 240 H Ada Tsiqah
Qutaibah 240 H Ada Tsiqah
Bersambung
6. an-Nasa’i 303 H Ada Tsiqah

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan al-Bukhari


Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
sanad guru Ket
sanad perawi kesezamanan ta’dil
dan murid
1. Umar bin 13 H Ada Yahtajju
Khatab Bersambung

39
2. Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rojulun
Shalih

Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rojulun


Bersambung Shalih
3.
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah

Nafi’ 117 H Ada Tsiqah


Bersambung
4. Malik 179 H Ada Tsiqah,
Ma’mun
Malik 179 H Ada Tsiqah,
Ma’mun
Bersambung
5. Abdullah bin
Yusuf 218 H Ada Tsiqah
Abdullah bin 218 H Ada Tsiqah
Yusuf
Bersambung
6. al-Bukhari 250 H Ada Hafidz

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan Abu Dawud


Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
guru dan Ket
sanad perawi kesezamanan ta’dil
murid
1. Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rajulun
Bersambung Shalih
2. Nafi’ 117 H Ada Tsiqah

40
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Bersambung
3. Malik 179 H Ada Tsiqah
Malik 179 H Ada Tsiqah
Bersambung
4. al-Qa’nabi 220 H Ada Tsiqah
al-Qa’nabi 220 H Ada Tsiqah
Bersambung
5. Abu Dawud 275 H Ada Tsiqah

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan Ahmad bin Hanbal


jalur kedua
Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
guru dan Ket
sanad perawi kesezamanan ta’dil
murid
1. Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rajulun
Bersambung Shalih
2. Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Bersambung
3. Malik 179 H Ada Tsiqah
Malik 179 H Ada Tsiqah
Bersambung
4. Ibnu Mahdi 198 H Ada Tsiqah
Ibnu Mahdi 198 H Ada Tsiqah

Bersambung
Ahmad bin
5.
Hanbal 241 H Ada Shaduq

41
Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan Muslim jalur
pertama
Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
guru dan Ket
sanad perawi kesezamanan ta’dil
murid
1. Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rajulun
Bersambung Shalih
2. Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Bersambung
3. Malik 179 H Ada Tsiqah
Malik Tsiqah
179 H Ada
Bersambung
Yahya bin Tsiqah
4. 224 H Ada
Yahya Tsubut
Yahya bin 224 H Ada Tsiqah
Yahya Tsubut
Bersambung

5. Muslim 261 H Ada Tsiqah

Tabel kesimpulan penelitian sanad dalam periwayatan Muslim jalur kedua


Hubungan
No urutan Nama Hubungan Jarh wa
guru dan Ket
sanad perawi kesezamanan ta’dil
murid
1. Ibnu ‘Umar 73 H Ada Rajulun
Bersambung Shalih
2. Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Nafi’ 117 H Ada Tsiqah
Bersambung
3. ‘Ubaidullah 144 H Ada Tsiqah

42
Tsubut

‘Ubaidullah 144 H Ada Tsiqah

4. Bersambung
Abdullah
bin Numair 199 H Ada Tsiqah
Abdullah Tsiqah
199 H Ada
bin Numair
Bersambung
Ibnu Tsiqah,
5. 234 H Ada
Numair Ma’mun
Ibnu 234 H Ada Tsiqah,
Numair Ma’mun
Bersambung
6. Muslim 261 H Ada Tsiqah

2. Penelitian Matan Hadis


Pada penelitian matan hadis, penulis mencoba meneliti dengan
beberapa langkah yaitu: pertama, dengan melihat sanad hadis; kedua,
meneliti susunan redaksi matan yang semakna; ketiga, dengan meneliti
kandungan matannya.
a. Meneliti Matan Hadis dari Kualitas Sanad
Setelah dilakukan penelitian sanad di atas, akan terlihat bahwa
kualitas sanad dari hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i, al-
Bukhari, Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal dan Muslim tentang
larangan menjual buah yang belum matang, yakni ada ketersambungan
keseluruhan dari segi sanadnya dan hadisnya pun tidak terdapat
kejanggalan.
Menurut ulama hadis, suatu hadis baru dinyatakan berkualitas
shahih (dalam hal ini shahih li dzatih) apabila sanad dan matan hadis

43
itu sama-sama berkualitas shahih. Dengan demikian, hadis yang
sanadnya shahih dan matnnya tidak shahih, atau sebaliknya, sanadnya
dhaif dan matannya shahih, tidak dapat dinyatakan sebagai hadis
shahih.43
Oleh karena itu perlu diadakan penelitian selanjutnya, yaitu
penelitian matan yang lebih komprehensif lagi. Karena sesungguhnya,
kualitas matan tidak selalu sejalan dengan kualitas sanadnya.
b. Meneliti Redaksi Matan yang Semakna
Setelah melakukan penelitian matan dari kualitas sanad, maka
langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan meneliti redaksi
matan yang semakna. Diketahui bahwa hadis tentang larangan menjual
buah yang belum matang yang penulis temukan yaitu:
1) An-Nasa’i jalur pertama
َّ ‫سو ِّل‬
ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن َر‬ ُ ‫ع ْن اب ِّْن‬
َ ‫ع َم َر‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ‫ْث‬ ُ ‫أ َ ْخبَ َرنَا قُت َ ْيبَةُ قَا َل َحدَّثَنَا اللَّي‬
‫ص ََل ُحهُ نَ َهى ْالبَائِّ َع‬
َ ‫سلَّ َم قَا َل ََل تَبِّيعُوا الث َّ َم َر َحتَّى يَ ْبدُ َو‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
َ ‫َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬

“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah


menceritakan kepada kami Al-Laits dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari
Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah menjual buah hingga
kelihatan layaknya”, beliau melarang penjual dan pembeli”.

An-Nasa’i jalur kedua


‫ع ْن أ َ ِّبي ِّه‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫سا ِّلم‬ ُّ ‫ع ْن‬
َ ِّ ‫الز ْه ِّري‬ َ ‫ان‬ ُ ‫س ْف َي‬
ُ ‫س ِّعيد قَا َل َحدَّثَنَا‬َ ‫أ َ ْخ َب َرنَا قُت َ ْيبَةُ ب ُْن‬
‫ع ْن بَيْعِّ الث َّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِّ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
ُ‫ص ََل ُحه‬َ

43
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
hal. 123.

44
“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az-Zuhri
dari Salim dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw melarang dari
menjual buah hingga kelihatan kelayakannya.”
2) Al-Bukhari
‫ع َم َر‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِّد‬
ُ ‫َّللاِّ ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ٌ‫ف أ َ ْخبَ َرنَا َما ِّلك‬
َ ‫س‬ُ ‫َّللاِّ ب ُْن يُو‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
‫ار‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن ُه َما أ َ َّن َر‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ِّ ‫َر‬
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬ َ ‫َحتَّى يَ ْبد َُو‬

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah


mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin
'Umar radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli
buah-buahan hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau
melarang untuk penjual dan pembeli.”

3) Abu Dawud

َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِّد‬
‫َّللاِّ ب ِّْن‬ َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ٌ‫ع ْن َما ِّلك‬َ ‫َّللاِّ ب ُْن َم ْسلَ َمة ال َق ْعنَ ِّب ْي‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
‫ار َحتَّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِّ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬ُ
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬ َ

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah


Al-Qa’nabi dari Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar
bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan hingga
sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk
penjual dan pembeli.”

4) Ahmad bin Hanbal


‫ع َم َر‬ ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ٌ‫الرح َمن يعنِّي ابن َم ْهدِّي َحدَّثَنَا َما ِّلك‬ َّ ُ‫ع ْبد‬َ ‫َحدَّثَنَا‬
َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ ْم َرةِّ َحتَّى يَ ْبد َُو‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِّ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ُ ‫أ َ َّن َر‬
َ ‫ص ََل ُح َها نَ َهى ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬
‫ي‬ َ

45
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman yakni Ibnu
Mahdi telah menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu
'Umar bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan
hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang
untuk penjual dan pembeli.”

5) Muslim jalur pertama


‫ع َم َر أ َ َّن‬
ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ٌ‫علَى َما ِّلك‬ َ ُ‫ي قَا َل قَ َرأْت‬ َ ْ‫ي بن َيح‬َ ْ‫َحدَّثَنَا َيح‬
‫ص ََل ُح َها‬ َ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬
َ ‫نَ َهى‬ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫َر‬
َ ‫نَ َهى ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah


berkata , telah aku bacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu
‘Umar bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan
hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang
untuk penjual dan pembeli.”

Muslim jalur kedua


‫ع َم َر عن‬ ُ ‫ع ْن إب ِّْن‬
َ ‫ع ْن نَافِّع‬ َ ِّ‫عبَيدُللا‬ ُ ‫َحدَّثَنَا ِّإب ُْن نُ َمير َحدَّثَنَا أَبِّي َحدَّثَنَا‬
َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫ع ْن بَيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬
‫ص ََل ُح َها نَ َهى‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫النَّبي‬
َ ‫ْالبَائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬
‫ع‬

“Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah


menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada
kami ‘Ubaidullah dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Saw.
melarang jual beli buah-buahan hingga sampai buah itu telah
nampak jadinya. Beliau melarang untuk penjual dan pembeli.”

Dengan melihat ketujuh redaksi matan hadis di atas, semuanya


menerangkan tentang larangan menjual buah yang belum matang
dengan berbagai lafadz yang berbeda. Misalnya, pada riwayat dari an-

46
Nasa’i jalur pertama, larangannya menggunakan lafadz ‫ ََل‬, sedangkan
pada jalur riwayat yang lainnya, semuanya menggunakan larangan
dengan lafadz ‫نهى‬. Riwayat dari an-Nasa’i yang kedua, redaksi matan
lebih sedikit daripada jalur riwayat yang lainnya, matannya hanya
َ ‫ نَ َهى َع ْن َبيْعِّ الث َّ َم ِّر َحتَّى َي ْبد َُو‬saja, tapi riwayat dari an-Nasa’i
sampai ُ‫ص ََل ُحه‬
jalur pertama, al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal, Muslim
jalur pertama dan kedua, semuanya memiliki redaksi matan yang
berlanjut.
Pada riwayat an-Nasa’i yang pertama memiliki akhir redaksi
matan hadis yang sama dengan riwayat dari Abu Dawud dan Ahmad
bin Hanbal yang menggunakan lafadz ‫ي‬ َ ‫ َن َهى ْال َبائِّ َع َو ْال ُم ْشت َِّر‬. Sedangkan
riwayat dari al-Bukhari memiliki redaksi matan yang sama dengan
riwayat dari Muslim jalur pertama dan kedua yang menggunakan ‫َن َهى‬
َ ‫البَائِّ َع َو ْال ُم ْبت َا‬.
‫ع‬ ْ
Pada ketujuh redaksi matan hadis tersebut, larangan menjual
buah yang belum matang, redaksi matannya menggunakan lafadz yang
berbeda. Pada riwayat an-Nasa’i jalur pertama menggunakan redaksi
َ ‫َل تَبِّيعُوا الث َّ َم َر َحتَّى َي ْبد َُو‬,َ pada riwayat an-Nasa’i jalur kedua
matan ُ‫ص ََل ُحه‬
menggunakan lafadz ُ‫ص ََل ُحه‬ َ ‫ نَ َهى َع ْن بَيْعِّ الث َّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬. Kemudian, pada
َ ‫ار َحتَّى يَ ْبد َُو‬
riwayat al-Bukhari menggunakan lafadz ‫ص ََل ُح َها‬ ِّ ‫َن َهى َع ْن بَيْعِّ الثِّ َم‬
memiliki redaksi yang sama dengan riwayat Abu Dawud, tetapi pada
akhir matan hadis, kedua jalur riwayat tersebut menggunakan lafadz
yang berbeda yang sudah penulis paparkan pada alinea sebelumnya.
Selanjutnya, pada riwayat Ahmad bin Hanbal menggunakan lafadz ‫نَ َهى‬
َ ‫ َع ْن بَيْعِّ الثِّ ْم َر ِّة َحتَّى يَ ْبد َُو‬sedangkan riwayat Muslim yang pertama
‫ص ََل ُح َها‬
dan kedua memiliki redaksi matan hadis yang sama yang keduanya
َ ‫نَ َهى َع ْن بَيْعِّ الثِّ َم ِّر َحتَّى يَ ْبد َُو‬.
menggunakan lafadz ‫ص ََل ُح َها‬
Dengan demikian, meskipun redaksi matan hadisnya terdapat
perbedaan penggunaan lafadz tapi maksud dan inti tujuannya sama
yaitu larangan menjual buah-buahan yang belum matang dan
Rosulullah melarang penjual dan pembeli. Dan menurut analisa

47
penulis, perbedaan lafadz pada redaksi matan hadis tersebut untuk
melengkapi penjelasan hadis yang belum ada penjelasan tentang
larangan menjual buah yang belum matang seperti dalam riwayat dari
An-Nasa’i yang kedua. Kemudian, mengenai larangan Rosulullah bagi
penjual dan pembeli yang dimaksud adalah larangan bagi penjual
supaya tidak memakan harta dari jalan yang batil (karena menjual buah
yang belum matang), sedangan larangan untuk pembeli yaitu supaya
tidak menyia-nyiakan hartanya untuk membeli buah yang belum
matang. Jadi perbedaan dalam hal ini wajar saja selagi perbedaan
tersebut tidak menyalahi tujuan dan maksud yang sebenarnya.

c. Meneliti Kandungan Matan (Syarh) 44


Makna hadis secara tekstual menunjukkan bahwa larangan
menjual buah yang masih berada di pohonnya dan belum mulai tampak
kelayakannya (belum matang). Sebaliknya, makna hadis secara
mafhum al-mukhalafah (pemahaman kebalikannya) hadis ini
menunjukkan bahwa dalam Islam boleh hukumnya menjual buah yang
masih berada di pohonnya kalau telah mulai tampak kelayakannya
(sudah matang).
Kemudian, mengenai maksud yabduwa shalâhuhu (mulai tampak
kelayakannya) dijelaskan oleh riwayat lainnya. Dalam riwayat dari
Jabir ra., menuturkan:
‫ع الث َّ َم َرة ُ َحتَّى ت ُ ْش ِّق َح فَ ِّقي َل َو َما ت ُ ْش ِّق ُح‬
َ ‫ي صلى للا عليه وسلم أ َ ْن ت ُبَا‬ ُّ ‫نَ َهى النَّ ِّب‬
‫ار َويُؤْ َك ُل ِّم ْن َها‬
ُّ َ‫صف‬ ُّ ‫قَا َل تَحْ َم‬
ْ َ ‫ار َوت‬
“Nabi saw melarang buah dijual hingga tusyqih, Ditanyakan,
“Apa tusyqih itu?” Beliau menjawab, “Memerah dan menghijau serta
(bisa) dimakan darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

44
Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari,
penerjemah: Amiruddin, jilid 25, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet. 3, hal. 207-208. Lihat juga
Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, terj:
Abu Ihsan al-Atsari (T.tp: Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hal. 255-258.

48
Kemudian, Ibnu ‘Abbas menuturkan:

ُ‫ع ْن بَيْعِّ النَّ ْخ ِّل َحتَّى يُؤْ َك َل ِّم ْنهُ أ َ ْو يَأ ْ ُك َل ِّم ْنه‬
َ ‫ي صلى للا عليه وسلم‬ ُّ ِّ‫نَ َهى النَّب‬
َ‫َو َحتَّى يُوزَ ن‬
“Nabi saw. telah melarang menjual kurma hingga bisa dimakan
darinya atau orang bisa makan darinya dan hingga bisa
ditimbang”. (HR al-Bukhari).

Jadi, batasan buah yang masih ada di pohonnya bisa dijual ialah
kalau telah layak dimakan (matang), dan tanda-tanda buah itu sudah
bisa dimakan berbeda-beda sesuai dengan jenis buahnya. Hal itu telah
diisyaratkan dalam riwayat Anas bin Malik ra.:

‫ع ْن‬ ِّ َ‫ع ْن بَيْعِّ ْال ِّعن‬


َ ‫ب َحتَّى َيس َْودَّ َو‬ َ ‫َّللاِّ صلى للا عليه وسلم نَ َهى‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫«أ َ َّن َر‬
ِّ ‫بَيْعِّ ْال َح‬
َّ ‫ب َحتَّى يَ ْشتَد‬
”Rasulullah saw melarang menjual anggur hitam hingga
warnanya menghitam dan menjual biji-bijian hingga sudah
keras”. (HR Abu Dawud).

Dalam hal buah-buahan, secara umum terdapat dua


jenis. Pertama, buah-buahan yang ketika sudah tua/cukup umur bisa
dipetik dan selanjutnya bisa matang, seperti mangga, pisang, pepaya,
dan lain-lain, jikalau telah ada semburat warna merah atau kuning
yang menandakan sudah cukup tua, buah itu bisa dipetik dan nantinya
akan matang. Tetapi, kalau belum tampak tanda-tanda seperti itu buah
dipetik, maka tidak bisa matang. Buah-buahan jenis ini, kalau telah
tampak tanda-tanda perubahan warna itu, yakni sudah cukup tua
untuk dipetik, maka sudah boleh dijual meski masih berada di
pohonnya.
Kedua, buah-buahan yang harus dipetik ketika sudah masak
seperti semangka, jambu, anggur, rambutan dan lain-lain. Kalau telah
seperti itu, maka buah yang masih dipohonnya boleh dijual dan halal

49
hukumnya. Batas tersebut bisa diketahui dengan mudah oleh orang
yang berpengalaman pada bidangnya.
Ada juga tanaman yang kebanyakan dari jenis sayuran seperti
ketimun, buncis, kacang panjang, dan sebagainya, yang sekiranya
bunganya sudah berubah menjadi buah, maka pada saat itu sudah
mulai layak untuk dikonsumsi. Buah tanaman sejenis ini, andai
bunga sudah berubah menjadi buah, sudah boleh dijual dan halal
hukumnya dalam Islam. Adapun jenis biji-bijian, seperti padi, kedelai,
jagung dan sebaganya, maka sesuai hadis Anas di atas, sudah boleh
dijual ketika sudah keras.
Tampaknya kelayakan buah untuk dikonsumsi itu tidak harus
terpenuhi pada seluruh buah di kebun. Karena hal tersebut sukar
sekali. Sebabnya, buah di satu kebun bahkan satu pohon memang
tidak memiliki tingkat ketuaan yang sama dan tidak bisa matang
secara bersamaan. Ketuaan dan menjadi matang itu terjadi secara
bertahap hingga seluruh buah di kebun menjadi tua/matang.
Karena itu, maksud yabduwa shalahuhu itu adalah kalau ada
sebagian buah sudah layak dikonsumsi, maka buah yang sama di satu
kebun itu boleh dijual semuanya, baik yang sudah mulai matang
maupun yang belum. Batas mulai layak dikonsumsi itu bergantung
pada masing-masing jenis buah. Misalnya, kalau telah ada sebagian
manga yang matang, maka semua manga yang ada di satu kebun itu
boleh dijual.
Jika buah yang masih di pohon itu dijual, lalu terjadi bencana
cuaca seperti hujan, angin, hawa dingin, angin kering/panas, dan
sebagainya, maka penjual wajib menarik diri dari harga buah yang
mengalami cacat atau rusak dan mengembalikannya kepada
pembeli. Seperti Jabir ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah
bersabda:
َ ُ‫صا َبتْهُ َجا ِّئ َحةٌ فََلَ َي ِّح ُّل لَ َك أ َ ْن ت َأ ْ ُخذَ ِّم ْنه‬
‫ش ْيئًا ِّب َم‬ َ َ ‫يك ث َ َم ًرا فَأ‬
َ ‫ت ِّم ْن أ َ ِّخ‬َ ‫ِّإ ْن ِّب ْع‬
َ ‫ت َأ ْ ُخذُ َما َل أ َ ِّخ‬
‫يك بِّغَي ِّْر َحق‬

50
“Jika engkau menjual buah kepada saudaramu, lalu terkena
bencana, maka tidak halal bagimu mengambil sesuatu pun darinya
karena (ketika itu) engkau mengambil harta saudaramu tidak secara
haq”. (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i).

Tetapi, jika bencana itu bukan bencana cuaca seperti pencurian,


kekeringan karena kerusakan pompa, gempa, banjir, kebakaran, dan
lain-lain, maka penjual tidak harus melepaskan harganya. Bencana
seperti itu tidak termasuk dalam cakupan makna hadis tersebut.
Dengan penelitian terhadap kandungan matan hadis tersebut,
jelaslah sudah kalau larangan menjual buah yang belum matang itu
dilarang.

d. Kesimpulan Penelitian Matan


Setelah melakukan berbagai tahapan penelitian seperti yang telah
diuraikan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian
matannya yaitu berkisar antara shahih dan dha’if karena kualitas
matan hanya dikenal dua macam tersebut. Dari hasil penelitian matan
yang telah dilakukan melalui tiga langkah yakni dengan meneliti
sanadnya, meneliti redaksi matan yang semakna, dan dengan meneliti
kandungan maknanya (syarah), maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa matan hadis di atas itu Shahih al-Hadis.

51
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan mulai dari penelitian sanad meliputi
i’tibar sanad, naqd sanad, tahammul ada, bagan sanad, bagan seluruh rangkaian
sanad, kualitas persambungan sanad, dan juga penelitian matan yang meliputi
meneliti kualitas sanad, meneliti redaksi matan hadis yang semakna, dan yang
terakhir yaitu meneliti kandungan matannya. Dengan demikian, maka dapat
penulis simpulkan bahwa sanad dan matan hadis ini berkualitas shahih.

52
DAFTAR PUSTAKA

al-Asqalaniy, Imam Al-Hafidz Al-Hujjah Syaikh Al-Islam Syihabuddin Abi Al-


Fadl Ahmad Abi Ali Ibn Hajar. 2008. Fathul Baari Syarah Shahih Al-
Bukhari, penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, cet. 3.

al-Bukhari, Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah
bin Bardizbah. 1971. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah.

Hanbal, Ahmad bin. T.th. Musnad Ahmad bin Hanbal. Kairo: Dar Al-Hadis. juz. 4

al-Hilali, Salim bin ‘Ied. 2006. Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah
an-Nabawiyyah, terj: Abu Ihsan al-Atsari. T.tp: Pustaka Imam Syafi’i.

Ismail, M. Syuhudi. 2005. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: PT. Bulan
Bintang.

________________. 1992. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan


Bintang.

Khumaidi, Irham. T.th. Ilmu Hadis Untuk Pemula. Jakarta: Artha Rivera.

Ma’luf, Louis. 1986. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-


Masyariq.

al-Mizzi, Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf. T.th. Tahdzib Al-Kamal fi


Asmai Ar-Rijal. Beirut: Dar Al-Fikr. Juz. 1.
_______________________. Juz. 7.
_______________________. Juz. 8.
_______________________. Juz. 10.
_______________________. Juz. 11.
_______________________. Juz. 12.
_______________________. Juz. 14.
_______________________. Juz. 15.

53
_______________________. Juz. 16.
_______________________. Juz. 17.
_______________________. Juz. 19.
_______________________. Juz. 20.

Muslim, Imam. T.th. Shahih Muslim. Kairo: Dar Al-Hadis. juz. 5.

An-Nasa’i, Abi Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali Al-Kharsani. 1971.
Sunan An-Nasa’i. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.

As-Sijistani, Abi Dawud Sulaiman Ibn Al-Asy’ats. 1971. Sunan Abi Dawud.
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadis. Semarang:


Pustaka Rizki Putra.

Suryadi. 2002. Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. Yogyakarta: Madani Pustaka


Hikmah.

Suryadilaga, Muh. Alfatih dan Suryadi. 2009. Metode Penelitian Hadis.


Yogyakarta: Teras, cet. 1.

al-Thahhan, Mahmud. 1991. Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid. Riyadh:


Maktabah al-Ma’arif.

Weinsink, Arent Jan. 1936. Al-Mu’jam Al-Mufahros Li Al-Fadz Al-Hadis An-


Nabawi. Leiden: Brill. juz. 1

Zein, Muh. Ma’shum. 2008. Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis. Jombang: Darul
Hikmah, cet. 1.

54

Anda mungkin juga menyukai