KAJIAN PUSTAKA
9
10
Apabila dilihat dari ciri-ciri belajar, maka belajar yang efektif dapat membantu
siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa,
guru harus mempehatikan kondisi internal dan eksternal siswa. Kondisi internal
adalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa seperti kesehatan,
keterampilan, kemampuan kognitif, dan sebagainya. Kondisi eksternal adalah
kondisi yang ada diluar pribadi siswa, misalnya ruang belajar yang bersih,
sarana dan prasarana yang memadai, dan sebagainya (Hamdani, 2011).
Mata pelajaran kimia merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi
siswa yang masuk dalam kelas IPA. Ruang lingkup pembelajaran kimia
berdasarkan tinjauan umum yang tercantum dalam Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah terbitan
Depertemen Pendidikan Nasional (2003), yaitu:
2. Teori Belajar
Teori pembelajaran dan praktik pendidikan berjalan saling melengkapi.
Ketika digunakan dengan benar, teori belajar akan memberikan sebuah
kerangka yang dapat digunakan untuk membuat keputusan-keputusan
pendidikan (Schunk, 2012: 30). Para profesional pendidikan perlu
mengintegrasikan teori, penelitian, dan praktiknya. Berikut beberapa teori
belajar yang dikemukakan para ahli yang digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini.
kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara
kualitatif
3. Prestasi Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar merupakan
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui
pelajaran, dan pada umumnya diinterpretasi melalui angka dari penilaian guru
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2008). Dengan kata lain, prestasi belajar
mengindikasikan sejauh mana keberhasilan guru memberikan materi dan sejauh
mana siswa menyerap materi yang telah disajikan. Fungsi utama prestasi belajar
yang diungkapkan Arifin (1990: 3-4) diantaranya sebagai:
a. Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta
didik.
b. Indikator internal dan eksternal dari suatu institusi pendidikan
c. Indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.
a. Sikap
Aspek sikap (afektif) merupakan keyakinan individu dan
penghayatan orang tersebut mengenai suatu obyek (Suparno, 2001: 9).
Menurut Kemendikbud (2013) sikap bermula dari perasan yang terkait
dengan kecenderungan seseorang dalam merespon suatu/obyek.
Kompetensi sikap yang dimaksud adalah ekspresi nilai-nilai atau pandangan
hidup yang dimiliki seseorang dan diwujudkan dalam perilaku.
Sasaran penilaian aspek sikap sosial dan spiritual menurut
Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 disajikan dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Penilaian Hasil Belajar Ranah Sikap Spiritual dan Sosial
Tingkatan Sikap Deskripsi
Menerima nilai Kesediaan menerima suatu nilai dan
memberikan perhatian terhadap nilai tersebut
Menanggapi nilai Kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa
puas dalam membicarakan nilai tersebut
Menghargai nilai Menganggap nilai tersebut baik; menyukai nilai
tersebut; dan komitmen terhadap nilai tersebut
Menghayati nilai Memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari
sistem nilai dirinya
Mengamalkan nilai Mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri
dirinya dalam berpikir, berkata, berkomunikasi,
dan bertindak (karakter)
b. Pengetahuan
Ranah pengetahuan (kognitif) seperti diungkapkan Bloom dalam
Aunurrahman (2010) merupakan segala kegiatan yang mencakup kegiatan
otak. Didalam ranah kognitif terdapat 6 jenjang berifikir, sebagai berikut:
17
c. Keterampilan
Menurut Suparno (2001: 9-11) ranah keterampilan (psikomotorik)
menekankan pada keterampilan motorik yaitu bekerja dengan benda-benda
atau aktivitas yang memerlukan kondisi saraf dan otot. Penilaian pada aspek
keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Dalam
Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014, dimensi keterampilan terbagi
menjadi 2 yaitu dimensi abstrak dan konkret. Sasaran penilaian antara
dimensi abstrak dan konkret tersaji dalam tabel dibawah ini.
4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
heterogen untuk saling membantu sama lainnya dalam mencapai pemahaman
bersama. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis (Hamdani, 2011: 30).
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa-siswa dalam kelompok diharapkan dapat
saling membantu, berdiskusi, dan berargumentasi untuk mengembangkan
pengetahuan yang telah dikuasai dan saling mentransfer pemahaman masing-
masing (Slavin, 2005: 4).
20
dengan mudah melihat kondisi dari masalah yang dihadapkan dan mampu
memilih respon yang tepat. Dengan demikian, kegitan pembelajaran yang
dilakukan berulang akan menjadi kebiasaan dan dapat meningkatkan prestasi
belajar sebab adanya peningkatan keterampilan penyelesaian soal. Dalam
jurnalnya, McDonough (2001: 76-77) menyatakan bahwa model drill and
practice cocok diterapkan pada pembelajaran yang mengandung hitungan,
bahasa asing, dan aktivitas fisik.
Seperti disebutkan Riadi (2013) penggunaan model drill and practice
memiliki kelebihan antara lain:
a. Dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh penguasaan dan
ketrampilan yang diharapkan.
b. Akan tertanam pada setiap pribadi anak kebiasaan belajar secara rutin dan
disiplin.
9. Kemampuan Metakognisi
Istilah metakognisi pertama kali dikenalkan oleh seorang akademisi
John Flavell pada 1970an. Flavell mendefinisikan metakognisi sebagai
pengetahuan mengenai proses kognitif atau segala hal yang berhubungan
dengan ranah kognitif yang dimiliki (Rickey, 2000: 915). Secara umum
metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir tentang pemikiran. Beberapa
perspektif menekankan pengetahuan individual tentang kognisi dan pengaturan
kognisi (Gredler, 2011: 275). Lebih jaul Flavell (1985) mengungkapkan
kemampuan metakognisi diyakini berperan penting dalam berbagai jenis
aktivitas kognitif, termasuk mengomunikasikan informasi secara oral, persuasi
oral, pemahaman bacaan, kemahiran berbahasa, memori, pemecahan soal,
29
kognisi sosial, dan berbagai jenis pengajaran diri dan kontrol diri (Schunk,
2012: 400).
Pada proses pembelajaran sering dijumpai kekeliruan konsep pada
informasi yang diperoleh siswa. Artinya, informasi yang diperoleh siswa tidak
selaras dengan informasi yang dimaksudkan guru. Berkenaan dengan hal
tersebut, metakognisi dapat memantau tahap berfikir siswa agar dapat
merefleksi cara berfikir dan hasil berfikirnya. Metakognisi mempunyai peran
penting dalam proses pembelajaran matematika khususnya pemecahan
masalah. Siswa akan menyadari proses berfikirnya dan mengevaluasinya,
sehingga hal tersebut dapat mengurangi kesalahan siswa dalam memecahkan
masalah (Mahromah, 2013: 1-2).
Metakognisi terdiri dari dua rangkaian kemampuan yang berhubungan.
Dalam bukunya, Schunk (2012) menyebutkan pertama, siswa harus paham
kemampuan, strategi dan sumber apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
sebuah tugas. Kedua, siswa harus tahu bagaimana dan kapan menggunakan
kemampuan–kemampuan dan strategi tersebut untuk memastikan agar tugas
bisa diselesaikan dengan baik. Winne dan Hadwin mengungkapkan dalam
Gredler (2011: 276-277) juga Namira, dkk (2014: 1272-1274) sebuah model
aktivitas metakognitif dalam belajar terdiri dari 3 tahap utama yaitu
mendefinisikan tugas, menentukan tujuan dan perencanaan, serta tahap
monitoring dan refleksi belajar.
Setiap disiplin ilmu memiliki cara dan karakteristik masing-masing
dalam hal penalaran. Sebagian besar pengajaran untuk menumbuhkan
kemampuan metakognisi adalah dengan mengajarkan berfikir kritis, dimana
dimulai dengan membangun pemikiran umum untuk berlanjut ke domain yang
lebih spesifik. Sebagai contoh dalam pembelajaran kimia, perlu adanya
membuat hubungan antara pengamatan makroskopis dengan penjelasan pada
level molekular. Hal ini untuk membangun pemahaman yang baik dalam
mempelajari kimia. Dengan demikian, mengajarkan keterampilan metakognitif
pada mata pelajaran dapat membantu siswa belajar menggunakan konten
pengetahuan lebih tepat dan fleksibel (Rickey, 2000: 918). Selaras dengan itu,
30
1) Rumus Empiris
Rumus empiris suatu senyawa adalah rumus kimia paling
sederhana yang dimiliki suatu senyawa. Rumus empiris memberikan
informasi mengenai perbandingan jumlah atom relative dari setiap jenis
atom yang terkandung dalam senyawa itu.
2) Rumus Molekul
Rumus empiris tidak menggambarkan jumlah unsur-unsur
yang menyusun suatu senyawa. Rumus kimia yang menyatakan
perbandingan jumlah atom sesungguhnya dari atom-atom yang
menyusun suatu senyawa merupakan rumus molekul. Pada dasarnya
rumus molekul merupakan kelipatan-kelipatan dari rumus empirisnya.
Rumus molekul =
n × Rumus Empiris
b. Kemurnian Senyawa
Rumus kimia menunjukkan jumlah atom-atom penyusun suatu zat.
Oleh karena massa atom unsur sudah tertentu, maka dari rumus kimia
tersebut dapat pula ditentukan komposisi atau masing-masing unsur dalam
suatu senyawa. Langkah-langkah untuk menghitung kadar suatu unsur
dalam senyawa adalah sebagai berikut.
32
Tentukan rumus
kimia senyawa
d. Pereaksi Pembatas
Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi
yang ditambahkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien
reaksinya. Hal ini menyebabkan ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi
lebih dahulu. Pereaksi demikian disebut pereaksi pembatas.
B. Kerangka Berfikir
menggunakan model maupun media pengajaran yang tepat dan sesuai dengan
materi yang diajarkan. Penggunaan model dan media pengajaran yang tepat antara
lain dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa, tujuan pembelajaran,
sarana dan prasarana yang ada, dan karakteristik materi yang diajarkan. Faktor
internal yang berpengaruh adalah kemampuan metakognisi, dimana dalam
mempelajaran materi kimia berbasis konsep dan hitungan kemampuan ini dapat
mempengaruhi prestasi belajar.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian dapat disusun kerangka
berfikir sebagai berikut:
1. Pengaruh Model Pembelajaran TAI Berkombinasi Drill and Practice dan
Problem Solving Berbantuan Peer Tutoring Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Pada Pokok Bahasan Stoikiometri.
Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa
perlu diperhatikan. Pemilihan model pembelajran bukan sekedar menciptakan
kondisi pembelajaran yang menyenangkan, namun juga adanya keterlibatan
siswa dalam prosesnya.
Model pembelajaran problem solving berbantuan peer tutoring adalah
salah satu kombinasi model yang sesuai diterapkan dalam materi hitungan.
Problem solving merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan analisis
masalah hingga pemecahan masalah. Problem solving dapat merangsang
pengembangan kemampuan berfikir kreatif dan menyeluruh, karena siswa
mengidentifikasi berbagai penyelesaian yang mungkin. Dengan bantuan peer
tutoring pemahaman yang dimiliki siswa dapat lebih merata. Selain itu,
penggunaan model lain seperti team assisted individualization (TAI) yang
dikombinasi dengan drill and practice juga dapat membantu siswa dalam
memahami materi stoikiometri. Keunggulan dari penggunaan model ini adalah
dengan adanya kelompok-kelompok kecil disertai latihan yang berulang-ulang
akan dapat menambah kesiapan siswa dan meningkatkan kemampuan respon
yang cepat.
35
menggunakan model TAI berkombinasi dengan drill and practice. Hal ini
dikarenakan karakteristik materi stoikiometri membutuhkan pemahaman akan
proses penyelesaian masalah, dimana metakognisi yang baik ditunjukkan
dengan kerunutan dalam menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah.
Pada model pembelajaran problem solving berbantuan peer tutoring siswa
diharapkan dapat menemukan konsep penyelesaian secara mandiri dengan
bantuan tutor. Dengan demikian, kemampuan metakognisi yang tinggi dapat
mempermudah siswa dalam menemukan konsepnya dan peer tutoring dapat
memeratakan pemahaman kelas. Sedangkan model pembelajaran TAI
berkombinasi dengan drill and practice guru masih berperan aktif membantu
siswa dengan kemampuan metakognisi rendah untuk membangun konsep
mandiri dalam kelompok.
Dari uraian diatas, diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran
TAI berkombinasi dengan drill and practice dan problem solving berbantuan
peer tutoring dengan kemampuan metakognisi terhadap prestasi belajar siswa
pada materi stoikiometri.
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, dapat disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran TAI berkombinasi drill and
practice dan problem solving berbantuan peer tutoring terhadap prestasi belajar
siswa pada materi stoikiometri.
2. Ada pengaruh kemampuan metakognisi terhadap prestasi belajar siswa pada
materi stoikiometri.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran TAI berkombinasi drill and practice
dan problem solving berbantuan peer tutoring dengan kemampuan metakognisi
terhadap prestasi belajar siswa pada materi stoikiometri.