Anda di halaman 1dari 10

CORAK DALAM PENAFSIRAN

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester

Ulumul Qur’an Lanjut

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Nashruddin Baidan

oleh:

A. Fakhril Islam : 151111015

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Suatu kenyataan sejarah bahwa pemahaman dan penafsiran terhadap Al-


Qur’an memiliki kecenderungan dan corak yang berbeda-beda antara satu
generasi dengan generasi berikutnya, antara satu kelompok atau aliran dengan
kelompok atau aliran lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh
beberapa factor, antara lain situasi lingkungan kehidupan mufassir, kualitas dan
keahlian mufassir dan juga niat atau tujuan mufassir dalam menulis kitab tafsirnya
itu.1

Pembahasan corak tafsir ini tidak memandang materi penafsirannya


apakah yang digunakan adalah riwayat (ma’tsur), nalar-ijtihad (ra’y) ataupun
metode yang dipakai. Yang dipandang di sini adalah arah penafsirannya yang
dihasilkan dan kecenderungan mufassir dalam menafsirkan al-qur’an. 2 Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang kecenderungan dalam tafsir
(corak) dan beberapa contoh kitabnya. Semoga bermanfaat. Aamiin

1
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), cet. 1, hal. 43.
2
Tim RADEN, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu dan Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press,
2013), cet. 3, hal. 241.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam kamus Bahasa Indonesia arti corak adalah bunga atau gambar kain,
tenunan atau anyaman, bisa juga corak diartikan sebagai jenis warna pada warna
dasar.3 Dalam kamus Bahasa Arab corak (laun) adalah warna, rupa, macam dan
jenis. 4

Di samping istilah corak (laun) dalam ilmu tafsir juga ditemukan kata
Ittijah yang artinya adalah tujuan atau arah, sedangkan menurut istilah ittijah
adalah tujuan pandangan penafsiran yang menjadi kecenderungan mufassir dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.5 Jadi, corak penafsiran adalah suatu warna, arah,
atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya
tafsir.6 Ada banyak macam-macam kecenderungan penafsiran/aliran penafsiran,
yaitu: Tafsir Fiqh, Tafsir Ilmiah, Tafsir Sosial, Tafsir Sufi, Tafsir Teologis, dan
lain-lain. Dari sekian banyaknya kecenderungan penafsiran, dapat disimpulkan
bahwa corak dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu:

A. Corak Umum
Corak umum yaitu jika suatu kitab tafsir mengandung banyak
corak (minimal 3 corak) dan kesemuanya tidak ada yang dominan karena
takaran dan porsinya sama, maka kitab tersebut dikategorikan bercorak
umum. 7
Contoh: Tafsir Ibnu Katsir
(103 : ‫ )اﻷﻧﻌﺎم‬.‫ﻻ ﺗﺪرﻛﮫ اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ ﯾﺪرك اﻷﺑﺼ ﺎروھﻮ اﻟﻠﻄﯿﻒ اﻟﺨ ﺒﯿﺮ‬

3
Meity Taqdir Qadratillah dkk., Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, (Jakarta: Badan
Pengembangan Pembinaan Bahasa, 2011), hal. 78.
4
S. Askar, Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar, (Jakarta: Senayan Publishing, 2010), cet. 2,
hal. 812.
5
Lihat juga buku Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), cet. 1,
hal. 113.
6
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
cet. 2, hal. 388.
7
Ibid, hal. 113.

2
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan ini, Dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)
Penjelasan ayat: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.”
Mengenai hal tersebut terdapat perbedaan. Menurut salah satu pendapat,
bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh pandangan mata ketika di dunia
meskipun tercapai oleh pandangan maa kelak di akhirat. Hal tersebut
sesuai dengan hadits mutawatir dari ‘Aisyah:
: ‫ ﻋﻠﻰ ﷲ – ﻓ ﺈن ﷲ ﯾﻘﻮل‬: ‫ﻣﻦ زﻋﻢ أن ﻣﺤﻤﺪا أﺑ ﺼﺮ ر ﺑﮫ ﻓﻘﺪ ﻛﺬب – و ﻓﻲ ر واﺑﺔ‬
.‫ﻻ ﺗﺪرﻛﮫ اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ ﯾﺪر ك اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ اﻟﻠﻄﯿﻒ اﻟﺨ ﺒﯿﺮ‬
“Siapa yang beranggapan bahwa Muhammad melihat Rabb-nya, bearrti
ia telah berdusta”. Dalam riwayat disebutkan bahwa (Berarti ia telah
berbuat dusta) terhadap Allah ‘karena sesungguhnya Allah telah
berfirman “Dia tidak bisa dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
dapat melihat segala penglihatan itu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim)
Firman-Nya ‫‘ وھﻮ ﯾﺪرك اﻷﺑﺼ ﺎر‬Sedang Dia dapat melhat segala
penglihatan itu’ maksudnya ialah Allah meliputi keseluruhannya dan
mengetahui sepenuhnya. Karena Allah berfirman dalam ayat lain : ‫أﻻ ﯾﻌﻠﻢ‬

‫‘ ﻣﻦ ﺧ ﻠ ﻖ وھﻮ اﻟﻠﻄ ﯿﻒ اﻟﺨﺒﯿﺮ‬Apakah Allah yang menciptakan itu tidak


mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan) dan Allah Maha Halus
lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Mulk: 14).
Sedangkan, maksud ‘pandangan mata’ menurut As-Suddi yaitu
ungkapan bagi orang yang melihat itu sendiri. Artinya, Allah tidak dapat
dilihat oleh sesuatu pun sedangkan Allah melihat semua makhluk.
‫‘ وھﻮ اﻟﻠﻄﯿﻒ اﻟﺨﺒﯿﺮ‬Dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui’. Abdul Aliyah mengatakan ‘(Yaitu) yang Maha Lembut

3
untuk mengeluarkan segala sesuatu dan yang Maha Mengetahui tempat
masing-masing. Wallahu a’lam.8
Melihat penjelasan ayat tersebut, Ibnu Katsir dalam menafsirkan
ayat al-qur’an selalu merujuk pada hadits-hadits. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa tafsir Ibnu Katsir termsuk salah satu contoh kitab yang bentuk
tafsirannya menggunakan ma’tsur dan bercorak umum, artinya tidak
didominasi oleh satu pemikiran saja tetapi memuat berbagai aspek dan
konsep sesuai dengan kandungan ayat.9 Keistimewaan dari tafsir Ibnu
Katsir ini yaitu walaupun menggunakan bentuk penafsiran bi al-ma’tsur
tapi Ibnu Katsir tidak mau memasukkan cerita-cerita israiliyyat karena
Ibnu Katsir mempunyai prinsip ingin membersihkan tafsir al-qur’an dari
kesesatan cerita-cerita israiliyyat.10
B. Corak Khusus
Jika suatu kitab mengandung corak yang dominan, maka kitab
tafsir tersebut bercorak khusus. 11
Contoh: Tafsir Al-Maraghi12
(103 : ‫ )اﻷﻧﻌﺎم‬.‫ﻻ ﺗﺪرﻛﮫ اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ ﯾﺪرك اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ اﻟﻠﻄﯿﻒ اﻟﺨ ﺒﯿﺮ‬
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan ini, Dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)

Penjelasan ayat: ‫ﺗﺪرﻛﮫ اﻷﺑﺼ ﺎر‬ ‫ ﻻ‬artinya, mata tidak dapat melihat
dengan suatu penglihatan yang menyeluruh yang mengetahui hakikat
Allah. Menafikan ketidak mampuan mata manusia untuk melihat secara

8
Imam Jalil Al-Hafidz ‘Imaduddin Abi Al-Fida’ Ismail bin Katsir Al-Damasyqiy, Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Adzim. ditahqiq oleh Musthofa Sayyid Muhammad, dkk. juz. 6, (Yaman:
Muassasah Qurthubah, t.th), hal. 122-128.
9
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
cet. 2, hal. 396.
10
Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2011), cet. 6, hal. 479.
11
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
cet. 2, hal. 388.
12
Nashruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya
Ilmu Tafsir, (Surakarta: STAIN Surakarta, 1999), hal. 66-68.

4
menyeluruh bukan berarti penglihatan mata tersebut tidak bisa melihat
sama sekali.

‫ وھﻮ ﯾﺪرك اﻷﺑﺼ ﺎر‬artinya, Allah melihat mata yang sedang melihat
itu dengan suatu pengamatan yang jeli sehingga tidak ada yang luput dari
pengamatan-Nya sedikitpun, baik hakikat mata itu sendiri. Para ahli dalam
bidang mata pun belum tentu bisa dan mampu mengetahui hakikat dari
penglihatan mata.
Allah Maha Halus (lathif) sehingga mata tidak mampu mengetahui
hakikat-Nya. Allah Maha Mengetahui tentang segala sesuatu sampai
partikel-partikel kecil dan halus yang penglihatan manusia tidak dapat
mengetahui itu. Tidak ada satupun yang luput dari Penglihatan-Nya
sedikitpun.
Penafsiran al-Maraghi tentang ayat di atas penjelasannya sangat
simple (to the point) dan enak dibaca juga bahasanya mudah dipahami.
Karena Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat al-qur’an menggunakan
bahasa yang cocok juga sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu itu.
Dapat diambil kesimpulan, dengan contoh penafsiran ayat tersebut yaitu
tafsir Al-Maraghi menggunakan bentuk penafsiran ra’yi (akal) juga
menggunakan satu corak saja yaitu adabi ijtima’i (social kemasyarakatan)
dengan contoh-contoh penafsiran yang diambil sesuai dengan kehidupan
yang memudahkan masyarakat untuk memahami ayat tersebut.
C. Corak Kombinasi
Jika suatu kitab mengandung dua corak yang dominan dan
memiliki takaran serta porsi yang sama, maka kitab tafsir tersebut
dikategorikan bercorak kombinasi. 13
Contoh: Tafsir Buya Hamka (Al-Azhar)
(103 : ‫ )اﻷﻧﻌﺎم‬.‫ﻻ ﺗﺪرﻛﮫ اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ ﯾﺪرك اﻷﺑﺼ ﺎر وھﻮ اﻟﻠﻄﯿﻒ اﻟﺨ ﺒﯿﺮ‬

13
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
cet. 2, hal. 388.

5
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan ini, Dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)
Penjelasan Ayat: pandangan mata yang lemah peralatannya ini tidaklah
dapat mencapai untuk melihat Allah. Sebab itu janganlah pula kamu
bodoh, sehingga kamu tidak percaya akan adanya Allah lantaran tidak
dapat melihat Dia. Yang dapat dicapai oleh penglihatan mata hanyalah
sedikit sekali daripada alam ini. Beribu-ribu penglihatan mata terkecoh /
tertipu oleh yang dilihat. Walaupun yang dilihat itu barang yang nyata.
Berapa banyaknya benda yang dari jauh kelihatan indah, misalnya puncak
gunung, tetapi setelah kita sampai di puncaknya ternyata yang indah itu
14
tidak ada.
“Tetapi Dia mencapai pemandangan-pemandangan itu”. Artinya,
pemandangan atau penglihatan kita yang lemah ini tidaklah dapat
mencapai melihat Allah, tetapi Allah tetap melihat dan mencapai
penglihatan mata kita.
“Dan Dia adalah Amat Halus lagi Amat Tahu”. Allah mencapai
penglihatan makhluk-Nya dan Dia amat halus. Dan perhatikan bahwa
penglihatan Allah itu Maha Halus dan perhatikan pula betapa halusnya
penglihatan kita sendiri yang diciptakan oleh Allah. Dari mana datangnya
kesanggupan melihat pada ruang mata kita? kumpulan dari berjuta-juta
urat syaraf yang amat halus, sehingga dapat membedakan warna kuning,
merah, hijau, lembayung, biru dan coklat. Tidak ada seorang manusia pun
baik seorang dokter spesialis mata yang dapat mengetahui darimana
datangnya kesanggupan mata melihat itu. Betapa halus pembagian tugas
untuk urat-urat saraf tadi yang menimbulkan pendengaran, pembauan, dan
penglihatan. 15

14
Hamka, Tafsir Al-Azhar, jil. 7, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), hal. 424.
15
Ibid, hal. 425.

6
Maka dari itu benarlah dapat dirasakan apa arti penutup ayat ini
bahwa Allah itu lathif dan tentu Dia pun amat mengetahui akan segala
perbuatan yang halus itu.
Berdasarkan contoh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
tafsir al-Azhar mengandung corak kombinasi yang memadukan antara
corak adabi ijtima’i dan corak sufi. Kedua corak tersebut sama-sama
dominan dalam kitabnya itu. Bentuk penafsiran tafsir Al-Azhar ini dengan
tafsir bi al-ra’y dan metodenya yaitu tahlili.16
Kemudian, Buya Hamka dalam menafsirkan akhir ayat selalu
dikembalikan kepada Allah. Menurut analisa pemakalah, atinya yaitu
bahwa Allah lah Maha segala-galanya, tidak ada yang dapat menandingi-
Nya dalam hal apapun.

16
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
cet. 2, hal. 431.

7
BAB III

PENUTUP

Simpulan
Corak penafsiran adalah suatu warna, arah, atau kecenderungan
pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir.
Corak dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu (1) corak umum,
corak yang dalam kitab tafsirnya mengandung banyak corak, (2) corak
khusus yakni corak yang dalam kitab tafsirnya hanya satu saja yang
menonjol, dan (3) corak kombinasi yaitu corak yang dalam kitab tafsirnya
terdapat dua corak yang keduanya sama-sama dominan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Damasyqiy, Imam Jalil Al-Hafidz ‘Imaduddin Abi Al-Fida’ Ismail bin Katsir.
T.th. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim. ditahqiq oleh Musthofa Sayyid
Muhammad, dkk. Yaman: Muassasah Qurthubah.

Al-Munawar, Said Agil Husin. 2003. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan


Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.

Al-Qaththan, Manna. 2011. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, cet. 6.

Askar. S. 2010. Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar. Jakarta: Senayan Publishing,


cet. 2.

Baidan, Nashruddin. 2011. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, cet. 2.

____________________. 1999. Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Pidato Pengukuhan


Guru Besar Madya Ilmu Tafsir. Surakarta: STAIN Surakarta.

Hamka. 2007. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Ilyas, Hamim. 2004. Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras, cet. 1.

Qadratillah, Meity Taqdir dkk. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar.
Jakarta: Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa.

RADEN, Tim. 2013. Al-Qur’an Kita Studi Ilmu dan Tafsir Kalamullah. Kediri:
Lirboyo Press, cet. 3.

Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah, cet. 1.

Syafe’i, Rachmat. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, cet. 1.

Anda mungkin juga menyukai