Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis akut merupakan keadaan yang sering terjadi dan
membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosis apendisitis akut
sulit pada anak, tetapi dapat memberikan angka perforata 30-60%. Lima puluh
persen anak dengan apendisitis perforata diketahui oleh dokter sebelum
didiagnosis. Risiko untuk perforata terbanyak pada umur 1-4 tahun (70-75%)
dan terendah pada remaja 30-40% (Hartman, 2000).
Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup
mereka. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di
negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui,
faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat
keluarga, serta infeksi (Mazziotti, 2008).
Sekitar 80.000 anak pernah menderita apendisitis di Amerika Serikat
setiap tahun, di mana terjadi 4 per 1000 anak di bawah 14 tahun. Kejadian
apendisitis meningkat dengan bertambahnya umur, memuncak pada remaja,
dan jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun (Hartman, 2000).
Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas
akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak
dibangdingkan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa
pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa.
Menurut Craig (2010), apendisitis perforata sering terjadi pada umur
di bawah 18 tahun ataupun di atas 50 tahun. Insidensi apendisitis pada laki-
laki lebih besar 1,4 kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan wanita sekitar 2:1.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat
sebagai faktor pencetusnya, diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia
jaringan limf, fekalit (faex = tinja, lithos = batu), tumor apendiks, dan berupa
erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal,
menyebabkan sumbatan fungsional apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan
flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut
(Pieter, 2005).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang palingsering (Mansjoer,2000).

2.2 Etiologi
1. Fekolit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
2. Tumor apendiks.
3. Cacing ascaris.
4. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
5. Hiperplasia jaringan limfe.
(Mansjoer,2000)

2.3 Manifestasi klinik


1. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran
garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
2. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
3. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal dan
Disuria
4. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
5. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
6. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses
apendiks.
7. Anoreksia
8. Mual dan Muntah,
9. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
10. Nyeri lepas.
11. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
12. Konstipasi.
13. Iritabilitas.
14. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6
jam setelah munculnya gejala pertama.
(Mansjoer,2000)
2.4 Patofisiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor dan lain- lain)

Mucus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa apendisksitis akut fokal

Terputusnya aliran darah


Nyeri epigastrium
Obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
menembus dinding

peradangan peritoneum apendisitis superatif akut

aliran arteri terganggu


nyeri di daerah kanan bawah
infark dinding apendiks

Gangren Apendisitis Ganggrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat Peforasi

Infiltrat apendiksitis Apendisitis peforasi


2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi. pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat
b. Pemeriksaan urin
untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen tampak Pada appendicitis akut yang terjadi
lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)
1) scoliosis ke kanan
2) psoas shadow tak tampak
3) bayangan gas usus kananbawah tak tampak
4) garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut
memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa
pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan
menyingkirkan appendicitis.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi
abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.
(Sacher, 2004)
2.6 Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif
yang ditandai dengan :
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-
baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda
ditandai dengan :
a. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi.
b. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
c. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila
dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
(Smeltzer, 2002)

2.7 Komplikasi
Komplikasi apendisitis diantaranya, yaitu :
1. Perforasi
2. Peritonitis
3. Abses apendiks
4. Tromboflebitis supuratif
5. Abses subfrenikus, fokal sepsis intraabdominal
6. Obstruksi intestinal
(Mansjoer,2000)
Asuhan keperawatan

Apendisitis Preoperative

Fase ini dimulai ketika klien mengambil keputusan untuk dilakukannya


intervensi pembedahan dan diakhiri ketika klien berada di ruangan operasi .Hal ini
dilakukan karena banyaknya klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi
dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu


dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan
pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan
latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan
dalam periode post operatif.

FASE PRAOPERATIF

Pengkajian:
Rumah/Klinik:
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2. Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4. Memastikan kelngkapan pemeriksaan pra operatif
5. Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1. Melengkapi pengkajian praoperatif
2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang
diperkirakan terjadi.
4. Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang Operasi :
1. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2. Menelaah ulang lembar? observasi pasien (rekam medis)
3. Mengidentifikasi pasien
4. Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1. Menentukan rencana asuhan
2. Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim
Operasi)
Dukungan Psikologis :
1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2. Menentukan status? psikologis
3. Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti
: nyeri.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan
yang lain yang berkaitan.

PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN


1. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,yaitu:
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap. Selain itu pasien
harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien
tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan

mengukur tinggi badan dan berat badan,

lipat kulit trisep,

lingkar lengan atas,

kadar protein darah (albumin dan globulin)

keseimbangan nitrogen.

Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk


memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk
dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang
bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal.

Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya

kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmoll),

kadar kalium serum (normal : 3,5 ? 5 mmoll)

kadar kreatinin serum (0,70 ? 1,50 mgdl).


Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.
Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oligurianuria, insufisiensi renal
akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

d. Kebersihanlambung dan kolon


Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enemalavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul
24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung
dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).

e. Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggumenghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyanman.
f. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene.

g. Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.

h. Latihan pra operasi


Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti
: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
a Latihan nafas dalam
b Latihan batuk efektif

Faktor Resiko Pembedahan antara lain :

1. Usian
2. Nutrisi
3. Penyakit
4. Ketidak sempurnaan respon neuroedokrin
5. Merokok
2. PERSIAPAN PENUNJANG

Pemeriksaan itu antara lain adalah:

a Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen,


foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan
(computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance
Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKGECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
b Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan
chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan
darah.
c Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganasjinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula
darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya
dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(ppst prandial).

3. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk


keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan
mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

4. INFORM CONSENT

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap


pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anastesi). Inform Consent sebagai wujud dari upaya
rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada
pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan
serta segala resiko dan konsekuensinya.

Contoh form dari inform consent :

PERNYATAAN NAMA PASIEN : (L/P)‫٭‬


PERSETUJUAN TINDAKAN No. RM :
MEDISOPERASI UNIT RAWAT :

Saya yang bertnda tangan di bawah ini :


Nama : .................
Umur : .................. tahun
Jenis kelamin : ................
Alamat : .................

Suami/istri/ayah/ibu/ keluarga‫ ٭‬dari pasien yang bernama :


......................................................
1. Menyatakan SETUJUTIDAK / SETUJU‫ ٭‬bahwa pasien tersebut akan
dilakukan tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien.
2. Saya mengerti dan memahami tujuan serta resikokomplikasi yang
mungkin terjadi dari tindakan medisoperasi yang dilakukan terhadap pasien
dan oleh karena itu bila terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai
manusia dan dalam batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi
kematiankecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun
baik dokter maupun Rumah Sakit.
3. Saya juga menyetujui dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal
maupun umum dalam kaitannya dengan tindakan medisoperasi tersebut.
Saya juga mengerti dan memahami tujuan dan kemungkinan resiko akibat
pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila terjadi sesuatu diluar
kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam batas-batas etik
kedokteran sehingga terjadi kematiankecacatan pada pasien maka saya
tidak akan menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah sakit.

Kebumen, ........................2008

Mengetahui, Saya yang menyatakan,


Dokter yang merawat Suami/istri/ayah/ibu/keluarga‫٭‬

____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)

Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,

___________________________________________________ __
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
‫ ٭‬coret yang tidak perlu

5. PERSIAPAN MENTALPSIKIS

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam


proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara
lain:

1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum


operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya
akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus
ditunda

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi


pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula,
akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang
dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutankecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :

a Takut nyeri setelah pembedahan


b Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image)
c Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d Takutcemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang
mempunyai penyakit yang sama.
e Takut ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
f Takut mati saat dibiustidak sadar lagi.
g Takut operasi gagal.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan


berbagai cara:

1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami


pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu
operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi,
menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan mengetahui berbagai
informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan
operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang
sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk
apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan
dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian
informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat
diturunkan? dan mempersiapkan mental pasien dengan bai
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-
hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada
pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
6. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi
ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang
tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

6. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI

Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-
obatan permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan
waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya
adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan
sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika
profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan
dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

7. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI

Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk


ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum
tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah
prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien yaitu
berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan
peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi
saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide
iodine 10% dan alkohol 70%.

Prinsip tindakan drapping adalah:

 Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan


prosedur drapping.
 Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui
dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping
 Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung
tangan tang digunakan steril dan tidak bocor.
 Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai
omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah
kontaminasi.
 Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah
bergeser.
 Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi
selesai dan harus di jaga kesterilannya.
 Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis
menggunkan kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya
menggunakan alat tenun steril.

Teknik Drapping :

 Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi


harus kering
 Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan
memepertahankan prinsip steril
 Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
 Pegang drape sedikit mungkin
 Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drapealat
tenun steril tanpa perlindungan gaun operasi.
 Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi
daerah yang tidak steril.
 Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati
menyentuh lampu operasi)
 Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat
omloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
 Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang
belum tertutup.
 Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian
kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
 Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun
tersebut dianggap terkontaminasi.

Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan


oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang
baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk
menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien

PROSES KEPERAWATAN

pengkajian

1. Pengkajian Identitas

klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,


pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. Identitas
penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan sekarang.
 Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
 Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.
 Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama.
 Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
3. Data objektif
 .Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam.
 Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak..
 Data psikologis

Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.


Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang

DIAGNOSA I

Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan adanya rasa mual
dan muntah yang ditandai dengan kadang – kadang diare ,distensi abdomen ,
tegang , nafsu makan menurun

.
INTERVENSI I

a. Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan

b. Kriteria hasil
 Klien tidak diare
 Nafsu makan membaik
 Klien tidak mual

Intervensi Rasional
Monitor tanda _ tanda vital Merupakan indikator secara dini tentang
hipovolemik
Monitor intake out put Menurunkan out put dan konsentrasi
urin akan meningkatkan kepekaan
/endapan sebagai salah satu tanda
adanya gejala dehidrasi
Beri cairan sedikit demisedikit tapi Untuk meminimalkan kehilangan cairan
sering

IMPLEMENTASI I

 Memonitor tanda – tanda vital


 Memonitor intake dan out put
 Memberikan cairan sedikit demi sedikit

DIAGNOSA II

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh


yang ditandai dengan suhu tubuh diatas normal ,frekuensi pernapasan
meningkat,distensi abdomen, nyeri tekan daerah Mc.Burney ,dan leukosit kurang
dari 10000mm3

INTERVENSI II
a. Tujuan

Tidak akan terjadi infeksi

b. Kriteria hasil

Tidak ada tanda – tanda infeksi pada saat post operasi

Intervensi Rasional
Bersihkan lapangan operasi dari Pencukuran dengan arah yang
beberapa mikroorganisme yang berlawanan dengan tumbuhnya rambut
mungkin ada melalui prinsip – prinsip akan mencapai kiedasar rambut
pencukuran sehingga benar – benar bersih dan dapat
terhindar dari pertumbuhan
mikroorganisme
Beri obat pencahar sehari sebelum Obat pencahar dapat meransang
operasi dengan melakukan klisma peristaltik usus sehingga BAB lancar
sedangkan klisma dapat meransang
peristaltik yang lebih tinggi sehingga
dapat mengakibatkan ruptura apendik
Anjurkan klien mandi sempurna Kulit yang bersih mempunyai arti yang
besar terhadap timbulnya
mikroorganisme
HE tentang kebersihan diri kien Dengan pemahaman klien klien dapat
bekerja sama dalam pelaksanaan
tindakan

IMPLEMENTASI II

 Membersihkan lapangan operasi dari beberapa mikroorganisme melalui


prinsip –prinsip pencukuran
 Memberi obat pencahar sehari sebelum operasi dilakukan dengan klisma
 Menganjurkan klien mandi sempurna
 Melakukan HE pada klien
EVALUASI DIAGNOSA I &II

S : Klien mengatakan tidak lagi mual ,muntah,dan diare

Klien mengatakan tidak lagi merasa cemas

Klien mengatakan kalau ia sudah mandi bersih dan sempurna


O : Tidak ada tanda – tanda mual ,muntah , dan diare pada klien

Tanda – tanda vital klien menunjukan hasil yang normal

Tidak ada luka pada daerah pencukuran yang telah dioperasi


A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

Craig, S., 2010. Acute Appendicitis. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
Hartman, G. E., 2000. Apendisitis Akut. In: Nelson, W.E., Behrman, R.E.,
Kliegman, R.M., and Arvin, A.M., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2.
Edisi 15. Jakarta: EGC, 1364-1366
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., and Setiowulan, W., 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Mazziotti, M. V., dkk., 2008. Appendicitis: Surgery Perspective. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773896-overview [Accessed on May, 7th
2010].
Pieter, J., 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In: Sjamsuhidajat,
R. and De Jong, W., ed. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 639-
645
Sacher, R. A. and McPherson, R.A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC, 673-677.
Smeltzer, S.C. and Bare, B. G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner dan Suddarth Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai