Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pemanufakturan tradisional mengatur skedul produksi berdasarkan pada


peramalan kebutuhan di masa yang akan datang. Padahal tidak seorangpun yang dapat
memprediksi masa yang akan datang dengan pasti walaupun dia memiliki pemahaman yang
sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecendrungan yang
terjadi di pasar
Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem
tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi
berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang
memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi
apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat
dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih
rendah. Kedua hal tersebu menjadikan perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In
Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui
usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman

Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan
adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan secara
fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi dan pelayanan kepada
pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (
operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik
kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance menghendaki tingkat persediaan yang
rendah, sedangkan Marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar
kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.

Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah
persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi
maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian persediaan
adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu

1
yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha
dapat terjamin (tidak terganggu).

Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi,
yaitu jangan sampai biaya-biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi. Baik persediaan yang terlalu
banyak, maupun terlalu sedikit akan minimbulkan membengkaknya biaya persediaan.

Jika persediaan terlalu banyak, maka akan timbul biaya-biaya yang disebut carrying
cost, yaitu biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan memiliki persediaan yang banyak,
seperti : biaya yang tertanam dalam persediaan, biaya modal (termasuk biaya kesempatan
pendapatan atas dana yang tertanam dalam persediaan), sewa gudang, biaya administrasi
pergudangan, gaji pegawai pergudangan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan persediaan,
biaya kerusakan/kehilangan,

Begitu juga apabila persediaan terlalu sedikit akan menimbulkan biaya akibat
kekurangan persediaan yang biasa disebut stock out cost seperti : mahalnya harga karena
membeli dalam partai kecil, terganggunya proses produksi, tidak tersedianya produk jadi
untuk pelanggan.Jika tidak memiliki persediaan produk jadi terdapat 3 kemungkinan, yaitu :
1). Konsumen menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak mendesak). Hal ini akan
mengakibatkan tertundanya kesempatan memperoleh keuntungan.

2). Konsumen membeli dari pesaing, dan kembali ke perusahaan (jika kebutuhan mendesak
dan masih setia). Hal ini akan menimbulkan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan
selama persediaan tidak ada.

3). Yang terparah jika pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah menjadi pelanggan
pesaing, artinya kita kehilangan konsumen.

Selain biaya di atas dikenal juga biaya pemesanan (ordering cost) yaitu biaya-biaya
yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan sejak penempatan pesanan sampai
tersedianya bahan/barang di gudang. Biaya-biaya tersebut antara lain : biaya telepon, biaya
surat menyurat, biaya adminisrasi dan penempatan pesanan, biaya pemilihan pemasok, biaya
pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan bahan/barang.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka Kami menarik suatu
perumusan masalah sebagai berikut :

2
a. Bagaimana perlakuan manajemen persediaan dari sudut pandang tradisional ?
b. Bagaiman perlakuan manajemen persediaan terhadap just in time ?

C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui perlakuan manajemen persediaan terhadap metode tradisional dan just
in timeserta teori yang membatasi perlakuan manajemen terhadap persedian itu sendiri.
D. Sistematika penulisan

Penulisan makalah ini terbagi dalam empat bab. Pembagian penulisan dalam makalah
ini untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan
yang ada.

Dan sistematika penulisan makalh ini dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang bersangkutan dengan
manajemen persediaan

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang manajemen persediaan terhadap


sudut pandang tradisional dan just in time serta teori-teori batasan dalam
manajemen persediaan

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam bab ini akan disajikan data-data manajemen persediaan dalam


perhitungan menurut tradisional serta kendala-kendala yang terjadi pada
manajemen persediaan tersebut .Dan membahas pemecahan masalah kendala
yang terjadi tersebut.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan dari bab II dan III.
Uraian kesimpulan akan menjadi jawaban atas masalah yang sudah dirumuskan.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh
perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya hambatan-hambatan pada
proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di pasaran akan menimbulkan kekecewaan
pada pelanggan dan akan mengakibatkan perusahaan kehilangan mereka, sedangkan kelebihan
persediaan akan menimbulkan biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko
kerusakan karena penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh suatu perusahaan.
Oleh karena itu pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang
berhubungan sangat erat yaitu:
a. Perencanaan persediaan
Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang akan disediakan atau
diproduksi dan sumber terbaik pengadaan barang-barang.
b. Pengawasan persediaan
Aspek pengawasan yaitu:
1. Bila mana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.

2. Berapa banyak pesanan atau produksi tersebut.


Fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu:
a. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan bahan
baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama jangka waktu
pengiriman. Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang dagangan harus cukup
untuk melayani permintaan langganan selama jangka waktu pengiriman barang dari
penyedia atau produsen.
b. Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang dibutuhkan.
Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam jumlah yang besar pada
umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian barang/bahan yang belum digunakan
disimpan sebagai persediaan.

4
c. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat
adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan
membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan. Tingkat
produksi yang konstan umumnya lebih disukai karena biaya-biaya untuk mencari dan
melatih tenaga kerja baru, upah lembur, dan sebagainya (bila tingkat produksi
berfluktuasi) akan lebih besar daripada biaya penyimpanan barang di gudang (bila
tingkat persediaan berfluktuasi).
d. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila
biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan barang/bahan
(stock out cost) relatif besar
B. TUJUAN PERSEDIAAN

1. Menghilangkan pengaruh ketidakpastian (mis: safety stock)


2. Memberi waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian
3. Untuk mengantisipasi perubahan pada permintaan dan penawaran.
4. Menghilangkan/mengurangi risiko keterlambatan pengiriman bahan
5. Menyesuaikan dengan jadwal produksi
6. Menghilangkan/mengurangi resiko kenaikan harga
7. Menjaga persediaan bahan yang dihasilkan secara musiman
8. Mengantisipasi permintaan yang dapat diramalkan.
9. Mendapatkan keuntungan dari quantity discount
10. Komitmen terhadap pelanggan.
C. HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN

Struktur biaya persediaan.


a. Biaya per unit (item cost)
b. Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost)
- Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing order)
- Biaya pengiriman pemesanan
- Biaya transportasi
- Biaya penerimaan (Receiving cost)
- Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost): surat menyurat dan
biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan.
c. Biaya pengelolaan persediaan (Carrying cost)
- Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan
digunakan untuk investasi (Cost of capital).

5
- Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini berubah
sesuai dengan nilai persediaan.
d. Biaya resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence, deterioration and loss).
e. Biaya akibat kehabisan persediaan (Stockout cost)
D. METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN

A. METODA EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)


B. METODA JIT ( JUST IN TIME)
E. PERSEDIAAN DARI SUDUT PANDANG TRADISIONAL (EOQ)

Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem
tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi
berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang
memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi
apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat
dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih
rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In
Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui
usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push inventory system)
perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang – bukan
reaksi terhadap permintaan saat ini.

ASUMSI:

1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.


2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead time) harus tetap.
3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.
4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan dating pada waktu yang bersamaan
dan tetap dalam bentuk paket.
5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam
jumlah volume yang besar.
6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah persediaan.
7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak
tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk lain.

6
1. Biaya Persediaan = Biaya pemesanan / Persiapan + Biaya penyimpanan
TC = PD/Q + CQ/2 ………..(1)
dimana :
P : Biaya penempatan dan penerimaan pesanan/biaya persiapan pelaksanaan produksi
D : Jumlah permintaan tahunan yang diketahui
Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan
C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun

Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point / ROP)

Titik dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai)

Fungsi dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir habis

Tenggang waktu / Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima kuantitas pesanan
ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan dimulai

ROP = Tingkat Penggunaan x Tenggang Waktu

Misal : Contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen / hari dengan tenggang waktu 4 hari
ROP = 50 x 4 = 200 unit

Saat persediaan 200 unit sudah harus pesan lagi.

Ketidakpastian Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali

Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti, maka ada
kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika komponen lemari es
digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan 50, maka sesuai perhitungan ROP
diatas sebesar 200 komponen akan habis dalam waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang
membutuhkan komponin ini akan menganggur 2/3 hari.

Guna menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan pengaman (safety stock)
persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan.

Kebaikan EOQ :

 Persediaan tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat yang penting
untuk mengatasi serangan jantung
 Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yang
memaksimumkan laba atau meminimumkan biaya

7
 Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah besar
Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian
F. PERSEDIAAN MENURUT METODE JUST IN TIME (JIT)

Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap
sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas
dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan.
Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan
setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga
kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung
jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan
waktu produksi.
Metode produksi Just In time mensyaratkan tidak adanya persediaan bahan baku
karena bahan baku dan suku cadang dijadwalkan untuk sampai ke pabrik dari pemasok hanya
pada saat dibutuhkan saja.
Persediaan Just In Time Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi
manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia,
dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas
dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang
berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan
komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time
dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan
pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
Perusahaan-perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan : bahan baku,
barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan ini dirancang untuk bertindak
sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus
kendatipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah departemen
tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya. Persediaan-
persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan
perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para pemasok terlambat melakukan
pengiriman atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa
waktu karena sesuatu atau hal lainnya. Namun penyimpanan persediaan-persediaan itu sudah
barang tentu memakan biaya besar. Sistem Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi
atau menghilangkan persedian. Perusahaan yang mengadopsi system Just In Time ke proses

8
produksinya mestilah merancang kembali fasilitas - fasilitas pabrikasinya dan kejadian -
kejadian yang memicu proses
JIT merupakan pendekatan yang meminimalkan total biaya penyimpanan dan biaya
persiapan yang sangat berbeda dari trandisional. Dalam JIT, tidak menerima biaya persiapan
(atau biaya pemesanan) malah JIT mencoba menekan hingga nol sehingga biaya yang tersisa
untuk dikurangi adalah biaya penyimpanan yang dicapai dengan mengurangi persediaan
sampai tingkat yang sangat rendah.

Biaya Pemesanan dikurangi dengan cara :

1. Kontrak Jangka Panjang dengan Pemasok


2. Pengisian Kembali Yang Berkesinambungan (continuous replenishment)
Pembuat barang mengambil alih fungsi manajemen persediaan pengecer dengan
memberitahu pengecer kapan dan berapa banyak persediaan yang harus dipesan kembali
dan pengecer meninjau usul ini.

Contoh : Yang dijalankan Wal-Mart dan Proctec & Gamble

3. Pertukaran Data Elektronik (Electronic data interchange –EDI)


suatu bentuk awal dari perdagangan elektronik yang intinya : suatu metode
terotomatisasi dari pengiriman informasi dari computer ke computer.

EDI memungkinkan para pemasok mengakses database para pembeli, sehingga


memungkinkan pemasok tahu kapan pembeli butuh pesanan barang  karena ada
tukuren barang

4. JIT
Kemitraan JIT ke tingkat yang lebih tinggi, dengan menempatkan wakil pemasok yang
bekerja di lapangan (secara penuh), difasilitasi pelanggan tetapi dibayar oleh pemasok,
menghadiri pertemuan perencanaan produksi, memiliki otoritas untuk membuat pesanan
atas nama pelanggan. Contoh : JIT II yang dijalankan oleh IBM, Intel, AT&T dll

KETERBATASAN JIT

1. Sering timbul masalah dengan pemasok, meski ada kontrak jangka panjang
2. Pandangan negative dari karyawan yang merasa diperas tenaganya
3. Jika tidak dijalankan dengan baik ada resiko kehilangan penjualan yang bisa jadi
meruakan penjualan yang hilang selamanya

9
Rumusan JIT yang digunakan adalah :

Sumber : Hendra Kusuma : 2004

Dimana : X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu.

I : Laba sebelum pajak penghasilan

X1=(I+F1+X2V2) / (P-V1)

F1 : Total biaya tetap

X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit

V2 : Biaya variable berbasis nonunit

P : Harga jual perunit

V1 : Biaya variable perunit

G. TEORI –TEORI BATASAN DALAM MANAJEMEN PERSEDIAAN

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua pengeluaran
dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari:
(Nasution, 2008: 121)
 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya
biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang.
Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada
ukuran pembelian. Situasi ini bias disebut sebagai quantity discount atau price break dimana
harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli banyak.
Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke
dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit
dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk
periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi
berapa banyak barang yang harus dipesan.

 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)


Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:
a. Biaya pemesanan (ordering cost)

10
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang
dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan
pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan
konstan untuk sekali pesan.
b. Biaya pembuatan (setup cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbu dalam mempersiapkan
produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun
peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.
 Biaya penyimpanan (Holding Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya
ini meliputi:
a. Biaya Modal
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan
memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank. Oleh karena
itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam
suatu biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase
nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya
gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya
sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang
merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya
berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan
biasanya diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi
dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan
besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

11
e. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak diinginkan
seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan
perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik
pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk
memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh
dan biaya peralatan handling.
 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi keadaan
kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi
akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen
pelanggan karena kecewa sehiggan beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan
dapat diukur dari:
a. Kuantitas tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan
atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai
biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya
perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat
diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu
yang diperlukan untuk memenuhi gudang.
c. Biaya Pengadaan Darurat
Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya
dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya
kekurangan persediaan.

12
BAB III

DATA MANAJEMEN PERSEDIAAAN DAN KENDALA


SERTA SOLUSI

Dalam bab ini akan di paparkan contoh perhitungan EOQ terhadap persediaan dalam
manajemen persediaan.

EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push inventory system)
perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang – bukan
reaksi terhadap permintaan saat ini.

2. Biaya Persediaan = Biaya pemesanan / Persiapan + Biaya penyimpanan


TC = PD/Q + CQ/2 ………..(1)

dimana :

P : Biaya penempatan dan penerimaan pesanan/biaya persiapan pelaksanaan produksi


D : Jumlah permintaan tahunan yang diketahui
Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan
C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun
Missal : Sebuah usaha reparasi lemari es (dimana komponen dibeli dari pemasok
eksternal)
D = 10.000 unit P = $25 perpesanan
Q = 1.000 unit C = $2 perunt
Biaya persediaan = (10 kali pesanan X $25/pesanan) + ($2 x (1000 unit /2)
= $1.250

Artinya : Kuantitas pesanan sebanyak 1.000 dengan total biaya $1.250 apakah sudah
merupakan pilihan terbaik (biaya terkecil)  Itu sebabnya perlu EOQ !!!

EOQ / Q = √ 2PD/C

= √ (2 x $25 X 10.000) : $2

= √ 250.000

= 500 unit

Pemesanan 500 unit tiap kali pesanan  20 x pesanan merupakan hitungan yang
menghasilkan biaya persediaan terkecil  masukan ke pesamaan (1)  Biayanya
menjadi $1.000 (Bandingkan dengan Q = 1.000 unit  biaya $1.250)
13
Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point / ROP)

 Titik dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai)

 Fungsi dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir habis

Tenggang waktu / Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima kuantitas pesanan
ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan dimulai

ROP = Tingkat Penggunaan x Tenggang Waktu

Misal : Contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen / hari dengan tenggang waktu 4 hari
 ROP = 50 x 4 = 200 unit

Saat persediaan 200 unit sudah harus pesan lagi.

Ketidakpastian Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali

Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti, maka ada
kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika komponen lemari es
digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan 50, maka sesuai perhitungan ROP
diatas sebesar 200 komponen akan habis dalam waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang
membutuhkan komponin ini akan menganggur 2/3 hari.

Guna menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan pengaman (safety stock)
persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan.

Contoh : Jika penggunaan maksimal komponen lemari es 60 unit perhari dan rata-rata
penggunaan adalah 50 unit perhari, dan tenggang waktu 4 hari, maka persediaan pengaman
dihitung sb:

Safety Stock = Penggunaan maksimal 60


Rata-rata penggunaan 50
Selisih 10
Tenggang waktu x 4 hari
Safety stock 40 unit

ROP = ROP semula + Safety Stock


= 200 + 40 = 240 unit

14
EOQ, ROP dan SAFETY STOCK pada Perusahaan Manufaktur

Benson Company, manufaktur besar pembuat alat-alat pertanian yang memiliki beberapa
pabrik. Manajer di baprik Barat Tengah ini mencoba menentukan ukuran produksi untuk
bagian pembuatan mata pisau. Ia yakin bahwa ukuran lota yang ada sekarang terlalu besar
dan ingin mengidentifikasi jumlah yang harus diproduksi agar dapat meminimalkan biaya
penyimpanan dan biaya persiapan. Ia juga ingin menghindari kehabisan persediaan
karena setiap kehabisan persediaan itu akan menutup Departemen Perakitan.

Guna membantu manajer tersebut membuat keputusan, kontroler perusahaan telah


menyedian informasi beriktut :

Permintaan rata-rata mata pisau 320 perhari

Permintaan maksimal mata pisau 340 perhari

Permintaan tahunan mata pisau 80.000

Biaya penyimpanan perunit $5

Biaya persiapan $12.500

Tenggang waktu 20 hari

EOQ = √ 2PD/C  √ 2 x 12.500 x 80.000 : 5  √400.000.000  20.000 belati

Safety Stock : Penggunaan maksimal 340

Penggunaan rata-rata 320

Selisih 20

Tenggang waktu x 20

Safety Stock 400

ROP = (Penggunaan rata-rata x tenggang waktu) + Safety stock

= (320 x 20) + 400  6.800 unit

15
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push inventory system)
perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang – bukan
reaksi terhadap permintaan saat ini.

Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem
tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi
berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang
memproduksi apabila ada permintaan.

Tujuan utama JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan
yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja
pengiriman.
Persediaan JIT adalah untuk sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan
barang secara tepat waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang
membuat unit-unit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan
sisa.
Teori-teori dalam batasan pada manajemen persediaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua pengeluaran dan
kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari:
(Nasution, 2008: 121)
 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
 Biaya penyimpanan (Holding Cost)
 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
B. SARAN
Kami selaku pemakalah menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan
bahasa yang dipergunakan maupun dari segi penyajian materinya .

Untuk itu , kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan agar
penyusunan makalah untuk yang akan datang menjadi baik dan lebih sempurna

16
DAFTAR PUSTAKA

Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi Offset,
1994.
Simamora, Henri, Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.
Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Ed. 5, Jakarta : Salemba Empat, 1999.
Deakin, Maher, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.

17

Anda mungkin juga menyukai