Provinsi Papua mempunyai sumber daya alam yang melimpah menyebabkan tingkat
pertumbuhan tahunan Provinsi Papua jauh di atas rata-rata nasional untuk beberapa tahun, dan
dari segi fiskal merupakan provinsi terkaya kedua di Indonesia. Sektor pertambangan, minyak
dan gas (69%) mendominasi perekonomian di Provinsi Papua, diikuti oleh sektor pertanian
(11%), administrasi pemerintahan (5%), sektor transportasi (4%), sektor komunikasi (4%), sektor
konstruksi (4%), sektor perdagangan (4%) dan lainnya (3%).
Selain potensi sumberdaya alam Papua juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan
yaitu potensi pariwisata, kekayaan potensi pariwisata Provinsi Papua hingga kini masih lebih
banyak yang belum dikembangkan dengan baik, sehingga belum menjadi obyek wisata yang
menarik bagi wisatawan asing dan domestik. Potensi tersebut berupa kawasan wisata bahari,
wisata air terjun, wisata pulau, wisata budaya, wisata sejarah, wisata religi, wisata alam, dan lain-
lain. Akan tetapi kondisi topografi Provinsi Papua memiliki struktur yang berbukit, jurang,
gunung dan kepulauan mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi udara menjadi tumpuan
utama penduduk Papua selama ini.
Provinsi Papua secara etnis biologis Penduduk Papua merupakan suku bangsa yang
memiliki pertalian etnis tersendiri dibandingkan dengan suku bangsa lainnya yang ada di
Indonesia. Letaknya berada di ujung timur Indonesia, hidup di tengah keterasingan dan jauh dari
kontak dengan kemajuan atau modernisasi. Kenyataan menunjukkan bahwa situasi dan kondisi
yang kurang kondusif membuat masyarakat berada dalam tarap hidup yang cukup
memprihatinkan. Pada saat ini sebagian besar orang Papua masih berbusana sederhana sebagai
simbol keterbelakangan mereka, sebagian besar penduduk Papua masih primitif. Mereka
bermukim terpencar dan terpencil di lepas pantai, pesisir pantai, peralihan, lereng-lereng gunung,
lembah-lembah serta celah-celah gunung yang sulit di jangkau bahkan jauh dari pusat-pusat
pelayanan pemerintah.
Fakta-fakta diatas tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Papua merupakan sebuah wilayah
yang sangat kaya dan unik. Masih banyak di daerah Papua yang belum tersentuh oleh
perkembangan teknologi ataupun pembangunan sehingga kelestarian alamnya masih begitu
terjaga. Akan tetapi perlunya dipahami bahwa berkembangnya sebuah wilayah akan dipengaruhi
oleh wilayah lain, sehingga lambat laun Papua mengalami proses invasi dari daerah sekitarnya,
termasuk negara tetangga Papua Nugini.
Provinsi Papua telah mengalami dinamika perkembangan wilayah akibat intervensi dari
pemerintah, sehingga masyarakat pun ikut beradaptasi terhadap perkembangan dinamika tersebut
(akulturasi). Berkembangnya pula kota Jaya Pura menjadi salah satu faktor berkembangnya
kabupaten-kabupaten disekitarnya, terlebih pembangunan disektor transportasi telah ditingkatkan
sehingga aksesibilitas pada wilayah Provinsi Papua semakin meningkat.
Dalam rangka mengatasi permasalahan infratruktur Jalan dan Jembatan di wilayah Provinsi
Papua, maka pemerintah pusat telah menargetkan 11 ruas jalan strategis dan prioritas Propinsi
Papua 2010-2014 yaitu 7 ruas jalan strategis dan 4 ruas jalan perioritas.Untuk membangun 11
ruas jalan strategis dan prioritas membutuhkan dana sebesar 9,78 triliun rupiah. Pembangunan 7
ruas jalan strategis itu adalah: Nabire-Waghete dan Enarotali (262 km), Jayapura-Wamena dan
Mulia (733 km), Timika-Mapuru Jaya dan Pomako (39,6 km), Serui-Menawi dan Saubeba
(499km), Jayapura-Sarmi (364 km), Jayapura, Holtekam batas PNG (53 km), Merauke Waropko
(557 km), dengan total 2.056 km. Sementera itu 4 ruas jalan prioritas Propinsi Papua sebanyak
361 km; Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura.
Strategi penerobosan isolasi dan daerah terpencil di Papua tersebut di atas merupakan
program pemerintah pusat. Meskipun periode Pemerintahan ini akan berakir, namun sampai saat
ini pemerintah Provinsi Papua belum mempunyai grand design pembangunan infrastruktur di
Papua. Pada tahun 2013, salah satu moda transportasi yang sangat vital di Papua adalah moda
transportasi udara. Pada tahun ini terdapat 300 buah lapangan terbang perintis, dan hanya
dilayani oleh 5 buah pesawat Merpati buatan 1975 serta tidak lebih dari 5 buah perusahaan
swasta yang melayani mobilitas barang dan jasa.
Pembangunan infrastruktur baru secara intensif dilakukan sejak masa pemerintahan Jokowi-
JK, karena merasa ketimpangan antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia masih
terjadi. Papua juga merupakan salah satu wilayah dengan kontribusi biaya logistik tertinggi, yang
sebagian besar disebabkan buruknya infrastruktur transportasi darat.Untuk itu pemerintah
mengadakan percepatan pembangunan pada 11 jaringan jalan strategis dan prioritas, terutama
yang sedang menjadi polemik saat ini yaitu jalan Trans Papua yang menghubungkan Provinsi
Papua dengan Papua Barat.
Kementerian PUPR secara bertahap tengah menuntaskan jalan Trans Papua tersebut yang
menghubungkan Provinsi Papua dan Papua Barat. Di Provinsi Papua, dari total panjang jalan
trans 3.259,45 km, tahun ini ditargetkan jalan yang belum tersambung hanya tersisa menjadi
365,68 Km. Kondisi jalan yang tersambung saat ini telah teraspal sepanjang 1.565,44 km dan
dengan kondisi agregat perkerasan sepanjang 1.226,83 km. Tahun ini akan dibuka lagi jalan baru
sepanjang 101,5 Km. Ditargetkan seluruhnya bisa tersambung pada tahun 2018. Dengan
pengembangan jaringan jalan baru tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak bagi
masyarakat Papua, sehingga banyak harapan dari pihak pemerintah setelah terrealisasikannya
secara penuh pembangunan tersebut, masyarakat dapat secara mandiri berkembang dan
meningkatkan kesejahtraannya sesuai dengan visi RPJP Provinsi Papua terlebih dapat
menurunkan laju inflasi dan harga-harga produk disana.
Adapula jalan yang menyusuri pantai utara Papua telah dibangun, jaringan jalan tersebut
memang tidak termasuk dalam ruas Trans Papua, namun sangat strategis untuk menurunkan
ongkos logistik barang dan jasa terutama untuk menghubungkan antar distrik yang dibutuhkan
masyarakat. Saat ini masyarakat mengandalkan transportasi laut dan udara. Namun saat air
pasang pada bulan Desember, masyarakat enggan untuk menyeberang, sehingga menyebabkan
harga menjadi tinggi.
Jalan yang sudah tersambung dari Kabupaten Nabire sampai Legari adalah sepanjang 80
Km. Hingga tahun ini Kementerian PUPR melalui BBPJN XVIII Papua akan menambah 3 (tiga)
kilometer jalan di ruas Nabire-Kimibay-Legari, termasuk pembangunan jembatan dengan
panjang bentang 80 meter yang melintasi Sungai Legari dengan anggaran Rp 15
miliar. Sedangkan dari Legari sampai Gesa (Kab. Memberamo) dari panjang 411,94 km telah
terbuka ruas jalan sepanjang 77,99 km, dimana 7 km sudah dalam kondisi beraspal.
Dengan dilakukannya pembangunan jaringan jalan tersebut di Papua telah terlihat
dampaknya positifnya secara nyata antara lain harga-harga pokok atau barang mulai menurun,
ongkos biaya angkut lebih murah, dan jumlah tenaga kerja meningkat.
Selain pembangunan infrastruktur jalan, pada wilayah Papua baru-baru ini telah dibangun 6
infrastruktur kelistrikan, diantaranya dua pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan yang
ramah lingkungan. yakni:
1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Orya Genyem 2 x 10 MW;
2. Pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH) Prafi 2 x 1, 25 MW;
3. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kilo Volt Genyem – Waena – Jayapura
sepanjang 174,6 kilo meter sirkit;
4. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kilo Volt Holtekamp - Jayapura sepanjang
43,4 kilo meter sirkit;
5. Gardu Induk (GI) Waena – Sentani 20 Mega Volt Ampere;
6. Gardu Induk (GI) Jayapura 20 Mega Volt Ampere.
C. METODE
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, Provinsi Papua dituntut untuk lebih mandiri dalam
pembangunan daerahnya dan pembangunan daerah Papua akan berjalan lancar jika distribusi
barang, jasa, maupun manusia (dalam hal ini adalah tenaga ahli) berjalan sebagaimana mestinya.
Namun demikian perbedaan spasial yang ada antara kota-kota besar di Papua dan daerah
pedalaman memberikan hambatan cukup besar dalam proses distribusi. Perbedaan spasial di
samping menyajikan keberagaman sumber daya antar-daerah juga memberikan hambatan spasial
yang tidak ringan baik itu dikarenakan oleh perbedaan topografi, perbedaan kultur, dan
sebagainya.
Provinsi Papua yang merupakan wilayah bagian paling timur yang memiliki keindahan dan
kekayaan terbesar di Indonesia telah mengalami dinamika pembangunan dari waktu kewaktu
yang sangat berdampak bagi kelangsungan hidup masyarakat asli Papua. Berangkat dari fakta
diatas ketertinggalan pembangunan yang berada di wilayah Papua dari masa pemerintahan
dahulu, menyebabkan Papua kini menjadi fokus dalam percepatan pembangunan dalam masa
kepemimpinan Jokowi-JK.
Fokus pembangunan yang dilakukan yaitu melalui pembangunan infrastruktur transportasi
mulai dari pembangunan jaringan jalan, jembatan, dan kelistrikan. Semakin baik suatu jaringan
transportasi maka aksesibilitasnya juga semakin baik sehingga kegiatan ekonomi juga semakin
berkembang. Memulai meningkatkan kesejahtraan masyarakat melalui pembangunan
infrastruktur merupakan langkah awal dalam mengembangkan wilayah Papua. Akan tetapi perlu
dipahami bahwa pembangunan tersebut dilakukan untuk membantu melayani kebutuhan
masyarakat agar produktifitasnya pun ikut meningkat sehingga tujuan dari pembangunan tersebut
yaitu kesejahtraan bisa tercapai, yang jadi masalah masih banyak masyarakat daerah sana yang
bertahan didalam daerah pedalaman yang tidak terjangkau pelayanan infrastruktur tersebut.
Berkaitan dengan topik pembahasan peningkatan infrastruktur transportasi di Papua yang
akan meningkatkan aksesibilitas kedua provinsi dari Provinsi Papua hingga ke Papua Barat,
maka secara teori dampak-dampak yang akan ditimbulkan sudah pasti akan meningkatkan
perkonomian daerah, akan tetapi yang akan jadi pertanyaan selanjutnya ketika pembangunan
tersebut telah terealisasi secara kesulurah, apakah masyarakat akan menggunakan prasarana
tersebut sehingga supply dan demand dapat diseimbangkan? Maka dapat dikatan prasarana yang
telah dibangun tersebut tidaklah dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat sehingga kurang
efektif di dalam mengarahkan pemanfaatan ruang kota dan wilayah. Apabila demikian tidaklah
hal ini terjadi karena perencanaan pembangunan yang bersifat top-down sehingga prasarana yang
dibangunan tersebut (supply) kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (demand), mengingat
masih banyak masyarakat yang lebih merasa nyaman dengan kebiasaan adat mereka.
Keseimbangan supply-demand tersebut dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam
menggunakan jasa transportasi yang dimana nantinya akan mempengaruhi harga atau tarif
transportasi. Dalam menentukan kuantitas kebutuhan jasa transportasi perlu diperhatikan konsep
berikut:
1. Jumlah jasa angkutan yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan.
2. Jumlah yang diinginkan konsumen dipengaruhi oleh daya beli, jenis jasa angkutan dan
selera masyarakat (konsumen).
3. Kuantitas yang diminta menunjukkan pembelian yang diinginkan
4. Kuantitas yang diminta berbeda dengan kuantitas nyata
5. Pembelian yang diinginkan berbeda dengan pembelian rill atau sebenarnya.
Dengan demikian, jumlah yang diminta bukan merupakan harapan kosong, tetapi
merupakan permintaan efektif. Permintaan efektif merupakan jumlah jasa angkutan yang
bersedia dibayar oleh konsumen dengan tingkat tarif tertentu. Kuantitas yang diminta ini
selanjutnya merupakan arus pembelian jasa angkutan yang berkelanjutan. Oleh karena itu,
kuantitas tersebut harus dinyatakan dalam satuan kursi (seat), trayek, penerbangan, atau
pelayaran.
Adapun yang perlu kita pahami yaitu faktor yang menentukan kuantitas jasa angkutan yang
diminta antar lain:
1. Tarif jasa angkutan
Pada saat penawaran tetap, jika harga atau tarif jasa angkutan naik, maka jumlah
permintaan akan menurun, dan sebaliknya. Untuk itu dalam menentukan tarif jasa
angkutan di Papua haruslah terlebih dahulu diketahui besarnya penghasilan masyarakat
setempat.
2. Daya beli masyarakat
Daya beli dipengaruhi oleh tingkat penghasilan masyarakat. Permintaan jasa angkutan
tergantung dari penghasilan rata-rata dan tarif jasa angkutan, serta ketersediaan jasa
angkutan pengganti, baik yang bersifat subtitusi atau komplementer. Bila tarif angkutan
lebih rendah, maka kemungkinan besar konsumen akan beralih kepada jasa subtitusi
atau komplementer. Perlu diingat penghasilan masyarakt Papua tidaklah begitu besar
karena sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani.
3. Selera atau aktivitas masyarakat konsumen
Selera konsumen berkaitan dengan subjektif. Penggunaan kendaraan pribadi akan
mempengaruhi permintaan terhadap jasa angkutan. Bila konsumen banyak
menggunakan angkutan atau kendaraan pribadi, maka permintaan terhadap jasa
angkutan umum akan menurun. Terkait dari selera konsumen tersebut bahwa perlunya
intervensi pemerintah pula dalam mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum
4. Besarnya populasi
Tentang pengaruh populasi penduduk terhadap permintaan jasa transportasi sangat jelas,
mengingat intensitas aktivitas penduduk dan jenis kebutuhan akan mempunyai pengaruh
positif terhadap permintaan jasa angkutan. Penduduk Provinsi Papua yang masih 3 juta
jiwa lebih dengan tingkat kepadatan yang masih rendah dapat dijadikan keuntungan
dalam penyesuaian moda angkutan.
5. Prediksi masa yang akan datang
Permintaan untuk jasa angkutan dimasa mendatang dipengaruhi oleh prediksi yang
didasarkan pada pengalaman atau siklus yang berulang. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa dalam keadaan ceteris paribus tersebut dimana faktor lain tidak berpengaruh,
hubungan antara kuantitas permintaan dan besar harga atau tarif adalah negarif. Artinya
pada saat harga atau tarif naik, kuantitas permintaan akan jasa angkutan akan turun,
sebaliknya bila harga atau tarif turun maka kuantitas permintaan jasa angkutan akan
naik. Untuk memprediksi kondisi perkembangan transportasi di Provinsi Papua
nantinya, perlu penetapan harga atau tarif yang bersifat statis agar masyarakat dapat
dibiasakan menggunakan transportasi umum.
6. Penawaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah jasa angkutan yang ditawarkan adalah:
Harga atau tarif yang berlaku dipasar
Harga dan ketersediaan sumber daya
Tujuan perusahaan adalah untuk laba
Strategi pemasaran perusahaan
Teklonologi yang diterapkan
Kebijaksaan pemerintah untuk member kesempatan untuk beroperasi.
Setelah memahami karakter budaya masyarakat tidak menutup kemungkinan Provinsi Papua
dapat berkembangan dengan begitu pesat akibat dari aksesibilitas yang sudah terhubung, terlebih
jika sistem dalam transportasi sudah saling terintegrasi baik itu dari transportasi darat, laut,
udara. Kemudian berbekal dari sumber daya alam yang melimpah meningkatkan infrastruktur
dan penerapan teknologi menjadi instrument utama dalam meningkatkan produktifitas hingga
mendorong perekonomian Provinsi Papua hingga ke tingkat nasional.
Apabila keseluruhan aksesibilitas di Provinsi Papua telah terhubung, maka kemungkinan
besar sektor-sektor baru akan tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu, masyarakat
pun yang berprofesi sebagai petani ataupun buruh kerja akan beralih membentuk kelompok-
kelompok ekonomi baru. Sehingga dinamika pembangunan di Provinsi Papua nantinya kedepan
akan terbentuk kota-kota baru akibat dari peran transportasi dan infrastruktur tersebut.
D. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa transportasi dan infrastruktur memegang
peranan vital bagi pembangunan ekonomi wilayah di Provinsi Papua. Melalui tersedianya sarana
dan prasarana yang baik maka distribusi barang, jasa, maupun manusia akan mampu berjalan
lebih lancar, cepat, dan dalam kuantitas yang besar sehingga pembangunan di wilayah Papua
bisa berjalan dengan mulus. Akan tetapi pembangunan tidak hanya dilakukan secara fisik saja
untuk mendapatkan sebuah kesejahtraan tetapi perlunya juga membangun manusia itu sendiri,
agar pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Kusbiantoro, B.S, 2007. Memanusiakan Perencanaan Sistim Transportasi. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Sadyohutomo, Mulyono, 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bumi Aksara. Bandung.
Ardiansyah, 2015. Manajemen Transportasi Dalam Kajian dan Teori. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Jakarta.
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/16/14453101/ini.infrastruktur.yang.dibangun.sela
ma.dua.tahun.jokowi-jk (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:07 WITA)
http://www.nabire.net/pembangunan-infrastruktur-transportasi-mendukung-konektivitas-
wilayah-papua/ (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:18 WITA)
http://shennyfithriani.blogspot.co.id/2012/10/makalah-tentang-propinsi-papua.html (Diakses
pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:19 WITA)
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3433566/dampak-trans-papua-sekarang-
warga-sudah-bisa-bangun-rumah (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:21 WITA)
http://properti.kompas.com/read/2017/02/13/190000321/cerita.di.balik.sulitnya.membangun
.jalan.trans-papua (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:25 WITA)
http://bisnis.liputan6.com/read/2629005/harga-bbm-di-papua-dulu-rp-100-ribu-kini-rp-
6450-per-liter (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:27 WITA)
http://www.simetriputra.com/news/article/Pembangunan%20Listrik%20di%20Papua
(Diakses pada Kamis, 1 6Maret 2017 Jam 13:36 WITA)
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/10/18/1385/presiden.resmikan.6.infrastruktur.kelistrikan.p
apua.dan.papua.barat (Diakses pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:41 WITA)
https://yosin.wordpress.com/2009/06/23/pembangunan-daerah-di-tanah-papua/ (Diakses
pada Kamis, 16 Maret 2017 Jam 13:42 WITA)