Anda di halaman 1dari 24

A.

Konsep Dasar Cedera Kepala

1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala sedang adalah

jenis atau kondisi dimana terjadi kehilangan kesadaran dan atau amnesia

lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat mengalami fraktur

tengkorak dan disorientasi ringan yang mana nilai GCS (Glasgow Coma

Scale) pada pasien 9 – 12 (Muttaqin, 2008).

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk

atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan, dan

perlambatan, yang merupakan perubahan bentuk, dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan

serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai

akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010).

Cedera kepala secara luas didefinisikan sebagai adanya tanda – tanda

adanya riwayat benturan pada kepala, adanya cedera pada scalp yang dapat

berupa hematom atau abrasi, adanya gambaran fraktur pada foto polos atau

pada CT Scan kepala , adanya gambaran klinis fraktur basis kranii dan
adanya gambaran klinis cedera otak yaitu penurunan kesadaran, amnesia,

deficit neurologis dan kejang (Arifin, 2013).

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap

kepala, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan

gangguan fungsi neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial)

baik temporer maupun permanen (Tanto, 2014).

Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa cedera kepala

merupakan gangguan fungsi normal otak akibat dari trauma tumpul

maupun tajam. Trauma tersebut dapat mengakibatkan gangguan fungsi

neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer

maupun permanen.

2. Etiologi

Mekanisme cedera kepala menurut Hudak & Gallo 2012 meliputi:

a. Cedera akselerasi : terjadi jika objek bergerak menghantam kepala

yang tidak bergerak.

Misal : alat pemukul menghantam kepala, peluru ditembakkan ke

kepala.

Cedera deselerasi : terjadi jika kepala yang bergerak membentur

obyek diam.

Misal : pada kasus jatuh, tabrakan mobil ketika kepala membentur

kaca depan mobil.


b. Cedera coup-contra coup : terjadi jika kepala terbentur yang

menyebabkan otak bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat

mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala

yang pertama kali terbentur. Cedera tersebut disebut juga cedera

transasional karena benturan dapat berpindah ke area otak yang

berlawanan.

Misal : apabila seorang pasien dipukul dengan objek tumpul pada

bagian belakang kepalanya, penting untuk mengkaji apakah terdapat

cedera pada lobus frontalis dan lobus oksipitalis serta serebelum.

c. Cedera rotasional : terjadi jika benturan menyebabkan otak berputar

dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau

robeknya neuron serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi

otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

Sedangkan mekanisme cedera kepala menurut Nurarif (2016) meliputi:

a. Cedera akselerasi : terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang

tidak bergerak. Misal : alat pemukul menghantam kepala, peluru

ditembakkan ke kepala.

b. Cedera deselerasi : terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek

diam. Misal : pada kasus jatuh, tabrakan mobil ketika kepala membentur

kaca depan mobil.

c. Cedera akselerasi-deselerasi : sering terjadi dalam kasus kecelakaan

bermotor dan episode kekerasan fisik.


d. Cedera coup-contra coup : pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada

daerah benturan sedangkan pada cedera contra coup kerusakan terjadi

pada sisi yang berlawanan dengan cedera coup.

e. Cedera rotasional : terjadi jika benturan menyebabkan otak berputar

dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya

neuron serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan

bagian dalam rongga tengkorak.

3. Klasifikasi

Berdasarkan berat ringannya cedera kepala (Hudak & Gallo, 2012):

a. Cedera kepala ringan : Jika GCS antara 13-15, amnesia kurang dari 30

menit, trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada, kepala pusing

beberapa jam sampai beberapa hari.

b. Cedera kepala sedang: Jika nilai GCS antara 9-12, penurunan

kesadaran antara 30 menit sampai dengan 24 jam, terdapat trauma

sekunder, gangguan neurologis sedang.

c. Cedera kepala berat: Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari

24 jam sampai berhari-hari, terdapat cedera sekunder: kontusio, fraktur

tengkorak, perdarahan, dan atau hematoma intrakranial.


Tabel 2.1 Klasifikasi Nilai GCS

1. Respon Mata
Membuka MataSpontan 4
Terhadap rangsangan suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon verbal
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
Total 15

Cedera kepala menurut patofisiologi menurut Musliha, 2010 dibagi

menjadi dua :

a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelarasi

rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer

dapat terjadi :

1) Gegar kepala ringan

2) Memar otak

3) laserasi

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :


1) Hipotensi sistemik

2) Hipoksia

3) Hiperkapnea

4) Udema otak

5) Komplikasi pernapasan

6) Infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain

Sedangkan tipe trauma kepala berdasarkan jenis menurut Muttaqin,

2008 antara lain :

a. Trauma Kepala Terbuka

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam

jaringan otak dan melukai atau menyobek duramater menyebabkan

CSS merembes.Kerusakan saraf otak dan jaringan otak.

b. Trauma Kepala Tertutup

Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi

komosio, kontusio, epidural hematoma, subdural hematoma,

intraserebral hematoma.

1) Komosio/ gegar otak dengan tanda-tanda:

a) Cedera kepala ringan

b) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali

c) Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit

d) Tanpa kerusakan otak permanen

e) Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah

f) Disorientasi sementara
g) Tidak ada gejala sisa

h) Tidak ada terapi khusus

2) Kontusio serebri/ memar otak, dengan tanda-tanda:

a) Ada memar otak

b) Perdarahan kecil lokal/ difus dengan gejala adanya gangguan

lokal dan adanya perdarahan

c) Gejala:

(1) Gangguan kesadaran lebih lama

(2) Kelainan neurologis positif

(3) Refleks patologis positif, lumpuh, konvulsi

(4) Gejala TIK meningkat

(5) Amnesia retograd lebih nyata

3) Epidural Hematoma

Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara

durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah

sobeknya arteri meningica media (paling sering), vena dipluica (oleh

karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus

duralis.

4) Subdural Hematoma

Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara durameter

dan jaringan otak, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena yang

biasanya terdapat diantara durameter.Perdarahan lambat dan sedikit.


Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang

terletak dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat

berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, sinus

venosus duralis.

5) Intraserebral Hematoma

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada

jaringan otak biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada

dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan

kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi.

4. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya 2013, manifestasi klinis dari :

a. Cedera kepala ringan – sedang

1) Disorientasi ringan

2) Amnesia post traumatic

3) Hilang memori sesaat

4) Sakit kepala

5) Mual dan muntah

6) Vertigo dalam perubahan posisi

7) Gangguan pendengaran

b. Cedera kepala sedang – berat

1) Edema pulmonal

2) Kejang
3) Infeksi

4) Tanda herniasi otak

5) Hemiparase

6) Gangguan akibat saraf kranial

5. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan

glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf

hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan

oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan

menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen

sebagai bahan bakar metabolism otak tidak boleh kurang dari 20 mg %

karena akan menimbulkan coma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari

seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila glukosa plasma turun

sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permukaan disfungsi serebral.

(Musliha 2010)

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolic anaerob yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada contusion berat, hipoksia atau

kerusakan otak akan teijadi penimbunan asam laktat akibat metabolism

anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolic. (Musliha 2010)

Dalam keadaan normal cerebral blood low (CBF) adalah 50-60

ml/menit/ 100 gr jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas

atypical-myocardial, pembahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Perbubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah pembahan gelombang T

dan P dan disritmia, Vibrilasi atrium dan ventrikel takikardi. (Musliha

2010)

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan

vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh

darah arterial akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan

parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arterial otak tidak begitu

besar(Musliha,2010).
6. Pathway

Trauma kepala

Ekstra Tulang Intra


kranial kranial Kranial

Terputusnya
-Perubahan autoregulasi
Terganggunya kontinuitas
x -Oedema serebral
kontinuitas jaringan jaringan tulang
kulit, otot dan vaskuler
Kejang

Gangguan Risiko Nyeri


suplai darah infeksi akut -Obstruksi
- Perdarahan jalan nafas
- hematoma -Dispnea

Bersihan
Perubahan Iskemia hipoksia
jalan nafas
sirkulasi CSS tidak efektif

Risiko perfusi
Peningkatan serebral tidak efektif
TIK Intake tidak
-mual muntah adekuat
Girus medialis -papiloedema
lobus temporalis -pandangan kabur
-penurunan fungsi Perubahan nutrisi
tergeser kuramg dari kebutuhan
pendengaran
-nyeri kepala tubuh
Herniasi unkus

Mesenfalon tertekan Risiko Jatuh

Risiko gangguan
Gangguan kesadaran immobilisasi
integritas
kulit/jaringan

Sumber: (Musliha, 2010) dan (PPNI, 2017)


7. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma

intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari

cedera kepala menurut Wijaya 2013 :

a. Epilepsi pasca trauma

Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak

mengalami cedera karena benturan kepala.Kejang bisa saja baru terjadi

beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.Kejang terjadi pada

sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa

adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang

memiliki luka tembus di kepala.

b. Afasia

Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena

terjadinya cedera pada area bahasa di otak.Penderita tidak mampu

memahami atau mengekspresikan kata – kata.Bagian otak yang

mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan

bagian lobus frontalis di sebelahnya.

c. Apraksia

Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan

inngatan atau serangkaian gerakan.Kelainan ini jarang terjadi dan

biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus

frontalis.
d. Agnosia

Kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah

benda tetapi tidak dapat menghubungkanya dengan peran atau fungsi

normal dari benda tersebut.Penderita tidak dapat mengenali wajah –

wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda – benda umum

(sendok, pensil dan lainnya).

e. Amnesia

Hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat

peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.

f. Fistel karotis kavernosus

Ditandai oleh trias gejala : eksoftalmus, kemosis dan bruit orbita

dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

g. Diabetes insipidus

Kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis menyebabkan

penghentian sekresi hormonantidiuretik.

h. Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu

pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

i. Edema serebral dan herniasi

Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan

gejala klinis adanya peningkatan TIK. Peningkatan tekanan terus

menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak


adequate, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama – lama terjadi

pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi.

j. Defisit neurologis dan psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neurologis : perubahan tingkat

kesadaran, nyeri kepala hebat dan mual / muntah proyektil.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada cedera kepala menurut Musliha (2010)

antara lain:

a. Serial Electro Ensepalo Graphy (EEG)

Untuk melihat perkembangan gelombang EEG yang patologis atau

tidak normal.

b. CT Scan (dengan/tanpa kontras) mengidentifikasi adanya, hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap meliputi hemoglobin sebagai salah satu

pertanda adanya perdarahan yang hebat, leukosit salah satu indicator

berat ringannya cidera kepala yang terjadi.

d. Brain Auditory Evoked Respon (BAER)

Untuk mengetahui atau mengoreksi batas fungsi korteks dan otak

kecil.

e. Positronn Emmisison Tomography (PET)

Untuk mengetahui perubahan aktivitas metabolisme otak.


f. Lumbal pungsi atau (CSF)

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

g. Analisa Gas Darah (AGD)

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

h. Kadar elektrolit

Untuk mendeteksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

tekanan intrakranial.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Satyanegara dalam Nurarif 2016 yaitu

sebagai berikut :

a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip – prinsip ABC (Airway –

Breating – Circulation). Kedaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan

cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis

yang lebih buruk.

b. Intubasi

Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada

kesempatan pertama.

c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau

gangguan – gangguan dibagian tubuh lainnya.

d. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal,

pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.


e. Penanganan cedera – cedera bagian lainnya.

f. Pemberian pengobatan seperti : anti edema serebri, anti kejang dan

natrium bikarbonat.

g. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti : sken tomografi computer

otak, angiografi serebral dan lainnya.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi

masalah keperawatan gawat darurat (Musliha, 2010). Beberapa aspek yang

perlu dikaji pada pasien cedera kepala diantaranya:

a. Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, No RM,

dan diagnosa medis (Muttaqin, 2008).

b. Primary survey

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual

atau potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap

kamampuan pasien untuk mempertahankan hidup. Pengkajian primer

yang digunakan pada pasien cedera kepala menurut (Musliha, 2010)

dapat dilihat pada tabel 2sebagai berikut:


Tabel 2.2 Pengkajian Primer

Komponen Pertimbangan
Airway Saluran nafas paten ?
Kaji apakah ada Lihat gerakan pernafasan
muntah, Dengarkan suara nafas
perdarahan, Rasakan hembusan nafas
benda asing Tidak paten
dalam mulut. Bersihkan mulut
Pasang alat bantu saluran nafas
Pastikan bahwa peralatan airway :Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway, maupun Endotracheal
Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Breathing Apakah pasien bernafas dengan efektif?
Kaji kemampuan Lihat warna kulit dan CRT (Capillary Refill Time),
bernafas, normal <3 detik
peningkatan Tidak efektif? (Pasang O2 dan alat bantu pernafasan)
PCO2 akan Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien :
memperburuk Pemeriksaan definitive rongga dada dengan rontgen
edema serebri foto toraks, untuk meyakinkan ada tidaknya masalah
seperti tension pneumotoraks, hematotoraks atau
trauma toraks yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat
Penggunaan ventilator mekanik.
Circulation Apakah sirkulasi pasien efektif?
Nilai denyut nadi Kaji nadi carotis dan radial
dan perdarahan Kaji keadaan kulit : hangat dan kering
Kaji adanya perdarahan
Tidak efektif?
Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi
jaringan khususnya organ vital tetap terjaga, hemodinamik
tetap termonitor serta menjamin tidak terjadi over hidrasi
pada saat penanganan resusitasicairan.
Pemasangan cateter vena central
Pemeriksaan analisa gas darah
Balance cairan
Pemasangan kateter urin
Disability Tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, respon
pupil, tanda/gejala peningkatan TIK.
Exposure Tanda-tanda trauma yang ada, pemaparan/kontak dengan
benda berbahaya.
c. Secondary Survey

Pengkajian berikutnya meliputi pengkajian sekunder dengan metode

SAMPLE yang merupakan pengkajian mengenai riwayat singkat

pasien dirawat di rumah sakit. Pengkajian ini dapat dilanjutkan pada

pasien sudah dalam keadaan stabil

S (Simptom) :gejala utama yang dirasakan pasien saat itu.

A (Allergies) :ada tidaknya riwayat alergi.

M (Medications) :riwayat pengobatan/terapi terakhir pasien.

P (Past Medical History):riwayat medis sebelum pasien dirawat diRS.

L (Last Oral Intake) :asupan makan/minum terakhir pasien.

E (Event Prociding Incident): peristiwa yang mengawali cedera kepala.

d. Pemeriksaan Medis

Data pendukung sangat diperlukan untuk membantu menegakkan

diagnosa dan rencana perawatan. Menurut Mansjoer (2000) data

dukung yang perlu dikaji antara lain:

1) Pemeriksaan Laboratorium

Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap,

trombosit, glukosa, ureum, kreatinin, skrining toksikologi dan

kadar alkohol bila perlu.

2) Radiologi

Pada pasien cedera kepala lakukan CT scan dan foto tulang

belakang (jika ada indikasi cedera servikal).


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Musliha (2010)

adalah sebagai berikut:

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan

aliran darah otak yang terkait perdarahan serebral, hematoma dan

edema.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

c. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi lingkungan, luka

terbuka dan menurunnya sistem pertahanan primer.

d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekret, obstruksi jalan napas, edema paru.

e. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

imobilitas yang berkepanjangan.

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kebutuhan metabolisme yang berlebihan, ketidakmampuan menelan,

kekacauan mental, agritasi, perubahan tingkat mental dan depresi.


3. Intervensi

Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan

menetapkan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Intervensi menurut

Moorhead (2014) adalah sebagai berikut :

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan

aliran darah otak yang terkait perdarahan serebral, hematoma dan

edema

Tabel 2.3 Intervensi Diagnosa 1


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Manajemen sensasi perifer
keprawatan selama …… (2660)
diharapkan kesadaran pasie 1. Monitor adanya daerah
compos mentis dengan kriteria tertentu yang hanya peka
hasil: terhadap
1. Tekanan sistole dan diastole panas/dingin/tajam/tumpul.
dalam rentang normal 2. Monitor adanya paretese
2. Tidak ada tanda-tanda 3. Batasi gerakan pada kepala,
peningkatan TIK leher, dan punggung
3. Menunjukkan fungsi sensori 4. Kolaborasi pembrian
motori cranial yang utuh: analgetik
tingkat kesadaran membaik, bleeding precaution (4010)
tidak ada gerakan-gerakan 1. Monitor ketat adanya
involunter perdarahan
2. Catat nilai Hb dan HT
setelah terjadi perdarahan
3. Monitor nilai lab (koagulasi)
yang meliputi PT, PTT,
trombosit
4. Monitor TTV
5. Pertahankan bedrest selama
perdarahan aktif
6. Pertahankan patensi IV line
bleeding reduction (4028)
1. Lakukan manual pressure
pada area perdarahan
2. Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
airway management (3140)
1. Buka jalan nafas, gunakan
teknik headtill atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Monitor respirasi dan status
O2
Oxygen therapy (3320)
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Berikan terapi O2 sesuai
advice dokter

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tabel 2.4 Intervensi Diagnosa 2


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Pain management (1400)
keprawatan selama................jam 1. Observasi reaksi nonverbal
diharapkan pasien dapat dari reaksi ketidaknyamanan.
mentoleransi nyeri dengan kriteria 2. Monitor tanda-tanda vital.
hasil: 3. Evaluasi pengalaman nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri masa lampau.
(tahu penyebab nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang
menggunakan teknik dapat mempengaruhi nyeri
nonfarmakologi untuk seperti : suhu ruangan,
mengurangi nyeri, mencari pencahayaan dan kebisingan.
bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi lingkungan, luka

terbuka, penurunan sistem pertahanan primer

Tabel 2.5 Intervensi Diagnosa 3


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
setelah dilakukan tindakan Infection Control (6540)
keperawatan selama ……
diharapkan masalah keperawatan 1. Pertahankan lingkungan
yang dialami pasien teratasi dengan aseptic selama pemasangan
criteria hasil: alat
2. Berikan terapi antibiotic bila
1. Tidak ada tanda tanda infeksi perlu sesuai advice dokter

Infection Protection (6550)

1. Monitor tanda dan gejala


infeksi sitemik dan local
2. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien yang beresiko
3. Inspeksi kondisi luka.

d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekret, obstruksi jalan napas, edema paru

Tabel 2.6 Intervensi diagnosa 4


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
setelah dilakukan tindakan airway management (3140)
keperawatan selama ….. 1. Buka jalan nafas, gunakan
diharapkan masalah keperawatan teknik headtill atau jaw
jalan napas efektif dengan kriteria thrust bila perlu
hasil: 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
1. Jalan nafas bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya
secret pemasangan alat jalan nafas
2. Tidak ada suara nafas buatan
tambahan 4. Monitor respirasi dan status
3. RR dalam rentang normal 18- O2
20 x/menit Oxygen therapy (3320)
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Berikan terapi O2 sesuai
advice dokter
e. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

imobilitas yang berkepanjangan

Tabel 2.7 Intervensi Diagnosa 5


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
setelah dilakukan tindakan Pressure management (3500)
keperawatan selama ….. menit 1. Jaga kebersihan kulit
diharapkan tidak terjadi masalah agar tetap bersih dan
kerusakan integritas kulit dengan kering
kriteria hasil: 2. Mobilisasi pasien (rubah
posisi pasien tiap 2 jam
1. Integritas kulit yang baik sekali)
bisa dipertahankan (sensasi, 3. Monitor kulit akan
eltisitas, temperatur, adanya kemerahan
pigmentasi)
2. Tidak ada luka atau lesi
pada kulit
3. Perkusi jaringan baik

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kebutuhan metabolisme yang berlebihan, ketidakmampuan menelan,

kekacauan mental, agritasi, perubahan tingkat mental dan depresi

Tabel 2.8 Intervensi Diagnosa 6


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
setelah dilakukan tindakan Nutrition managemet (1100)
keperawatan selama ……. 1. Kaji adanya alergi makan
diharapkan nutrisi sesuai 2. Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan tubuh dengan kriteria gizi untuk menentukan
hasil: jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
1. Tidak ada tanda-tanda mal 3. Berikan informasi
nutrisi tentang kebutuhan nutrisi
2. Menunjukkan peningkatan
fungsi pengecapan dan Nutrition monitoring (1160)
menelan 1. Monitor kulit kering dan
3. Tidak terjadi mual muntah perubahan pigmentasi
2. Monitor turgor kulit
3. Monitor mual muntah
4. Monitor pucat,
kemerahan, kekeringan
jaringan konjungtiva

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat

dan klien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang

berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan

dalam rencana (Janet, 2009).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Janet (2009), evaluasi adalah suatu proses yang terencana

dan sistematis dalam mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan

membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil yang

diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien. Tujuan evaluasi

ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini

biasa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,

sehingga perawat dapat mengambil keputusan:

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai

tujuan yang ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami

kesulitan untuk mencapai tujuan)

c. Menemukan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu

yang lebih lama untuk mencapai tujuan).

Anda mungkin juga menyukai