Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi pada anak merupakan suatu proses penyampaian dan transfer informasi
yang melibatkan anak, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan. Dalam proses
ini melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mengirimkan lambang-
lambang sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita
mengamati dan menyusun kembali dalam pikirannya arti dan makna yang terkandung dalam
pikiran komunikator.

Pada anak, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan dengan
yang terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik khusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya.
Komunikasi pada anak sangat penting karena pada proses tersebut mereka dapat saling
mengekspresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Disamping
itu dengan berkomunikasi anak - anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya .

Pada anak -anak yang dirawat dirumah sakit karena banyaknya permasalahan yang
dialaminya baik yang berhubungan dengan sakitnya maupun karena ketakutan dan
kecemasannya terhadap situasi maupun prosedur tindakan , sering komunikasi menjadi
terganggu. Anak menjadi lebih pendiam ataupun tidak berkomunikasi. Keadaan ini apabila
dibiarkan akan dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan disamping proses penyembuhan penyakitnya.

Perawat yang mempunyai banyak waktu dengan pasien , diharapkan dapat memulai
menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat
penting karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa
percaya anak pada perawat serta membantu anak agar dapat mengekspresikan perasaannya
sehingga dapat dicari solusinya. Sehubungan dengan itu perawat dituntut untuk memiliki
kemampuan komunikasi dalam memberikan askep pada anak, menguasai teknik-teknik
komunikasi yang cocok bagi anak sesuai dengan perkembangannya.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebgai berikut :

1. Apakah pengertian kOnsep dasar komunikasi pada anak ?

2. Apa tekniK yang digunakan untuk Berkomunikasi pada anak?

3. Apakah Hambatan komunikasi pada anak?

4. Bagaimanakah komunikasi terapeutik pada anak?

5. apa prinsip komunikasi pada anak?

6. Bagaimana peran perawat dalam perawatan anak?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang penulisan makalah ini, antara lain :

1. Siswa dapat mengetahui konsep dasar komunikasi pada anak.

2. Siswa dapat mengetahui teknik komunikasi pada anak.

3. Siswa dapat mengetahui Hambatan komunikasi pada anak.

4. Siswa dapat menerapkan Peran perawat dalam perawatan anak.

5. Siswa dapat mengetahui karakteristik Helper yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan


terapeutik pada anak.

6. Siswa dapat mengetahui Prinsip komunikasi pada anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Komunikasi pada Anak


2.1.1 Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah “Komunikasi” (Bahasa Inggris “Communication”) berasal dari


Bahasa Latin “Communicatus” yang berarrti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”.
Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang
bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Defenisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian,


penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau diantara dua
atau lebih dengan tujun tertentu.

Komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat
dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan anak.

2.1.2 Konsep komunikasi pada Anak

Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai


aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak,
metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan
komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan
anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

2.2 Tekhnik Berkomunikasi dengan Anak


1. Teknik Verbal
a) Melalui orang atau pihak ketiga
Khususnya mengahadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi
secara langsung pada anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan cara
berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya yang sedang berapa disampingnya,
mengomentari pakaian yang sedang dikenakanya. Hal ini pada dasarnya adalah untuk
menanamkan rasa percaya anak pada perawatan terlebih dahulu sebelum melakukan
tindakan yang menjadi tujuan.(Yupi Supartini, 2004 : 86)

3
b) Bercerita sebagai alat komunikasi

Dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak misalnya,
bercerita tentang anak pintar dan saleh yang sedang sakit yang mematuhi nasihat
orang tua dan perawat sehingga diberi kesembuhan oleh ALLAH Yang Mahaesa.
Jadi, ini cerita harus disesuaikan dengan kondisi anak dan pesan yang ingin kita
sampaikan kepada anak. selama bercerita gunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti anak. penggunaan gambar-gambar yang menarik dan lucu saat bercerita
akan membuat penyampaian cerita lebih menarik bagi anak sehingga pesan yang
ingin disampaikan dapat diterima anak secara efektif. (Yupi Supartini, 2002 : 86-87)

c) Fasilitasi anak untuk berespons

Satu hal yang penting yang harus diingat, selama berkomunikasi jangan
menimbulkan kesan bahwa hanya kita yang dominan berbicara pada anak, tetapi
fasilitasi juga anak untuk berespons terhadap pesan yang kita sampaiakan. Dengarkan
ungkapanya dengan baik, tetapi hati-hati dalam merefleksikan ungkapan yang negatif.
Misalnya, saat anak bicara, “saya mau pulang, saya tidak ada suka tinggal di rumah
sakit “. Untuk merespons perkataan anak seperti ini katakan, “ tentu saja kamu akan
pulang jika... supaya kamu senang berada dirumah sakit bagaimana kalau kita buat
permainan yang lain setiap harinya. Suster akan merencanakanya kalau kamu setuju.
(Yupi Supartini, 2002 : 87)

d) Meminta anak untuk menyebutkan keinginanya

Untuk mengetahui apa yang sedang dikeluhkan anak, minta anak untuk
menyebutkan keinginanya. Katakan apabila suster menawarkan pilihan keinginan,
apa yang paling diinginkan anak saat itu. Keinginan yang diungkapkanya akan
meningkatkan perasaan dan pikirannya saat itu sehingga dapat mengetahui masalah
dan potensial yang dapat terjadi pada anak. (Yupi Supartini, 2002 :
87)

e) Biblioterapi

Buku atau majalah dapat juga digunakan untuk membantu anak


mengekspresikan pikiran dan perasaanya. Bantu anak mengekspresikan perasanya
dengan menceritakan isi buku atau majalah. Untuk itu perawat harus tahu terlebih

4
dahulu ini dari buku atau majalah tersebut dan simpulkan pesan yang ada didalamnya
sebelum bercerita pada anak. (Yupi Supartini, 2002 : 87)

f) Pilihan pro dan kontra


Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak adalah dengan
mengajukan satu situasi, biarkan anak menyimak dengan baik, kemudian mintalah
anak untuk memulihkan hal yang positif dan negatif memuat pendapatnya dari situasi
tersebut. (Yupi Supartini, 2002 : 88)

g) Penggunaan skala peringkat

Skala peringkat digunakan untuk mengkaji kondisi tertentu, misalnya


mengkaji intensitas nyeri. Skala peringkat dapat berkisar antara 0 pada satu titik
ekstrim dan 10 pada satu titik ekstrim lainya. Nilai tingkat nyeri 1 sampai lima.
Kemudian kita tentukan kondisi anak berada pada angka berapa saat mengungkapkan
perasaan sedih, nyeri, dan cemas tersebut.

0 diartikan sebagai perasaan skala tidak nyeri

1-2 diartikan sebagai skala nyeri ringan

Lebih dari 3-7 diartikan sebagai skala nyeri sedang

Lebih dari 7- 9 diartikan nyeri yang sangat berat

Lebih dari 9-10 diartikan nyeri yang sangat hebat

(Yupi Supartini, 2002 : 88)

2. Teknik Non Verbal

a) Menulis

Menulis adalah pendekatan komunikai yang secara efektif tiadak saja dilakukan
pada anak tetapi juga pada remaja.

Perwat dapat memulai komunikasi dengan anak dengan cara memeriksa atau
menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian.
Dengan menulis perawat dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana
perasaan anak.

5
b) Menggambar

Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambarkan sesuatu
terkait dengan dirinya, misalnya perasaan, apa yang dipikirkan, keinginan.

Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan


keluarganya dan dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah) dengan anak.

c) Kontak mata, postur dan jarak fisik

Pembicaraan atau komunikasi akan teras lancar dan efektif jika kitan sejajar. Saat
berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara membungkuk atau
merendahkan posisi kita sejajar dengan anak. dengan posisi sejajar akan memungkinkan
kita dapat memungkinkan kontak mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa
yang dikomunikasikan anak.

d) Ungkapan marah

Anak mengungkapakan perasaan marahnya dan dengarkanlah dengan baik dan


penuh perhatian apa yang menyebabkan ia merasa jengkel dan marah. Untuk
memberikan ketenangan anak pada saat marah, duduklah dekat dia, pegang tangannya
atau pundaknya atau peluklah dia.

e) Sentuhan

Adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memegang sebagian tangan atau
bagian tubuh anak misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan,
bertujuan untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang
dilakukan antara anak dan orang tua. (Kemenkes, 2013)

2.3 Hambatan Komunikasi pada Anak


Hambatan komunikasi pada anak
1. Perilaku khas
Setiap anak memiliki perilaku khas yang berbeda-beda. Ada anak yang tidak
senang berinteraksi dengan lingkungan baru, ada anak yang hiperaktif dan mudah
beradaptasi dengan orang baru, dan lain sebagainya. Perilaku khas ini sebagian besar
menghambat jalannya komunikasi antara anak itu sendiri dengan orang yang ada di
lingkungan sekitarnya.

6
2. Emosi
Emosi terbesar ada di dalam kehidupan anak usia sekolah karena anak belum
dapat mengontrol emosinya dengan baik. Anak usia sekolah sering terlihat marah-
marah, kesal, kecewa, bahagia, tertawa-tawa dan semuanya dilakukan tanpa alasan
tergantung mood yang sedang dihadapinya.
Oleh karena itu, faktor emosi inilah yang menjadi hambatan komunikasi
dengan persentase terbesar. Komunikasi akan terhambat ketika anak-anak sedang
meluapkan emosinya. Terkadang ada anak yang tidak dapat dikendalikan oleh
orangtuanya, sehingga mengamuk bahkan merusak berbagai benda yang ada di
sekitarnya.
3. Gangguan dalam sensoris
Gangguan dalam sensoris anak sering ditemui di kehidupan masyarakat.
Gangguan dalam sensoris ini menjadi pemicu hambatan dalam komunikasi pada anak
usia sekolah. Setiap anak memiliki tujuh sensoris dasar di dalam tubuhnya. Penyebab
gangguan sensoris pada anak adalah adanya perkembangan yang tidak optimal saat
sensoris bekerja.
Sensoris pada anak meliputi sensoris perabaan, sensoris pendengaran, sensoris
penciuman, sensoris penglihatan, sensoris pengecapan, sensoris gerak antar sendi, dan
sensoris keseimbangan. Semua sensoris tersebut sangat berkaitan terhadap
komunikasi pada anak usia sekolah. Oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini
terhadap ciri-ciri gangguan sensoris pada anak agar komunikasi tidak terhambat.
4. Pola bermain
Pola bermain juga dapat mempengaruhi komunikasi pada anak usia sekolah.
Pola bermain anak berawal dari cara orangtua mengenali anak tersebut dengan
mainannya seperti mobil itu dijalani di lantai bukan untuk dijadikan mainan masak-
masakan.
Seorang anak yang salah pola bermainnya akan sulit beradaptasi dengan
mainan lainnya bahkan tidak mau berinterkasi dengan teman bermainnya. Kesalahan
dalam pola bermain anak akan menghambat komunikasi.
5. Gangguan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari
Gangguan komunikasi memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
seperti anak yang tidak mengerti arti kata yang diucapkannya. Selain itu, anak usia
sekolah juga sering melakukan komunikasi non verbal yang sebenarnya tidak ia

7
gunakan dengan baik seperti menarik tangan orang lain untuk meminta tolong diikuti
kemauannya.
Hal ini membuat komunikasi menjadi terhambat dan akhirnya menimbulkan
permasalahan seperti kesalahpahaman dalam memahami komunikasi anak usia
sekolah.
2.4 Komunikasi Terapeutik pada Anak
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik pada anak
adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan
secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.

Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Tingkat Perkembangan Anak :

a. Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui
gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping
itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi
pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik,
ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi.
Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan
dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu
kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah
mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-
lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya,
mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama
bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.

Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang


efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik
sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain

b. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan


bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh

8
kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata
ulangan.

Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan
dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin
tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat,
mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus
berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini
anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).

Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi
tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh
alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika
tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan
sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas
saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah
diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur
jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk
yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan
penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak,
bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas,
menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat
melakukan komunikasi.

c. Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan
anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang
dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca
disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai
berfikir tentang kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana
yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu
yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural

9
dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan
tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam
sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan


berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai
menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang
masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai
menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini
adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah
pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa
malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

2.5 Prinsip – prinsip Komunikasi pada Anak


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai.
c. Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang
tanpa rasa takut.
f. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.
g. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi.
h. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.

10
j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi
terapeutik.
k. Mampu berperan sebagai role model.
l. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.

2.6 Peran Perawat dalam Perawatan Anak

a. Pemberi perawatan

Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan


kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah yang
terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Contoh
peran perawat sebagai pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi
kebutuhan dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.

b. Sebagai Advocat keluarga

Sebagai klien advokasi, perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan
informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advokat
keluarga dapat ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi
yang akan dilakukan sebelum pasien melakukan operasi.

c. Pendidik

Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu


keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya. Salah
satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena
perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan.
Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare merupakan
salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik ( health educator ).

11
d. Konseling

Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien


terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan dasar
dalam perencanaan tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada
individu, keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman
masa lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

e. Kolaborasi

Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat
terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan
ketrampilan dari berbagai professional pemberi pelayanan kesehatan. Sebagai contoh,
perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak
dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan
dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak yang menderita infeksi.

f. Peneliti

Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (inovator) dalam ilmu


keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap
rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat diperoleh diperoleh melalui
penelitian. Penelitian, pada hakikatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur
kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang
telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakkan orang lain untuk
berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu
mengikuti perkembangan memanfaatkan media massa atau media informasi lain dari
berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka
mengembangkan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dan komunikan. Orang
dewasa berusaha melakukan komunikasi yang bisa dipahami anak, sebaliknya anak juga
menggunakan bahasa atau isyarat-isyarat yang bisa dipahami orang dewasa. Anak
menggunakan isyarat-isyarat tertentu dalam komunikasinya sehingga orang tua harus
mengenal isyarat yang digunakan anak. Semakin bertambah besar anak, komunikasi dengan
isyarat semakin kurang diperlukan karena pemahaman komunikasi anak sudah lebih baik.

Untuk berkomunikasi dengan anak, diperlukan teknik khusus agar hubungan yang
dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak. Secara
umum, ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada anak, yaitu teknik komunikasi
verbal dan nonverbal.

Perkembangan komunikasi pada bayi dan anak tergantung dari perkembangan otak
dan fungsi kognitifnya. Perkembangan komunikasi bayi-anak juga berhubungan dengan
kematangan atau kemampuan organ sensorik dalam menerima rangsangan atau stimulus
internal maupun eksternal, juga dipengaruhi oleh kuatnya stimulus internal dan eksternal.

3.2. SARAN

Diharapkan mahasiswa bisa memahami dan mengerti tentang komunikasi teraprutik


pada anak dan teknik- teknik yang digunakan. Serta diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan
tambahan ilmu pengetahuan dari makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
D, S. G. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan . Jakarta: Gunung Mulia. Ermawati, D.
(2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
RI, K. (2013). Komunikasi Dalam Keperawatan Modul 2. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Riyadi Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Kepada Anak. Graha Ilmu:

Yogyakarta.

Yuningsih, Yuyun. “Komunikasi terapeutik (KOMTER) pada Anak”. 6 Juni 2016.

Zen, Pribadi. 2013. “Panduan komunikasi efektif untuk bekal keperawatan profesional.
Yogyakarta : D-Medika

Supartini, yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta:EGC

Klien Budiana Keliat S.Kp Elyshabet d.k.k, Keperawatan Keperawatan anak dan dalam
kontek keluarga,usdiknakes Depkes RI Jakarta (1993 Asuhan Keperawatan Anak University
Indonesia Hubungan terapeutik perawat-klien Budiana Keliat S.Kp

14

Anda mungkin juga menyukai