1. Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk. Bukan
tanpa sebab. Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini
membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini.
2. Pertama, adalah tentang seleksi pimpinan KPK yang menghasilkan 10 nama calon pimpinan yang
di dalamnya terdapat orang yang bermasalah. Hal seperti akan membuat kerja KPK terbelenggu
dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak.
3. Kedua, hari ini Rabu, 5 September 2019, Sidang Paripurna DPR yang menyetujui revisi Undang
Undang KPK menjadi RUU Insiatif DPR. Terdapat Sembilan Persoalan di draf RUU KPK yang
beresiko melumpuhkan Kerja KPK, yaitu:
1) Independensi KPK terancam
2) Penyadapan dipersulit dan dibatasi
3) Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
4) Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
5) Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
6) Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
7) Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
8) Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
9) Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
4. Tak hanya RUU KPK, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus
dari Tindak Pidana Korupsi, sehingga keberadaan KPK terancam.
5. KPK menyadari DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif dari DPR. Akan tetapi, KPK
meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan
KPK.
6. KPK juga menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi Undang-
undang jika Presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Karena Undang-undang
dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. KPK percaya, Presiden akan tetap konsisten
dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK.
Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan
melayani masyarakat. Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak
perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun.
Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan
Korupsi;
7. Sehingga, KPK berharap Presiden dapat: Membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat
dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang Undang KPK dan
KUHP tersebut;
8. KPK sudah pernah menyampaikan bahwa Indonesia belum membutuhkan perubahan UU KPK.
Pembahasan Revisi UU KPK yang secara diam-diam, menunjukan DPR dan Pemerintah tidak mau
berkonsultasi dengan masyarakat yang diwakilinya.
9. Atas kondisi tersebut di atas, KPK perlu menyampaikan sikap: menolak revisi Undang Undang
KPK karena kami tidak membutuhkan revisi undang-undang untuk menjalankan pemberantasan
korupsi. Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan
melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi.
10. Selain itu, Kita juga telah memiliki pengalaman panjang sebelumnya upaya-upaya pelemahan KPK
yang tidak berlebihan jika disebut sebagai corruptor fight back.
11. Kami berharap upaya pemberantasan korupsi tetap kita perkuat. Agar kinerja Pencegahan dan
Penindakan yang dilakukan dapat lebih efektif dan berdampak. Sejak KPK efektif bertugas tahun
2003, KPK telah menangani 1064 perkara dengan tersangka dari berbagai macam latar belakang.
a. Jumlah OTT : 123 kali
b. Jumlah tersangka dari OTT : 432 orang
c. Latar belakang tersangka yang ditangani KPK (per Juni 2019):
• Anggota DPR/DPRD : 255 perkara
• Kepala Daerah : 30 perkara
• Pimpinan Partai Politik :6
• Kepala Lemb./Kementerian : 27 perkara
• DLL
SELESAI
LAMPIRAN
Sembilan Persoalan di draf RUU KPK yang beresiko melumpuhkan Kerja KPK
--
-----------