Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Nyeri
1.1 Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2010).
Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan secara tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diperdiksi (Keliat, Anna,
2015).
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan
sebagai suatu kerusakan yang secara tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari
ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung >3 bulan (Keliat, Anna, 2015).

1.2 Faktor yang Berhubungan


1. Trauma
 Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
 Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas,
dingin, misal karena api dan air.
 Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
 Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
 Jinak
 Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misal: abses.

1.3 Batasan Karakteristik


1. Nyeri Akut (berlangsung singkat misalnya nyeri pada fraktur).
o Agitas
o Ansietas
o Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
o Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
o Peka rangsang
o Menggosok bagian yang nyeri
o Mengorok
o Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
o Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
o Gangguan konsentrasi
o Perubahan pada pola tidur
o Rasa takut mengalami cedera ulang
o Menarik bila disentuh
o Mata terbuka lebar atau sangat tajam
o Bukti nyeri dengan menggunakan daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak
dapat mengungkapkannya.
o Dilatasi pupil
o Ekspresi wajah nyeri (misalnya, meringis, mata tampak kurang bercahaya,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus).
o Fokus pada diri sendiri.
o Keluhan tentang karakteristik nyeri.
o Mengekspresikan perilaku (misalnya, gelisah, merengek, menangis, waspada).
o Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
o Perubahan selera makan.
o Sikap melindungi area nyeri.
o Putus asa.
2. Nyeri Kronis (berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan
klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan).
o Gangguan hubungan sosial dan keluarga
o Peka rangsang
o Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
o Depresi
o Menggosok bagian yang nyeri
o Ansietas
o Tampilan meringis
o Berfokus pada diri sendiri
o Tegangan otot rangka
o Preokupasi somatik
o Agitas
o Keletihan
o Penurunan libido
o Kegelisahan
o Anoreksia
o Ekspresi wajah nyeri (misalnya, meringis, mata tampak kurang bercahaya,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus).
o Fokus pada diri sendiri.
o Hambatan meneruskan aktivitas sebelumnya.
o Keluhan tentang intensitas dan karakteristik nyeri menggunakan standar skala
nyeri.
o Perubahan pola tidur
o Laporan tentang perilaku nyeri (misalnya anggota keluarga, pemberi asuhan).

1.4 Fisiologi nyeri


1. Stimulus
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor.
reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada
kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. munculnya nyeri dimulai
dengan adanya stimulus nyeri. stimulus-stimulus tersebut dapat berupa
biologis,zat kimia,panas,listrik serta mekanik. Terdapaat beberapa jenis stimulus
nyeri diantaranya :
FAKTOR PENYEBAB CONTOH
Microorganisme Menigitis
(virus,bakteri,jamur dll)
Kimia Tersiram air keras
Tumor Ca mamae
Iskemi jaringan Jaringan miokard yang mengalami iskemi
karena gangguan aliran darah pada arteri
koronaria
Listrik Terkena sengatan listrik
Spasme Spasme otot
Obstruksi Batu ginjal,batu ureter,obstruksi usus
Panas Luka bakar
Fraktur Fraktur femur
Salah urat Keseleo,terpelintir
Radiasi Radiasi untuk pengobatan kanker
Psikologis Berduka,konflik

2. Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-perubahan
partikular disekitarnya,kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka reseptor-
reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus nyeri. Reseptor ini dapat
terbagi menjadi :
2.1 Exteroreseptor, yaitu reseptor yang berpengaruh terhadapa perubahan pada
lingkungan eksternal, antara lain :
 Corpus culum meissineral, corpus culum merkel : untuk merasakan
stimulus taktil ( sentuh atau rabaan).
 Corpusculum krause : untuk merasakan rangsang dingin.
 Corpusculum rufini : untuk merasakan rangsang panas, merupakan
ujung saraf bebas yang terletak di dermis dan subkutis.
2.2 Telerseptor, merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus yang jauh.
 Propioseptor, merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari
organ otot, spindle dan tendon golgi.
 Interoseptor, merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada
organ-organ fisceral dan pembuluh darah.
Beberapa penggolongan lain dari reseptor sensorik :
 Termoreseptor : reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
 Mekanoreseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik.
 Nosiseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
 Kemoreseptor : reseptor yang menerima stimulus kimiawi.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (Aziz,2010) :
1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting mempengaruhi nyeri khususnya anak-
anak dan lansia. Pada kognitif tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri
atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai
situasi. Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat
dihindari, karena lansia telah hidup lebih lama mereka kemungkinan lebih tinggi
untuk mengalami kondisi patologis yang menyertai nyeri. Kemampuan klien
lansia untuk menginterprestasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai
bagian tubuh yang sama.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh
faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa
memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri diberbagai
kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan
membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk
klien yang mengalami nyeri.
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman,
suatu kehilangan dan tantangan. Misalnya, seorang wanita yang bersalin akan
memperpsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat
cedera karena pukulan pasangan.
5. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungankan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan atau distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di
berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing dan massage. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien
pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang
perifer.
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan perasaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional biasanya
lebih mempu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang
memiliki status emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau
menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan
dan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang
tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan
disertai kesulitan tidur maka presepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat. Nyeri
seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang
lelap disbanding pada akhir hari yang melelahkan.
8. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut
akan menerima nyeri dengan lebih muda pada masa yang akan dating. Apabila
seorang klien tidak pernah mengalami nyeri maka presepsi nyeri dapat
mengganggu koping terhadap nyeri.
9. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa
kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan, seperti
di rumah sakit klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering
terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau
kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Nyeri
dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan atau
total.
10. Dukungan Keluarga
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu
dari kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang
orang tempat mereka menumpahkan keluhan tentang nyeri.
11. Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang-
orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu dari
kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang
orang tempat mereka menumpahkan keluhan tentang nyeri.
1.6 Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan (Asmadi,2010), klasifikasi nyeri adalah :
a. Nyeri berdasarkan waktunya
Nyeri berdasarkan waktunya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan selama kurang dari 6 bulan, klien
mengalami atau mengetahui lokasi nyeri, biasanya dikarenakan dari suatu
penyakit.
2. Nyeri kronis adalah nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan, biasanya klien
mengalami nyeri semakin meningkat walau sudah dilakukan pengobatan,
misalnya nyeri karena neoplasma.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
1. Nyeri perifer adalah nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit atau mukosa.
2. Nyeri dalam adalah nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau organ-organ viseral.
3. Refered pain adalah nyeri yang disebabkan karena penyakit organ atau struktur
organ tubuh ditransmisikan kebagian tubuh lain didaerah yang berbeda, bukan
asal dari nyeri.
4. Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan system syaraf
pusat, spinal cord, batang otak.
c. Nyeri berdasarkan tempatnya
1. Incidental pain adalah nyeri yang timbul sewktu-waktu kemudian menghilang.
2. Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap yang dirasakan dalam
waktu yang lama.
3. Paroximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali, biasanya nyeri dirasakan ±10-15 menit kemudian menghilang.
1.7 Patofisiologi nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan resptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociseptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangan bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar
pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa thermal,
listrik, atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut di transmisikan
berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang
bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls
yang di transmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang di
transmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar
dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa
lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian impuls nyeri
menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamc tract (STT) atau jalur
spino thalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat
dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat 2 jalur mekanisme terjadinya nyeri,
yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor
pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak
tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam
impuls supresif. Sitem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak
memberikan respon terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya.
1.8 Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin
selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang:
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale / Skala Nyeri Wajah
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat
(Potter & Perry, 2006).

b. Verbal Rating Scale (VRS) / Skala Deskriptif Verbal


Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima
poin ; tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat dan nyeri yang tidak
tertahankan (Potter & Perry, 2006).
c. Numerical Rating Scale (NRS) / Skala Penilaian Numerik
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana
pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan
angka 0 – 10 (Potter & Perry, 2006).

d. Visual Analogue Scale (VAS)


Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah
direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata
tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas
tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling
kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara
0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai
target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju
berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat
analgesik penyelamat (rescue analgetic) (Potter & Perry, 2006).
II. Rencana Asuhan Klien dengan Nyeri
2.1 Pengkajian Fokus
1. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
 Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
 Posisi atau lokasi nyeri
2. Perilaku non verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain ekspresi wajah,
gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
3. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
4. Factor presipitasi
Beberapa factor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain lingkungan,
suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
5. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau dapat
menggunakan skala dari 0-10.
6. Waktu dan lama
Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa lama,
bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
7. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST)
P (Provoking) : faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri.
Q (Quality) : kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat, atau tertusuk.
R (Region) : daerah perjalanan nyeri
S (Severity) : parahnya nyeri, skala nyeri secara umum : (0-10 skala)
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tetapi masih bisa dikendalikan dengan
aktifitas yang bisa dilakukan
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan
T (Time) : waktu timbulnya nyeri, lamanya nyeri atau frekuensi nyeri.
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat nyeri sebelumnya merupakan data yang penting untuk diketahui.
Riwayat nyeri harus meliputi lokasi, intensitas, durasi, dll. Perawat perlu
mengetahui berapa lama pasien telah menderita nyeri, bagaimana pengaruhnya
terhadap aktifitas sehari-hari, cepat atau lambat dan hal-hal apa saja yang dapat
mengurangi nyeri.

2.1.2 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
 Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
 Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
 Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah
di otak

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan ganguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot, trauma musculoskeletal atau tulang.
Diagnosa 2: Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi usus.

III. Perencanaan
A. Perencanaan Keperawatan
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri misalnya:
 Ketidakpercayaan, pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien
dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan
mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar
dapat lebih memahami tentang nyerinya.
 Kesalahpahaman, mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri
yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang
nyerinya.
 Ketakutan, memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan
pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan bagaimana
mereka menangani nyeri.
 Kelelahan, dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya kembangkan pola
aktifitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
 Kebosanan, dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat
digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa teknik
pengalih perhatian adalah bernafas pelan dan berirama, memijat secara
perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan musik, membayangkan hal-
hal yang menyenangkan, dan sebagainya.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan terapi non-farmakologis, seperti:
a. Distraksi, mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu.
Contohnya : membaca, menonton tv, mendengarkan musik dan bermain.
b. Stimulasi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
 Kompres dingin
 Counteriritan, seperti plester hangat
 Contralateral Stimulation, yaitu message kulit pada area yang berlawanan
dengan area yang nyeri.

B. Perencanaan Medis
Terapi Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter
masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri karena
informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami
ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgetik
narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Ada 3 jenis analgetik,
yakni:
- Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
- Analgesik narkotik atau opiate
- Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik Analgesik dan indikasi terapi.
Kategori Obat Indikasi
 Analgesik non narkotik Waktu lebih dari enam bulan
 Asetamifolen (Tylenol) Daerah nyeri menyebar
 Asam Asetilsalisilat (aspirin) Nyeri terasa tumpul, seperti linu,
NSAID Ngilu dan lain-lain
 Reseptor saraf simpatis : Reseptor saraf parasimpatis,
takikardia, peningkatan penurunan tekanan darah, brakikardia,
respirasi, peningkatan tekanan kulit kering, panas dan pupil
darah, pucat, lembab, konstriksi.
berkeringat dan dilatasi pupil
 Penampilan klien tampak Penampilan klien tampak depresi dan
cemas, gelisah dan terjadi menarik diri.
ketegangan otot.

A. Nyeri ringan 1 (farmakologi 1)


Obat Dosis Jadwal
Aspirin 325-650 mg 4 jam sekali
Asetaminofet 325-650 mg 4-6 jam sekali
B. Nyeri Ringan (farmakologi 2)
Ibuprofen 200 mg 4-6 jam sekali
Sodium awalan 440 mg selanjutnya 220 mg 8-12 jam sekali
Ketoproten 12,5 mg 4-6 jam sekali
C. Nyeri Sedang (farmakologi tingkat 3)
Asetaminofen 4-6 jam sekali
Ibuprofen 4-6 jam sekali
Sodium Naproksen 8-12 jam sekali
D. Nyeri Sedang (farmakologi tingkat 4)
Tramadol 50-100 mg 4-6 jam sekali
E. Nyeri Berat (farmakologi tingkat 7)
Morfin.
- INDIKASI
Bila terapi non narkotik tidak efektif da nada riwayat terapi narkotik untuk
nyeri.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan terhadap masalah gangguan rasa nyaman nyeri, yaitu :
1. Data Subjektif
a. Identitas pasien
Identitas penanggungjawab
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien seperti nyeri seperti
ditusuk-tusuk
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan pasien saat datang ke igd sampai rawat inap
 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang mempengaruhi kondisi saat ini atau pernah rawat inap
sebelumnya denganpenyakit apa
 Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit bawaan atau turunan dari anggota keluarga
d. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)
 Pola nutrisi dan metabolik
Kaji pola, kebiasaan, frekuesi, porsi, jenis makanan dan minuman dan
berat badan kaji sebelum dan saat sakit
 Pola eleminasi
Kebiasaan BAB dan BAK, BAB sebelum sakit dan frekuensi,warna dan
konsistensi BAB, terkhir kali BAB, diare atau tidak
 Pola Istirahat Tidur
Mengkaji sebelum dan sesudah sakit waktu tidur kualitas tidur nyeyak
atau sering terbangun, jumlah tidur insomnia atau tidak
 Pola Aktivitas dan latihan
Sebelum dan saat sakit mandiri atau ada bantuan dari pihak keluarga
misal mandi ganti pakaian, gosok gigi, makan, mobilisasi jalan
 Pola Kognitif perseptual
Kemampuan pasien untuk menggunakan semua indera dalam mengenali
lingkungan sekitar kesadaran pasien apakah penglihatan dan
pendengaran normal
 Pola persepsi terhadap kesehatan
Mengkaji persepsi pasien tentang kesehatanya dan apakah dibawa
kerumah sakit saat sakit, terdpat alergi makanan obat atau minuman
 Pola seksualitas
Menstruasi lancar atau tidak kaji keadaan genetalia
 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
 Pola nilai dan kepercayaan
Nilai kepercayaan tjuan hidupadat istiadat dan tradisi yang berhubungan
dengan kesehatan
 Pola Peran Hubungan
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
 Pola konsep diri
Mengkaji kemampuan pasien untuk mengatasi rasa sakitnya
2. Data Obyektif (Pemeriksaan Fisik)
a. Pemeriksaan umum
 Kesadaran : normal/compos mentis
 Keadaan umum : lemas, pucat, baik
 BB dan TB
 TTV : TD, N, S, RR
b. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
 Kepala
Inpeksi kepala warna rambut kusut, kekuningan atau tidak
Palpasi kepala keadan rambut kulit kepala ada benjolan atau tidak nyeri
tekan
 Mata
Inpeksi lihat kesimetrisan kedua mata liat dan rabun mata atau tidak
Palpasi raba bola mata ada nyeri atau tidak
 Telinga
Inpeksi lihat ada lesi atau tidak
Palpasi ada nyeri tekan atau tidak
 Hidung
Inpeksi ada perdarahan atau lesi
Palpasi adakah nyeri tekan
 Mulut dan Leher
Inpeksi lihat gigi ada gigi berlubang atau ompong, karies gigi liat ada
stomatits atau tidak, ada pembengkkakn amandel atau tidak
Palpasi adakah nyeri tekan pada lidah, adakah benjolan atau nyeri saat
menelan
 Dada
Adakah suara nafas tambahan seperti ronchi whezing
 Jantung
Adakaah bejolan atau suara jantung normal atau tidak
 Abdomen
Anorexia, Diare, Konstipasi
Inpeksi keadan abdomen adakah lesi
Auskultasi bising usus kuat lemah atau menurun
Palpasi adakah nyeri tekan
Auskultasi tympani/hypertimpani/pekak/redup
 Muskuluskeletal/ektermitas
Adakah kelianan tulang pertumbuhan pada pasien dan adakah nyeri
tekan, kekutan otot menurun
 Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat
keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan
mungkin terasa rinagn, sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang
hebat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing
individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti ditusuk-
tusk, nyeri tumpul, berdenyut, terbaka dan lain-lain, sebagai contoh
individu yang tersuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda
dengan individu yang terkena luka bakar.
Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik
adalah dengan memfokouskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif.
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam
memulai mengkaj respon nyeri yang dialami pasien, diantaranya :
a. Penentuan ada tidakan nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh pasien
adalah nyata.
b. Karakterisktik nyeri
Faktor Pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal inin perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian
tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan
menanyakan perasaan apa yang mencetuskan nyeri.
Kualitas (Q: quality)
Sering kali pasien mengungkapkan nyeri dengan kalimat0kalimat :
tjam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih, perih, tertusuk,
dan lain-lain dimana tiap pasien mungkin berbeda dalam melaporkan kualitas
nyeri yang dirasakan.
Lokasi (region)
Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien menunjukkan
semu bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien.
Keparahan (S: serve)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeir merupakan karakteristik yang
palin subjektif. Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.
- Skala deskriptif Verbal (VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat
keparahan yang lebih bersifat objetif. Skala inimerupakn sebuah garis yang
terdiri dari beberapa kalimat pendeskrispsi yang tersusun dalam jarak yang
sama sepanjang garis.
- Skala Numerik (NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini pasien menilai eyri dengan skal 0 sampai 10. Skal ini efektif
digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik.
- Skala Analog Visual (VAS) merupakan garis lurus yang mewakili alat
pendeskripsi kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat
keparahan nyeri yang ia rasakan. VAS merupakn pengukur keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap ttik pada
rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
Durasi (Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,
dan rangkaian nyeri.
Faktor yang memperberat/memperingan
Perlu mengkaji faktor-faktor yang mempererat nyeri pasien untuk
memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon nyeri
pada pasien.
c. Respon perilaku
d. Respon afektif
Respon asfektif jua perlu diperhatikan missalnya cemas, depresi, dll.
e. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga
mengetahui sejau mana dia membantu dalam program aktivitas pasien.
f. Persepsi klien tentang nyeri
Perawat perlu mnegkaji persepsi pasien terhapada nyeri, bagaimana
pasien menghubungkan antara neyri yang dialami dengan proses penyakti atau
hal lain dalam diri atau lingkungan sekitarnya.
g. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Perlu mnegkaji cara-cara yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan
nyeri agar dapat memasukkannya dalam rencana keperawatan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan rasa
nyaman nyeri :
1. Nyeri akut berhubungan dengan :
- Cedera fisik/trauma
- Penurunan suplai darah ke jaringan
- Proses melahirkan
2. Nyeri kronik berhubungan dengan :
- Kontrol nyeri yang tidak adekuat
- Jaringan parut
- Kanker maligna
3. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronis
4. Gangguan mobilitas fisik b.d :
- Nyeri muskuloskeletal
- Nyeri insisi
5. Gangguan pola tidur b.d nyeri yang dirasakan.
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
( NOC ) (NIC )
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
dengan cidera fisik/trauma keperawatan 1 x 24 jam : - Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi, durasi,
- Melaporkan gejala nyeri terkontrol karakteristik, frekuensi, intensitas, factor pencetus, sesuai
- Melaporkan kenyamanan fisik dan dengan usia dan tingkat perkembangan.
psikologis - Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari
- Mengenali factor yang ketidaknyamanan
menyebabkan nyeri - Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
- Melaporkan nyeri terkontrol (skala - Kelola nyeri pasca operasi dengan pemberian analgesik tiap 4
nyeri: <4) jam, dan monitor keefektifan tindakan mengontrol nyeri
- Tidak menunjukkan respon non - Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
verbal adanya nyeri klien terhadap ketidaknyamanan : suhu ruangan, cahaya,
- Menggunakan terapi analgetik dan kegaduhan.
non analgetik - Ajarkan tehnik non farmakologis kepada klien dan keluarga :
- Tanda vital dalam rentang yang relaksasi, distraksi, terapi musik, terapi bermain,terapi
diharapkan aktivitas, akupresur, kompres panas/ dingin, masase. imajinasi
terbimbing (guided imagery),hipnosis ( hipnoterapy ) dan
pengaturan posisi.
- Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri : misal klien cemas, kurang tidur, posisi
tidak rileks.
- Ajarkan pada klien dan keluarga tentang penggunaan
analgetik dan efek sampingnya
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik, fisioterapis/
akupungturis.
III. Daftar Pustaka

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2010. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumnetasi Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Keliat, Budi Anna. dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan.
Vol:2. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Prasetyo,Sigit Nian.2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai