PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah rakyat, dan rakyat pula yang
pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang merupakan perwujudan dari
damai sesuai dengan mekanisme yang dijamin dan ditentukan oleh konstitusi.
pemilihan kepala daerah juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi
warga negara yang sangat prinsipil dan fundamental. Oleh karena itu dalam
berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pemilihan umum itu pun harus
1
tidak melakukan apa-apa sehingga pemilihan umum tidak terselenggara
sebagaimana mestinya maka hal ini merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-
pemilihan umum yang dipilih tidak hanya wakil rakyat yang akan duduk di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), dan ada juga yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
yang dipilih secara langsung oleh rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden,
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota.
Dengan adanya pemilihan umum yang teratur tersebut maka tujuan untuk
tercapai.
2
Dalam jangka waktu tertentu, dapat saja terjadi, bahwa sebagian besar rakyat
internasional ataupun karena faktor dalam negeri sendiri. Baik karena faktor
karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa. Mereka itu
terutama para pemilih baru (new voters) atau pemilih pemula, yang belum
tentu memilih sikap yang sama dengan orang tua mereka sendiri.
maupun legeslatif.
1945. Karena hak tersebut merupakan hak rakyat yang sangat fundemental.
Di samping itu, pemilihan umum juga penting, bagi para wakil rakyat sendiri
Demikian pula bagi kelompok warga negara yang tergabung dalam suatu
seberapa besar tingkat dukungan dan kepercayaan rakyat kepada kelompok atau
3
partai politik yang bersangkutan. Melalui analisis mengenai tingkat kepercayaan
dan dukungan rakyat tersebut, dapat tergambar pula aspirasi rakyat yang
B. Rumusan Masalah
lokal).
4
BAB II
PEMBAHASAN
negara dapat dikatakan demokratis atau tidak. Demokrasi memang tidak semata-
mata ditentukan oleh ada tidaknya pemilihan oleh rakyat atas pemimpin-
langsung itu lebih demokratis. Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa gagasan
1. Untuk lebih membuka pintu bagi tampilnya kepala daerah yang sesuai dengan
yang kurang sesuai dengan jiwa dan semangat berdemokrasi dalam Negara
5
Kekurangan dalam UU No. 22 tahun 1999 telah disadari oleh para wakil
Daerah. Bersamaan dengan itu, dalam sidang tahunan MPR RI tahun 2000 telah
dilakukan perubahan kedua UUD 1945 yang antara lain telah mengubah
BAB IV tentang Pemerintahan Daerah dengan pasal 18, pasal 18 A dan pasal
pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang
UUD 1945 atas dasar amanat TAP MPR di atas, kebutuhan untuk melakukan
revisi terhadap UU No. 22 tahun 1999 tidak terelakan, apalagi pasal 18 UUD
1945 yang menjadi dasarnya, pada perubahan kedua UUD 1945 telah
dilakukan antara lain mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah dengan segala aspek yang terkait dengan perubahan tersebut. Hal ini
sudah dimulai dengan perubahan dari UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menjadi UU No. 22 tahun 2003 tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD untuk memilih kepala daerah.
6
Perubahan kedua UUD 1945 pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa
kata dipilih secara demokratis tersebut bersifat luwes dan memiliki 2 (dua)
makna, yaitu baik pemilihan langsung maupun tidak langsung melalui DPRD
Kepala Daerah dipilih secara demokratis dapat digali secara mendalam melalui
Jadi jelas sekali yang dimaksud dipilih secara demokratis menurut FDIP
7
kepala daerah yang selama ini banyak dilakukan dengan cara rekayasa dan
subtansi yang mengurus kepada Kepala Daerah dipilih secara langsung atau
tetap dipilih oleh DPRD. Namun, ditekankan pada perbaikan praktik yang
inflisit dapat dipahami adanya harapan besar terhadap perbaikan kualitas hak-
Dari satu sisi otonomi harus diartikan sebagai ruang bagi kedaulatan
8
c. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP)
daerah besar dan daerah kecil dalam suatu keserasian kehidupan berbangsa
daerah tidak memiliki konsistensi, bahkan pada masa “Orde Baru” telah
ketimpangan yang dirasakan oleh daerah berdasarkan pokok pikiran itu, FPPP
mengusulkan tujuh item perubahan pasal 18, yang salah satunya pada item ke
tujuh yaitu mengusulkan agar “Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih secara
langsung oleh rakyat, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang, hal ini
sejalan dengan kjeinginan kita untuk presiden juga dipilih secara langsung”.
bahwa “Karena Presiden itu dipilih secara langsung maka pada pemerintahan
daerah pun Gubernur, Bupati dan Walikota itu dipilih langsung oleh rakyat,
9
dimaksud “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945
memilih presiden.
dan sebagainya. Karena itu FPDU berpendapat bahwa pasal 18 tidak dapat
“Setiap daerah otonom memilki DPRD yang dipilih oleh rakyat dalam suatu
pemerintahan daerah atau kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat.
rakyat melalui pemilihan umum. Dengan demikian kepala daerah dipilih oleh
10
e. Fraksi Kesatuan dan Kebangsaan Indonesia (FKKI)
masih jauh dari yang seharusnya bahkan ada kesan kurang dilaksanakannya
kesepakatan bersama. Selama ini kita terjebak pada paradigma pusat dan
yang antara lain berisi “Berkenaan dengan pemilihan Presiden dan Wakil
implisit maupun secara eksplisit mengenai tata cara pemilihan kepala daerah.
11
Hasil dari pembahasan PAH I BP MPR tersebut dilanjutkan pada sidang-
sidang komisi A, sidang pleno MPR pada bulan Agustus tahun 2000
dipilih langsung”
Inti pokok pikiran yang disampaikan adalah untuk mencegah money politic
dilakukan secara langsung. Secara tegas dinyatakan “Untuk itu, kami sepakat
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota itu pemilihan langsung dari rakyat,
paparan FPKKI ini, pemilihan kepala daerah secara langsung memilki makna
12
untuk mengurangi money politic dan agar rakyat Indonesia merasa bahwa
demokratis itu diganti dengan langsung, atau bisa kompromi juga dipilih
secara demokratis dan langsung”. Kepala daerah dipilih secara langsung ini
menurut FUG juga agar koheren dengan seluruh sistem pemilihan dengan
terhadap hak rakyat, pemilihan kepala daerah, hubungan pusat dan daerah,
e. Fraksi Reformasi
13
pemilihan kepala daerah dan pemberian otonomi luas kepala daerah.
Bupati dan Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat yang pelaksanaannya
karena kita sudah muak dengan penuangan seperti itu. Karena itu pemilihan
langsung labih jelas, karena demokratis itu sering kali tidak jelas.
ulayat dan hak-haknya yang melekat serta pemilihan kepala daerah mengenai
menunjukkan bahwa perlu ada penyempurnaan sistem dan aturan yang ada
14
karena dinilai tidak relevan lagi. Walhasil, model pemilihan kepala daerah
kedaulatan rakyat seperti yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
hak rakyat untuk turut serta dalam pemerintahan. Dalam UUD 1945 hak ini
dijamin dalam pasal 27 ayat (1) pasal 28 C ayat (2) dan dalam pasal 28 D
ayat (3).
terdapat pada pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang menyebutkan Gubernur,
15
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah daerah
16
Rekrutmen Kepala Daerah dalam Lintasan Sejarah
perjalanan politik panjang yang diwarnai tarik menarik antara kepentingan dan
kehendak publik, kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, atau bahkan
mising link (rantai yang hilang) jika kita membangun argumen hanya dengan
No. 32 tahun 2004). Sejarah politik mencatat, pemilihan Kepala Daerah telah
dan UU No. 1 tahun 1957, ketika berlakunya sistem parlementer yang liberal.
Pada masa itu, baik sebelum dan sesudah pemilihan umum 1955 tidak ada partai
politik yang mayoritas tunggal. Akibatnya pemerintah pusat yang dipimpin oleh
Perdana Menteri sebagai hasil koalisi Partai mendapat biasnya sampai kebawah.
No. 5 tahun 1960 : UU No. 6 dan UU No. 18 tahun 1956). Yang lebih dikenal
17
3. Sistem pemilihan perwakilan (UU No. 5 tahun 1974). Di era Demokrasi
Pancasila, Pemilihan Kepala Daerah dipilih secara murni oleh lembaga DPRD
dan kemudian calon yang dipilih itu akan ditentukan Kepala Daerahnya oleh
Presiden.
1999). Dimana Kepala Daerah dipilih secara murni oleh Lembaga DPRD tanpa
5. Sistem pemilihan langsung (UU No. 32 tahun 2004). Dimana Kepala Daerah
Dari sistem pemilihan perwakilan semula (UU No. 5 tahun 1974). Juga
ditemukan penyimpangan yang cukup menarik, Syaukani. HR, Afan Gaffar dan
jabatan Gubernur ditentukan oleh Depdagri, Markas Besar TNI dan Sekretaris
Negara.
substansial, yaitu :
1) Tidak adanya mekanisme pemilihan yang teratur dengan tenggang waktu yang
18
2) Sempitnya rotasi kekuasaan, sehingga jabatan Kepala Daerah dipegang terus
3) Tidak adanya rekrutmen secara terbuka yang menutup ruang kompetisi, sehingga
berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan PP No. 151 tahun 2000. Sistem perwakilan
dilakukan secara konsisten dan terbuka, maka pemilihan kepala daerah hampir-
hampir sama sekali dikesampingkan. Sejak dari tahap awal hingga selesainya
prosesi, kewenangan besar ditangan DPRD. Dengan kata lain, tahapan-tahapan yang
dilalui tidak lebih sebatas formalitas belaka. Penyimpangan lain yang harus digaris
bawahi adalah maraknya dugaan kasus money politics dan intervensi pengurus
1999 dan PP No. 151 tahun 2000 sering digambarkan sebagai kemandegan atau
19
prinsip transparansi anggaran, akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat
Di sisi lain partai-partai politik belum berfungsi dengan baik dalam hal
politik terhadap rakyat. Realitas lain, rakyat kurang memiliki akses mempengaruhi
berlangsung fungsi kontrol, misalnya melalui LSM, parpol dan media massa akan
tetapi secara empiris hal ini masih kurang efektif dalam kondisi dan situasi tersebut
dapat memudahkan seseorang bisa terpilih menjadi kepala daerah asal mampu
20
Konsekuensinya mekanisme checks and balances tidak berjalan sehingga kedudukan
dan posisi kepala daerah sebagai pengambil keputusan publik sangat menentukan
seseorang kepala daerah bisa memainkan peran sebagai motivator, fasilitator dan
Pada konteks itu, pemilihan kepala daerah dengan sistem perwakilan bukan
alternatif buruk bagi peningkatan kualitas demokrasi di tingkat lokal. Sistem tersebut
membuka peluang terpilihnya kepala daerah yang bermoral, dan memilki integritas,
profesional dan akuntabel. Namun efektifitas sistem itu bergantung penuh pada
kualitas DPRD. Faktanya orientasi dan tindakan politik DPRD tidak seperti
dikehendaki rakyat. Atas dasar itulah, pemilihan kepala daerah secara langsung
berdasarkan ketentuan UU No. 32 tahun 2004 merupakan jalan keluar yang baik,
tahun 1999. Ketentuan pemilihan kepala daerah langsung terletak pada pembentukan
dan implikasi legitimasinya yang terpisah dari DPRD sehingga harus dipilih sendiri
dengan DPRD. Sehingga mekanisme cheeks and balances niscaya akan berjalan
dengan baik. Dengan demikian, kepala daerah akan lebih mampu mengoptimalkan
peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri, akan tetapi dapat membuka akses
21
mekanisme cheeks and balance. Dimensi cheeks and balance meliputi hubungan
kepala daerah dengan rakyat, DPRD dengan rakyat, kepala daerah dengan DPRD,
DPRD dengan kepala daerah dan DPRD dituntut memenuhi janji-janji kampanye,
DPRD wajib mengontrol kepala daerah dalam pembuatan kebijakan publik dan
Perda. Yudikatif memainkan peran dalam hal supremasi hukum atas perilaku kepala
daerah dan DPRD, baik dalam kapasitas pribadi maupun dalam menjalankan
fungsinya.
Pemilu yang berkualitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
proses dan hasilnya “Pemilu dapat dikatakan berkualitas dari “sisi prosesnya”
apabila pemilu itu berlangsung secara demokratis, aman, tertib dan lancar, serta
jujur dan adil. Sedangkan apabila dilihat dari sisi hasilnya pemilu itu harus dapat
di samping dapat pula mengangkat harkat dan martabat bangsa dimata dunia
internasional.
Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pemilu yang berkualitas apabila
dilihat dari sisi hasilnya adalah pemilu yang menghasilkan wakil-wakil rakyat
Indonesia tahun 1945 yaitu : “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
22
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang
Pemilu 2009 dapat dikatakan sukses dilihat dari sisi prosesnya, karena telah
berlangsung secara demokratis, aman, tertib dan lancar serta jujur dan adil,
walaupun kita harus mengakui, bahwa di sana sini masih terdapat kekurangan-
kekurangan namun kedepan harus diperbaiki agar bisa diwujudkan suatu pemilu
Pemilu dilihat dari sisi hasilnya, secara jujur kita harus mengakui, bahwa
rakyat dengan duduk sebagai anggota DPR dan DPRD. Belum mampu
mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang diwakilinya dan juga belum mampu
dan dalam pembahasan suatu rancangan UU. Sering berlarut-lerut karena terlibat
banyak. Di samping itu DPR dan DPRD dalam bertindak baik sebagai lembaga
golongan dari pada kepentingan rakyat banyak. Tidak jarang terjadi anggota
dewan melakukan perbuatan yang tercela yang tidak sesuai dengan harkat dan
23
Kesalahan yang menyebabkan kurang berkualitasnya hasil pemilu dan
mampu menyeleksi para calon anggota dengan baik, sehingga meloloskan calon-
calon yang tidak berkualitas. Dalam hal ini, kita harus menilai dengan jernih dan
beserta jajarannya.
calon-calon yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu. KPU melakukan
yang dimilki oleh seorang calon tidak bisa diukur oleh KPU, berdasarkan syarat-
syarat tersebut lebih menekankan pada aspek formal semata, tanpa bisa
kualitas seorang calon yang sebenarnya. Seharusnya parpollah yang lebih tahu,
yang lama. Oleh karena itu apabila kita ingin pemilu menghasilkan wakil-wakil
rakyat yang berkwalitas, maka parpol sebagai penyedia bahan baku, harus
24
Selama ini justru sebaliknya, seseorang kader parpol masuk daftar calon
dapat diberikan kepada partai, dan biasanya hal ini dalam bentuk uang. Apalagi
pada waktu pemilu kita masih menggunakan nomor urut sebagai salah satu cara
mempunyai peluang besar untuk terpilih. Kenyataan ini terjadi hampir disemua
partai politik peserta pemilu, karena hal ini salah satu untuk menghimpun dana,
guna membiayai kegiatan partai politik. Hal ini pulalah yang menyebabkan
masih adanya parpol yang ingin mempertahankan nomor urut sebagai salah satu
cara untuk menentukan calon terpilih. Padahal kita menyadari, bahwa penentuan
kedaulatan ketangan rakyat, dan juga akan berakibat seorang anggota dewan
lebih merasa dirinya sebagai wakil parpol dari pada sebagai wakil rakyat.
25
2. Pemilukada (Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung)
Dalam sistem demokrasi ada dua makna yang terkandung yakni demokrasi
pemilahan kepala daerah secara langsung, ada aturan, pelaksana hingga rakyat
demokrasi. Dalam definisi seperti itu maka bangsa Indonesia sudah layak
hanya persoalan perangkat atau pelaksanaan pilkada saja. Tapi demokrasi ini
lebih mementingkan isi dan kualitasnya. Demokrasi adalah menjadi media untuk
menjadi media memilih pemimpin harus bisa membawa efek kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat.
bagi rakyat menuju kearah yang lebih baik. Tidak hanya sekedar melaksanakan
pilkada tapi tidak membawa aspek perubahan apa-apa ini yang harus dihindari.
substansial.
demokcracy, demokrasi bersifat lokal, maka salah satu tujuan pilkada adalah,
26
memperkuat legitimasi demokrasi. Pemilihan kepala daerah hanyalah salah satu
Pancasila dan kini demokrasi yang mengarah pada liberal yang terjadi setelah
era reformasi. Beberapa waktu lalu juga ada usul pembina Golkar Akbar Tanjung
kesejahteraan rakyat. Kalau dulu di era Orde Baru rakyat sempat mengenyam
bahan-bahan pokok yang murah dan mudah didapat, tapi harus diakui kehidupan
kebebasan demokrasi terbatas dan dibatasi sistem pemeritahan orde baru sangat
bawah/ biasa, yang penting dia bisa memenuhi kebutuhan mereka karena bahan-
bahan pokok yang murah dan mudah didapat. Lain halnya dengan kepentingan
dikalangan birokrasi dan para elit politik yang selalu ambisius dengan
27
kepala daerah. Sepertinya demokrasi liberal menemui batu sandungan ketika
Demokrasi dalam pilkada tidak hanya urusan untuk meraih kemenangan dan
tidak mau mengalah. Demokrasi dalam bentuk pilkada harus dimaknai sebagai
salah satu cara kita untuk mencapai tujuan yang lebih utama yaitu mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
Secara ideal proses demokrasi ini akan berujung untuk melahirkan seorang
berkualitas.
yang paling utama barangkali harus diawali oleh calon pemimpin yang akan
bertarung, selain itu didukung oleh elit politik, unsur birokrat, penegak hukum,
28
Logika yang mengandung bahwa pilkada adalah sebuah proyek haruslah
dihilangkan. Pembuangan logika ini tidak hanya untuk para aktor pemiliknya
saja, tapi untuk semua lapisan masyarakat. Pada saat yang sama jika ada calon
calon ini akan mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk dibagi kepada
balik agar modal yang telah dikeluarkan pada saat pencalonan bisa kembali.
Maka sudah bisa dipastikan, sumber dana yang akan digali adalah melalui
korupsi karena kalau mengandalkan gaji selama lima tahun jadi gubernur,
29
Analisa
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu tujuan dari
kepada daerah.
Oleh karena itu, keputusan politik untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah
kualitas demokrasi. Hal ini sejalan dengan semangat otonomi yaitu pengakuan
aspirasi dan inisiatif masyarakat lokal (daerah) untuk menentukan nasibnya sendiri.
30
Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang
Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan desentralisasi dan otonomi daerah,
daerah, yakni hasil pemilihan kepala daerah langsung. Hal itu lepas dari akumulasi
daerah langsung. Akan tetapi setelah tiga tahun berjalan, antusiasme masyarakat
terhadap proses dan hasil pemilihan kepala daerah makin berkurang atau menurun.
Hal ini bisa dilihat antara lain dari menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam
31
Penurunan ini sejalan dengan menurunnya keyakinan masyarakat terhadap
kemampuan kepala daerah, hasil pemilukada langsung. Selain itu, kondisi tersebut
didorong oleh kekecewaan masyarakat terhadap partai politik yang kerap kali
menyadarkan calon yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat sebagai hasil dari
di kalangan masyarakat, gejala protest voters yang meluas hingga golput, serta
2004 mengandung sejumlah kelemahan baik dari sistem maupun aturan tekhnisnya.
daerah mengalami bias pengaruh (intervensi) pemerintah. Hal ini berimplikasi pada
independen.
meletakkan pemilihan kepala daerah sebagai bagian dari rezim pemilihan umum
pemilukada.
32
Demikian juga dalam pembentukan badan pengawas pemilu (atau panitia
perseorangan.
demokrasi di tingkat lokal, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan
didasarkan pada asumsi bahwa kepala daerah yang terpilih memiliki mandat dan
legitimasi yang kuat, karena didukung oleh suara pemilih nyata (real voters) yang
Legitimasi politik ini merupakan modal politik penting dan sangat diperlukan
Bupati, Walikota) maka para wakil rakyat yang mendapat amanat akan
33
moral dan penanaman modal politik menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan
dan kontra, selain adanya harapan di tingkat lokal, muncul pula resistensi dengan
kedudukan DPRD. Legitimasi yang besar dari rakyat pemilih dikhawatirkan akan
kokoh atas DPRD yang pada akhirnya akan memperlemah kedudukan DPRD
terhadap kepala daerah. Pengalaman yang buruk pada orde baru, bahwa kepala
membuat para elite politik enggan menerima sistem pemilihan kepala daerah
secara langsung.
2. Sistem pemilukada secara langsung akan menelan biaya yang sangat besar,
karena tidak sedikit anggaran daerah (APBD) akan dikonsentrasikan pada KPUD
ditiap tingkatan.
34
3. Munculnya persaingan khusus antara calon independen dan calon dari partai
secara teoritis dan logis dialektis dapat ditawarkan alternatif pemecahannya, bahwa
meningkatnya legitimasi kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat
pemilih (voters) sebenarnya tidak berakibat langsung pada pelemahan posisi atau
kedudukan parlemen. Legitimasi kepala daerah yang kuat memang merupakan satu
hal yang menjadi tujuan pokok dari sistem pemilihan ini. Namun demikian bukan
berarti bahwa parlemen akan menjadi lemah, justru parlemen dapat berperan lebih
aktif dan efektif dalam melakukan pemantauan dan pengawasan (monitoring dan
evaluasi) terhadap kinerja kepala daerah langsung ini adalah terciptanya kondisi yang
lebih baik bagi pelaksanaan cheeks and balances dalam penyelenggaran negara dan
pemerintahan, karena baik kepala daerah maupun parlemen semakin tidak memiliki
pembuatan surat suara termasuk biaya operasional bagi panitia pelaksana sebagai
bagian integral dari proses pemilihan kepala daerah langsung. Tidak mengherankan
Mengenai persaingan antara calon independen dan calon dari partai politik
menjadi perselisihan yang justru menelantarkan calon pilihan rakyat yang berasal
dari atus bawah (gress roots). Calon kepala daerah yang akan dipilih oleh rakyat, bisa
35
Kemunculan calon yang proses rekrutmennya hanya berasal dari partai
politik sering tidak mewakili aspirasi arus bawah, bahkan juga merupakan titipan
atau kepanjangan tangan dari elite partai yang bukan dari masyarakat. Idealnya harus
mempresentasikan keinginan rakyat arus bawah. Setiap warga negara memiliki hak
yang sama untuk menjadi pemilih ataupun dipilih. Artinya setiap warga baik dari
partai politik maupun dari calon independen dapat saja mencalonkan diri sebagai
parpol keduanya, baik parpol maupun calon perseorangan. Harus dilihat dalam
perspektif yang integral sebagai faktor penting dari bangunan sistem politik di
36
2). Calon perseorangan harus dapat mengomfirmasi fungsi politik, seperti fungsi
perseorangan juga harus terlembaga secara baik agar memilki kontribusi dalam
3). Calon perseorangan harus jelas akuntabilitasnya dalam sistem demokrasi yang
kekuasaan.
37
Peranan Hukum Terhadap Kasus Praktek “Money Politik”
UU. No. 32 Tahun 2004 memuat beberapa ketentuan yang yang mempunyai
Pilkada Pemilukada jika terbukti telah melakukan tindakan yang dilarang UU.
Larangan yang termuat dalam UU. No. 32 Tahun 2004 adalah berkaitan
dengan praktek “Money Politik” dan menerima sumbangan dana kampanye dari
sumber yang secara tegas tidak diperbolehkan. Diantara persoalan yang banyak
bertanggung jawab terhadap jalannya pilkada sering memulai kecaman dari warga
suara, membagikan sarung, sejadah, kain, kerudung bahkan ada yang ada
kabupaten.
Kegiatan pembagian baju kaos, bensin, uang saku yang sering dilaksanakan
Pertanyaan muncul adalah apakah praktek seperti itu termasuk biaya politik
38
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidaklah begitu mudah karena meski ada
Namun sampai pada kesimpulan bahwa praktek yang terjadi atau politik uang
UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 82 telah memuat aturan yang cukup tegas
mengenai larangan bagi pasangan calon dan / atau tim kampanye yang menjanjikan
dan / atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
Sanksi yang dikenakan terhadap pasangan calon dan / atau tim kampanye yang
Para praktisi hukum terutama mereka yang bertugas dalam penegakan hukum
salah satu unsur penting dalam pasal yang memuat tentang larangan “Money
pasangan calon adalah : jika yang terbukti melakukan money politics adalah
pasangan calon itu sendiri atau tim kampanye. Mereka yang disebut tim kampanye
adalah orang-orang yang terdaftar secara resmi sebagai tim kampanye di KPUD
setempat.
“membagikan uang dan atau materi lainnya” itu adalah sekelompok orang yang
39
Istilah tim sukses tidak ditemukan dalam terminologi UU No. 32 tahun 2004.
yang begitu mudah dalam aspek pembuktian secara hukum. Oleh karena tim sukses
berada pada lapisan yang sangat jauh dari pasangan calon dan tim kampanye resmi.
Maka ada kemungkinan dalam pemeriksaan secara hukum mereka ini tidak diakui
Selain kendala pembuktian secara hukum yang relatif sulit, sanksi yang
disebutkan pada pasal 82 UU No. 32 tahun 2004 juga tidak efektif karena bahasa UU
yang melaksanakan pembagian uang, baju, kaos, uang bensin dan lain-lain yang
tujuannya untuk mempengaruhi para pemilih akan tetapi melainkan tim sukses yang
bergerak. Hal ini bisa dibuktikan contohnya seperti situasi didalam rumah tahanan
negara sesuai pengamatan ketika pada saat mau menjelang pemilukada atau pemilu
legeslatif. Maka semua warga binaan didalam rutan sangat bergembira sekali karena
akan ada apa yang disenut “serangan fajar”. Ada pembagian mulai dari kain sarung,
peci, sejadah, baju kaos ataupun baju koko dan mukena sampai uang saku keadaan
yang demikian ini sering didukung oleh pegawai rtan itu sendiri. Bukannya tim
suksesnya masuk kedalam rutan tapi melainkan salah satu pegawai rutan itu sendiri
Dalam kondisi ini bisa kita bayangkan antara pasangan calon dengan tim
sukse itu jauh sekali lapisannya apalagi kalau dimotori atau didukung oleh salah satu
40
Kalau pelaksanaan serangan fajar seperti yang kita sebutkan diatas ini ada
Jadi jelas sanksi yang disebutkan pada pasal 82 UU No. 32 itu tidak efektif
calon atau tim kampanye tapi pelaksanaannya dilakukan oleh tim sukses. Tim sukses
yang mana ? untuk pembuktiannya juga relatif sulit seandainya hukum seperti nya
tidak bisa menjerat tim sukses sebagai pelaku sebab pasal 82 UU No. 32 tahun 2004,
tidak menyebutkan sanksi untuk tim sukses, dalam UU menyebutkan jika terbukti
pasangan calon dan / atau tim kampanye yang melaksanakan praktek “money
politics” sanksi nya adalah “pembatalan pasangan calon” bukannya menjerat tim
41
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
perjalanan politik yang panjang yang diwarnai tarik menarik antara kepentingan
elit dan kehendak publik, kepentingan pemerintah dan pemerintah daerah atau
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 C (2) setiap orang
dinamika ada 5 (lima) tahapan dan 4 (empat) sistem yang pernah dilakukan.
tahun 1948 dalam UU No. 1 tahun 1957 ketika berlakunya sistem parlemen
yang liberal.
No. 5 tahun 1960, UU No. 6 dan UU No. 18 tahun 1956). Yang lebih dikenal
42
3. Sistem pemilihan perwakilan (UU No. 28 tahun 1965 dan UU No. 22 tahun
1999, dimana kepala daerah dipilih secara murni oleh lembaga DPRD dan
kemudian calon yang dilpilih itu akan ditentukan kepala daerahnya oleh
presiden.
4. Sistem pemilihan perwakilan (UU No. 18 tahun 1965 dan UU No. 22 tahun
1999) dimana kepala daerah dipilih secara murni oleh pusat lembaga DPRD
5. Sistem pemilhan lembaga (UU no. 32 tahun 2004) dimana kepala daerah
Pada tahun 1974 yaitu sistem pemilu perwakilan (UU No. 5 tahun 1974) di
era demokrasi pancasila pada era orde baru ini juga ditemukan penyimpangan
gubernur ditentukan oleh Depdagri, markas besar TNI dan sekretaris negara.
kepala daerah. Keadaan negara aman jarang terjadi kerusuhan tidak ada
terjadi sengketa pilkada. Karena tidak banyak gejolak politik, sebab pada
43
waktu itu cuma ada 3 (tiga) kontestan peserta pemilu yang ikut yaitu
sehingga otomatis negara tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk pilkada.
Jarang sekali ditemukan adanya indikasi korupsi walaupun di era ini sistem
pemerintah pusat sehingga tidak adanya peluang apa yang disebut raja-raja
kecil yang berkuasa didaerah. Jadi tidak pernah ada indikasi kepala daerah
yang korupsi, kalau kita lihat atau kita dengar pemberita dimedia masa baik
lewat TV atau koran sepertinya sekarang sudah menjadi trend kalau kepala
perwakilan pada tahun 1999 (UU No. 22 tahun 1999), dimana kepala daerah
dipilih secara murni oleh lembaga DPRD tanpa intervensi pemerintah pusat
Namun, karena prosedur tidak dilakukan secara konsisten dan terbuka, maka
pemilihan kepala daerah dengan UU No. 32 tahun 1999 dan PP No. 151 tahun
dilalui tidak lebih sebuah formalitas belaka, pemyimpangan lain adalah kasus
44
“money politics” dan intervensi pengurus parpol, baik dilevel lokal maupun
pusat.
Sistem pemilihan langsung (UU No. 32 tahun 2004) dimana kepala daerah
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu dari tujuan
politik.
pemerintah daerah.
daerah.
Dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh rakyat langsung.
Rakyatlah yang akan berhak memilih pemimpinnya yang sesuai hati nurani
rakyat. Hal ini juga sejalan dengan semangat otonomi yaitu pengakuan
sendiri.
45
terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk memilih dan menentukan
politik yang kerap kali menyadarkan calon yang tidak sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
tekhnisnya.
46
tugasnya serta dijamin independensinya perubahan kedua UU No. 32 tahun
2004 yang dituangkan dalam UU No. 12 tahun 2008 juga telah melakukan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
didasarkan pada asumsi bahwa kepala daerah terpilih memilki mandat dan
legetimasi yang kuat karena didukung oleh suara pemilih nyata (real
pemimpinnya.
Mengenai persaingan calon independen dan calon dari partai politik sering
47
Terbukanya kesempatan dari calon perseorangan untuk kepala daerah
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk menjadi pemilih
ataupun dipilih. Artinya baik dari partai politik maupun dari calon
independen, dapat saja mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dengan
Dari sisi negatifnya sistem pemilihan kepala daerah langsung akan menelan
biaya yang sangat besar, karena tidak sedikit biaya anggaran daerah (APBD)
B. SARAN-SARAN
Pemilukada merupakan isu sentral yang terus bergulir seiring dengan era
reformasi dewasa ini. Proses itu ideal ditujukan sebagai salah satu upaya
48
desentralisasi dan otonomi disatu sisi memberikan kesempatan kepada rakyat
pemilihan kepala daerah langsung maka rakyat dapat memilih pemimpin yang
didalamnya, salah satunya terkait dengan calon kepala daerah sesuai dengan
rancangan peraturan baru khususnya tentang kriteria calon kepala daerah yang
sedang dibuat oleh menteri dalam negeri, untuk menjadi calon kepala daerah
salah satu syaratnya adalah memilki pengalaman berorganisasi dan tidak boleh
memilki cacat moral/ pernah punya pengalaman dengan citra buruk yang
Untuk itu kita selaku masyarakat pemilih jangan hanya terjebak pada
dikotori cacat mental yang pernah dilakukan seseorang, karena untuk memilih
seorang kepada daerah, kita juga harus melihat semua aspek yang ada pada diri
adalah pemimpin yang berkwalitas, orang yang terbaik yang memiliki kwalitas
49
melalui pemilukada ingin membangun pemerintahan yang kuat. Bukan sekedar
kepada semua partai harus menampilkan dan mengadakan seleksi dan harus jeli
dan arif agar benar-benar bisa menampilkan pemimpin yang berkwalitas bukan
karena uang ataupun pertimbangan lain bukan karena untuk kepentingan partai
50
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa lutfi, Yogyakarta UII Press 2010. Hukum Sengketa Pemilukada di Indonesia
Prof. H. Rozali Abdullah, SH. 2005 Pelaksanaan Otonomi Luas, dengan Kepala
Daerah Secara Langsung. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta
Tricahyo, Ibnu. 2007. Pengaturan Pemisahan Pemilihan Umum Nasional dan Lokal
Dalam Rangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang Demokratis.
Perundang-undangan
UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum
UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
Risalah sidang UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
51