PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 1988, menteri kesehatan dari berbagai negara anggota World Health
Organization (WHO) menyerukan gerakan eradikasi polio. Hasil dari gebrakan ini adalah
menurunnya insidens polio lebih dari 99% pada tiga regional WHO (Amerika, Pasifik Barat,
dan Eropa) dan mendapat sertifikasi bebas polio. Program intensif untuk eradikasi polio di
Asia Tenggara dengan menggunakan trivalent OPV (tOPV) menyebabkan penurunan angka
kejadian polio.7 Tahun 2012 disebut sebagai titik balik bagi Negara-negara endemis polio.
Kasus baru infeksi virus polio liar berkurang dari perkiraan 350.000 kasus di 125 negara
(pada tahun 1988) menjadi hanya 748 kasus di tahun 2000, dan kurang dari 250 kasus di lima
Negara pada tahun 2012.
India dinyatakan telah berhasil menghentikan transmisi virus polio liar di tahun
2011. Saat ini, hanya tinggal dua negara yang masih endemis polio, yaitu Pakistan dan
Afganistan. Nigeria yang sebelumnya juga termasuk negara endemis, sudah tidak melaporkan
lagi kasus polio liar sejak 24 Juli 2014 dengan didukung oleh surveillance AFP yang baik.
2
2.3 Etiologi
Virus penyebab polio pertama kali ditemukan di tahun 1909 oleh Karl Landsteiner
dan Erwin Popper, duaorang dokter dari Austria.6 Virus polio (VP) adalah virus RNA
ultra mikroskopik yang termasuk genus Enterovirus, dalam famili Picornaviridae.2 Virus
single stranded 30% terdiri dari virion, protein mayor (VP1 sampai 4) dan satu protein
minor (VPg).
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Tipe I Brunhilde
2. Tipe II Lansing dan
3. Tipe III Leoninya
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II
kadang-kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan
epidemic ringan. Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh
tipe II dan III dan virus ini tidak menimbulkan imunitas silang.
Penularan virus terjadi melalui :
1. Secara langsung dari orang ke oranG
2. Melalui tinja penderita
3. Melalui percikan ludah penderita
Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan
dan saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah
dan getah bening
Resiko terjadinya Polio:
a. Belum mendapatkan imunisasi
b. Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio
c. Usia sangat muda dan usia lanjut
d. Stres atay kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik dapat
melemahkan system kekebalan tubuh.
3
2.4 Patofisiologi
polio
4
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak di dalam
tenggorokkan dan saluran pencernaan,diserap dan di sebarkan melalui sistem
pembuluh darah dan getah bening.virus ini dapat memasuki aliran Mulut
(makan/minuman yang terkontaminasi virus) DAN melalui percikan ludah
Berkembang biak di saluran cerna (tenggorokan dan usus) Menyebar ke getah
bening ,darah dan seluruh tubuh Menyerang otak, sumsum t.belakang, dan simpul
saraf Biasanya menyerang saraf penggerak otot tungkai/kaki dan kadangkadang
tangan Menyebabkan kelumpuhan dengan mengecilnya tungkai, Polio darah dan
dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu. Tidak
semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan
sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah
timbul gejala
1. Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian
ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah
yang standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan
menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi.
2. Poliomyelitis abortif
Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas
dan jarang melebihi 39,50C, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah,
malaise, dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus
pada biakan jaringan.
5
3. Poliomyelitis non paralitik
Gejala klinis hampir sama dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2
hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary
chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan
ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan
tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain adalah Tripod
yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua
lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat
tidur.
4. Poliomyelitis paralitik
Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan
atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
6
2.6 Stadium penyebaran
ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat, jarang lebih dari 10 hari, kadang
disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari
permulaan sakit. Kelumpuhan ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel
motor neuron di Medula spinalis (tulang belakang) yang disebabkan karena
invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung
menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap
atau bahkan menjadi lebih berat. Sehingga terbesar kelumpuhan akan
mengenai tungkai (76,8 persen), sedangkan 41,4 persen akan mengenai lengan.
Kelumpuhan ini akan berjalan bertahap dan memakan waktu 2 hari s/d 2
bulan).
ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang lemah. Sekitar 50-70 persen
dari fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya,
sesudah usia 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot.
4. Stadium kronik atau lebih 2 tahun dari gejala awal penyakit biasanya
menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan
otot yang ada bersifat permanen.
7
2.7 Pencegahan dan Pengendalian
a. Pengobatan
Belum ada pengobatan antivirus spesifik untuk penyakit polio sampai saat ini.
Pencegahan merupakan satu-satunya jalan terbaik dalam menanggulangi
penyebarn penyakit ini. Selain itu, sanitas lingkungan serta kebersihan
perorangan akan meminimalkan virus yang masuk melalui saluran pencernaan
ini
b. Pencegahan Poliomielitis
Pencegahan yang paling efektif terhadap penyakit poliomeilitis adalah dengan
pemberian vaksin.
Vaksin Poliomeilitis
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio, yaitu OPV (Oral polio vaccine)
dan IPV (Inactivated polio vaccine). OPV diberikan dua tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan (dalam kemasan sendiri atau
kombinasi DpaT).
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan
dengan imunisasi dasar. Untuk imunisas dasar, diberikan pada umur 2, 4,
dan 6. Pada PIN (Pekan imunisasi Nasional) semua balita harus mendapat
imunisasi tanpa memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan
daya tahan tubuh menurun (imunokompromais). Bila pemberiannya
terlambat, jangan mengulang pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan
lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Pemberian imunisasi polio pada
remaja dan dewasa yang belum pernah imunisasi dan pekerja kontak
dengan penderita polio atau anak yang diberik OVP. Bagi ibu yang anaknya
diberikan OPV, diberikan dua tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar.
Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh terhadap respon pembentukan daya
tahan tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa
meminum ASI.
8
Imunisasi polio ulangan (penguat) diberikan saat masuk sekolah (5 – 6)
dan dosis berikutnya diberikan pada usia 15 – 19 tahun. Sejak tahun 2007,
semua calon jemaah haji dan umroh di bawah usia 15 tahun harus mendapat
dua tetes OPV
9
BAB III
KESIMPULAN
Poliomielitis atau polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus yang dinamakan poliovirus. Penularan virus polio terjadi lewat
oral maupun feses. Polio terbagi menjadi 3 macam yakni polio non paralis, polio
paralis spinal dan polio bulbar. Sebelum dilakuaknnya vaksinasi polio sempat
menghobohkan dunia dikarenkan jumlah angka kematian yang tinggi yang
disebabkan oleh polio. Polio bulbar dan polio paralis spinal merupakan jenis polio
yang sering dating bersamaan dan menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
Setelah WHO mencanangkan ang bebas polio di tahun 2000 , distrubusi polio di
dunia mulai menurun. Namun polio sempat kembali dating di Indonesia dan beberapa
negara di dunia di tahun 2005. Program polio yang di rekomendasikan WHO ialah
imnusisasi cakupan 80% , Natuonal Immunization Days, Surveilans AFD dan Polio
Liar, serta Mopping Up
10
Daftar Pustaka
Bhutta ZA, Orenstein WA. Scientific declaration on polio eradication (on behalf of
Scientific Experts Against Polio). Vaccine 2013;31:2850-1.
Cahyono, Suharjo, dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: 2010.
Rina, Oke. “Upaya Eradikasi Polio di Inodenesia” . Medan : Fakultas Kedokteran Univeristas
Sumatera Utara
11