Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kain merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh

setiap orang, oleh karena itu kain menduduki peran yang vital dalam kehidupan

manusia. Fungsi dan coraknya terus mengalami perkembangan dari waktu ke

waktu. Mulai dari sinilah muncul ide-ide untuk menuangkan imajinasi ke dalam

selembar kain, yang kemudian menjadi sebuah mahakarya, yakni kain batik. Ada

dua pendapat tentang asal dari munculnya seni batik. Pendapat pertama

mengatakan bahwa batik muncul bersamaan dengan hadirnya pengaruh agama

Hindu-Budha dari India. Adapun pendapat yang kedua menyatakan bahwa seni

batik adalah produk seni budaya asli yang berasal dari Indonesia. Pendapat kedua

ini jauh lebih banyak pendukungnya apabila di bandingkan dengan pendapat

pertama. Seni batik merupakan salah satu dari elemen kebudayaan Indonesia yang

sudah ada sebelum datangnya pengaruh Hindu.1

Busana adat yang dipergunakan dalam upacara-upacara keraton

Yogyakarta dapat dilihat sebagai suatu identitas dan simbol yang melekat dalam

diri pemakaianya. Hal tersebut mempunyai keterkaitan dengan hak dan kewajiban

pemakainya. Dalam keraton Yogyakarta, busana adat yang dipergunakan oleh

para bangsawan kerajan, dan para abdi dalem ternyata memiliki ciri dan keunikan

tersendiri dalam berpakaian. Salah satunya penggunaan motif kain batik yang

beragam sesuai statusnya.


1
Soedarso SP, Seni Lukis Batik Indonesia Batik Klasik Sampai
Kontemporer, (Yogyakarta: Taman Budaya DIY, 1998), hlm. 8.

1
2

Seiring perkembangan zaman, kegiatan pembatikan pun mulai merambah

keluar “ dinding ” keraton. Pergeseran lokasi pembatikan dari dalam keluar

keraton dapat dikarenakan adanya dua faktor. Faktor ekonomi, dan faktor

mobilitas para abdi dalem pembatik di kraton Yogyakarta, yakni ketika seorang

abdi pembatik keraton pulang dengan membawa pekerjaan membatiknya maka

secara tidak langsung lingkungan tersebut mulai mengenal kegiatan pembatikan

kain, dan hal tersebut kemudian mempengaruhi lingkungannya. Adapun salah satu

sentra pembatikan yang terdapat di luar lingkungan keraton Yogyakarta berada di

daerah Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul.

Kegiatan pembatikan tersebut mampu menyediakan lapangan pekerjaan

bagi lingkungan sekitar. Aspek sosial ekonomi merupakan penyebab wanita

bekerja menjadi buruh pengrajin karena untuk membantu menambah pendapatan

keluarga. Kegiatan pembatikan di Desa Wijirejo pada awalnya merupakan

pekerjaan rumah tangga. Namun dalam kontinuitasnya terjadi perubahan dari

pembatikan yang bersifat kerajinan menjadi sebuah pengrajin. Hal ini disebabkan

karena adanya meningkatnya pecinta batik di daerah pemasaran, sehingga

menimbulkan lonjakan pesanan yang tak seimbang dengan produksi batik yang

masih bersifat kerajinan.

Pekerjaan membatik ada yang dijalani sebagai pekerjaan pokok yang

merupakan sumber mata pencaharian sehari-hari, tetapi ada pula yang hanya

merupakan pekerjaan sambilan. Di kalangan petani, membatik dilakukan setelah

usai mengerjakan sawah dan pekerjaan rumah tangga. Hal ini dilakukan baik
3

membatik untuk kebutuhan sendiri maupun pesanan dari orang lain.2 Pada tahun

1970 mulai banyak terjadi perubahan yang berkaitan dengan pola kerja kaum

wanita. Keterlibatan wanita dalam kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh

aspek sosial budaya dan sosial-ekonomi.

Aspek sosial budaya yaitu kesan yang telah dibangun oleh masyarakat

dan keluarga yang menyatakan bahwa tempat wanita bertugas mengurus kegiatan

rumah tangga. Aspek sosial-ekonomi yakni merupakan penyebab wanita bekerja

menjadi buruh pengrajin karena untuk membantu menambah pendapatan

keluarga. Keterlibatan masyarakat di bidang pengrajin dapat disebabkan oleh dua

faktor, faktor intern dan ekstern. Faktor intern yakni alasan yang condong ke arah

ekonomi, seperti usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dibarengi dengan

penerapan kemampuan ataupun ketrampilan.

Faktor ekstern yakni, kemauan akibat dari munculnya pengrajin yang

memerlukan tenaga kerja banyak, guna penunjang dalam proses produksi. Oleh

karena itu kemudian muncul sektor-sektor pengrajin batik di daerah Bantul. Hal

tersebut tentunya akan berpengaruh pada kondisi masyarakat sekitar kawasan

pengrajin tersebut yakni dengan muncul buruh yang bekerja di sektor pengrajin

batik di Desa Wijirejo. Kegiatan tersebut tentunya dilakukan untuk mendapat

penghasilan di luar sektor pertanian yang kurang mencukupi.

Sejak awal tahun 1960 Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul,

merupakan kawasan pengrajin batik. Hal ini terbukti dimana hampir setiap rumah

2
A.N. Suyanto, Sejarah Batik Yogyakarta, (Yogyakarta: Merapi, 2002),
hlm. 55.
4

mengerjakan kegiatan pembatikan, meskipun hanya pada tataran pekerjaan

sampingan. Kegiatan tersebut tentunya dilakukan untuk menambah penghasilan di

luar sektor pertanian yang kurang mencukupi. Masyarakat di daerah tersebut

berinisiatif untuk mengisi waktu mereka memproduksi kain batik dalam sebuah

pengrajin, meskipun hanya dalam taraf pengrajin kecil. Pemilikan lahan yang

sempit atau bahkan tidak dimilikinya lahan garapan telah menyebabkan timbulnya

usaha dari mereka untuk melakukan aktivitas diluar kegiatan pertanian. Berusaha

melalui kerajinan rakyat atau pengrajin, merupakan bentuk usaha yang kemudian

dilakukan oleh warga pedesaan tersebut. Hal ini terbukti dimana hampir setiap

rumah mengerjakan kegiatan pembatikan, meskipun hanya pada tataran pekerjaan

sampingan.3

Peningkatan pengrajin tersebut ternyata juga terjadi di daerah Bantul,

khususnya di Desa Wijirejo sebagai penghasil kain batik mengalami peningkatan

dalam hal produksi dan jumlah pengrajin di tahun-tahun tersebut. Dalam dinamika

perekonomian “suhu” atau fenomena ekonomi tidaklah statis, terus bergerak

dinamis seiring waktu. Pengusaha (Juragan batik) berlomba-lomba mendirikan

perusahaan batik baru yang menimbulkan persaingan sehingga perjalanan yang

panjang, batik di Desa Wijirejo ditentukan oleh kondisi dan situasi pasar. Keadaan

pasar sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup seni batik di Desa

Wijirejo, tidak hanya menunjang kelestarian batik saja yang ada pada masanya,

namun berfungsi sebagai pendukung dan pendorong bagi perkembanganya.

3
Topo HP, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 16
November 2013.
5

Munculnya fenomena masalah-masalah sosial dan ekonomi di wilayah Desa

Wijirejo sebagai sentra pengrajin batik tentunya akan bermunculan akibat dari

kondisi perekonomian yang tidak stabil.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perkembangan pengrajin pembatikan di Desa Wijirejo,

Pandak, Kabupaten Bantul pada tahun 1960-1997 ?

2. Bagaimanakah keadaan buruh di pengrajin batik di Desa Wijirejo,

Pandak, Kabupaten Bantul pada tahun 1960-1997 ?

3. Apa dampak krisis ekonomi pada pengrajin batik di Desa

Wijirejo ?

C. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Penelitian merupakan suatu kajian yang dilakukan guna menemukan dan mencari

fakta suatu pengetahuan dengan menerapkan metode-metode ilmiah.

Penelitian ini bertujuan, antara lain:

1. Tujuan Umum

a. Menerapkan metodologi sejarah dan menyajikan dalam bentuk

historiografi.

b. Mengembangkan ilmu penulisan sejarah yang diperoleh selama

kegiatan perkuliahan.

c. Melatih kemampuan berfikir logis, kritis, obyektif, sistematis dan

analitis dengan metedologi dalam mengkaji suatu peristiwa sejarah

sehingga bisa dipahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.


6

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perkembangan pengrajin kain batik di Desa Wijirejo,

Pandak, Kabupaten Bantul.

b. Memberikan penjelasan keadaan buruh di sentra kain batik di Desa

Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul.

c. Mengetahui dampak krisis ekonomi pada pengrajin kain batik di

Desa Wijirejo

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

a. Merekonstruksi peristiwa sejarah dan menyajikan dalam bentuk

tulisan.

b. Mampu memberikan penyajian mengenai perkembangan sentra

pengrajin kain batik di Desa Wijirejo secara sistematis dan obyektif.

c. Guna memenuhi tugas akhir skripsi prodi Ilmu Sejarah Universitas

Negeri Yogyakarta.

2. Bagi pembaca

a. Memperoleh gambaran yang obyektif mengenai perkembangan

pengrajin batik di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul.

b. Mengetahui keadaan buruh di pengrajin batik di Desa Wijirejo,

Pandak, Kabupaten Bantul.

c. Memperoleh penjelasan tentang dampak krisis ekonomi pada

pengrajin batik di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul.


7

E. Kajian Teori

Kajian teori sangat berguna dalam penulisan skripsi ini, karena memiliki

beberapa fungsi, yaitu: 1). Untuk memperoleh pengetahuan tentang kondisi

lingkungan yang diteliti, 2). Menegaskan kerangka teori yang akan dijadikan

landasan pemikiran, 3). Memperdalam konsep-konsep yang dipergunakan dalam

pembahasan.4 Oleh karena itu digunakan beberapa teori yang dapat mendukung

penulisan ini. Teori tidak bisa dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh

peneliti Adam Smith, David Ricardo dan John Stuart Mill.

Bedasarkan ide-ide mereka tersebut yang mendasari teori tingkah laku

sosial antara lain :

1. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum tetapi

mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya

interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain.

2. Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi dalam

setiap hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berfikir

untung- rugi

3. Manusia tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai

dasar untuk mengembangkan alternatif, tetapi mereka ini paling tidak

4
Louis Gottschalk, “Understanding History: A Primer Historical
Method”. a.b., “Mengerti Sejarah”, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 27.
8

memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan

alternatif guna memperhitungkan untung-rugi tersebut.5

Manusia diciptakan bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai

makhluk sosial yang membutuhkan orang lain atau memerlukan bantuan guna

keberlangsungan hidup. Proses sosial dapat dijabarkan sebagai perubahan-

perubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil dari komunikasi dan usaha

pengaruh-mempengaruhi para individu dalam kelompok.6 Misalnya salah satunya

pemilik pengrajin batik di Desa Wijirejo Bapak Topo belajar mengenai kombinasi

warna untuk menciptakan selembar kain batik dari salah satu perusahan besar

yang berada di Jakarta, beliau belajar secara autodidact dari sesama pekerja untuk

menciptakan perpaduan warna yang baru dan menarik. Dengan pekerja dan

pemilik pengrajin secara timbal balik seorang pekerja akan dengan suka rela

membantu apabila pemilik pengrajin sedang ada hajatan, para tenaga tersebut

tidak menuntut bayaran ketika dimintai bantuan, justru seorang pekerja yang tidak

mau membantu akan mendapat penilaian buruk dari pemilik pengrajin dengan

alasan kurang tanggap.7

Menurut W.W Rostow dalam bukunya yang berjudul Tahap-tahap

Pertumbuhan Ekonomi, terdapat lima tahap pertumbuhan dalam segi masyarakat:

5
Saefur Rochmnat, Ilmu Sejarah dalam Perpektif Ilmu Sosial,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 122.
6
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta:
Putra A Bardin, 1999), hlm. 13.
7
Topo HP, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 16
November 2013.
9

a. Masyarakat Tradisional: suatu masyarakat yang strukturnya dibangun

didalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas. Adapun penggunaan

sumber-sumber produksi tanah menjadi aspek utama dalam kegiatan

pertanian. Dari sistem pertanian tersebut muncul struktur sosial yang

hirarkis, dengan luas lingkup yang relatif sempit, serta memiliki

kesempatan untuk mobilitas secara vertikal.

b. Masyarakat menjelang take-off: datangnya serbuan dan masuknya hal

baru dari lingkungan luar menjadi salah satu syarat dari munculnya

masyarakat pada fase ini. Serbuan dari luar tersebut dapat diartikan

sebagai pandangan-pandangan dan cita-cita modern.

c. Masyarakat take-off: take-off adalah masa interval (masa antara) pada

waktu terjadinya halangan dan rintangan dapat diatasi. Perluasan

sektor pengrajin tidak dapat terelakkan merebak bak jamur dimusim

hujan. Selama periode ini industri-industri baru mulai berkembang

dengan cepat, menghasilkan laba yang cukup besar, kemudian adanya

investasi-investasi yang meningkat, serta munculnya layanan-layanan

jasa, guna mendukung sektor pengrajin, secara rumus ekonomi

matematis peningkatan geliat produksi tentu dapat meningkatkan

pendapatan, namun belum tentu merata menyeluruh menyentuh setiap

lapisan masyarakat akibat adanya kemunculan sektor-sektor produksi.

d. Gerak Masyarakat Menuju Kematangan: kematangan (maturity)

mencirikan kehidupan yang mulai meluaskan sektor produksi dan sarat

akan teknologi, kini mulai bergerak ke arah kegiatan perekonomian


10

yang lebih halus dan kompleks dalam penggunaan teknologi, misalkan

bergerak pada sektor penambangan, sarana transportasi yang mulai

mengarah ke angkutan massa, disertai dengan penggunaan-penggunaan

mesin berat baik bersumber tenaga listrik maupun kimiawi. Pada tahap

ini mulai disadari dimana suatu perekonomian memperlihatkan bahawa

fase ekonomi yang sarat akan teknologi dan mempunyai keahlian

entrepreneurial, bukan untuk menghasilkan segala sesuatu, tetapi untuk

menghasilkan setiap hal yang dipilihnya untuk dihasilkan.

e. Zaman Masyarakat Konsumsi Tinggi: high consumption, pada fase ini

masyarakat memiliki beberapa ciri yakni:

1. Pendapatan perkapita riil naik di mana sejumlah orang dapat

membeli barang-barang konsumsi yang melebihi kebutuhan-

kebutuhan pokok.

2. Perubahan struktur dalam pola kerja kesadaran para pekerja

baik dalam bidang pengrajin maupun perkantoran, yang mulai

mengarah kepada peningkatan hasil-hasil guna memenuhi kebutuhan

konsumsi. Sesudah Konsumsi Tinggi: asumsi-asumsi untuk

meningkatkan pendapatan mulai dipandangan rendah, dan mulai

dikesampingkan sebagai tujuan obyek utama.8

Kegiatan pembatikan di Desa Wijirejo pada awalnya merupakan

pekerjaan rumah tangga pada musim-musim tertentu. Hal ini terbukti dimana

8
W.W Rostow, Tahap- tahap Pertumbuhan Ekonomi, (Jakarta: Bhratara,
1965), hlm. 5-15.
11

hampir setiap rumah mengerjakan kegiatan pembatikan, meskipun hanya pada

tataran pekerjaan sambilan hal ini membawa dampak yang besar bagi timbulnya

pengrajin batik di Desa Wijirejo. Kegiatan tersebut tentunya dilakukan untuk

menambah penghasilan diluar sektor pertanian yang kurang mencukupi.

Kemajuan ilmu dan teknologi mengakibatkan nilai-nilai tradisional mulai berubah

ke arah masyarakat modern. Fungsi batik tidak terbatas hanya menjadi bahan

sandang saja, tetapi dalam fungsi yang lebih menunjukkan status sosial seseorang

pemakai. Muncul para pengusaha batik yang menciptakan batik untuk berbagai

jenis keperluan rumah tangga seperti taplak meja, sarung bantal, seprei, hiasan,

dan berbagai macam asesoris.9

Pada perkembangan berikutnya, batik tidak hanya melahirkan pengusaha

dan pedagang batik. Beberapa faktor di atas menunjukkan adanya keterkaitan atau

hal-hal yang berpengaruh terhadap tingkat awal terciptanya sebuah pengrajin batik

dan penurunan kegiatan pengrajin dan produktifitas kain batik di Wijirejo.

Kemunduran dalam hal pengrajin dan produktifiatas kain batik disebabkan karena

beberapa permasalahan.

F. Historiografi yang Relevan


Tugas sejarawan adalah mengungkap peristiwa sejarah.10 Karya sejarah

akan lebih jelas dan bermakna untuk diteliti apabila menggunakan historiografi

9
Dirjo Sugito, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul,
16 November 2013.
10
Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah: Historical Explanation,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 99.
12

yang relevan dalam tahapan penelitiannya. Historiografi adalah rekonstruksi

sejarah melalui proses pengkajian dan menganalisis secara kritis rekaman dan

peninggalan pada masa lalu. Historiografi merupakan penulisan sejarah yang

ditulis sejarawan (penulis sejarah). Historiografi berusaha untuk merekonstruksi

sebanyak-banyaknya masa lampau. Historiografi menurut Louis Gottschalk

adalah proses rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data

yang diperoleh dengan menempuh proses pengujian dan analisis secara kritis

rekaman serta peninggalan masa lampau.11 Berdasarkan hal tersebut, historiografi

relevan sangat penting untuk mengetahui tingkat keaslian karya sejarah ini.

Historiografi relevan yang dibahas dalam tugas akhir ini bertujuan untuk

menghindari dari kesamaan hasil karya ini dengan hasil karya sejarah yang sudah

ada. Adapun historiografi yang relevan dalam penulisan ini adalah:

Berdasarkan tulisan yang pernah dikaji sebelumnya tentang batik, yakni

karya Sugihardjo yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Batik Tradisional di

Bantul”. Laporan penelitian ini, mampu memberikan penjelasan dan gambaran

mengenai kondisi kegiatan pembatikan di Kabupaten Bantul. Dalam karyanya

hanya cenderung menitik beratkan pengkajian tentang aspek awal kemunculan

saja. Munculnya kegiatan pembatikan di daerah Bantul merupakan kajian dari

laporan penelitiannya. Selain itu jenis dan motif serta teknik pengerjaan banyak

dikaji dalam buku ini seperti proses mbabar, ngecap, pewarnaan, nglorod. Dalam

karya ini tidak dikaji tentang fenomena pengrajin batik di daerah Wijirejo, Pandak

Kabupaten Bantul.

11
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 32.
13

Buku karangan A.N. Suyanto mengenai “Sejarah Batik Yogyakarta”,

membahas tentang sisi historis batik dengan kraton Yogya sebagai pusatnya.

Dalam karyanya, A.N Suyanto sangat membantu bagi penulis mengenai

munculnya kain batik yang selalu diiringi dengan perkembangan dalam bentuk,

makna, motif, serta fungsinya pada akhir abad XIX sampai abad ke XX.

Perkembangan kegiatan pembatikan di Yogyakarta juga dijelaskan dari sejak Sri

Sultan Hamengkubuwono VIII sampai Sri Sultan Hamengkubuwono ke X.

Namun fenomena tentang sentra pengrajin batik di Kabupaten Bantul tidak

dibahas dalam buku tersebut. Buku tersebut mampu memberikan jalan masuk

untuk memahami seluk beluk batik baik dari segi filosofi maupun sejarah batik.

Hasanudin dalam bukunya yang berjudul “Batik Pesisiran Melacak

Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik”. Mampu memberikan

gambaran tentang perkembangan batik pesisiran yang terjadi di Indonesia mulai

dari zaman Prasejarah sampai Kemerdekaan dari beberapa teknik pembuatan kain

batik. Inovasi-inovasi mulai dikembangkan sehingga muncul penambahan ragam

hias. Menurut Hasanudin, karakteristik batik pesisiran sangat dipengaruhi dari sisi

kehidupan masyarakat pesisir, baik dari segi produksi dan motif batik. Adapun

relevansi karya tulis ini mampu memberikan informasi dan kondisi batik pesisiran

mampu bersaing dengan batik pedalaman, khususnya dalam kegiatan ekonomi

perdagangan. Apabila ditilik dari kondisi Kabupaten Bantul sebagai daerah yang

memiliki bentang alam pantai, apakah berpengaruh ataukah tidak dalam proses

pengrajin batik yang terdapat di Desa Wijirejo.


14

Karya tulis tentang “Koperasi Batik PPBI Yogyakarta 1950-1980” yang

ditulis oleh Siska Narulita, membahas tentang munculnya koperasi PPBI dan

perkembangannya baik dari segi pengurus, anggota dan aktifitas koperasi.

Kegiatan seperti pertemuan dengan para pemilik pengrajin batik yang ingin

membeli kain mori dan keuntungan-keuntungan menjadi anggota koperasi

menjadi tema utama dari skripsi tersebut. Tema kajian dalam tulisan ini mampu

memberikan gambaran mengenai situasi dan peran dari koperasi terhadap

pengrajin batik, khususnya mengenai kebijakan-kebijakan dalam pengrajin batik

di Yogyakarta. Tentunya akan sangat bermanfaat dalam penggambaran pengrajin

batik di Desa Wijirejo sebagai sentra pengrajin batik yang memerlukan bahan

baku dan kemudahan-kemudahan produksi.

Selain skripsi di atas, karya Ririn Wulandari mengenai “Batik

Tulungagung 1952-1979”, yakni mengkaji pada kondisi dan membahas tentang

segi sejarah munculnya pembatikan di Tulungagung, baik dari dinamika, teknik

pembuatan dan beberapa motif atau jenis batik yang dihasilkan dari pengrajin

tersebut. Selain itu masalah-masalah sosial tentang hubungan antara buruh

pembatik dengan pengusaha juga sedikit dikaji dalam skripsi, dan masalah seperti

upah kerja hingga masalah kesejahteraan tenaga atau buruh dibahas pula didalam

skripsi batik di Tulungagung 1952-1997.

Karya ilmiah dari Ririn tersebut mampu memberikan penjelasan, dan

model pengrajin batik, baik dari aspek internal maupun eksternal dalam suatu

sentra pengrajin batik. Pengamatan yang dilakukan di Desa Wijirejo dari segi pola

produksi, sisi penyiapan bahan baku, proses pengerjaan, finishing dan penyaluran
15

produk menjadi suatu sistem ekonomi yang baku dalam dunia manufaktur seperti

pengrajin batik. Adapun relevansi dalam penulisan karya ilmiah ini yakni aspek

pola kerja dan mekanisme produksi hampir memiliki kemiripan sehingga mampu

menjadi pola acuan dalam proses penelitian dan memudahkan dalam proses

analisa dilapangan yang terdapat di Desa Wijirejo.

G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian

a. Metode penelitian
Dalam penulisan ini, menggunakan metode penelitian, yang pada

umumnya digunakan ahli sejarah dalam penyusunan historiografi. Metode

penelitian yang dimaksud adalah mengumpulkan, mengkaji, dan menganalisis

sumber-sumber yang tersedia. Sejarah mempunyai metode tersendiri dalam

mengungkap peristiwa masa lampau agar menghasilkan karya sejarah yang kritis,

ilmiah, dan obyektif. Metode sejarah merupakan suatu proses untuk menguji dan

mengkaji kebenaran rekaman sejarah dan peninggalan-peninggalan masa lampau

dengan menganalisa secara kritis terhadap data yang ada sehingga menjadi

penyajian dan cerita yang dapat dipercaya.12 Menurut Louis Gottschalk ada 4

prosedur dalam proses penelitian sejarah yang memuat langkah-langkah penulisan

sejarah yaitu:

1. Heuristik

Heurustik yaitu kegiatan mencari atau mengumpulkan jejak-jejak masa

lampau yang dikenal sebagai data sejarah, pengumpulan sumber-sumber sejarah

berkaitan dengan tema yang akan dikaji. Sumber merupakan hal yang paling

12
Helius Syamsuddin dan Ismaun, Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Depdikbud, 1996), hlm. 61.
16

penting dalam penyusunan karya sejarah. Tanpa adanya sumber, karya sejarah

tidak akan dapat direkonstruksi menjadi sebuah kisah.13 Tanpa sumber sejarah

tidak bias direkonstruksi menjadi sebuah karya sejarah. Pengumpulan sumber

diperoleh dari kantong-kantong data. Seperti di kantor-kantor pemerintah adapun

di lembaga swasta. Penelusuran pustaka yang berupa buku-buku antara lain

diperoleh dari Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta, Perpusda Yogyakarta,

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan FIB UGM, Pencarian

dan pengumpulan buku-buku, artikel, surat kabar, arsip-arsip yang berkaitan

dengan tema penelitian di peroleh di beberapa perpustakaan maupun di instansi

terkait di Yogyakarta dan Kabupaten.

Untuk melengkapi sumber tertulis tidak menutup kemungkinan untuk

menggunakan sumber-sumber lisan. Informasai dari tokoh-tokoh di daerah Desa

Wijirejo, Kabupaten Bantul dan juragan batik maupun buruh sangat membantu

guna mengatasi keterbatasan sumber tertulis karena bahasan tema yang sejenis

tidak ditemukan dalam karya ilmiah yang telah ada.

Sumber sejarah dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a). Sumber Primer

Sumber primer adalah kesaksian seseorang dengan mata kepala sendiri,

yaitu saksi dengan panca indera, atau alat mekanis (yang juga bisa menghasilkan

suatu rekaman yang bisa di indera).14 Sumber primer dapat berupa dokumen atau

13
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987), hlm. 23.
14
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 35.
17

catatan resmi yang dibuat pada suatu acara atau upacara, arsip-arsip pemerintah

atau peristiwa yang dialami saksi sejarah maupun alat-alat yang ada pada saat

peristiwa itu terjadi.

Sumber primer diperoleh di beberapa tempat sumber

antara lain:

Dinas Perpengrajinan, Perdagangan dan Koperasi 1960-1997 di

Kabupaten Bantul.

Laporan Penelitian Hari jadi Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul 2

Nopember 1946.

Laporan Pertanggung Jawaban Desa Wijirejo 1960-1997.

Wawancara dengan pelaku pengrajin kain batik di Desa Wijirejo.

b). Sumber Sekunder

Sumber sekunder menurut Louis Gottschalk kesaksian dari saksi orang

lain.15 Sumber sekunder berupa buku-buku yang terkait dengan permasalahan

yang terkait bisa didapatkan penulis di Perpustakaan Daerah Provinsi D.I.Y,

BPNST (Balai Pelestarian Nilai-nilai Sejarah Tradisional) Yogyakarta,

Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Gajah Mada, dan lain-lain. Adapun sumber sekunder yang digunakan

penulis untuk menunjang penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

A.N. Suyanto, Sejarah Batik Yogyakarta, Yogyakarta: Merapi, 2002.

Philip, Kitley, “Batik dan kebudayaan Populer”, dalam Prisma No. 5,


Mei, Jakarta: LP3ES, 1987.

15
Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah Dalam Perspektif Ilmu Sosial,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 153.
18

Sjamsoe’oed Sadjad, “Pengrajin di Pedesaan Persepsi, Konsepsi, dan


Realisasi”, dalam Prisma No. 1, Januari, Jakarta: LP3ES, 1983.

Soeri Soeroto, “Sejarah kerajinan di Indonesia”, dalam Prisma No. 8,


Agustus Jakarta: LP3ES, 1983.

2. Kritik Sumber
Kritik Sumber (Verifikasi) dilakukan apabila semua sumber sudah

terkumpul. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat otentisitas (keaslian sumber)

dan tingkat kredibilitas sehingga terhindar dari kepalsuan. Peneliti-peneliti yang

menggunakan metode sejarah memeriksa secara kritis sumber-sumber data

tentang keasliannya, atau lebih tepat tentang validitas sumber tersebut.16 Kritik

sumber sendiri berarti usaha untuk menilai, menguji, serta menyeleksi sumber-

sumber yang telah dikumpulkan untuk mendapatkan sumber yang autentik (asli).17

Fungsi dan tujuan kritik sumber adalah untuk membedakan apa yang benar dan

yang tidak benar (palsu) sehingga karya sejarah merupakan produk yang dapat

dipertanggung jawabkan, bukan hasil dari suatu fantasi, manipulasi atau fabrikasi

sejarawan.18 Kritik sumber terbagi atas dua, yakni: (1) kritik ekstern adalah kritik

sumber yang digunakan untuk mengetahui keaslian sumber yang diperoleh dari

kantor dinas perindustrian dan perdagangan mengenai pengrajin batik yang

terdapat di Desa Wijirejo.

16
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.
51.
17
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 1999),
hlm. 99.
18
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007),
hlm.131-132.
19

Melihat autentik tidaknya suatu tulisan, meneliti korelasi antara jumlah

yang dicatat dengan yang terdapat di lapangan. Analisa mengenai usia dari

sumber pengrajin batik Wijirejo serta posisi hirarkis dalam pekerjaan, apakah

sebagai penentu keputusan atau hanya sekedar pekerja/buruh. Dalam kritik ini

narasumber dan data yang diperoleh dari sumber-sumber pustaka akan saling

melengkapi. Fakta yang diperoleh akan semakin kuat dan relevan dalam

menyajikan karya ilmiah mengenai pengrajin batik di Desa Wijirejo. (2) kritik

intern yaitu kritik sumber yang digunakan untuk meneliti kebenaran isi dokumen

atau tulisan tersebut. Kritik intern termasuk isi, bahasa yang digunakan, tata

bahasa, situasi disaat penulisan, dan ide terhadap pernyataan yang dibuat apakah

benar-benar fakta historis pada zamannya.19 Sumber-sumber yang telah didapat

penulis merupakan sumber yang valid, yang ditulis pada waktu terjadinya

peristiwa yang dikaji, hal ini bisa dilihat dari tata cara penulisan dan bahasa yang

mengguanakan bahasa formal dalam penyajian data di dinas perdagangan dan

perindustrian serta kantor kelurahan setempat. Tahun yang tertera dalam sumber

tersebut juga menegaskan bahwa dokumen dari kantor dinas pemerintah tersebut

ditulis pada masa yang sesuai dengan temporal penelitian.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji

kebenarannya, kemudian menganalisa sumber yang pada akhirnya akan

menghasilkan suatu rangkaian peristiwa. Seperti penelitian yang menggunakan

metode-metode lain, metode sejarah juga memerlukan adanya hipotesis sebagai

19
Moh. Nazir, op.cit., hlm. 52.
20

jawaban sementara dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain, interpretasi

dapat diartikan sebagai penciptaan fakta baru (sintensis) dengan menafsirkan

berbagai fakta yang ada dalam sumber-sumber. Dalam tahap ini dituntut untuk

mencermati dan mengungkapkan fakta yang diperoleh dan hubungan antara satu

fakta dengan fakta yang lain. Penyajian dalam bentuk penulisan akan memperoleh

suatu gambaran tentang realitas masa lampau mengenai dinamika pengrajin kain

batik di Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul. Karya sejarah yang baik tidak hanya

tergantung pada kemampuan dalam meneliti sumber sejarah dan memunculkan

faktanya saja, melainkan juga harus didukung oleh kemampuan imajinatif

(eksplanasi) terhadap fakta sejarah mengenai objek yang ditulis secara

terperinci.20

Oleh sebab itu, di dalam interpretasi perlu dilakukan analisis untuk

mengurangi unsur subjektivitas dalam kajian sejarah, karena unsur subjektivitas

dalam suatu penulisan sejarah selalu ada yang dipengaruhi oleh jiwa, zaman,

kebudayaan, pendidikan, lingkungan sosial, dan agama yang melingkupi

penulisannya. Pada intinya penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap

objektif. Untuk itu analisis sumber perlu dilakukan dengan menjelaskan fakta

yang ada atau menguraikan informasi dan mengkaitkannya dengan lainnya.21

Rekonstruksi sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati

kebenarannya.

20
Bambang Purwanto, “Interpretasi dan Analisis dalam Sejarah”,
Makalah, pada Penataran Metodologi Sejarah yang diselenggarakan oleh
Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta, (tanggal 16-26 Februari 1994), hlm. 7.
21
Kuntowijoyo, (1999), op.cit., hlm. 22.
21

d. Penyajian.

Penyajian atau penulisan yaitu menyampaikan hasil penelitian sejarah

yang sudah diperoleh menjadi satu kesatuan dalam bentuk kisah setelah melalui

tahap-tahap sebelumnya. Penulisan merupakan upaya mengorganisir hasil

penelitian yang memerlukan hubugan logis antara satu paragraf dengan paragraf

berikutnya. Penulisan ini disusun secara ilmiah. Skripsi ini disajikan agar dapat

memperluas pengetahuan sejarah dinamika pengrajin kain batik bagi pembaca.

b. Pendekatan Penelitian

Pengamatan mengenai kondisi pengrajin batik di Wijirejo dari sisi

interaksi dengan lingkungan dan aspek intern pengrajin, sangat penting dalam

proses perolehan data dan lancarnya penulisan skripsi ini. Menurut teori yang

dikemukakan oleh W.W Rostow masyarakat selalu mengalami tahapan/proses

perkembangan. Teori tersebut sangat penting digunakan dalam penelitian ini

untuk memahami kondisi pengrajin batik yang terdapat di Desa Wijirejo. Desa

Wijirejo sebagai pengrajin batik tidak terlepas dari adanya relasi/hubungan antar

warga diluar Desa Wijirejo. Adapun tujuan kegiatan tersebut untuk

mengembangkan produk kerajinan dan memperbaiki taraf hidup dibuktikan

dengan adanya usaha pemasaran produk di berbagai daerah. Aspek interaksi

dengan orang lain tidak hanya sebatas komunikasi semata, namun komunikasi

yang mampu memperluas jaringan bisnis. Interaksi tersebut bukan untuk mencari

keuntungan dalam hal ekonomi, melainkan keuntungan dalam sistem sosial

sehingga mampu memudahkan dalam pemasaran produk.


22

Gerak tumbuh/fase masyarakat yang disajikan oleh Rostow, apabila

diterapkan di Desa Wijirejo, daerah ini masuk dalam kategori masyarakat yang

bergerak menuju kematangan. Rangkaian usaha maksimal dan berkesinambungan

dalam kegiatan kerajinan batik telah diperhatikan seperti, penggunaan teknik baru

dalam pengecapan ( teknologi ), peremajaan alat angkutan, serta mengedepankan

promosi produk melalui pameran kerajinan. Desa Wijirejo termasuk daerah yang

mematangkan kerajinan sebagai usaha untuk memperoleh keuntungan bagi

individu maupun kelompok. Beradasar pendapat dari Rostow, seiring dengan

proses perkembangan daerah pembatikan di Desa Wijirejo, telah memunculkan

usaha lain yang diprakarsai oleh swasta maupun pemerintah ( jasa angkutan,

perbankan & kegiatan penyuluhan dari dinas perdagangan dan industri ), guna

mendukung lancaranya kegiatan proses produksi batik sampai ke tangan

konsumen. Pengrajin di Desa Wijirejo telah menerapkan proses produksi batik

secara rapi, dan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan dalam dunia industri. Hal

tersebut menunjukkan bukti bahwa pengrajin di Wijirejo tersebut telah melewati

fase-fase sebelumnya yang disampaikan oleh Rostow, sehingga menginjak pada

tahapan menuju kematangan produksi kerajinan batik yang memiliki jangkauan

luas dalam pemasaran hasil produksi.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dan memahami isi skripsi ini, maka penulis akan

memberikan gambaran singkat dari isi materi yang akan dibahas selanjutnya.

Adapun garis besar isi skripsi ini adalah sebagai berikut.


23

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, historiografi yang

relevan, metode penelitian dan pendekatan penelitian, dan sitematika pembahasan.

Pendahuluan merupakan landasan pertama bagi penulis untuk melakukan

penulisan lebih lanjut sehingga menjadikan karya tulis ini sebagai skripsi.

BAB II KONDISI UMUM DESA WIJIREJO, PANDAK, KABUPATEN

BANTUL

Dalam bab ini berisi tentang kondisi umum Desa Wijirejo, Pandak,

Kabupaten Bantul pada tahun 1960–1997. Segi jumlah penduduk, kondisi

sosial-ekonomi masyarakat dan diungkapkan mengenai keadaan geografis.

Analisa mengenai penduduk mampu menunjukkan relasi antara kesempatan kerja

dengan faktor pengrajin. Penjabaran mengenai keadaan geografis yang terbatas

untuk dijadikan lahan produksi pertanian dapat dijadikan rujukan untuk

mengetahui perkembangan pengrajin di Wijirejo.

BAB III SENTRA PENGRAJIN BATIK DI DESA WIJIREJO, PANDAK,

KABUPATEN 1960-1997

Kajian dari sudut organisasi kerja dan aspek intern pengrajin di Desa

Wijirejo, Pandak, Bantul, pada tahun 1960-1997, baik dari perkembangan dan

implikasinya terhadap masyarakat, buruh atau pekerja setra masa jaya pembatikan

menjadi pembahasan pada bab ketiga ini. Sekilas diungkapkan mengenai latar

belakang juragan kain batik dalam kegiatan pengrajin batik di Desa Wijirejo
24

sentra struktur organisasi pembatikan, jenis produksi batik di Desa Wijirejo dan

mengenai upah tenaga kerja pembatik.

BAB IV DAMPAK KRISIS EKONOMI 1997 DI SENTRA PENGRAJIN

BATIK WIJIREJO, PANDAK, KABUPATEN BANTUL

Dampak krisis ekonomi bagi sentra pengrajin batik di Desa Wijirejo,

Pandak, Bantul pengrajin kain batik sangat berimbas pada kehidupan tenaga kerja.

Kondisi sosial-ekonmi buruh/tenaga kerja di pengrajin batik akibat krisis

mengalami pengurangan/penyusutan. Selain itu juga dijelaskan mengenai

pemasaran masa krisis kain batik di Desa Wijirejo. Jumlah produksi yang tidak

seimbang antara bahan baku dan prilaku konsumen untuk membeli produk batik

menjadi berkurang akibat adanya krisis. Konsumen lebih mengutamakan

pemenuhan kebutuhan primer/pokok terlebih dahulu.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari semua

penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan yang

diperoleh merupakan jawaban-jawaban dari pokok pertanyaan dalam rumusan

masalah.

Anda mungkin juga menyukai