Anda di halaman 1dari 27

A.

Latar Belakang

Cerebral palsy (CP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan


otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Cerebral Palsy (CP) diartikan
sebagai kelumpuhan pada otak yang menyebabkan tidak adanya kontrol otot,
kelaianan postur dan hambatan gerak. kelainan tersebut bersifat progresif dan tidak
selalu memburuk (Azizah, 2005).

Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan gerak spastik ditandai


dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan cerebral
palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). American Academy for
Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi gambaran klinis cerebral palsy sebagai
berikut: klasifikasi neuromotorik yaitu, spastik, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor,
dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neumotorik: diplegi,
hemiplegi, triplegi dan quadriplegi yang pada masing-masing dengan tipe spastik
(Sunusi dan Nara, 2007).

Berdasarkan penelitian National Intitute of Neurological Disorder and


Stroke (NINDS) pada tahun 2000, menyatakan bahwa 2-3 bayi per 1000 kelahiran
menderita cerebral palsy. Menurut Garrison pada 2005, angka kejadiannya adalah
kurang lebih 5,5 per 1000 kelahiran dan tersebar merata pada kedua jenis kelamin,
segala ras dan berbagai negara. Resiko terkena cerebral palsy meningkat tajam
seiring dengan berat badan lahir rendah, bayi yang berat badan lahir kurang dari
1000 gram mempunyai resiko tinggi 40 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang
berat badan lahirnya normal (2,5 kg - 4kg). Serta menurut (Trombly, 1989), usia
ibu saat hamil >40 tahun lebih beresiko melahirkan anak dengan cerebral palsy
dibandingkan ibu hamil < 40 tahun.

Permasalahan yang sering terjadi pada kasus diatas adalah gangguan postur
dan kontrol gerakan yang bersifat non progesif yang disebabkan oleh karena lesi
atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai
pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stretch reflek
yang berlebihan, lingkup gerak sendi menurun,gangguan keseimbangan hipertonus
dan spasme otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota
gerak bawah.

Pada kasus cerebral palsy tipe quadriplegy permasalahan utama yang terjadi
adalah gangguan motoris berupa spastisitas antara lain peningkatan ketegangan otot
pada keempat anggota gerak seperti lengan atas, lengan bawah, wrist, trunk, tungkai
atas, tungkai bawah, dan kaki. Selain itu juga menghambat tumbuh kembang
motorik pada anak dimana terjadi keterbatasan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang seharusnya bisa dilakukan sesuai dengan umur perkembangan anak.

Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada


individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan, (fisik, elektroterapeutis,
dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (Permenkes No. 80 Tahun 2013). Maka
dari itu peranan fisioterapi sangat penting pada kasus diatas dalam membantu
pasien untuk dapat beraktifitas secara mandiri melalui latihan dan penanaman pola
gerak yang fungsional dengan baik dan benar.

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah yang ditemui pada kasus

Masalah fisioterapi yang ditemukan pada kasus pasien Cerebral Palsy


Quadriplegi yaitu:

a. Spastik pada extensor elbow bilateral, flexor finger bilateral,


extensor knee bilateral, ankle plantar bilateral.
b. Poor head control
c. Poor hand support
2. Pembatasan masalah

Pada kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi yang kami gambarkan di atas,
muncul berbagai macam masalah sehingga kami membatasi kajian pada:
a. Spastik pada extensor elbow bilateral, flexor finger bilateral, extensor knee
bilateral, ankle plantar bilateral.
b. Poor head control
c. Poor hand support

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui


penatalaksanaan fisoterapi pada kasus Cerebral Palsy Quadriplegi

2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah,

a. Untuk mengetahui anamnesa pada kasus Cerebral Palsy Quadriplegi


b. Untuk menetukan problematika diagnosa fisioterapi pada kasus Cerebral
Palsy Quadriplegi
c. Untuk memperkirakan target yang akan dicapai pada penanganan kasus
Cerebral Palsy Quadriplegi
d. Untuk membuat dan menerapkan pemberian intervensi yang sesuai dan
efektif pada kasus Cerebral Palsy Quadriplegi
e. Untuk mengetahui pengaruh intervensi fisioterapi pada kasus Cerebral
Palsy Quadriplegi

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi bahan masukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan


mengenai Cerebral Palsy Quadriplegi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan
perkuliahan.

2. Bagi Profesi Fisioterapi

Dapat menjadi informasi serta bahan referensi dalam memberikan


intervensi yang sesuai dengan kasus Cerebral Palsy Quadriplegi.
3. Bagi Pasien

a. Membantu pasien/keluarga dalam mengetahui kondisi saat ini sehingga


pasien/keluarga dapat memahami apa yang harus dilakukan.

b. Membantu pasien/keluarga dalam mendapatkan penanganan terapi yang tepat


sesuai pasien saat ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang non-
progressif, dan disebabkan oleh karena kerusakan atau gangguan disel-sel motorik
pada susunan saraf pusat yang sedang dalam proses pertumbuhan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2005). CP adalah kelompok gangguan motorik yang
menetap, tidak progresif, yang terjadi karena kerusakan otak akibat trauma lahir.
Gangguan ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau terlambat,
seperti athetoid paraplegic, spastic atau tetraplegic, yang sering disertai dengan
retardasi mental, kejang atau ataxia (Dorland WA, 2010) Menurut Hidayat (2010),
Kata cerebral itu sendiri adalah otak, sedangkan palsy adalah kelumpuhan atau
lemahnya pengendalian otot dalam setiap pergerakan dan bahkan tidak terkontrol.
Kerusakan otak tersebut mempengaruhi sistem motorik dan menyebabkan anak
mempunyai koordinasi yang buruk pada gerak tubuh, keseimbangan yang buruk,
pola-pola gerakan yang abnormal.

CP merupakan sebutan medis pada diagnosa anak yang disebabkan


kerusakan otak yang mempengaruhi gerakan tubuh, kontrol otot, koordinasi otot,
dan keseimbangan tubuh. Hal ini juga dapat mempengaruhi motorik halus, motorik
kasar dan fungsi motorik oral (Komunitas Cerebral Palsy, 2011). CP merupakan
sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur tubuh serta
menyebabkan keterbatasan aktivitas yang sering dikaitkan dengan gangguan pada
otak janin atau bayi yang sedang berkembang (Campbell, 2012).

2. Klasifikasi

Cerebral Palsy dapat diklasifikasi berdasarkan motor types dan distribusi


topografi.

a. Motor Types
 Spastic, adalah type cerebral palsy yang paling sering. Spastisitas adalah
tahanan yang tergantung pada kecepatan untuk meregangkan otot-otot.
Ditandai dengan stiffness yang berlebih pada otot ketika anak mencoba
untuk bergerak atau mempertahankan postur melawan gravitasi. Spastisitas
sangat bervariasi sesuai dengan kewaspadaan, emosi, aktivitas, postur, dan
adanya nyeri.
 Dyskinetic, ditandai dengan kelainan tonus dan berbagai gangguan gerak
termasuk dystonia dan athetosis. Dystonia ditandai dengan kontraksi otot
berkelanjutan atau intermiten yang menyebabkan gerakan berulang dan
memutar. Athetosis ditandai dengan gerakan tidak terkontrol, pelan dan
menggeliat.
 Ataxic, adalah gangguan motoric yang paling sedikit. Ditandai dengan
adanya gerakan goyah (shaking) yang mempengaruhi koordinasi dan
keseimbangan.
 Mixed, adalah dimana terdapat lebih dari satu gangguan motor type,
misalnya spastic dan dystonic, biasanya aka nada satu yang lebih dominan.

b. Distribusi Topografi

1) Unilateral

 Monoplegi : ketika satu dari ekstremitas atas atau ekstremitas bawah


terkena, ini sangat jarang terjadi
 Hemiplegi : ketika ekstremitas atas dan ekstremitas bawah pada sisi
yang sama terkena

2) Bilateral

 Diplegia : masalah utamanya adalah pada ekstremitas bawah, namun


tanda-tandanya juga biasanya terdapat pada ekstremitas bawah. Pada
asymmetrical diplegia, satu sisi lebih terpengaruh daripada yang lain.
 Quadriplegia : head, trunk, dan kedua ekstremitas terpengaruh (dapat juga
disebut tetraplegia) (Aker & Anderson, 2007).

3. Anatomi dan Fisiologi

Sistem saraf manusia terdiri dari tiga, yaitu sistem saraf pusat otak (otak dan
medula spinalis), sistem saraf tepi (saraf cranialis dan spinalis) dan sistem saraf
autonom (simpatik & parasimpatik). Disini ditekankan mengenai sistem saraf pusat.

A. Sistem Saraf Pusat (SSP)

1.) Otak

Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak. Otak terdiri dari empat
bagian besar yaitu cerebrum (otak besar), cerebelum (otak kecil), dan brainstem
(batang otak) dan diensefalon (Chusid, 2010).

Gambar 1. Anatomi Otak dan Area Otak

a. Cerebrum (otak besar)

Cerebrum terdiri dari dua hemisfer cerebri, corpus colosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter,
lobus parietalis yang berperan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi
informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan
area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung
korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna. Terdapat beberapa bagian dari cerebrum yaitu:

a) Korteks Serebri

Korteks serebri adalah lapisan permukaan hemisfer yang disusun oleh


subtansia alba. Korteks serebri yang berlipat disebut gyrus dan celah diantara
lekukan disebut fisure (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2. Area Brodman

b) Ganglia Basalis

Ganglia basalis merupakan nuklei subkortikalis yang berasal dari serebrum.


Terdiri dari beberapa kumpulan substansia nigra yang padat. Bagian dari ganglia
basalis yaitu, nukleus kaudatus, nukleus lentikularis (putamen dan globus palidus),
subtansia subtalamik dan substansia nigra.
Gambar 3. Ganglia basalis (Rai, 2010)

c) Sistem Limbik

Sistem limbik yaitu daerah kortikal dalam lobus limbik. Yang termasuk
sistem limbik yaitu Lobus limbik, Formatio Hippocampal dan Fornix, Amigdala,
Area Septal, Nuklei talamus bagian anterior.

d) Diencepalon

 Talamus: Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi


subkortikal yang penting. (Blackwell, 2001)
 Hipotalamus: Hipotalamus yaitu sekumpulan nukleus dan serat yang
terletak di bawah thalamus.
Gambar 4. Anatomi Otak

b. Cerebelum (otak kecil)

Cerebelum terletak di dalam fosa crani’i posterior dan ditutupi oleh


duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior cerebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

c. Brainstem (Batang otak)

Terdiri dari tiga bagian, dari bawah ke atas yakni medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

2. Perbedaan Anatomi Otak Normal dan Terkena Cerebral Palsy


Gambar 5. MRI anatomi otak anak normal dan terkena Cerebral Palsy

Pada gambar 1 merupakan contoh gambar MRI otak anak normal dengan gray
matter berwarna abu-abu pucat dan white matter berwarna abu-abu gelap. Pada
gambar 2 MRI otak seorang anak dengan cerebral Palsy : panah merah
menunjukkan jaringan parut diatas materi abu-abu pucat yang menyebabkan
kekakuan dan masalah dalam gerak.

3. Gangguan motorik pada cerebral palsy dapat di bagi berdasarkan :

a) Disfungsi Motorik

1) Spastisitas

Lokasi lesi yang menyebabkan spastisitas terutama pada traktus


kortikospinal. Pada spastisitas terjadi peningkatan konstan pada tonus otot,
peningkatan reflex otot kadang di sertai klonus (reflex peregangan otot yang
meningkat) dan tanda Babinski positif. Tonic neck reflex muncul lebih lama dari
normal namun jarang terlihat jelas, dan reflex neonatus lainnya menghilang pada
waktunya. Hipertonik permanent dan tidak hilang selama tidur. Peningkatan tonus
otot tidak sama pada sesuatu gabungan otot. Lengan adduksi, siku dan pergelangan
tangan flexi, tangan pronasi, jari flexi dengan jempol melintang di telapak tangan.
kaki adduksi, panggul dan lutut flexi, kaki plantar-flexi dengan tapak kaki berputar
ke dalam. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3-3/4 penderita cerebral palsy.

Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan,


yaitu:

(a) Monoplegia / monoparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.

(b) Hemiplegia / hemiparesis: kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama

(c) Diplegia / diparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih
hebat daripada tangan.

(d) Tetraplegia / tetraparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak ,tetapi lengan


lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

2) Perubahan tonus otot

Lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot terutama pada


brain stem. bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaccid dan
berbaring dengan posisi seperti katak terlentang dan mudah di kelirukan dengan
bayi dengan kelainan motor neuron menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot daari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak
flaksid dan sikap seperti katak terlentang namun bila dirangsang atau mulai
diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis .reflex otot normal atau sedikit
meningkat dan klonus jarang ditemukan. Tanda Babinski bisa positif maupun tidak.
Karakteristik dari cerebral palsy tipe ini adalah reflex neonatus dan tonic neck reflex
menetap, kadang terbawa hingga masa kanakkanak. Reflex tonus otot dan reflex
moro sangat jelas. Sindrom dari perubahan tonus otot dapat disertai dengan
choreoathetosis dan ataxia. Sekitar 10-25 persen anak dengan cerebral palsy
mengalami sindrom ini.
3) Choreoathetosis

Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah ganglia basalis. 5-
25% anak dengan cerebral palsy menunjukkan choreoathethosis. Anak dengan
choreoathetosis memiliki gangguan pergerakan dengan karakteristik pergerakan
yang tidak disadari dan sikap yang abnormal. Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan
pertama lahir dan kadang di salah diagnosiskan dengan gangguan motor unit.
Gerakan yang tidak disadari dan kelainan sikap biasanya berkembang selama
pertengahan tahun kedua. reflex neonatus kadang tampak, spastisitas dan ataxia
bisa ditemukan. Kecacatan motorik kadang berat, kelainan postur mengganggu
fungsi normal eksremitas.

4) Ataxia

Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah cerebellum. 1-15
persen anak dengan cerebral palsy menunjukkan ataxia. Pasien dengan kondisi ini
biasanya flaccid ketika bayi dan menunjukkan perkembangan retardasi motorik.
Menjelang akhir tahun pertama ketika mereka memulai menjangkau suatu objek
dan mencoba berdiri, itu mulai tampak dan mereka tidak seimbang.
Ketidaknormalan akibat rendahnya tonus otot menetap hingga kanak-kanak. Reflex
otot normal dan reflex neonatus hilang sesuai umur normal.

5) Bentuk campuran

Choreoathetosis di sertai spastisitas atau dengan sindrom perubahan tonus


adalah tipe campuran yang paling sering dari disfungsi motorik, tapi semua jenis
kombinasi dapat terjadi.

b) Disfungsi Nonmotorik

1) Gangguan perkembangan mental : hal ini ditemukan pada sekitar setengah dari
seluruh pasien cerebral palsy . perkembangan mental harus selalu di nilai dengan
perhatian besar pada anak dengan retardasi perkembangan motorik. Kecacatan
motorik harus selalu dapat dimengerti dan latih potensi terbaik anak sebelum
perkembangan intelektual mereka di evaluasi. Tipe lain dari gangguan
perkembangan motorik bisa terlihat pada anak dengan cerebral palsy, beberapa dari
mereka menunjukkan gejala perhatian yang mudah teralih, kurang konsentrasi,
gelisah, dan prilaku tidak di duga .

2) Konvulsi : konvulsi adalah gambaran klinik yang kompleks , biasanya pada


anak tetraparesis dan hemiparesis . pemeriksaan electroencephalogram harus di
lakukan pada kondisi tersebut.

3) Retardasi pertumbuhan : retardasi pertumbuhan terlihat pada semua jenis


gangguan pergerakan . retardasi pertumbuhan paling signifikan pada hemiparesis,
ukuran tangan,kaki, kuku yang tidak sama adalah tanda diagnostic yang penting.

4) Gangguan sensorik : gangguan sensasi adalah hal biasa yang di temukan


pada hemiparesis.

5) Gangguan penglihatan : paling sering adalah strabismus yang biasa di


temukan pada pasien dengan spastic diparesis. Katarak terlihat utamanya pada anak
dengan asphyxia pada periode perinatal yang berat, scar setelah koreoretinitis
terlihat pada anak dengan infeksi fetus.

6) Gangguan pendengaran : di temukan 5-10 persen dari seluruh anak yang


menderita cerebral palsy. gangguan pendengaran ditemukan paling banyak pada
anak dengan choreoathetosis dan syndrome perubahan tonus otot.

7) Kesulitan berbicara : dapat ringan hingga berat. Pada choreoathetosis


biasanya pergerakan involunter juga mempengaruhi bibir dan otot lidah .

C. Epidemiologi

kejadian CP berdasarkan tingkat keparahan yang diukur menggunakan GMFCS


pada level IV dan V adalah 76% untuk CP spastik quadriplegi, 2% untuk CP diplegi,
serta 1% untuk CP hemiplegi. (Novak, 2014) Hal ini didukung oleh pernyataan
Freeman Miller (2007), bahwa pola CP telah bergeser ke arah diplegi dan
quadriplegi spastik dari hemiplegi dan athetoid. Perubahan ini mungkin
mencerminkan perawatan medis yang meningkat, pelayanan kebidanan yang baik,
dan beberapa peningkatan korban yang selamat dari unit perawatan intensif
neonatal. Juga, kelahiran kembar meningkat dengan meningkatnya usia ibu, dan
kelahiran kembar juga memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk terjadi CP.
Tingkat prevalensi yang dilaporkan per kehamilan satu bayi adalah 0,2%, kembar
1,5%, untuk kembar tiga 8%, dan untuk kembar empat 43%.

Berdasarkan informasi yang penulis dapat, diketahui bahwa jumlah pasien anak
dengan kasus CP yang menjalani program fisioterapi di Keanna Center terdapat
25% athetoid, 5% hemiplegi, 40% diplegi, 30% quadriplegi, dan 0% ataxia pada
tahun 2018.

D. Etiologi

Pada dasarnya penyebab CP terbagi menjadi:

1. Prenatal: Toksoplasma, rubella dan penyakit inklusi sitomegalik).

Penyebab lain, penyakit berat seperti tifus, kolera, malaria kronis, sifilis, TBC, dan
lainnya yang berpengaruh pada janin. Infeksi-infeksi ini mengganggu
perkembangan jaringan otak hingga menimbulkan kerusakan jaringan otak. Jadi,
saat bayi lahir jaringan otaknya tak berkembang sempurna dan memungkinkan
terjadi CP.

2. Natal:

a. Hipoksia : Penyebab yang terbanyak ditemukan saat kelahiran ialah brain


injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksia. Hal ini terdapat pada
kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa,
infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan
bedah caesar.

b. Perdarahan otak : Perdarahan dan hipoksia dapat terjadi bersama-sama,


sehingga sukar membedakannya. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid
yang akan menyebabkan penyumbatan cairan cerebro spinalis sehingga
mengakibatkan hidrocephalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan
korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik.

c. Ikterus : Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan


otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.

d. Prematuritas : Pematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan,


lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal
tesebut.

3. Post Natal: Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak yang mengganggu
perkembangan dapat menyebabkan CP. Misalnya pada trauma kapitis,
meningitis,ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah. Bayi dengan berat
badan lahir rendah juga berpotensi mengalami CP.

E. Patofisiologi

Toksoplasmosis dalam kehamilan menyebabkan transmisi Taxoplasma gondii


melalui sirkulasi uteroplasemta ke janin. Toksoplasmosis biasanya tanpa gejala
pada wanita hamil, tetapi dapat menimbulkan dampak yang parah pada janin.
Risiko penularan meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.

Lesi pada otak yang berkaitan dengan CP dapat diidentifikasi pada sebagian besar
kasus. Lesi biasanya terjadi pada daerah yang sangat sensitif terhadap gangguan
pasokan darah dan dikelompokkan menjadi istilah hipoksia ensefalopati iskemik.
Ada lima jenis hipoksia ensefalopati iskemik yang masingmasing memiliki tanda
dan manifestasinya, yaitu cedera parasagital otak, leukomalasia periventrikel, fokal
dan multifokal iskemik nekrosis otak, status marmoratus dan nekrosis neuronal
selektif. (Berker & Yalcin, 2011)

CP quadriplegi atau dyskinesia adalah yang paling sering terjadi akibat kerusakan
dari ganglia basal dan kerusakan thalamic, cedera cortico-subkortikal, dan
kerusakan pada area pola gerak. Sebuah gangguan perkembangan pada level
kortikal jarang diamati: misalnya proliferasi yang abnormal dan generasi neuronal
seperti yang diamati pada microcephaly, serta migrasi neuronal yang abnormal.
Namun, gangguan pada traktus kortikospinalis bertanggung jawab terhadap
gangguan motorik perkembangan karena ini merupakan jalur akhir untuk
memediasi pengaruh motoneurons dari batang otak dan sumsum tulang belakang
dari hampir semua eferen serebelum dan ganglia basal (semua melalui perantara
relay di talamus). Otak kecil dan ganglia basal juga berpengaruh dalam menentukan
tonus otot pada CP (Laquerriere, A, 2013).

F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak
yang mengalami kerusakan, yaitu :

1. Paralisis. Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,


triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

2. Gerakan involunter. Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor


dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.

3. Ataksia. Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.


Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat
lambat, dan semua pergerakan serba canggung.

4. Kejang. Dapat bersifat umum atau fokal.


5. Retardasi mental. Ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral
palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy
yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia
serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi
mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan
menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter.
Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota
gerak,perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

6. Gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan


refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.

7. Problem emosional terutama pada saat remaja (Miller ED, 2007)

G. Prognosis

Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy seperti


tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan
adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan
hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan
short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran
lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris
di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut.

Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi
cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu.
Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak
dengan tipe quadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat
berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering
didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-
otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini.

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan,
sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex,
ekstensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar
berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar
berjalan (Grant A D, 1995)

H. Teknologi Fisioterapi

Beberapa teknologi fisioterapi yang dapat dilakukan untuk kasus CP adalah sebagai
berikut :

1. Bobath

Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang
dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini
khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan
anak-anak. Metode NDT mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi yang bertujuan
untuk mencegah postur dan pola gerakan yang abnormal, Fasilitasi yang bertujuan
untuk memperkuat pola postur yang normal sebagai dasar gerakan, dan Stimulasi
Propriosepsi yang bertujuan untuk mengatur koordinasi dan mempengaruhi tonus
postural yang normal. Bagian penting yang tidak dapat dilupakan adalah
mengedukasi keluarga pasien atau ibu pasien untuk memposisikan anaknya pada
saat dirumah, baik itu dari cara menggendong, posisi memberi makan dan kegiatan
lain.

2. Neuro-sensomotor reflex development and syncronization (NSMRDS)

Adalah metode yang dikembangkan oleh Alm. Nawang. Metode ini diberikan
dengan pendekatan yang diberikan dengan cara menstimulasi pembentukan
jaringan otak pada anak dengan pertumbuhan dan perkembangan normal dengan
menggunakansensitifitas dan plastisitas otak. Stimulasi yang diberikan berupa
sentuhan dengan pola gerak yang terstruktur. Stimulasi ini diharapkan mampu
memperbaiki hubungan antara sistem saraf (sinaps) yang rusak.

3. Taping
Taping adalah benda semacam plester berperekat dan terbuat dari bahan lateks.
Tapping dapat digunakan selama 1-3 hari karena mempunyai ketebalan dan
elastisitas yang hampir menyerupai kulit manusia. Penggunaan tapping pada kasus
CP bertujuan untuk dengan maksud dan tujuan utama untuk mengurangi spastisitas.
Teknik taping yang dapat digunakan untuk kasus CP ini salah satunya adalah
dengan Neuro-Muscular Taping (NMT). (Camerota et al., 2013) .

Teknik pemasangan taping ini didasarkan pada stimulasi eksentrik pada kulit,
jaringan tissue pada otot, tendon pembuluh darah dan sistem limfatik. NMT
memberikan peregangan pasif sehingga meningkatkan flexibilitas, koordinasi, dan
memperbaiki lingkup gerak sendi pada pasien yang mengalami kontraksi otot
berlebihan.

Penerapan NMT mampu merangsang mekanoreseptor kulit. NMT ini memiliki 5


fungsi utama yaitu :

a. Menghilangkan cairan tubuh yang berlebihan

b. Aktivasi sistem analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,


noradrenalin)

c. Mengoreksi postur

d. Memfasilitasi otot

e. Perbaiki jaringan kulit (scar tissue)

Biasanya kontraindikasi penggunaan taping adalah karena alergi kulit.

Dalam kasus ini teknologi fisioterapi yang kami pakai adalah Bobath/NDT.

I. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Assesment

Assesment merupakan kegiatan pengumpulan data baik data pribadi maupun data
pemeriksa anak. Hasil dari assesment akan digunakan untuk menentukan rencana
dan program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan anak dan metode yang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi anak. Langkah-langkah yang harus diperhatikan
adalah: a. Anamnesa

Umumnya pada kasus anak, anamnesa dilakukan dalam bentuk wawancara kepada
orang tua anak. Hal-hal yang penting ditanyain kepada orang tua meliputi: 1)
Identitas Pasiien

Data umum berisikan data-data pribadi pasien. Data tersebut sangat penting guna
menghindari kesalahan dalam pemberian intervensi fisioterapi. Data-data tersebut
meliputi; nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
nama orang tua, nomor telepon orang tua, dan diagnosa medik.

2) Keluhan utama

Disampaikan oleh pihak pasien tentang permasalahan yang dialami pasien (orang
tua, wali). Penulisan keluhan utama berdasarkan bahasa pasien. Sebagian besar
keluhan utama anak dengan CP adalah :

a. Kekakuan pada anggota tubuh

b. Kelemahan pada anggota tubuh

c. Adanya gerakan

(The Center for Children with Special Needs, 2011).

3) Riwayat kehamilan

Berupa penjelasan mengenai kejadian yang dialami oleh ibu mulai dari proses
kehamilan, seperti apa saja permasalahan yang terjadi saat proses kehamilan
(apakah ibu terpapar virus, masalah dari diri ibu maupun permasalahan yang ada
dari kondisi janin), apakah kehamilan ini adalah kehamilan yang diinginkan, pada
saat usia berapa ibu saat hamil, apakah ibu mengalami ketuban pecah, pendarahan,
menderita penyakit lainnya, mengonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan tidak.

4) Riwayat kelahiran
Riwayat kelahiran adalah penjelasan dari orang tua mengenai proses kelahiran dari
anak seperti pada saat usia kandungan berapa bulan anak lahir, dengan cara
bagaimana proses kelahiran dari anak (normal atau operasi, menggunakan alat
bantu atau tidak saat proses kelahiran), bagaimana tangisan anak saat kelahiran,
bagaimana kondisi anak saat lahir (normal atau berwarna biru/kuning), berat badan
normal atau tidak setelah lahir, dan setelah kelahiran apakah anak masuk inkubator
atau tidak dan juga apakah setelah kelahiran anak dirawat di ruang nicu atau tidak.

5) Riwayat penyakit sekarang

Tahapan anamnesa bagian inilah yang paling penting untuk menegakkan diagnosis.
Riwayat penyakit sekarang merupakan kronologi dari awal perjalanan penyakit itu
ada dan disadari oleh keluarga sampai datang dilakukan intervensi fisioterapi.

6) Riwayat penyakit dahulu

Merupakan riwayat penyakit fisik maupun psikologik yang pernah diderita anak
sebelumnya, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang diderita anak saat
ini merupakan kelanjutan akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya. Contohnya
apakah pernah mengalami kejang atau sempat menderita penyakit tertentu.

7) Riwayat tumbuh kembang

Riwayat tumbuh kembang adalah penjelasan dari orang tua mengenai pertumbuhan
dan perkembangan anak mulai dari neonatus sampai usia saat ini.

8) Riwayat obat

Riwayat obat adalah penjelasan dari orang tua anak tentang informasi obat apa saja
yang dari dahulu hingga sekarang dikonsumsi oleh anak

9) Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi adalah merupakan riwayat pemberian imunisasi pada anak,


terdiri dari BCG, Polio, DPT, Hepatitis B, dan Campak dan lain-lain.
Gambar 6. Imunisasi pada anak

b. Pemeriksaan Umum

a) Kesadaran,

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,


berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon


psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.

(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.

(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

b) Denyut Nadi
Denyut nadi anak dengan CP sesuai dengan denyut nadi normal sesuai umur jika
tidak disertai dengan gangguan pada sistem kardiorespirasi.

c) Respiratory Rate

Respiratory Rate pada anak CP sesuai dengan Respiratory Rate pada anak normal
jika tidak disertai dengan gangguan pada sistem kardiorespirasi.

d) Tekanan darah

Yaitu tekanan yang dialami pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh.

Suhu Tubuh

e) Lingkar Kepala

Bertujuan untuk melihat pertumbuhan anak dilihat dari segi perkembangan otak
anak.

f) Suhu Tubuh

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses
tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.

g) Berat Badan

Berat bdan dilakukan dengan berpakaian minimal, yang bertujuan untuk melihat
status gizi anak tersebut.

h) Tinggi Badan

Tinggi badan diukur dari tumit sampai puncak kepala,posisi berdiri tegak,
pandangan lurus ke depan, dan kaki menapak pada alas. Tinggi badan anak dengan
kasus CP biasanya di bawah tinggi badan normal pada usianya.
c. Pemeriksaan Khusus

1) Inspeksi

Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatan


untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau
fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi,
ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.

2) Palpasi

Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat
digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.
Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,
disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.

3) Pemeriksaan fungsional tumbuh kembang

Sebagai acuan untuk melihat adanya delay development pada anak, berikut
merupakan perkembangan normal motorik kasar usia 1-12 bulan menurut Jan S.
Tecklin, (2001) dalam buku Pediatric Physical Therapy.

Perkembangan Usia

Dominan flexi pada seluruh tubuh 1-2 bulan

Mulai ke arah ekstensi 2 bulan

Kepala miring saat posisi prone 1-2 bulan

Kepala ke arah midline 1-2 bulan

Mulai rolling supine to side lying 3 bulan

Head control mulai ke arah midline 3 bulan


Hand support pada posisi prone, kepala 90˚ chin tuck 4 bulan

Tangan ke arah midline 4 bulan

Meraih dengan tangan satu dari arah prone 5 bulan

Rolling prone to supine ( segmental ) 5 bulan

Ring sitting, unsupport 6 bulan

Memindahkan mainan dari tangan ke tangan 6 bulan

Melai untuk posisi onggong-

onggong 8 bulan

Mulai untuk berdiri full 8 bulan

Berjalan dengan rambatan 10 bulan

Berjalan mandiri 12 Bulan

4) Tes Khusus

Tes khusus adalah pengukuran yang digunakan untuk beberapa kasus tertentu yang
bertujuan untuk penegakan diagnosa dan menjadi acuan progresi atau
perkembangan evaluasi. Beberapa tes khusus yang dapat dilakukan untuk kasus CP
Quadriplegi yaitu:

a. Asworth Scale

b. GMFCS

GMFCS

Level Kriteria
1 • Tidak ada keterbatasan saat berjalan

2 • Ada keterbatasan saat berjalan

3 Berjalan dengan bantuan alat

4 • Kemampuan bergerak tanpa alat terbatas

• mobilitas sendiri menggunakan alat atau teknologi penggerak

• transportasi dengn kursi roda manual ataupun kursi roda yang otomatis

5 • Sangat membutuhkan bantuan fisik maupun peralatan berteknologi

• kemampuan mobilitas dapat dicapai hanya bisa diajarkan menggunakan


kursi roda yang otomastis

Anda mungkin juga menyukai