Anda di halaman 1dari 4

A.

Definisi Tasawuf

Beberapa tokoh mendefinisikan tasawuf sebagai cabang ilmu yang identik dengan sesuatu yang
bernilai mistis, tradisional, atau gerakan-gerakan yang menjauhi nilai-nilai duniawi.

Berdasarkan pengertian tasawuf dari segi bahasa, ada beberapa pendapat tentang makna kata
tasawuf sebagai berikut.

1. Menurut prof. dr. harun Nasution, “suf adalah kain yang terbuat dari bulu atau disebut wol”.
2. Menurut al-Qusyairi dan ath-Thusy, “Tasawuf berasal dari kata as-Saff, yang dinisbatkan kepada
orang-orang yang ketika salat berada di saf terdepan”.
3. Menurut Dr. Zaky Mubarak, “Kata tasawuf mungkin berasal dari kata as-Suf, yang artinya bulu.
Karena orang – orang sufi itu pada umumnya mencirikan dirinya derngan memakai pakaian dari
bulu domba”.
4. Menurut Dr. abu al-Wafa’ al-Ghanimi at-Taftazani, “Kata tasawuf yang berkaitan dengan kata
sufi hanyalah merupakan sebutan atau gelar, dan tidak terdapat dalam akar kata bahasa Arab”.
5. As-Suffah, merupakan nama serambi MasjidNabawi di Madinah yang biasanya ditempati oleh
orang – orang fakir dari golongan Muhajirin dan Anshar yang ikut berhijrah bersama Nabi.
6. Tasawuf berasal dari kata Safa’ yang artinya suci, jadi maksudnya adalah mereka itu menyucikan
dirinya melalui latihan, yang kita sebut riyadhah.
7. Kata tasawuf berasal dari kata as-Sifah yang artinya sifat, dimana orang – orang penganut
tasawuf itu lebih mementingkan sifat – sifat mahmudah (terouji) dan meninggalkan sifat – sifat
tercela (mazmumah).

Secara istilah, para Ulama mendefinisikan tasawuf sebagai berikut.


1. Menurut Abu al-Wafa’ al-Ghanimi at-Taftazani (sufi dari zaman ke zaman), “Tasawuf ialah
sebuah pandangan filosofis terhadap kehidupan yang bertujuan mengembangkan moralitas jiwa
manusia dan dapat direalisasikan melalui latihan – latihan praktis tertentu, sehingga perasaan
menjadi larut dalam hakikat transcendental.
2. Menurut H.M. Amin Syukur (seorang intelektualisme tasawuf), “Tasawuf ialah system latihan
dengan kesungguhan (riyadhah mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan
memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub)
sehingga segala perhatian hanya tertuju kepadanya.
3. Menurun Sayyed Hussein Nasr, “Tasawuf ialah melatih upaya jiwa dengan berbagai kegiatan
yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi dan mendekatkannya
kepada Allah sehingga jiwannya bersih serta memancarkan akhlak mulia”.
4. Menurut Drs. Samsul Munir Amir M.A (ilmu tasawuf), tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang
dilakukan dengan sungguh – sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh
kehidupan duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan sehingga jiwanya menjadi bersih,
mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupan, dan dan menemukan kebahagiaan spiritualitas”.
5. Menurut Syaikh bin Ajiba (pensyarah kitab al-Hikam), “Tasawuf adalah ilmu yang membawa
seseorang agar bersama Tuhan yang maha ada, melalui penyucian batin dan permanis dengan
amal saleh.
Maka kesimpulannya adalah bahwa Tasawuf ialah ilmu yang menjelaskan tata cara
pengembangan rohani manusia dalam usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah.

B. Asal Usul Tasawuf


Asal kata sufi sendiri ulama berbeda pendapat. Tapi perdebatan asal-usul kata itu tak
terlalu penting. Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena menganggap kata sufi
tidak ada dalam Al-Qur’an dan tidak dikenal pada zaman Nabi, sahabat dan tabi’in tidak
otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang. Sebenarnya, banyak sekali istilah-
istilah (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah periode sahabat, tapi ulama
kita tidak menentang, bahkan menggunakannya dengan penuh kesadaran.
Tasawuf sebagai sebuah perlawanan terhadap budaya materialism, yang mana pada
zaman Nabi dan para sahabat, serta pada tabi’in belum ada, bahkan tidak dibutuhkan adanya
tasawuf. Karena Nabi, para sahabat dan para tabi’in pada hakikatnya sudah sufi, artinya
sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak
meremehannya. Selalu ingat kepada Allah Swt. sebagai sang Khaliq.
Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan social makin
mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi rohani. Budaya hedonism pun menjadi fenomena
umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan
untuk mengingatkan tentang hakikat hidup. Konon, menurut pengarang Kasf adh-Dhunun,
orang yang pertama kali dijuluki as-sufi adalah Abu Hasyim as-Shufi (w. 150 H).
C. Istilah-Istilah dalam Tasawuf

Berikut ini beberapa istilah yang berkaitan dengan tasawuf.

1. Al-Maqamat, yaitu posisi rohani yang dilalui oleh seorang sufi dalam proses mujahadahnya,
dimana ia berada dalam posisi itu untuk sementara waktu, kemudian melalui mujahadahnya
ia akan terus merambat naik ke posisi yang lebih tinggi.

Istilah maqamat di dalam ilmu tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi
untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui beberapa tahapan, antara lain seperti yang
dikemukakan oleh Abu Nasr as-Sarraj at Tusi dalam bukunya kitab Al-Luma’ (bekal hidup)
bahwa maqam itu ada tujuh sebagai berikut.

a. Tobat, artinya memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang
telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi.
b. Wara’, artinya meninggalkan segala keraguan-keraguan antara yang halal dan haram
(syubhat).
c. Zuhud, artinya pola hidup yang menghindari dan meninggalkan keduniawian karena
ibadah kepada Allah Swt. serta lebih mencintai kehidupan akhirat.
d. Fakir secara bahasa artinya butuh. Adapun dalam tasawuf maksud fakir adalah tidak
meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah.
e. Sabar, dimaksudkan sebagai sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, sabar
dalam menahan diri dari semua perbuatan jahat, dan sabar ketika menerima cobaan-
cobaan dari Allah.
f. Tawakkal, artinya bersandar atau memercayakan diri kepada Allah dalam menghadapi
setiap kepentingan.
g. Rida, dalam pandangan tasawuf adalah rela menerima segala apa yang telah ditentukan
dan ditakdirkan, rela berjuang di jalan-Nya, rela membawa kebenaran, serta berkorban
dengan harta, pikiran, dan jiwa.
2. Al-Ahwal adalah hembusan rohani yang masuk kedalam hati tanpa disengaja ataupun
diusahakan. Al-Ahwa adalah anugerah, sedangkan al-maqamat bisa diusahakan. Al-Ahwal
datang tidak berwujud dan berbentuk, sedangkan al-maqamat di peroleh dengan usaha
yang sungguh-sungguh.
3. Al-Fana’, yakni gugur dan hilangnya sifat-sifat tercela dalam diri sufi, sedangkan al-baqa’
adalah muncul dan berkembangnya sifat-sifat terpuji dalam diri sufi.
4. Al-Muhadharah, al-Mukasyafah, al-Musyahadah, ketiga istilah tersebut berkaitan dengan
makrifat kepada Allah Swt.. al-Muhadharah adalah tahap pertama, yang berarti hadirnya
hati untuk selalu mengingat Allah Swt, al-Mukasyafah adalah tahap ke dua yang berarti
hadirnya hati untuk mulai membuka tabir yang menghalangi antara hati dengan Allah Swt.,
dan al-Musyahadah merupakan tahap paling tinggi yaitu hadirnya Allah Swt. dalam hati,
sehingga terbukalah semua tabir penghalang antara keduanya.
5. Al-Ghaibah, yaitu hilangnya kemampuan hati untuk mengetahui ahwal atau kondisi diri,
dikarenakan terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang bersifat materi (sesuatu yang dapat
dicerna oleh pancaindera), sedangkan al-Hudhur adalah datangnya kebenaran (al-Haql Allah
Swt.) didalam hati,karena hati seorang sufi dikondisikan dengan mengingat Allah Swt. dan
melalaikan selain-Nya.
6. As-Sitru, yaitu tertutupnya hijab (penutup) Allah Swt. dari hati manusia, sedangkan at-Tajalli
adalah terbukanya hijab Allah dari hati manusia.
7. At-Talwin, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh al-Ahwal (sufi yang masih berproses),
sedangkan at-Tamkin adalah sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh ahlul haqa’iq (sufi tertinggi
yang telah mencapai tahap hakikat).
8. At-Takhalli, yaitu membuang seluruh potensi buruk dan jahat dari hati dan nafsu, sedangkan
at-Tahalli adalah menghiasi diri dan hati dengan sifat-sifat terpuji.
9. As-Syari’ah, yaitu perintah untuk menetapi dan konsisten beribadah, sedangkan al-Haqiqah
adalah terbukanya tabir antara hati sufi dengan Allah Swt. (musyahadah).
10. Ilmu al-Yaqin, ‘ain al-Yaqin, haq al-Yaqin, adalah istilah yang berkaitan dengan ulum al-
Jaliyyah (ilmu yang jelas). Yang pertama dengan adanya syarat dalil atau burhan, yang
kedua karena dibuktikan dengan keterangan (bayan), sedangkan yang ketiga dibuktikan
secara langsung dengan mata kepala.

Anda mungkin juga menyukai