Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tempat Praktik : Bangsal Paru RSUP M.Djamil Padang

Tanggal : 24 Januari 2019

Pokok Bahasan : Pencegahan Penularan TB Paru

Sasaran : Pasien dan Keluarga

Tempat : Bangsal Paru RSUP M.Djamil Padang

Tanggal Pelaksanaan : 25 Januari 2019


Waktu
: 10.00 – 10.45
A. Latar Belakang
Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua dunia dalam insidensi
tuberkulosis terbanyak setelah India (WHO, 2015). Perkiraan (estimasi) insidensi
semua tipe tuberkulosis tahun 2013 di Indonesia adalah sebanyak 460.000 kasus.
Sedangkan perkiraan angka prevalensi tuberkulosis pada tahun 2013 adalah
sebanyak 680.000 kasus dan angka mortalitas sebanyak 64.000 penduduk
(Kemenkes RI, 2015b). Penemuan kasus baru tuberkulosis di Indonesia tahun 2014
berjumlah 285.254 kasus dan 62% dari jumlah tersebut merupakan tuberkulosis
paru BTA Positif (laporan data masuk mencapai 91%). Sumatera Barat juga
memiliki angka kasus TB dan kematian akibat TB yang cukup tinggi.
Pada tahun 2014, Sumatera Barat menduduki peringkat kesembilan dari 34
provinsi di Indonesia dalam penemuan kasus TB terbanyak. Jumlah penemuan
kasus di Sumatera Barat tahun 2014 yaitu 132 per 100.000 penduduk atau sekitar
6.843 kasus dan 69% dari jumlah tersebut merupakan tuberkulosis paru BTA positif.
Sedangkan jumlah kematian akibat tuberkulosis di Sumatera Barat tahun 2014 yaitu
3,56 per 100.000 penduduk atau sekitar 0,5 orang per hari (Dinkes Sumbar, 2015).
Tingginya prevalensi TB Paru disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Beberapa
faktor risiko terjadinya TB Paru adalah faktor sosioekonomi, demografi, kesehatan
lingkungan dan faktor perilaku.
RSUP Dr. M. Djamil merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Barat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, ditemukan sebanyak 20
pasien yang menderita TB Paru di Ruang Rawat Inap Paru Bagian Isolasi RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Selain itu banyak ditemukan pasien maupun keluarga yang tidak
patuh dalam melakukan pencegahan penularan TB seperti tidak menerapkan cuci
tangan yang benar, jarang memakai masker dan sembarangan dalam membuang
masker yang telah dipakai di dalam ruangan isolasi. Oleh karena itu, kelompok
tertarik untuk melakukan penyuluhan terkait pencegahan penularan TB Paru di
Ruang Rawat Inap Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Tujuan Instruksional Umum : Setelah mendapatkan penyuluhan tentang


pencegahan TB Paru dan Etika Batuk pada pasien dan keluarga dapat mengetahui
cara pencegahan penyakit TB Paru.
C. Tujuan Instruksional khusus : Setelah mendapatkan penyuluhan tentang
penyakit TB Paru pada pasien dan keluarga dapat:
1. Menjelaskan pengertian tuberculosis
2. Menjelaskan penyebab penyakit tuberkulosis
3. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit tuberkulosis
4. Menjelaskan bagaimana cara penularan penyakit tuberculosis
5. Menjelaskan bagaimana pengobatan dari penyakit tuberculosis.
6. Menjelaskan bagaimana cara pencegahan dari penyakit tuberculosis.

7. Menjelaskan apa itu TB MDR


D. Kegiatan Penyuluhan
a. Topik dan Judul Kegiatan
Penyuluhan kesehatan tentang pencegahan penularan TB Paru
b. Sasaran
Pasien dan keluarga yang ada di bangsal paru RSUP M. Djamil Padang
c. Metode
 Ceramah
 Diskusi
 Tanya Jawab
d. Media
 Leaflet
e. Waktu dan Tempat
 Waktu : Jum’at, 25 Januari 2019
 Pukul : 10.00 – 10.45
 Tempat : Ruang Bangsal Paru RSUP M. Djamil Padang
 Kegiatan : Penyuluhan Kesehatan tentang Pencegahan Penularan TB Paru
f. Setting Tempat

Keterangan :
: Media
: Fasilitator
: Peserta Penyuluhan
: Presentator
: Dokumentasi
: Moderator
: Observer dan Notulen

g. Pengorganisasian
1) Penanggung jawab : Medhia Iqlima
Mengkoordinasi persiapan dan pelaksanaan pertemuan dengan peserta di ruang
paru RSUP DR. M. Djamil Padang
2) Moderator : Tiara Yalita
a) Membuka acara
b) Menyampaikan susunan acara
c) Membuat kontrak waktu
d) Memimpin jalannya penyuluhan
e) Mengarahkan alur penyuluhan
f) Memperkenalkan anggota kelompok dengan klien
g) Menutup acara
3) Presenter: Ranti Anggasari
a) Menyampaikan latar belakang masalah.
b) Menyampaikan materi tentang pencegahan penularan TB Paru
4) Observer dan Notulen : Nana Arfi Surya dan Silvina Esa Putri
a) Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.
b) Membuat laporan hasil penyuluhan kesehatan tentang Pencegahan Penularan
TB Paru
c) Mendokumentasikan jalannya kegiatan.
5) Fasilitator : Suci Indah Putri, Muthia Syedza Saintika, dan Erni Cahaya Yanti
Gea
a) Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya penyuluhan.
b) Memfasilitasi peserta untuk berperan aktif selama pertemuan.
6) Dokumentasi : Yulinar Agustina
a) Mendokumentasikan acara
b) Membuat media untuk penyuluhan

h. Susunan Acara

No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta

1. 5 menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dan
Pertemuan memperhatikan
- Menjelaskan susunan acara - Menyepakati kontrak
- Membuat kontrak waktu - Berkenalan
- Perkenalan mahasiswa
dengan peserta - Mendengarkan dan
- Menyebutkan materi yang memperhatikan
akan disampaikan

2 30 menit Pelaksanaan:
- Review pengetahuan tentang - Menjawab pertanyaan
TB
- Reinforcement positif kepada - Menerima reinforcement
Pasien
- Menjelaskan tentang:
a. Pengertian TB - Mendengarkan dan
b. Penyebab TB menyimak pembicara
c. Tanda gejala TB
d. Cara penularan TB
f. Pengobatan TB
g. TB (MDR)
h. Cara pencegahan
3 10 menit Penutup:
- Meminta pasien
untuk Mengulang Kembali
apa Yang Disampaikan
pembicara, meliputi:
a. Pengertian TB
b. Penyebab TB
c. Tanda gejala TB
d. Cara penularan TB
e. Pengobatan TB
f. Cara pencegahan TB

g. TB MDR

- Membuat Kesimpulan - Mendengarkan Kesimpulan


- Mengucapkan terima kasih - Mendengarkan dan
atas waktu yang diluangkan, membalas ucapan
perhatian serta peran aktif terimakasih
pasien selama mengikuti
kegiatan penyuluhan

i. Evaluasi
1. Struktur
a. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan.
b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai perencanaan.
c. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
2. Proses
a. Peserta yang hadir mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
b. Peserta yang hadir berperan aktif dalam mengajukan pertanyaan dan
mengemukakaan pendapat selama diskusi berlangsung.
c. Tidak ada peserta yang keluar masuk selama acara berlangsung.
3. Hasil
Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan :
a. Mahasiswa mampu bersosialisasi dengan peserta.
b. Peserta mengetahui pengertian dari penyakit tuberkulosis?
c. Peserta mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis?
d. Peserta mengetahui apa saja tanda gejala penyakit tuberkulosis?
e. Peserta mengetahui bagaimana cara penularan penyakit tuberculosis?
f. Peserta mengetahui bagaimana pengobatan dari penyakit tuberculosis?
g. Peserta mengetahui bagaimana cara pencegahan dari penyakit tuberculosis?
h. Peserta mengetahui apa itu TB MDR
Lampiran Materi
TB Paru dan Etika Batuk
A. Pengertian
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi dan menular yang menyerang paru-
paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium Tuberkulosis.

B. Faktor penyebabnya.
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang
berbentuk batang dan Tahan asam ( Price, 2013). Penyebab Tuberculosis adalah
M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /µm Dengan tebal 0,3 0,5 µm.
selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yangsama yaitu M Bovis, M.
Kansasii, M. Intracellutare.

C. Cara Penularan
Penyakit tuberculosis (TB) bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan
pasien TB, seperti terpapar droplet, cairan tubuh, dan penggunaan alat makan
secara bersamaan.

D. Tanda dan gejala



Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 2 minggu dengan atau tanpa
sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah

Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan Demam :
subfebril menyerupai influenza. Batuk:- batuk kering (non produktif)→ batuk
produktif (sputum)-hemaptoe, Sesak Nafas: pada penyakit TB yang sudah
lanjut dimana infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru

Nyeri dada-Malaise :anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri
otot,keringat malam.

E. Pengobatan
Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik,
terutama di daerah paru/dada, lalu dapat meminta pemeriksaan tambahan berupa
foto rontgen dada, tes laboratorium untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin
(mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan jangka panjang, yang
memakan waktu selama 6 bulan.
Kondisi ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk
meminum obat dan kontrol ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya
setelah 2-3 pekan meminum obat, gejala-gejala TBC akan hilang sehingga pasien
menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.
Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya
karena sering kali obat-obatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak mempan
pada kuman TBC (resisten). Akibatnya, harus diobati dengan obat-obat lain yang
lebih mahal dan "keras". Hal ini harus dihindari dengan pengobatan TBC sampai
tuntas.
Pengobatan jangka panjang untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan
menimbulkan dampak efek samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya
terjadi pada pengobatan TBC adalah nyeri perut, penglihatan/pendengaran
terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah, gatal-gatal dan
kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas, sampai mata/kulit kuning.
Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek samping yang
timbul pada dokter setiap kali kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis,
mengganti obat dengan yang lain, atau melakukan pemeriksaan laboratorium jika
diperlukan.
Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun
sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping yang lebih
serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:
 Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.
 Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang
sehat, dan berolahraga.
 Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin
ini secara rutin diberikan pada semua balita.
 Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati,
dapat kembali terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan
menjaga kesehatan tubuhnya.
F. Cara Pencegahan Penularan TB Paru
- Cuci tangan dengan benar, yaitu:
(a) Mencucui tangan dengan 6 langkah
(b) Mencuci tangan dengan sabun atau handrub
(c) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien
- Pemakaian masker dengan benar, yaitu:
(a) Memakai masker sekali pakai dan hanya saat berada di ruangan
(b) Buang masker ke kantong plastik kuning

- Etika Batuk:
 Tutup hidung dan mulut anda dengan tissue ketika batuk atau bersin atau
tutup lengan baju bagian atas ketika batuk atau bersin
 Buang tissue yang telah dipakai ke dalam tempat sampah
 Cuci tangan dengan benar
 Pakai masker bila sedang flu atau batuk
 Membuang dahak dengan benar, yaitu membuang dahak di wadah yang
tertutup dengan cairan basa contohnya byclin
Hal-hal perlu anda perlukan:
 Lengan baju
 Tissue
 Sabun dan air
 Gel pembersih tangan

G. TB MDR (Multi Drug Resistance)


Resistensi obat pada Tuberkulosis (TB) menjadi kesulitan utama pada
pengobatan TB. Hal yang ditakutkan pada pengobatan TB adalah jika telah
terjadi resistensi obat apalagi resisten terhadap banyak obat anti tuberkulosis lini
pertama (poliresisten). Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) adalah tulang punggung
rejimen pengobatan karena kombinasi kedua obat tersebut mempunyai sifat yang
kuat sebagai OAT (obat anti tuberkulosis) yaitu aktivitas bakterisid dini, aktivitas
sterilisasi dan kemampuan untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap obat
penyerta. Sehingga resisten terhadap kedua obat tersebut dengan atau tanpa OAT
lainnya merupakan poliresisten yang paling menyulitkan, dinyatakan sebagai
multi-drug resistant tuberculosis (MDR TB).
Tuberkulosis dengan MDR menjadi penyulit besar dalam penyembuhan,
membutuhkan upaya pengobatan khusus dengan effort yang sangat besar baik
dari sisi pasien dan keluarga maupun dari sisi pemberi layanan kesehatan
(dokter/perawat/tenaga kesehatan, rumah sakit/klinik/puskesmas, program
penanggulangan TB Nasional) dengan risiko kegagalan yang lebih tinggi
daripada pengobatan TB pada umumnya. Sedangkan TB XDR (Extensively drug
resistant/ extreemly drug resistant) adalah resisten terhadap lini pertama dan lini
kedua , atau tepatnya MDR disertai resisten terhadap kuinolon dan salah satu
obat injeksi (kanamisin, kapreomisin, amikasin). Risiko terjadinya resistensi
obat/MDR lebih besar pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya
daripada pasien TB yang belum mendapatkan pengobatan.
Resistensi obat/MDR yang terjadi dan menjadi masalah klinis adalah
merupakan man made phenomena, ditimbulkan karena ulah manusia,
pengobatan yang tidak adekuat (rejimen, dosis, tidak teratur berobat, monoterapi,
dsb) menghasilkan kuman yang resisten (mutasi alamiah yang sedikit terjadi)
menjadi populasi yang dominan, bermultiplikasi dan berdampak pada kondisi
klinis. Pengobatan TB MDR membutuhkan paduan obat yang terdiri atas
minimal 4 obat yang diyakini masih sensitif mengandung obat anti tuberkulosis
(OAT) lini pertama yang masih sensitif dan OAT lini kedua termasuk obat injeksi
(hierarki OAT) , durasi pengobatannya jauh lebih lama, risiko efek samping jauh
lebih banyak, risiko gagal pengobatan jauh lebih besar, harapan kesembuhan
kurang daripada TB pada umumnya. patut disadari seluruh praktisi kesehatan
bahwa pencegahan terjadinya resistensi obat/MDR adalah jauh lebih mudah
daripada pengobatannya.
Penekanan melakukan identifikasi suspek resistensi obat/MDR,
tatalaksana diagnosis, pengobatan dan monitoring pengobatan TB dengan tepat
dan benar adalah kunci utama mencegah timbulnya MDR.

DAFTAR PUSTAKA
Laban, Yoannes Y. 2007. TBC: Penyakit & Cara Pencegahan. Yogyakarta: Kanisius

Misnadiarly. 2007. Mengenal, Mencegah, Menanggulangi TBC. Semarang: Yayasan Obor


Indonesia

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddarth .Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto

Widiyanto, Sentot. 2009. Mengenal 10 Penyakit Mematikan. Yogyakarta: PT Pustaka Insan


Madani

Anda mungkin juga menyukai