Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 KESESUAIAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.C dengan
diagnosa medis MS severe yang dilakukan tindakan operasi MVR dengan
menggunakan katup mekanik di ruang operasi dewasa RS Pusat Jantung Harapan Kita
, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesesuaian antara teori dan kenyataan
yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Dalam penyusunan asuhan
keperawatan penulis merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Karena ini adalah asuhan keperawatan perioperatif penulis menfocuskan pada intra
operatifnya saja.
Intra operatif
Pada asuhan keperawatan intra operatif penulis menemukan 3 diagnosa
keperawatan, yaitu 3 diagnosa risiko pada pasien ini.
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan preload, afterload,
dan kontraktilitas jantung. Frekuensi, irama, dan konduksi listrik juga dapat
mempengaruhi penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung merupakan
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh untuk
mencukupi kebutuhan nutrisi ke jaringan dalam melakukan metabolisme
( NANDA NIC – NOC, 2015 ).
Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang mendukung yaitu
perubahan frekuensi irama jantung ditandai dengan bradikardi, takikardi,
gangguan konduksi jantung, perubahan preload ditandai dengan edema,
peningkatan atau penurunan CVP, keletihan dan murmur. Perubahan afterload
ditandai dengan peningkatan atau penurunan tekanan darah, akral dingi, urin
output tidak mencukupi, sianotik, perubahan kontraktilitas, jantung, suara
tidak normal ( ronchi ) dan bunyi jantung S3dan S4 . Tanda lain adalah defisit
neurologis pusing, syncope, kejang. Gangguan kontraktilitas dapat terlihat dari
penurunan stroke volum, fraksi ejeksi, serta adanya support terapi medis
inotropik dan pemakaian assist device.
Pengkajian pada pasien ini penulis menemukan data objektif kesadaran dalam
pengaruh anestesi TD 110/57mmHg, HR 89x/menit, RR 14x/menit, Suhu 35oC
saat onbypass 33 oC, EKG AF rapid ventrikular respon, nilai CVP 9 mmHg,
akral dingin, saturasi O2 100%, support terapi dobutamine 5
mcgr/kgbb/menit dan milrinone 0,375 mcgr/kgbb/menit, Perdarahan di kamar
operasi 400 cc, Urin output intra op 1400 cc . Pasien dilakukan pembedahan
menggunakan mesin CPB dengan kanulasi aorta, IVC, SVC, CPB time = 59
menit, AoX time = 53 menit ,operasi jantung terbuka dengan menggunakan
mesin CPB dan kross klamp aorta yang lama bisa menyebabkan kemampuan
jantung berkontraksi menjadi semakin berkurang( menurunkan ). Diagnosa
tersebut penulis prioritaskan karena kondisi penurunan cardiac output sangat
penting untuk segera ditangani karena bisa berpengaruh terhadap sisitem organ
yang lain,, selain itu penurunan cardiac output sendiri merupakan cerminan
dari organ jantung yang mengalami gangguan.
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedure pembedahan dan pemberian
terapi anticoagulan. Proses bedah jantung merupakan proses membuka rongga
thorak yang tentu saja sangat berisiko untuk kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak. Resiko perdarahan adalah keadaan dimana berisiko mengalami
penurunan volume darah yag dapat mengganggu sistem sirkulasi jantung.
Faktor risiko nya antara lain komplikasi pasca bedah dan pemberian terapi
anticoagulasi ( NANDA NIC NOC, 2015 ).

Diagnosa tersebut bisa ditegakkan bila ada data blood lose severity atau
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak seperti saat pembedahan dan
blood coaguation. Koagulasi darah dapat dipengaruhi dengan pemberian
therapi anticoagulan selama operasi. Anticoagulan heparin adalah salah satu
anticoagulan yang biasa digunakan. Kerja obat tersebut adalah mencgah
pembentuksn bekuan fibrin namun memiliki efek samping trombositopenia
dan perdarahan. Sementara simarc merupakan tipe warfarin yang bekerja
mencegah pembentukan faktor koagulasi. Pasien yang mendapat terapi
heparin serta simarc perlu dimonitor ketat hasil laborat PT/APTT serta INR
nya untuk menilai kemungkinan perdarahan yang bisa terjadi

Penulis menegakkan diagnosa resiko perdarahan berdasarkan data objektif


yaitu pasien dilakukan pembedahan melalui insisi mid sternum dengan
menggunakan mesin CPB dengan kanulasi aorta, SVC,IVC dan dengan
priming cairan + heparin 10.000 unit, Intra operatif pasien mendapatkan
therapi heparin dari anestesi 120 mg. Perdarahan intra operasi 400 cc selama
4jam13menit .Hb intra op 10,1gr/dl. Setelah operasi selesai dilakukan
pemasangan drain di substernum no.28 dan intra pericard no.20. Penanganan
risiko perdarahan intra operatif sangat penting karena akan menentukan
keberhasilan perawatan post operatif, karena bisa jadi pada saat post operatif
menyebabkan tamponade jantung dan bisa dilakukan tindakan re open.

c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama /


imobilisasi. Diagnosa resiko kerusakan integritas kulit ini didukung oleh
faktor eksternal dan faktor internal . Faktor eksternal antara lain hipertermi/
hipotermia, kelembapan, faktor mekanik seperti alat, penekanan atau restrain
serta imobilisasi fisik. Sedangkan faktor internal dapat berupa kondisi dalam
tubuh pasien sendiri misalnya kondisi perubahan status metabolik, tonjolan
tulang, defisit imunologi, status nutrisi, status cairan ,serta tingkat elastisitas
kulit pasien (NANDA NIC NOC, 2015 ). Nursing intervention dari diagnosa
ini adalah pressure management yang mana ini adalah tugas utama kita
sebagai perawat.

Penulis menegakkan diagnosa risiko kerusakan integritas kulit berdasarka data


objektif yaitu pada saat dilakukan tindakan operasi posisi pasien supinasi
dengan ganjal pada bagian punggung dan juga ganjal bantal bagian kaki
bawah. Dipasang ground diatermi pada gluteal dextra, dipasang blanket
pemanas dibawah linen pasien, pada bagian belakang punggung ditempel
elektrode EKG. Antara kulit pasien dengan selang dower cath diberi pelindung
berupa kain. Lama tindakan operasi 5 jam dan tidak ada perubahan posisi
selama itu / imobilisasi. Dilakukan preparasi kulit pasien dengan chlorhexidin
4 % dan disinfeksi kulit pasien dengan chlorhexidine 0,5 %. Intra operasi suhu
diturunkan hingga 33 oC dan kembali normal saat rewarm (36o C ).

Dari data tersebut memungkinkan untuk terjadi risiko kerusakan integritas


kulit , namun kita sebagai perawat bisa melakukan intervensi mandiri kita
sebagai perawat yaitu dengan pressure management seperti yag sudah penulis
sebutkan diatas yaitu memberikan pelindung pada daerah daerah yang
mendapat tekanan paling banyak, seperti ganjal bantal pada kaki bagian
bawah, melindungi bawah paha dengan kain pada daerah yang dilalui selang
catheter, jangan melakukan penekanan pada tubuh pasien , jangan meletakkan
alat alat atau instrumen yang berat diatas tubuh pasien, memasang ground
diatermi di bagian bawah gluteal supaya tidak terkena cairan ataupun darah
saat operasi yang bisa menyebabkan ground terlepas. Pada pasien ini tidak
ditemukan tanda – tanda kerusakan integritas kulit , baik itu berupa kemerahan
, lecet, atau bula .

4.2 KESENJANGAN

Dalam studi kasus asuhan keperawatan pada pasien ny.C dengan diagnosa medis MS
Severe yang dilakukan tindakan operasi MVR dengan katup mekanik ini penulis tidak
menemuka perbedaan diagnosa yang muncul.

Anda mungkin juga menyukai