Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ibu melahirkan di


Indonesia. Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum (HPP) adalah
kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan pasca
persalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder. Perdarahan
pascapersalinan primer (Early HPP) terjadi dalam 24 jam pertama. Sedangkan
perdarahan pascapersalinan sekunder (Late HPP) terjadi setelah 24 jam pertama.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara
fisiologis dikontrol lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Atonia Uteri ?
2. Apa penyebab Atonia Uteri ?
3. Apa gejala klinis dari Atonia Uteri ?
4. Apa pencegahan dalam Atonia Uteri ?
5. Apa penanaganan dari Atonia Uteri ?
6. Apa komplikasi dari Atonia Uteri ?

1.1 Tujuan Penulisan.


Berdassarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian Atonia Uteri
2. Untuk mengetahui apa penyebab Atonia Uteri
3. Untuk mengetahui apa gejala klinis dari Atonia Uteri
4. Untuk mengetahui pencegahan dalam Atonia Uteri
5. Untuk mengetahui penanganan dari Atonia Uteri
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Atonia Uteri

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Atonia Uteri.
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir) (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta; 2002).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan.Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan
plasenta lahir.
2.2 Etiologi dan Patofisiologi
Hal-hal yang dapat menyebabkan atonia uteri antara :
a. Ada riwayat atonia uteri sebelumnya.
b. Partus lama : Kelemahan akibat partus lama bukan hanya rahim yang lemah,
cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan
kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
c. Pembesaran uterus berlebihan (hidramnion, hamil ganda, anak besar dengan BB
> 4000 gr).
d. Multiparitas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja
tidak efisien dalam semua kala persalinan.
e. Miomauteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan
retraksi miometrium.
f. Pereklampsi dan eklampsi.
g. Plasenta previa dan solusio plasesnta.
h. Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat kala III,
dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang
mengakibatkan perdarahan.
2
2.3 Gejala Klinis.
a. Uterus tidak berkontraksi dan lunak
b. Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).

2.4 Pencegahan Atonia Uteri.


Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian
oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U
Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi.Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan,anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Oksitosin mempunyai onset
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
preparat ergometrin.Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan
perdarahan postpartum.

2.5 Penanganan Atonia Uteri.

a) Penanganan Umum

 Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
 Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
 Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat
memburuk dengan cepat.
 Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
 Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:

3
 lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang
terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan
10 unit oksitosin IM
 Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
 Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan
perineum.
 Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
 Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadarHemoglobin:
 Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia
berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam
folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
 Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;

b) Penanganan Khusus.
1. Resusitasi.
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal
yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi
oksigen.Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual.
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah
lahirnya plasenta (max 15 detik).
a. KBI
Teknik KBI
1) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan
lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari)
ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
2) Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara
penuh.
4
3) Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror
uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan
kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
4) Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5) Evaluasi keberhasilan:
 Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama dua menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu selama
kala empat.
 Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian
tersebut. Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.
 Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna/KBE
kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan
atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI
tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan
lain.
6) Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi).
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah
lebih tinggi dari kondisi normal.
7) Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang
infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20
unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian
cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu
membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan

5
cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu
mengganti volume cairan selama perdarahan.
8) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi
KBI.Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan
oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi.
9) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera
lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu
membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang
dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
10) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu
tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba
di fasilitas rujukan:
a. Infus 500 ml + 20 unit oksitosin yang pertama dan habiskan dalam
waktu 10 menit.
b. Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau
hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan
kemudian berikan 125 ml/jam.
c. Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml
cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk
asupan cairan tambahan.
b. KBE
a) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas
simfisis pubis.
b) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus
uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin
c) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan
kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus
di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan
Normal)
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
1. Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.
2. Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi.
6
3. Uterotonika.
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis.Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin.Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25
mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM)
atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme
perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa.Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau
IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2
mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi
oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik.Efek samping serius
7
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.Dari
beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan
84%-96%.Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.
4. Operatif.
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%.Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah
rahim.Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan
melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar
di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina.
Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus
mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium.Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim.Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral
pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas.Ligasi
ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih
terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat
ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada
peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka,
ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal
bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan
dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut
arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah
ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
8
menyebabkan perdarahan.Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch. Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”,
ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif
alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
Histerektomi.Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan
tindakan operatif.Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi padapersalinan abdominal dibandingkan vaginal.
2.6 Komplikasi
Di samping menyebabkan kematian, syok, HPP memperbesar kemungkinan
terjadinya infeksi peurpeal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan
banyak kelak bisa menyebabkan sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada
hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya
ialah hipotensi, anemia, turunnya berat badana sampai menimbulkn kakeksia,
penurunana fungsi seksual dengan atrifi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Pencegahan
Antenatal care yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan
merupakan hal yang paling penting.Karena pada persalianan nanti, kehilangan darah
dalam jumlah normal dapat membahayakan ibu yang menderita anemi.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi.Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin.Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri.Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir.Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150
cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.Karbetosin
9
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit
dibandingkan oksitosin 4-10 menit.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 – 60% ) kematian
ibu melahirkan di Indonesia. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan
pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi peripartum. Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah
lahir). Penyebab atonia uteri antara lain disfungsi uterus, partus lama, pembesaran uterus
berlebihan, multiparitas, miomauteri, anestesi yang dalam dan lama serta
penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta.
Gejala dan tanda yang selalu ada antara lain uterus tidak berkontraksi dan
lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir. Diagnosis ditegakkan dengan : palpasi
uterus, memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak, melakukan eksplorasi
cavum uteri, inspekulo dan pemeriksaan Laboratorium. Menejemen atonia uteri adalah
resusitasi, masase dan kompresi bimanual, pemberian uterotonika, Uterine lavage dan
Uterine Packing, serta penatalaksanaan operatif. Di samping menyebabkan kematian,
HPP memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi peurpeal serta bisa menyebabkan
sindroma Sheehan.
3.2 Saran.
Adapun saran dari penulis adalah bahwa dalam penanganan kasus atonia uteri
harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga kasus atonia uteri dapat dikurangi.
Selanjutnya, jika ada kelainan-kelainan yang tidak bisa diatasi, sebaiknya kolaborasi
dengan tenaga medis lain, atau di rujuk ke rumah sakit. Selain itu penulis juga
menyarankan agar dalam menangani kasus atonia uteri harus benar-benar dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip penanganan pada atonia uteri sehingga tidak terjadi resiko
yang tidak diinginkan.

11

Anda mungkin juga menyukai