Anda di halaman 1dari 14

BAB III

DASAR TEORI
I. Definisi
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum
dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan
perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer
adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya
ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH
merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem
ventrikel.
Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya
pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular,
yang meluas ke sistem ventrikel.
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim
atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan
perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan
dapat berasal dari middle communicating artery atau dari posterior
communicating artery. ( Brust, 2012 )
II. Sistem ventrikel
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus
lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada
diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med.
oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus
tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak di depan
thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan
ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri
(aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran hemispherium ventriculus
lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji yang mengarah ke caudal. Kita
bedakan beberapa bagian : cornu anterius pada lobus frontalis, yang sebelah
lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus

17
callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu
temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis.
(satyanegara, 2010)
Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran
vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri
choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh
lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap
struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea.
Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini
bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan,
sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak
terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a.
choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus pada cornu
inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-cabang dari
a.cerebrum post (satyanegara, 2010)

gambar 1: sistem ventrikel

18
III. Liquor Cerebrospinalis
LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan
mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang
mengelilingi otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur
kadar ion, membawa keluar metabolit-metabolit otak, memberikan
perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan. Cairan cerebrospinal
jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. (satyanegara, 2010)

Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS:


Tabel 1 nilai normal LCS
Daerah Penampilan Tekanan Sel ( per Protein Lain-lain
dalam air µl)
Lumbalis Jernih dan 70-180 0-5 15-45 Glukosa
tanpa warna mg/dl 50-75
mg/dl
Ventrikel Jernih dan 70-190 0-5 5-15 mg/dl Nitrogen
tanpa warna ( limfosit) non
protein 10-
35
mg/dl

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie).
Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga
secara normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi
kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal
diproduksi dan direabsorpsi setiap hari. (satyanegara, 2010)
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180
mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan

19
pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume
intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau
volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa
merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan
diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan. (satyanegara,
2010)
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari
ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura
garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga
subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke
dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui
difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding
ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari
sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas konveksitas
superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk
mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi
dan reabsorbsi dalam keadaan seimbang.
IV. Etiologi
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui.
Tetapi menurut penelitian didapatkan :
1. Hipertensi, aneurisma
bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri
parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan
sistem ventrikuler
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme

20
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
4. Etiologi lain yang mendasari PIVH
di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi
pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri
merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada orang
dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi primer dari struktur periventrikel.
Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko
kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH. (Annnibal,
2013)

Faktor Risiko perdarahan Frekuensi (%)


intraventrikular
Jenis kelamin (pria : wanita) 1,4 : 1
Hipertensi 44-80
Diabetes melitus 8-33
Merokok 8-33
Alkohol 15
Riwayat stroke iskemik 15-17
Penggunaan antiplatelet 8-15
Penggunaan antikoagulan 4

Etiology Primary Intraventricular Hemorrhage

21
Head trauma
Insertion/removal of a ventricular catheter
Intraventricular vascular malformation, aneurysm, tumor
Bleeding diasthesis (polycythemia vera, hemophilia C, thrombocytopenia)
Moyamoya disease
Arteritis
Anticoagulation
Dural arteriovenous fistula
Unknown
Secondary Intraventricular Hemorrhage
Extension of intracerebral hematoma or subarachnoid hemorrhage caused by :
Hypertension
Cerebral aneurysm
Head trauma
Arteriovenous malformation
Vasculitis
Coagulation disorder
Hemorrhagic transformation of an ischemic infarct
Tumor
Extension of germinal matrix hematoma (premature infants)

V. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi
sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat
penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel
akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada
bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan.
Bila terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila
pun ikut meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar
otak. Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran
akibat adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila
timbul penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan
berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya
perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap
bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya
seperti : frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai
fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar.

22
Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena. (Annnibal,
2013)

VI. Gejala klinik


Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa :
1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
5. Penurunan Kesadaran

Gejala dan Tanda Klinis Frekuensi (%)


Penurunan kesadaran 77-92
Mual/muntah 42-80
Nyeri kepala 69-77
Agitasi 20
Koma 20-35
Kejang 7-23
Iritasi meningeal 12-33
Defisit nervus kranialis 8-47
Hemiparesis 8-33
Refleks ekstensor plantar 12-40
Refleks tendon dalam yang asimetrIs 27

23
Untuk menilai derajat keparahan dari perdarahan intraventrikuler digunakan
sistem scoring yang menilai volume darah di bagian otak. Salah satu sistem
scoring yang digunakan adalah Graeb score.
Dinilai berdasarkan ada tidaknya volume darah pada tiap sistem ventrikel.
Dinilai pada sisi kiri dan kanan. Bila didapatkan > 6 , dapat diindikasikan adanya
hidrosefalus akut dan menjadi suatu indikasi adanya penanganan segera. (Hinson,
2013)
VII. Diagnosis
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT

scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH,


namun CT Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan
diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).


CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS
(perdarahan intra serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah
diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan.

24
gambar 2 CT-scan intraventrikular hemorrage3
Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel.
b. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa
jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung
stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin- deoksihemogtobin-
methemoglobin- ferritin dan hemosiderin.

c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple)


Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil

25
USG terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler
akibat thrombus.
d. Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid. (Annibal, 2013)
VIII. Tata laksana
Penanganan emergency
 Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke
Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah
bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan
perfusi bagi jaringan otak. Penapat ini masih kontroversial karena
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan
kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan
acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
 Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan.
Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh
vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan
melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk menghindari tejadinya
komplikasi.
Penanganan peningkatan TIK:
 Elevasi kepala 300C
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher
seperti vena jugularis
 Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat
menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk
intraventrikular adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue

26
plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah
plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau
bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang
beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
 Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage)
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini
digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan
penilaian graeb score.
Langkah-langkah :
» General anestesi
» Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi
» Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kocher’s ( 1 cm
anterior dari sulkus coronarius ).
» Dilakukan burr holes
» Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater
» Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal
drain
» Kemudian tutup insisi
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan.
Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran
tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari
perdarahan serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka
dilakukan tindakan pemasangan VP shunt.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi
transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus
dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion
pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung
dari autoregulasi serebri.
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.

27
3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian
bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal
(VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk
tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke
rongga peritoneum.
Tindakan ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan guiding imaging.

gambar 3 eksternal ventricular drainage


Pemberian obat anti kejang
Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang.
Menrut rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian
obat anti kejang seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan
perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal. (Dey Mahua,
2013)
IX. Komplikasi
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinandisebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal
atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang
pada 50% pasien dan berhubungandengan keluaran yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
3. Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan
kejadian dari vasospasmeserebri, yaitu:

28
- Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasmeintrakranial.
- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan
dari sirkulasicairan serebrospinal.
(Dey Mahua, 2013)
X. Prognosis
IVH merupakan salah satu faktor risiko independent penyebab kematian
setelah terjadinya ICH ( Intra Cranial Hemorrage). Penilaian terhadap GCS
dan volume pada IVH dapat dijadikan prediksi hasil yang akan didapatkan
oleh pasien. GCS yang rendah serta volume IVH yang besar akan
memberikan hasil yang buruk. (Dey Mahua, 2013)

DAFTAR PUSTAKA
1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.
Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative
study. Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes
RI

29
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek
Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the
Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart Association / American
Stroke Association. Journal of the American Heart Association.
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi,
Manajemen. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis
Dasar cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral
Hemmorhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical
Review). MUMJ. Vol 10 No.1 halaman 15-22
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi
Klinis cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.
11. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.

30

Anda mungkin juga menyukai