Anda di halaman 1dari 15

ASFIKSIA DAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

DEFINSI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan, tidak teratur dan tidak
adekuat segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya.
Resusitasi BBL ialah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Sampai
saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas
perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan erat dengan faktor asfiksia
ini, didapatkan bahwa sindrom gangguan nafas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang
merupakan penyakit yang sering terjadi pada asfiksia.

ETIOLOGI
Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian
besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian
janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat
dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri
dari :
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau anestesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga ke janin. Hal ini
sering diditemukan pada keadaan :
a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus)
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau solutio
plasenta.
c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia)
d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal.
e. Partus lama.
f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea)
2. Faktor plasenta
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya solusio
plasenta dan plasenta previa.
3. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung, lilitan tali
pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada
a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu
b. Trauma yang terjadi pada persalinan
c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia
diafragmatika)
d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin

PATOFISOLOGI
Selama kehidupan intrauterine paru-paru kurang berperan dalam hal fungsi pertukaran
gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh plasenta. Karena O2 ke janin
melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udara, tetapi alveoli janin berisi cairan yang
dibentuk di dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini mengakibatkan paru-paru janin yang berisi
cairan tidak dapat dipakai untuk pernafasan. Selain itu peredaran darah lewat paru-paru janin
jauh lebih rendah dibandingkan peredaran darah yang diperlukan pasca Kelahiran. Hal ini
akibat adanya vasokonstriksi pembuluh darah arteriol paru-paru janin, dan umumnya
sirkulasi darah janin dialirkan dari paru-paru lewat duktus arteriosus. Pada saat persalinan
akan terjadi beberapa perubahan, antara lain pada saat bayi menarik napas pertama, paru-paru
mulai mengambil alih fungsinya dalam proses pernapasan. Segera setelah lahir, paru-paru
mulai berkembang sambil mulai terisi dengan udara, dan pada saat yang sama cairan pada
paru-paru berangsur-angsur mulai dikeluarkan. Untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru
diperlukan tekanan yang cukup besar, sehingga alveoli dapat berkembang dengan baik.
Ternyata proses persalinan mempunyai dampak cukup besar untuk mengurangi cairan
tersebut, tetapi hanya sebagian kecil pembersihan paru-paru dari cairan akibat pihatan
dinding toraks sewaktu melewati jalan lahir. Tetapi sebagian besar cairan melewati rongga-
rongga alveoli ke dalam rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke dalam sirkulasi darah dan
linfe di paru-paru. Usaha pernapasan segera setelah lahir sangat mempercepat dan efektif
mengeluarkan cairan dan mengembangkan alveoli dan menggantikan cairan dengan udara.
Selain itu kontraksi uterus dapat mempercepat pengurangan cairan tersebut, sebaliknya akan
terjadi perlambatan pengeluaran cairan jika terjadi gangguan kontraksi uterus.
Usaha pernafasan akan mengakibatkan arterioli paru-paru mulai membuka yang
menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga kadar O2
dalam darah meningkat dan mengakibatkan duktus arteriosus mulai menciut. Aliran darah
yang sebelumnya melewati duktus arteriosus akan dialirkan melalui paru-paru dan O2 akan
diambil untuk didistribusikan ke jaringan seluruh tubuh. Duktus arteriosus akan tetap menciut
dan sirkulasi darah yang normal untuk kehidupan ekstrauterin mulai bekerja.
Mendapatkan sejumlah O2 masuk ke dalam paru-paru ternyata harus disertai dengan
jumlah aliran darah di kapiler paru-paru yang adekuat agar oksigen yang melewati peredaran
darah dapat dibawa keseluruh tubuh. Keadaan ini memeprlukan peningkatan jumlah darah
yang cukup tinggi melalui perfusi paru-paru saat bayi dilahirkan.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin. Cairan tersebut
harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru bayi baru lahir.
Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk
mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk
mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali
lebih tinggi daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.

GAMBARAN KLINIS
Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan klinis yang
dinilai adalah :
1) Menghitung frekuensi jantung
2) Melihat usaha bernapas
3) Melihat tonus otot
4) Menilai refleks rangsangan
5) Memperhatikan warna kulit
Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor
Apgar.
Tanda Nilai O Nilai 1 Nilai 2
A Appearace Seluruh Badan Seluruh tubuh
(warna tubuh biru merah kaki merah
kulit) atau putih biru
P Pulse Tidak ada < > 100x/menit
(Denyut 100x/menit
Nadi)
G Grimece Tidak ada Perubahan Bersin/menangis
(Refleks) mimik
A Activity Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
(Tonus sedikit Ekstremitas
Otot) fleksi fleksi
R Respiration Tidak ada Lemah Menangis kuat
effort
(Usaha
bernafas)

Skor Apgar ini biasanya di nilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah
diberi lingkunga yang baikserta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor
Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai
pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit
bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas
neonatal.
Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang – kadang membuang
waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai secara cepat
1) Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba A. Umbilikalis dan menentukan
apakah denyutnya lebih atau kurang dari 100x/menit
2) Menilai tonus otot apakah baik/ buruk
3) Melihat warna kulit
Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. Vigorus baby, skor Apgar = 7 – 10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa
2. Mild – Moderate asphyxia (asfiksia sedang), Skor Apgar 4 – 6. Pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
3. Asfiksia Berat Skor Apgar 0-3. pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang – kadang pucat,
refleks iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi
menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang
ditemukan pada penderita asfiksia berat

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan
yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir dengan memberikan
ventilasi yang adekuat dan pemberian oksigen yang cukup.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia /hipoksia pasca natal harus
dicegah dan diatasi
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memeberikan keterangan yang jelas tentang faktor
penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih
dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :


1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetap
bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran
CO2 berjalan lancar
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernapasan lemah
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

Cara resusitasi
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak dan curah jantung yang
cukup dan alat – alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan
yang dikenal sebagai ABC resusitasi
A (Airway)– Memastikan saluran napas terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal
 Menghisap mulut , hidung dan kadang – kadang trakea
 Memasang pipa endotrakeal, bila perlu
B (Breathing)– Mengusahakan timbulnya pernapasan
 Melakukan rangsangan taktil
 Memakai ventilasi tekanan positif (VTP)
C (Circulation) – Mempertahankan sirkulasi darah
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada dan
pengobatan

Urutan pelaksana resusitasi


1. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
 Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan
dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan pengisapan
mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium
dihisap dari trakea).
 Untuk bayi sangat kecil ( BB<1500 gram) / apabila suhu tubuh sangat dingin
dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang
2. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
 Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah
(ekstensi).
3. Membersihkan jalan napas
 Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian
belakang
 Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud :
o Cairan tidak teraspirasi
o Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernapaan megap – megap (gasping)
 Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan pengisapan
dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea
4. Mengeringkan sambil merangsang
Rangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk/menjenyik telapak kaki dengan hati-
hati, menggosok punggung atau perut. Melakukan tindakan rangsangan taktil terus
menerus pada bayi yang apneu adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan.
5. Memposisikan kembali
6. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi
 Menilai usaha bernapas
 Frekuensi denyut jantung
 Warna kulit

Ventilasi tekanan positif (VTP)


 Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar
 Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi ) dan tekanan ventilasi
harus sesuai
 Kecepatan ventilasi, sebaiknya 40 – 60 x / menit
 Tekanan ventilasi, nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 – 40 cmH2O. Setelah
napas pertama membutuhkan 15 – 20 cmH2O
 Observasi gerak dada bayi, adanya gerakan dada bayi turun naik, merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru – paru mengembang dengan baik.
 Observasi gerak perut bayi, mungkin disebabkan oleh masuknya dalam udara dalam
lambung
 Penilaian suara napas bilateral, adanya saluran napas di kedua paru – paru merupakan
indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar
 Observasi pengembangan dada bayi, apabila dada kurang berkembang mungkin
disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :
>Peletakan sungkup kurang sempurna.
>Arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan di atas dada masih tetap kurang berkembang, sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi pipa balon.
Algoritma Penangangan Bayi Baru Lahir
LAHIR Ya Perawatan Rutin
 Letakkan bayi di bawah pemancar panas
tidak  Bersihkan mulut dan hidung
 Keringkan seluruh tubuh bayi
 Ganti linen basah dengan yang kering
 Cukup bulan?  Letakkan bayi dalam posisi yang benar
 Cairan amnion jernih?  Bersihkan saluran napas bayi (trakea) dari lendir, maupun
 Bernapas atau menangis? mekonium, maupun cairan plasenta
 Tonus otot naik?  Lakukan stimulasi taktil

 Berikan kehangatan
 Posisikan; bersihkan jalan
Bernapas; Perawatan
napas (bila perlu)
FJ >100x/menit
 Keringkan, rangsang, kemerahan
observassi
reposisi

Evaluasi pernapasan, FJ, warna kulit kemerahan


sianosis
Apnu
Berikan O2
atau FJ <100 sianosis
ventilasi efektif Perawatan Pasca
Berikan Ventilasi Tekanan Positif
Resusitasi
FJ >100 & kemerahan
FJ <60 FJ<60

 Berikan Ventilasi Tekanan Positif Berikan epinefrin


 Lakukan kompresi dada

Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP

 Dinilai setelah melakukan ventilasi 15-20 detik pertama.


 Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori :
1. > 100 kali permenit
2. 60-100 kali permenit
3. < 60 kali permenit
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi >100 kali permenit
Bayi mulai bernafas spontan, dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang
frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas
harus diberikan. Apabila frekuensi pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi,
VTP dilanjutkan.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi 60-100 kali permenit
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali permenit
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan
cukup adekuat. Segera dimulai kompresi dada bayi .adrenalin 1:10.000 dosis 0,1-0,3
ml/kgBB intravena/intratrakeal, dapat diulangi tiap 3-5 menit.
Pada respons yang buruk terhadap resusitasi, hipovolemia, hipotensi, dan riwayat
perdarahan berikan 10 ml/kgBB cairan infus (NaCl 0,9%, Ringer laktat, atau darah). Jika
kasil pemeriksaan penunjang menunjukkan asidosis metabolik, berikan natrium bikarbonat
2 mEq/kgBB perlahan-lahan.
Natrium bikarbonat diberikan hanya setelah terjadi ventilasi juga efektif karena dapat
meningkatkan CO2 darah sehingga timbul asidosis respiratorik.
Asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini berikan dopamin
atau dobutamin per infus 5-20 ug/kgBB/menit setelah sebelumnya diberikan volume
expander Adrenalin 0,1 ug/kgBB/menit dapat diberikan pada bayi yang tidak
responsif dopamin atau dobutamin.
Bila terdapat riwayat pemberian analgesik narkotik pada ibu saat hamil, berikan Narcan
(nalokson) 0,1 mg/kgBB subkutan atau intramuskular atau intravena atau melalui pipa
endotrakeal.
INDIKASI Tekanan Positif
Ventilasi tekanan positif harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak
adekuat, dan/ atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit. Bila bayi bernapas adekuat dan
frekuensi jantung memadai tetapi sianosis sentral, bati diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah itu
bayi tetap sianosis, dapat dilakukan ventilasi tekanan positif.
Tanda ventilasi tekanan positif efektif adalah peningkatan frekuensi denyut jantung, perbaikan warna
dan tonus, terdengar suara napas, dan gerakan dada.

KOMPRESI DADA
Kompresi dada adalah penekanan yang teratur pada tulang dada kearah tulang belakang sehingga
meningkatkan tekanan intratoraks dan memperbaiki sirkulasi darah ke suluruh organ vital tubuh.
Indikasi :
Bila frekuensi denyut jantung bayi kuranjg dari 60x/m walaupun telah dilakukan ventilasi tekanan
positif yang efektif dengan oksigen tambahan selama 30 detik.
Teknik melakukan kompresi dada:
1. Lokasi kompresi dada pada BBL adalah sepertiga bawah tulang dada, yang teletak antara
ujung tulang dada dan garis khayal yang menghubungkan dua puting susu, atau satu jari
dibawah garis khayal.
2. Cara :
a. Teknik ibu jari.
Kedua ibu jari diatas sternum dan jari lain melingkar dibawah bayi menyangga tulang
belakang atau punggung. Keuntungan : memperbaiki tekanan puncak sistolik dan
perfusi koroner tanpa komplikasi. Kelemahan : tidak dapat dilakukan secara efektif
pada bayi besar dan tangan penolong kecil dan lebih sulit bila diperlukan akses tali
pusat untuk pemberian obat.
b. Teknik dua jari
Ujung jari tengan dan telunjuk atau jari manis dari satu tangan digunakan untuk
menekan. Tangan lain digunakan untuk menopang bagian belakang bayi sehingga
penekanan pada jantung antara tulang dada dan tulang belakang lebih efektif.
3. Kompresi dada dan ventilasi harus dilakukan secara sinkron dengan ratio 3:1, yaitu 90 kali
kompresi dan 30 kali inflasi untuk mencapai 120 kegiatan tiap satu menit. Dilakukan
penekanan sedalam ±⅓ diameter antero-posterior dada, kemudian dilekapskan untuk
memberukan kesempatan jantung berisi.

Terapi Medikamentosa
Pemberian obat dapat dilakuakan dengan berbagai macam cara :
1. Vena umbilikal. Cara tercepat untuk memberikan cairan dan dapat digunakan untuk
epinefrin, nalokson, dan/ atau natrium bikarbonat.
2. Pipa endotrakeal. Hanya epinefrin yang bisa dierikan.
3. Vena perifer. Sulit pada BBL yang disertai dengan syok dan membutuhkan waktu yang lama.
4. Intramuskuler.
5. Akses intraoseus.
Efinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belum ada respon.
 Asistolik
Dosis:
0,1-0,3 ml/kg BB dalam 1:10.000 ( 0,01 mg-0,03 mg/kg BB) dengan cara IV atau endotrakeal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume Ekspander
Indikasi:
 Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovilemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
 Hipovolemi kemungkinan akibat adanya pendarahan atau syok. Klinis ditandai dengan
pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis Cairan:
 Larutan kristaloid isotonis (Nacl 0,9%, Ringer laktat)
Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB iv pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
memberikan respon yang baik.
 Transfusi golongan darah.
Bikarbonat
Indikasi :
 Asidosis metabolik, bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik.
 Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemerikasaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis:
1-2 mEq/Kg BB atau 2 ml/ Kg BB (4,2%) atau 1 ml/Kg BB (7,4%). Cara : diencerkan dengan
aquabides atau dextrose 5% dama banyak diberikan secara iv dengan kecepatan minimal 2
menit.

KOMPLIKASI
 Edema otak
 Perdarahan otak
 Anuria atau oligouria
 Hiperbilirubinemia
 Enterokolikans netrotikans
 Kejang
 Koma

PROGNOSIS
 Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penetalaksanaan
 Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis didapatkan data lahir anak laki-laki dengan berat badan 3700 gr,
panjang badan 52 cm, dari ibu G1P0A0 hamil aterm dengan riwayat malposisi dan kala II
lama. Bayi lahir spontan dan tidak langsung menangis dengan APGAR Score 1/4/6 dan
dilakukan resusitasi beserta pembersihan jalan napas. Tidak ada riwayat KPSW, ketuban
hijau, kental, bau, dan mekonium.
Dari anamnesis dapat kita simpulkan bahwa pada pasien ini terjadi Asphyxia berat.
Hal ini dikarenakan nilai APGAR Score yang terdiri dari warna kulit, denyut nadi, reflek,
tonus oto dan usah bernapas pada menit pertama, kelima dan kesepuluh didapatkan nilai
1/4/6. Asfiksia Berat,Skor Apgar 0-3. pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang – kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
Faktor risiko yang dimiliki pada pasien ini adalah dari faktor ibu dan faktor janin.
Dari faktor ibu didapatkan riwayat kala II lama dan faktor janin adalah riwayat malposisi.
Pada pasien ini dilakukan resusitasi bayi baru lahir berupa

Setelah itu dilakukan perawatan paska resusitasi. Bayi yang mendapatkan ventilasi
tekanan positif atau tindakan lebih lanjut memerlukan dukungan terus meneru, memiliki
risiko gangguan berulang dan berisiko tinggi untuk mendpatkan penyulit pada masa transisi
yang abnormal. Bayi yang semacam ini pada umumnya harus ditangani dalam ruangan yang
dapat melakukan pengawasan dan pemantauan terus-menerus. Bila perlu, dirujuk ke unit
perawatan intensif.
DAFTAR PUSTAKA
7. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-572, 589-
599. W.B Saunders Company 2000.
8. http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0
&pdf=&html=07110-skow264.htm
9.

Anda mungkin juga menyukai